Anda di halaman 1dari 13

TUGAS TEKNOLOGI PENGOLAHAN

DAN PENGAWETAN PANGAN

Disusun Oleh :

Nama : Nadya Fitri Dzakia


NRP : 153020040
Kelas : TP-A

JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS PASUNDAN

TAHUN 2017
BAB I

1.1 Pengertian Makanan

Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia, karena didalamnya


terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk memulihkan dan memperbaiki
jaringan tubuh yang rusak, mengatur proses di dalam tubuh, perkembangbiakan dan
menghasilkan energi untuk kepentingan berbagai kehidupan. Kebutuhan manusia akan makanan
diperoleh dari berbagai sumber nabati maupun hewani, yang produksinya umumnya bersifat
musiman. Secara ilmiah makanan atau pangan didefinisikan sebagai kumpulan bahan yang
diperlukan untuk mempertahankan kehidupan dan fungsi normal dari makhluk hidup baik jasad
renik, tumbuh-tumbuhan, hewan maupun manusia. Pada dasarnya makanan merupakan
campuran berbagai senyawa kimia, yang dapat dikelompokkan kedalam karbohidrat, lemak,
protein, vitamin, mineral, dan air. Bahan makanan 99,9% dari bahan-bahan tersebut diatas dan
sisanya adalah bahan-bahan lain seperti pigmen, zat cita rasa dan zat-zat aditif. Sebagian terbesar
dari bahan-bahan yang menyusun pangan bersifat anorganik. (Effendi,2012)

Tabel 1. Komposisi bahan makanan

Jenis Kandungan organik (%)


Bahan Makanan Protein Karbohidrat Lemak
Buah-buahan 2-8 85-97 0-3
Sayuran 15-30 50-85 0-5
Ikan 70-96 0 5-30
Telur 51 3 46
Daging 33-50 0 50-65
Sapi 30 40 40
Makanan mempunyai fungsi untuk tubuh antara lain sebagai pertumbuhan dan
perkembangan tubuh, pemeliharaan dan memperbaiki sel-sel tubuh yang telah rusak atau tua,
mengatur metabolisme tubuh, penjaga keseimbangan cairan tubuh, sebagai pertahanan tubuh
terhadap penyakit, penghasil energi.

1.2 Pengolahan dan pengawetan bahan pangan


Pengolahan (pengawetan) dilakukan untuk memperpanjang umur simpan (lamanya suatu
produk dapat disimpan tanpa mengalami kerusakan) produk pangan. Proses pengolahan apa yang
akan dilakukan, tergantung pada berapa lama umur simpan produk yang diinginkan, dan berapa
banyak perubahan mutu produk yang dapat diterima. Berdasarkan target waktu pengawetan,
maka pengawetan dapat bersifat jangka pendek atau bersifat jangka panjang.
Pengawetan jangka pendek dapat dilakukan dengan beberapa cara misalnya penanganan aseptis,
penggunaan suhu rendah (<20°C), pengeluaran sebagian air bahan, perlakuan panas
‘ringan’, mengurangi keberadaan udara, penggunaan pengawet dalam konsentrasi rendah,
fermentasi, radiasi dan kombinasinya.
1.2.1 Pengawetan secara Fisika

a. Pengeringan
Pengeringan adalah salah satu cara pengawetan yang paling tua, yang bertujuan untuk
mengeluarkan untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari bahan pangan dengan
menggunakan energi panas. Pengeringan dapat mencegah pembusukan pangan karena untuk
dapat tumbuh dan berkembangbiak mikrorganisme membutuhkan air dalam jumlah yang cukup.
Penurunan kadar air harus dilakukan sehingga mencapai aktivitas air tertentu, karena
pertumbuhan mikroorganisme ditentukan terutama oleh aktivitas air dan bukan oleh kadar air
bahan. Hal ini banyak dapat tercapai dengan pengeringan, pengasapan, penambahan garam dan
gula atau pengentalan.
b. Suhu Rendah
Penyimpanan pada umumnya di bawah 1oC, tetapi dengan suhu rendah bukan bersifat
mengawetkan karena mikroba hanya dihambat pertumbuhan atau perkembangbiakannya dengan
kata lain menghambat mikroorganisme tapi tidak membunuhnya. Selain itu suhu rendaj juga
memperlambat laju reaksi enzimatis dan reaksi-reaksi kimia yang menimbulkan kerusakan
pangan. Penyimpanan suhu rendah dibedakan atas:
• Refrigerasi dan modifikasi-modifikasi refrigerasi seperti penyimpanan “Controlled
Atmosphere” (CA) dan penyimpanan berkisar -2oC dan 1 oC, tergantung dari kepekaan
komoditas suhu rendah.
• Pembekuan makanan umumnya dilakukan pada minus (-) 18oC dengan cara ini makanan dapat
tahan beberapa bulan hingga setahun. Karena pada pembekuan sebagian air dalam bahan pangan
menjadi es, maka penghambatan pertumbuhan mikroorganisme juga timbul akibat penurunan
aktivitas air.
c. Suhu Tinggi
Proses thermal atau dengan suhu tinggi, umumnya di atas 65oC cara ini banyak dilakukan
untuk pengawetan bahan-bahan berbentuk tepung atau sejenisnya.tujuan dari proses ini adalah
mengurangi populasi mikroorganisme atau membunuh mikrorganisme yang ada dalam bahan
pangan.Proses thermal dibedakan atas:
• Pasteurisasi, yaitu perlakuan pemanasan yang ringan yaitu 630C selama 30 menit atau 72oC
selama 15 menit. Tujuannya adalah mematikan organism pathogen dan mengurangi populasi
mikroorganisme hingga batas-batas yang memungkinkan sedikit memperpanjang umur simpan
pangan tersebut.Pasteurisasi adalah membunuh mikroorganisme yang merugikan seperti virus,
kapang dan khamir. Produk yang bisa dilakukan pasteurisasi antara lain susu, anggur, bir, jus
buah, cider dan lain-lain. Pasteurisasi akan menginaktifkan enzim, membunuh mikroorganisme
pathogen dan sebagian mikroorganisme pembusuk.
• Sterilisasi didalam pengawetan produk pangan adalah perlakuan panas yang menyebabkan
mikroorganisme dan sporanya tidak mampu tumbuh pada kondisi penyimpanan normal. Artinya,
hanya menghasilkan produk yang steril komersil, tidak seratus persen steril, kemungkinan masih
ada spora mikroba dorman berada didalam produk, dan akan segera tumbuh bila berada pada
lingkungan yang cocok untuk pertumbuhannya.
• Blansing yaitu perlakuan panas ringan, sebagai salah satu tahap dalam pengolahan dengan cara
penggalengan, pembekuan, pengeringan atau fermentasi. Tujuan utama adalah menonaktifkan
enzim disamping mengurangi populasi mikroorganisme pada bahan pangan tersebut.
1.2.2 Pengawetan Secara Kimia
a. Penggunaan Bahan Tambahan Makanan
Bahan kimia yang digunakan dalam pengawetan pangan harus dipilih yang tidak
berbahaya bagi tumbuh manusia serta mampu mencegah berbagai tipe pembusukan pada
umumnya. Sistem pengawetan yang paling banyak dilakukan, karena dianggap yang paling
murah dan mudah, yaitu:
1. Dengan nilai pH rendah yaitu di bawah 55 dengan penamahan asam organik, ataupun asam
asam lainnya misalnya terhadap serealia (jagung, beras, dan sebagainya)
2. Dengan larutan garam, misalnya pembuatan ikan asin
3. Dengan larutan gula, misalnya dengan pembuatan kue-kue, dodol, manisan dan lainnya.
4. Dengan fungsi fumigasi, misalnya gas etilen oksida, propilin oksida dan sebagainya.
Aktivitas bahan pengawet ternyata berbeda-beda, misalnya asam cuka, asam sitrat, asam
fosfat dapat menurunkan PH dari bahan makanan dan akibatnya pertumbuhan mikroorganisme
pembusuk akan terhambat. Bahan-bahan pengawet seperti garam-garam benzoate, sorbet, sulfit
dan propionate menghambat metabolisme mikroorganisme atau bersifat racun untukknya.
Bahan pengawet terdiri dari senyawa-senyawa kimia baik organic maupun anorganik dapat
berbentuk asam atau garamnya. Aktivitas pengawet tidak sama, ada yang efektif untuk jamur,
bakteri, khamir, kapang, atau bekerja secara kimia sebagai anti oksidan.

1.2.3. Pengawetan Secara Mikobiologi


Fermentasi digunakan untuk dua tujuan yaitu mengawetkan bahan pangan dengan cara
menekan pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dengan senyawa-senyawa seperti alcohol,
asam cuka, asam laktat, dan lainnya. Zat-zat kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang
dibiakkan dalam proses fermentasi.Jadi pengawetan kita menumbuhkan mikroorganisme yang
berguna secara selektif. Hal ini dapat tercapai dengan menambahkan garam, gula, starter,
mengatur, kondisi lingkungan seperti suhu, oksigen dan lain-lain.
Pengawetan dengan fermentasi pada dasarnya hanya memupuk kegiatan mikroba yang berperan
dan diharapkan adanya fermentasi, sedangkan mikroba lain yang dianggap menghambat atau
merusak produk dan proses fermentasi akan dihambat.
BAB II

2.1 Pengertian Pendinginan

Pendinginan umumnya merupakan suatu metode pengawetan yang ringan, pengaruhnya


kecil sekali terhadap mutu bahan pangan secara keseluruhan. Oleh sebab itu pendinginan seperti
di dalam lemari es sangat cocok untuk memperpanjang kesegaran atau masa simpan sayuran dan
buah-buahan. Sayuran dan buah-buahan tropis tidak tahan terhadap suhu rendah dan ketahanan
terhadap suhu rendah ini berbeda-beda untuk setiap jenisnya. Sebagai contoh, buah pisang dan
tomat tidak boleh disimpan pada suhu lebih rendah dari 130C karena akan
mengalami chilling injury yaitu kerusakan karena suhu rendah. Buah pisang yang disimpan pada
suhu terlalu rendah kulitnya akan menjadi bernoda hitam atau berubah menjadi coklat,
sedangkan buah tomat akan menjadi lunak karena teksturnya rusak.
Pembekuan adalah proses penurunan suhu bahan pangan sampai bahan pangan
membeku, yaitu jika suhu pada bagian dalamnya paling tinggi sekitar –180C, meskipun
umumnya produk beku mempunyai suhu lebih rendah dari ini. Pada kondisi suhu beku ini bahan
pangan menjadi awet karena mikroba tidak dapat tumbuh dan enzim tidak aktif. Sayuran dan
buah-buahan umumnya diblansir dahulu untuk menginaktifkan enzim sebelum dibekukan. Bahan
pangan seperti daging dapat disimpan antara 12 sampai 18 bulan, ikan dapat disimpan selama 8
sampai 12 bulan dan buncis dapat disimpan antara 12 sampai 18 bulan. Pertumbuhan bakteri di
bawah suhu 100C akan semakin lambat dengan semakin rendahnya suhu. Pada saat air dalam
bahan pangan membeku seluruhnya, maka tidak ada lagi pembelahan sel bakteri. Pada sebagian
bahan pangan air tidak membeku sampai suhu –9,50C atau di bawahnya karena adanya gula,
garam, asam dan senyawa terlarut lain yang dapat menurunkan titik beku air.
Lambatnya pertumbuhan mikroba pada suhu yang lebih rendah ini menjadi dasar dari proses
pendinginan dan pembekuan dalam pengawetan pangan. Proses pendinginan dan pembekuan
tidak mampu membunuh semua mikroba, sehingga pada saat dicairkan kembali (thawing), sel
mikroba yang tahan terhadap suhu rendah akan mulai aktif kembali dan dapat menimbulkan
masalah kebusukan pada bahan pangan yang bersangkutan.

2.2 Mekanisme Pengeringan


Prinsip kerja dari proses pendinginan adalah penghilangna panas dari sistemnya. Hal ini
dapat dilakukan dengan adanya proses pompa panas. Diperlukan pompa panas karena pompa
panas menghasilkan panas yang tidak dapat mengalir secara alami. Energi panas akan mengalir
dari suhu panas akan mengalir dari suhu tinggi kle suhu yang lebih rendah. Metode yang dapat
dilakukan yaitu pembekuan dalam hembusan udara cepat dingin, dengan imersi langsung
langsung bahan pangan kedalam medium pendinginan,l dengan jalan persinggungan dengan plat-
plat pendingin dalam ruang pembekuan, dan dengan pembekuan dengan udara nitrogen atau
karbondioksida cair.
Terdapat dua pengaruh pendinginan terhadap makanan yaitu :
1. Penurunan suhu akan mengakibatkanb penurunan peoses kimia mikrobiologi dan
biokimia yang berhubungan dengan kelayuan, kerusakan, pembusukan, dan lain-lain.
2. Pada suhu dibawah 0’C air akan membeku dan terpisah dari larutan membentuk es, yang
mirip dalam hal air yang diuapkan pada pengeringan atau suhu penurunan Aw. Apabila suhu
penyimpanan beku sudah cukup nrendah, dan perubahan kimiawi selama pembekuan dan
penyimpanan beku dapat dipertahankan sampai batas minimum, maka mutub makanan beku
dapat dipertahankan untuk jangka waktu yang cukup lama.
BAB III

3.1 Alat Pengolahan dengan suhu rendah


a. Refrigerator (Lemari Es)
Lemari Es (kulkas) di rumah kita digolongkan non Frezer apabila bagian di dalam lemari
Es tidak hanya evaporator (Bagian pembeku). Pada kulkas satu pintu evaporatornya terletak di
bagian atas dan ukurannya tidak lebih 1/3 ukuran total kulkasnya. Pada kulkas dua pintu dan
seterusnya evaporator tersendiri dan ukurannya lebih besar dibandingkan evaporator kulkas satu
pintu. Temperatur dingin pada rak-rak dibawah evaporator, sebenarnya berasal dari hembusan
udara dingin dari evaporator. Bagian rak ini biasa digunakan untuk menyimpan makanan dan
minuman.

Gambar 3.1 Refrigerator atau lemari es

b. Freezer
Lemari es Freezer dapat membekukan atau menjadikan sesuatu menjadi Es di setiap
bagiannya. Biasanya , lemari es jenis ini digunakan untuk kegiatan wirausaha , seperti penjual es
batu atau es lilin. Tidak seperti kulkas biasanya kulkas Freezer memiliki evaporator di setiap
raknya. Jadi kulkas freezer mampu membekukan lebih banyak dibandingkan lemari es non freezer.
Gambar 3.2 Freezer

c. Door Glass Refrigerator.


Kulkas pintu kaca termasuk jenis kulkas non freezer. Kulkas jenis ini digunakan khusus
untuk menyimpan aneka minuman kaleng dan botol. Dengan pintu terbuat dari kaca,
memungkinkan minuman yang berada di dalam terlihat dari luar. Temperatur yang dihasilkan oleh
kulkas pintu kaca berkisar antara 10-16 derajat celcius. Kulkas ini tidak membekukan minuman
yang ada di dalamnya, tetapi hanya mendinginkannya atau menyegarkannya.

Gambar 4. Kulkas jenis Door Glass Refrigerator


BAB IV

4.1 Pengolahan dan pengawetan pada daging sapi


Daging merupakan bahan pangan hewani yang memiliki nilai gizi tinggi. Produk ini
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan gizi protein yang mengandung susunan asam
amino yang lengkap. Daging ayam merupakan produk yang disukai oleh hampir setiap orang
karena memiliki kandungan protein dan asam amino esensial, dan juga asam lemak esensial,
vitamin dan mineral yang baik untuk pertumbuhan manusia. Cara pengolahan dan pengawetan
untuk memperpanjang masa simpan daging banyak dilakukan.
Kandungan lemak pada daging ayam sekitar 25%. Tingginya kandungan lemak pada
daging ini sangat mudah mengalami kerusakan oleh mikroorganisme atau oksidasi lemak
sehingga masa simpannya menjadi rendah. Bahan pengawet yang biasanya ditambahkan adalah
garam, nitrit, nitrat, asam askorbat, sodium askorbat, antioksidan sintetik dan alkalin
fosfat. Beberapa jenis pengawetan pada daging antara lain adalah : pengawetan daging dengan
suhu rendah, pengawetan daging dengan penggaraman, pengawetan daging dengan pengasapan,
fermentasi daging, dan pengeringan daging.

1. Pengawetan daging dengan suhu rendah


Cara pengawetan daging dengan suhu rendah ada 2 macam yaitu pendinginan (cooling)
dan pembekuan (freezing). Pendiginan adalah penyimpanan daging di atas suhu pembekuan
bahan yaitu -2 sampai +10 0 C. Sedangkan pembekuan adalah penyimpanan daging dalam
keadaan beku yaitu pada suhu 12 sampai -24 0 C. Pembekuan cepat (quick freezing) di lakukan
pada suhu -24 sampai -40 0 C. Pendinginan biasanya dapat mengawetkan bahan pangan selama
beberapa hari atau minggu sedangkan pembekuan bisa sampai berbulan-bulan. Perbedaan lain
antara pendinginan dan pembekuan adalah dalam hal pengaruhnya terhadap keaktifan
mikroorganisme di dalam daging. Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan daging tidak
dapat membunuh bakteri, sehingga jika daging beku misalnya di keluarkan dari penyimpanan
dan di biarkan mencair kembali (thawing), pertumbuhan bakteri pembusuk kemudian berjalan
cepat kembali. Pendinginan dan pembekuan masing-masing juga berbeda pengaruhnya terhadap
rasa, tekstur, nilai gizi, dan sifat-sifat lainya.
2. Pengawetan daging dengan penggaraman
Penggaraman (curing) adalah cara pengolahan dan pengawetan daging dengan
menambahkan bahan seperti garam NaCl, Na-nitrit atau Na-nitrat, dan gula. Curingbertujuan
mendapatkan warna yang stabil, aroma, tekstur dan kelezatan yang baik, dan untuk mengurangi
pengerutan daging selama pengolahan serta memperpanjang masa simpan produk daging
(Soeparno, 1992). Proses penggaraman daging dengan nitrit berperan sangat penting yaitu
bereaksi dengan mioglobin membentuk nitrosomioglobulin yang diubah menjadi
nitrosochemochrome, sehingga menyebabkan warna daging jadi merah. Bersama dengan garam
dapur, nitrit atau nitrat berperan sebagai pengawet dengan cara menurunkan Aw produk.

3. Pengawetan daging dengan pengasapan


Pengasapan bersifat pengawetan karena ada penyimpanan/ penimbunan di permukaan
daging senyawa kimia seperti formaldehida, asetaldehida, aseton diasetil, methanol, etanol,
fenol, asam-asam format dan asetat, furfural dehida, resins, bahan lilin, ter dan bahan lain yang
semua bahannya terdapat pada produk yang diasap dengan konsentrasi berbeda. Proses
pengasapan konvensional yaitu dengan menggantungkan produk dalam rumah pengasapan
selama 4-8 jam pada suhu 35-40°C atau meletakkan beberapa jam dalam suatu ruangan dimana
asap disalurkan dari pembangkit asap yang terdiri dari suatu roda penggiling dan suatu tongkat
kayu.
4. Fermentasi daging

Fermentasi yaitu proses penguraian senyawa kompleks yang terdapat pada daging
menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana oleh enzim yang berasal dari daging itu sendiri
atau dari mikroorganisme yang berlangsung dalam lingkungan yang terkontrol. Proses
penguraian ini dapat berlangsung dengan atau tanpa aktivitas mikroorganisme, terutama
golongan jamur dan ragi. Enzim yang berperan dalam proses fermentasi terutama didominasi
oleh enzim proteolisis yang mampu mengubah protein.

5. Pengawetan daging dengan pemanasan


a. Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah pemanasan menggunakan suhu di bawah suhu didih untuk membunuh
kuman/bakteri patogen namun sporanya masih dapat hidup.
pasteurisasi dilakukan dengan cara:
1) Pasteurisasi lama (Low Temperature Long Time/LTLT). Pemanasan pada suhu yang
tidak tinggi (62o-65°C) dengan waktu yang relatif lama (1/2 -1 jam).
2) Pasteurisasi singkat (High Temperature Short Time/HTST). Pemanasan dilakukan
pada suhu tinggi (85o-95°C) dengan waktu yang relatif singkat (1-2 menit).
b. Sterilisasi
Sterilisasi adalah proses pengawetan yang dilakukan dengan pemanasan sampai suhu di
atas titik didih, sehingga bakteri dan sporanya mati.
Sterilisasi dilakukan dengan cara :
1) UHT yaitu pemanasan sampai suhu 137°-140°C selama 2-5 detik
2) Produk dalam kemasan hermetis dipanaskan pada suhu 110°-121°C selama 20-45
detik

6. Pengawetan daging dengan bahan kimia


a. Pengawetan daging dengan Bahan aktif alamiah
- Bawang putih dan bawang bombay, kandungan alisin berguna untuk antimikroba
- Kunyit, kandungan kurkumin (golongan fenol) didalamnya memiliki sifat bakterisidal
- Lengkuas, senyawa fenolik lengkuas bersifat menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur
- Jahe, senyawa antioksidan didalamnya dapat dimanfaatkan mengawetkan minyak dan
lemak
- Bakteriosin, merupakan produk ekstraseluler (Jack et al., 1995) yang diproduksi oleh
bakteri asam laktat, sebagai protein yang aktif secara biologi atau kompleks protein
(agregat protein, protein lipokarbohidrat, glikoprotein) yang disintesa secara ribosomal
dan menunjukkan aktivitas antibakteri (Vuyst and Vandamme, 1994; Ammor et al.,
2006).

Anda mungkin juga menyukai