Anda di halaman 1dari 17

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016

MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN


GEOMATIKA

BAB 2
POSISI VERTIKAL

Sunar Rochmadi

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
2016
BAB II
POSISI VERTIKAL

Kompetensi Inti:
Menguasai materi, struktur, konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata
pelajaran yang diampu.

Kompetensi Dasar (KD)/Kelompok Kompetensi Dasar (KKD):


Mengukur posisi vertikal dengan berbagai macam metode.

Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK):


1. Mengupas teknik pengoperasian alat sipat datar.
2. Mengupas persyaratan dan cara pembacaan rambu ukur.
3. Memilih metode pengukuran sipat datar.
4. Mengukur beda tinggi dengan berbagai metode.
5. Menghitung hasil pengukuran beda tinggi.
6. Membuat gambar profil dengan perangkat lunak.

Uraian Materi Pembelajaran:


Yang disebut dengan tinggi dalam bahasa sehari-hari sebenarnya adalah beda
tinggi. Sebagai contoh, apabila dikatakan tinggi sebuah gedung adalah 60 meter, artinya
beda tinggi antara puncak gedung dan kaki gedung sebesar 60 meter. Begitu pula apabila
disebutkan tinggi sebuah gunung adalah 3000 meter, maka yang dimaksud adalah beda
tinggi antara puncak gunung dan bidang referensi adalah 3000 meter. Bidang referensi
yang biasa dipakai adalah bidang permukaan air laut rata-rata atau mean sea level (MSL).
Gambar 2.1 menunjukkan hubungan antara tinggi dan beda tinggi.

1
Gambar 2.1. Tinggi dan beda tinggi.

Titik-titik yang mempunyai tinggi yang sama terletak pada bidang ekipotensial
yang sama. Bidang ekipotensial yang berimpit dengan permukaan air laut rata-rata atau
MSL mempunyai tinggi nol. Pada Gambar 2.1, tinggi titik A adalah HA dan tinggi titik B
adalah HB. Beda tinggi dari titik A ke titik B adalah

hAB = HB – HA

Sebaliknya, beda tinggi dari titik B ke titik A adalah

hBA = HA – HB

Oleh karena itu

hBA = - HAB

Seperti pada alat ukur jarak, alat untuk mengukur beda tinggi juga dapat
dikelompokkan menjadi alat yang secara langsung mengukur beda tinggi dan alat yang
mengukur beda tinggi secara tidak langsung. Alat untuk mengukur beda tinggi secara
langsung yaitu alat ukur sipat datar atau waterpas. Waterpas dapat dikelompokkan lagi
2
menjadi waterpas sederhana, waterpas optis dan waterpas digital.

(1) Waterpas sederhana


Dua macam waterpas sederhana yang biasa digunakan berupa waterpas tangan
(Gambar 2.2) dan selang plastik bening yang diisi air (Gambar 2.3).

Gambar 2.2. Waterpas tangan.

Jangkauan antar titik yang diukur beda tingginya dengan waterpas tangan sangat
terbatas, tergantung panjang waterpas batang tersebut. Panjang waterpas tangan
berkisar antara 30 cm hingga 2,40 m.

Gambar 2.3. Waterpas selang.

Jangkauan antar titik yang diukur beda tingginya dengan waterpas selang dapat
lebih jauh dibanding dengan waterpas tangan. Panjang selang dapat mencapai
puluhan meter.

(2) Waterpas optis (Gambar 2.4)


Waterpas optis dibuat dengan komponen utama berupa susunan alat optis seperti

3
lensa, cermin dan prisma.

Gambar 2.4. Waterpas optis.

Waterpas optis dapat menjangkau titik yang lebih jauh dibanding waterpas selang.
Waterpas optis digunakan untuk mengukur beda tinggi dengan membidik rambu
ukur yang didirikan tegak di titik target. Sepanjang rambu ukur masih dapat dibaca
dari teropong waterpas, pengukuran dapat dilakukan. Walaupun begitu, jarak 50
meter merupakan jarak maksimum untuk pengukuran sipat datar menggunakan
waterpas optis, apabila dituntut tingkat ketelitian yang tinggi.
(3) Waterpas digital (Gambar 2.5).
Pada perkembangan selanjutnya dibuat waterpas digital. Pada waterpas digital,
pembacaan dilakukan pada layar monitor digital waterpas. Rambu ukur yang
dibidik di titik target berupa rambu ukur dengan barcode.

4
Gambar 2.5. Waterpas digital.

Pengukuran sipat datar mengukur beda tinggi berdasarkan bidang datar yang
mencakup dua titik yang diukur beda tingginya. Pada pengukuran sipat datar dengan alat
ukur sederhana berupa selang plastik bening yang diisi air, bidang datar tersebut berupa
permukaan air yang ada di kedua ujung selang. Berdasarkan dalil bejana berhubungan,
permukaan air di kedua ujung selang sama tingginya.

Pengukuran dilakukan dengan mengukur tinggi air di kedua ujung selang yang
ditepatkan di atas kedua titik yang diukur. Beda tinggi dapat dihitung dari selisih tinggi
permukaan air tersebut. Contoh data ukur dan hitungan sipat datar menggunakan selang
ditunjukkan pada Tabel 2.1.

5
Tabel 2.1. Contoh data ukur dan hitungan sipat datar sederhana.
Tinggi air (m) Beda Koreksi Beda Tinggi
Nomor Jarak Tinggi
Tinggi Beda Tinggi Terkoreksi
Titik Muka Belakang (m) (m)
(m) (m) (m)
1 0.935 135.000
-0.340 5.980 0.000 -0.340
2 1.275 0.935 134.660
-0.625 7.600 0.001 -0.624
3 1.560 1.170 134.036
-0.120 7.140 0.000 -0.120
4 1.290 1.225 133.916
0.090 8.400 0.001 0.091
5 1.135 1.210 134.007
0.095 9.300 0.001 0.096
6 1.115 1.655 134.103
0.905 8.700 0.001 0.906
7 0.750 1.475 135.008
0.680 6.550 0.000 0.680
8 0.795 1.060 135.689
-0.065 9.860 0.001 -0.064
9 1.125 0.935 135.624
-0.430 10.450 0.001 -0.429
10 1.365 0.355 135.195
-0.160 12.160 0.001 -0.159
11 0.515 0.545 135.036
-0.025 8.380 0.001 -0.024
12 0.570 0.560 135.012
0.040 7.300 0.001 0.041
13 0.520 0.610 135.052
0.125 5.960 0.000 0.125
14 0.485 0.210 135.177
-0.160 11.140 0.001 -0.159
15 0.370 0.360 135.018
-0.225 12.200 0.001 -0.224
16 0.585 0.475 134.794
-0.055 9.160 0.001 -0.054
17 0.530 0.650 134.740
0.260 4.700 0.000 0.260
1 0.390 135.000

Jumlah 14.375 14.365 -0.010 144.980 0.010 0.000

6
Pada pengukuran sipat datar dengan waterpas optis, bidang datar terbentuk oleh
garis bidik waterpas yang sudah disetel sumbu vertikalnya. Waterpas optis dilengkapi
dengan nivo kotak dan nivo tabung. Kedua nivo tersebut harus disetel lebih dahulu
sebelum melakukan pengukuran beda tinggi. Nivo kotak disetel dengan memutar tiga
sekrup penyetel atau sekrup ABC. Apabila nivo sudah di tengah-tengah lingkaran atau
seimbang, maka waterpas sudah berdiri tegak. Pada saat membidik rambu ukur, nivo
tabung yang ada di teropong waterpas diseimbangkan atau berada di tengah-tengah,
yang merupakan indikator kedataran garis bidik.
Selain nivo yang seimbang, sebelum membaca rambu ukur, sekrup penyetel fokus
lensa teropong dan sekrup penyetel diafragma diputar sehingga objek berupa rambu ukur
dan benang silang diafragma tampak jelas dilihat dari lensa okuler teropong. Pengukuran
dilakukan dengan membidik rambu ukur yang didirikan vertikal di titik target. Rambu ukur
harus didirikan tegak lurus. Contoh rambu ukur dalam medan pandang teropong alat ukur
optis ditunjukkan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Contoh medan pandang teropong.

7
Pembacaan rambu ukur melalui teropong alat ukur optis berupa pembacaan benang
silang yang terdiri dari pembacaan benang tengah (BT), benang atas (BA) dan benang
bawah (BB). Pembacaan benang biasanya empat angka, tanpa koma dan dengan satuan
millimeter (mm). Empat angka pembacaan tersebut:
angka pertama dengan satuan meter,
angka kedua dengan satuan decimeter,
angka ketiga dengan satuan centimeter, dan
angka keempat dengan satuan milimeter.
Angka pertama, kedua dan ketiga dapat dibaca langsung pada rambu ukur, sedangkan
angka keempat harus diperkirakan dengan cara interpolasi. Pada Gambar 6 tersebut,
pembacaan ketiga benangnya adalah:
BT = 1422
BA = 1500
BB = 1344
Kontrol pembacaan benang silang rambu ukur dilakukan dengan membandingkan
pembacaan BT, BA dan BB.
Ketelitian pembacaan benang silang dicek dengan persamaan:
½ (BA + BB) = BT
Pada contoh di atas:
½ (BA + BB) = ½ (1500 + 1344)
= ½ (2844)
= 1422
Gambar 2.7 menunjukkan berbagai contoh pembacaan rambu ukur.

8
Gambar 2.7. Berbagai contoh pembacaan rambu ukur.

Gambar 2.8menunjukkan pengukuran beda tinggi antara titik A dan titik B


menggunakan waterpas optis. Beda tinggi dihitung dari selisih pembacaan benang tengah
di kedua titik tersebut.

9
Gambar 2.8. Pengukuran sipat datar optis.

Pada Gambar 2.8 tersebut, apabila pembacaan benang tengah rambu ukur di A adalah a
dan di B adalah b, maka:

Beda tinggi dari A ke B: hAB = a – b

Beda tinggi dari B ke A: hBA = b - a

Di samping beda tinggi antara titik A dan B, yang di kedua titik tersebut didirikan rambu
ukur, dapat pula dihitung beda tinggi antara titik A dan titik B dengan titik tempat
waterpas didirikan, misalnya titik P. Beda tinggi dengan titik P tempat waterpas berdiri
dapat dihitung apabila tinggi pesawat penyipat datar atau tinggi instrumen diukur.
Misalnya tinggi pesawat diukur setinggi t dari permukaan tanah, maka dapat dihitung
beda tinggi berikut.

Beda tinggi dari P ke A: hPA = t – a

Beda tinggi dari P ke B: hPB = t - b

Pengukuran pada Gambar 2.8 tersebut yang menunjukkan pengukuran dengan


satu kedudukan waterpas, atau disebut pengukuran satu slag. Apabila titik-titik yang
diukur beda tingginya jaraknya berjauhan, maka tidak dapat dijangkau dengan

10
pengukuran satu slag. Oleh karena itu dilakukan pengukuran siapat datar memanjang,
seperti pada Gambar 2.9.

Untuk menghilangkan pengaruh kemiringan garis bidik terhadap beda tinggi hasil
pengukuran menggunakan pesawat penyipat datar, maka dilakukan pengukuran dengan
jarak ke rambu depan sama dengan jarak ke rambu belakang. Apabila keadaan ini tidak
dapat dipenuhi, misalnya karena antara kedua rambu ukur ada parit atau selokan, maka
dibuat jumlah jarak ke rambu depan sama dengan jumlah jarak ke rambu belakang.

Gambar 2.9. Pengukuran sipat datar memanjang.

Pada pengukuran sipat datar memanjang, beda tinggi antar titik pada satu slag
dihitung dari selisih pembacaan benang tengah rambu ukur belakang dan muka.
Penggunaan istilah rambu ukur belakang dan muka diperhitungkan sesuai dengan arah
pengukuran.

Beda tinggi satu slag = BTbelakang – BT muka

Beda tinggi antara titik awal ke titik akhir yaitu:

Jumlah beda tinggi = Jumlah BTbelakang – Jumlah BTmuka

11
Setelah dipakai bertahun-tahun, rambu ukur dapat aus di ujung bawahnya. Titik
nol rambu ukur tepat di ujung bawah tersebut, sehingga apabila ujung bawah tersebut
aus, maka pembacaan benang pada rambu ukur akan lebih tinggi atau lebih besar dari
seharusnya. Untuk menghilangkan pengaruh kesalahan titik nol rambu ukur terhadap
beda tinggi pada pengukuran menggunakan pesawat penyipat datar, maka dilakukan
pengukuran dengan dua rambu ukur digunakan secara bergantian sebagai rambu depan
dan belakang.
Untuk mengontrol ketelitian pengukuran, pengukuran sipat datar memanjang
dilakukan dengan pengukuran lebih. Ada dua cara untuk mendapatkan pengukuran lebih
tersebut, yaitu pengukuran sipat datar tertutup atau sipat datar terikat dan pengukuran
sipat datar pergi-pulang. Contoh aplikasi pengukuran pergi pulang yaitu pada pengukuran
untuk rencana saluran irigasi atau saluran drainase.
Pengukuran sipat datar memanjang tersebut di atas dilakukan untuk mendapatkan
beda tinggi antar titik-titik yang berjauhan letaknya. Dengan data beda tinggi tersebut,
dapat dihitung tinggi semua titik yang diukur. Apabila tinggi titik-titik yang diukur akan
digambarkan dalam bentuk gambar profil, maka pengukuran sipat datar yang dilakukan
disebut pengukuran sipat datar profil. Pengukuran sipat datar profil dilakukan pada
perencanaan konstruksi yang bentuknya memanjang atau berbentuk rute atau jalur.
Contoh konstruksi yang berbentuk rute yaitu: jalan raya, jalan rel, saluran irigasi, saluran
drainase, jaringan pipa air minum dan jaringan transmisi listrik.
Pengukuran sipat datar dapat digunakan untuk membuat peta kontur untuk
daerah yang relatif datar. Peta kontur adalah peta yang berisi garis-garis kontur atau
garis-garis yang menghubungkan titik-titik dengan tinggi yang sama. Garis kontur
digambar untuk interval tertentu atau disebut interval kontur. Interval kontur biasanya
dibuat 1/2000 x skala peta, dengan satuan meter, misalnya:
peta skala 1:2.000, interval kontur 1 meter,
peta skala 1:1.000, interval kontur 0,5 meter,
peta skala 1:200, interval kontur 0,1 meter, dan
peta skala 1:100, interval kontur 0,05 meter.
Areal yang dipetakan dibagi menjadi grid-grid atau raster, misalnya berukuran 1 meter x 1
meter. Waterpas didirikan di tengah areal tersebut dan diperkirakan dapat membidik ke

12
semua titik grid. Pada masing-masing titik-grid didirikan rambu ukur tegak dan dibidik
dengan waterpas tersebut. Pengukuran tersebut menerapkan metode tinggi garis bidik,
seingga beda tinggi antar titik grid dapat dihitung, dan selanjutnya dengan satu titik acuan
dapat dihitung tinggi semua titik grid tersebut. Garis kontur digambar menggunakan
tinggi-tinggi semua titik grid tersebut.
Pada pengukuran sipat datar profil, perlu diukur dan digambar profil memanjang
dan melintangnya. Profil memanjang dibuat searah rute yang dibuat dan profil melintang
dibuat pada arah tegak lurus terhadap profil memanjang. Profil melintang dibuat pada
interval jarak tertentu, misalnya 5 m, 10 m, 25 m atau 50 m. Pada belokan jalur
memanjang tersebut, biasanya dibuat profil melintang dengan interval yang lebih pendek,
misalnya setengah dari panjang interval pada jalur yang lurus. Contoh aplikasi pengukuran
profil memanjang dan melintang yaitu pada pengukuran untuk rencana jalan.
Sket titik-titik pengukuran sipat datar profil ditunjukkan pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10. Sket pengukuran sipat datar profil.

Titik-titik pengukuran sipat datar profil memanjang pada Gambar 9 tersebut yaitu titik P1,
P2, P3 dan P4. Adapun titik-titik pengukuran sipat datar profil melintangnya yaitu titik 1, 2
dan 3, serta titik a, b dan c pada masing-masing profil melintang.

Tidak ada batasan, harus ada berapa titik yang perlu diukur dalam pengukuran
sipat datar profil. Pengukuran sipat datar profil bertujuan menggambarkan profil atau
penampang permukaan bumi. Oleh karena itu, setiap ada perubahan tinggi yang

13
menyolok, perlu diukur dalam sipat datar profil. Contoh sket pengukuran profil
memanjang ditunjukkan pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11. Sipat datar profil memanjang.

Pada pengukuran sipat datar profil memanjang seperti pada Gambar 10 tersebut,
setiap kali berdiri waterpas tidak hanya membidik dua rambu ukur saja, tetapi dapat
sekaligus membidik banyak rambu ukur. Yang perlu diingat adalah haruis ada titik yang
diukur dua kali dari dua kedudukan waterpas yang berbeda, sehingga hitungan beda
tinggi dan tingginya dapat disambungkan untuk menggambarkan profil memanjang
tersebut.

Pengukuran profil melintang pada prinsipnya juga sama dengan pengukuran profil
memanjangnya. Apabila beda tinggi dalam satu profil melintang tidak terlalu besar, maka
satu profil melintang dapat diukur dengan satu kali berdiri waterpas (Gambar 2.12).

Gambar 2.12. Sipat datar profil melintang.

Akan tetapi apabila beda tingginya terlalu besar, misalnya profil melintang sungai,
maka waterpas perlu didirikan lebih dari satu kali. Dengan mendirikan waterpas lebih dari

14
satu kali untuk satu profil melintang, maka pengukurannya seperti pada pengukuran profil
memanjang.

Gambar 2.13 menunjukkan tipikal profil melintang jalan. Titik-titik yang perlu
diukur yaitu as jalan, tepi jalan, tepi perkerasan apabila ada, dan tepi koridor jalan.

Gambar 2.13. Tipikal profil melintang jalan.

Gambar 2.14 menunjukkan tipikal profil melintang saluran. Titik-titik yang perlu
diukur yaitu titik terrendah saluran, tepi bawah saluran, tepi tepi atas saluran, dan tepi
koridor saluran.

Gambar 2.14. Tipikal profil melintang saluran.

Untuk saluran yang dasarnya datar, maka tidak ada titik terendahnya, seperti pada
Gambar 2.15.

Gambar 2.15. Tipikal profil melintang saluran yang dasarnya rata.

15
Hasil pengukuran sipat datar profil digambar dalam bentuk gambar profil.
Penggambaran profil, baik secara manual maupun dengan komputer menggunakan
perangkat lunak, misalnya Surfer, memerlukan data jarak dan tinggi. Oleh karena itu
sebelum penggamabaran profil dilakukan, lebih dahulu harus disiapkan data jarak dan
tinggi tersebut.
Agar beda tinggi antar titik tampak jelas, maka biasanya pada penggambaran profil
skala tinggi atau skala vertikal dibuat lebih besar dibanding skala jarak atau skala
horisontal. Sebagai contoh, bila skala jarak 1:500, maka skala tinggi dapat dibuat 1:100.
Contoh gambar profil ditunjukkan pada Gambar 2.16.

Gambar 2.16. Contoh gambar profil.

Referensi:

Slamet Basuki. 2014. Ilmu Ukur Tanah (edisi revisi). Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.

16

Anda mungkin juga menyukai