Anda di halaman 1dari 5

INVENTARISASI ISOLEK DI KABUPATEN CIREBON

BERBASIS GEOSPASIAL

Sri Wiyanti, Afi Fadlilah, Nanin Trianawati Sugito


Universitas Pendidikan Indonesia
Korespondensi: Jl. Setiabduhi No. 229 Ledeng-Bandung Barat
Pos-el: Afhee_green@yahoo.com

Abstrak
Kode tutur multilingual di Kabupaten Cirebon menimbulkan variasi bahasa yang
statusnya masih diperdebatkan, apakah sebagai dialek dari bahasa Jawa, dialek
bahasa Sunda atau sebagai bahasa tersendiri, yaitu bahasa Cirebon (Cerbon). Status
variasi bahasa yang seperti ini lazim dinamakan dengan istilah isolek. Oleh karena
itu, penelitian ini berupaya menginventarisasikan isolek tersebut berdasarkan
leksikal dan ciri akustiknya dengan tujuan mendokumentasikan dan memetakannya
sebagai salah satu kekayaan bangsa Indonesia yang patut dilestarikan. Penelitian ini
menggunakan metode pupuan lapangan dengan teknik simak, libat, dan cakap,
kemudian ditranskripsikan. Seluruh data ditinjau dari segi geospasial. Dalam hal
ini, geospasial atau ruang kebumian adalah aspek keruangan yang menunjukkan
lokasi, letak, dan posisi suatu objek atau kejadian yang berada di bawah, pada, atau
di atas permukaan bumi yang dinyatakan dalam sistem koordinat tertentu. Salah
satu keunggulan dari penelitian ini adalah inventarisasi isolek berbasis geospasial
yang divisualisasikan dengan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG). Data
lisan diperoleh dari percakapan sehari-hari masyarakat dan sastra lisan, sementra
data tulis diperoleh dari naskah-naskah kuno yang dipercayai masyarakat
mengandung kosakata khas Cirebon. Naskah-naskah tersebut diambil dari
pesantren-pesantren yang menurut masyarakat setempat sebagai pusat bahasa asli
Cirebon.

1. Pendahuluan

Kabupaten Cirebon merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Barat yang terletak di
bagian timur dan berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah. Kondisi ini
menyebabkan munculnya beberapa variasi bahasa. Variasi tersebut sampai saat ini
masih diperdebatkan statusnya, apakah sebagai dialek dari bahasa Jawa, dialek
bahasa Sunda atau sebagai bahasa tersendiri, yaitu bahasa Cirebon (Cerbon). Status
kode tutur yang seperti ini lazim dinamakan dengan istilah isolek (Mahsun, 1995;
Kisyani, 1998). Menurut pengakuan masyarakat, bahasa yang digunakan disana
yaitu bahasa Cirebon. Mereka menganggap bahasa Cirebon merupakan bahasa
yang cukup berbeda dengan bahasa Jawa standar. Bahasa Cirebon memiliki
wyakarana atau tatabahasanya tersendiri yang tidak mengikuti pola tata bahasa
standar, Tata Bahasa Jawa Solo dan Surakarta. Kode tutur ini digunakan di bagian
barat Kabupaten Cirebon dan di seluruh kecamatan pesisir di bagian timur
Kabupaten Cirebon.

Sementara di wilayah pedalaman, seperti Kecamatan Pasaleman, Ciledug dan


sekitarnya yang berbatasan dengan Kabupaten Kuningan atau wilayah pedalaman
lainnya yang berbatasan dengan Kabupaten Majalengka serta Kabupaten Brebes
dipergunakan Bahasa Sunda Cirebon dengan beragam dialeknya. Bahasa Jawa juga
bercampur dengan bahasa Cirebon dan bahasa Sunda Cirebon di beberapa wilayah
yang berbatasan dengan Kabupaten Brebes diantaranya di Kecamatan Losari,
Pabedilan, Ciledug, dan Pasaleman.

Penelitian ini berupaya menginventarisasikan isolek tersebut berdasarkan leksikal


dan ciri akustiknya dengan tujuan mendokumentasikan dan memetakannya sebagai
salah satu kekayaan bangsa Indonesia yang patut dilestarikan. Metode yang
digunakan adalah pupuan lapangan dengan teknik simak, libat, dan cakap,
kemudian ditranskripsikan. Seluruh data ditinjau dari segi geospasial yang
divisualisasikan dengan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG). Data lisan
diperoleh dari percakapan sehari-hari masyarakat dan sastra lisan, sementra data
tulis diperoleh dari naskah-naskah kuno yang dipercayai masyarakat mengandung
kosakata khas Cirebon. Naskah-naskah tersebut diambil dari pesantren-pesantren
yang menurut masyarakat setempat sebagai pusat bahasa asli Cirebon. Melalui
upaya ini pula diharapkan diperoleh kejelasan status isolek dari kode tutur yang
digunakan masyarakat.

2. Metodologi

Penelitian ini menggunakan metode pupuan lapangan dengan teknik simak, libat,
dan cakap dengan tahapan sebagai berikut.

a. Inventarisasi bentuk isolek yang terdapat di seluruh titik pengamatan.


(1) Persiapan (penyusunan draf daftar tanyaan penelitian dan penentuan daerah
pengamatan).

(2) Pemilihan pembahan/ informan yang berada di lingkungan pesantren, para


dalang pewayangan yang ada di Kabupaten Cirebon karena mereka
dianggap masih mempertahankan kode tutur khas Cirebon, dan masyarakat
Cirebon lainnya.

(3) Sosialisasi daftar tanyaan (uji coba daftar tanyaan penelitian untuk
menghasilkan daftar tanyaan yang siap pakai).

(4) Pencatatan koordinat lokasi pengamatan.

(5) Pengumpulan data lisan (masyarakat) dan tulisan (naskah).

(6) Perekaman data.

(7) Pentraskripsian data;

b. Pendeskripsian perbedaan unsur kebahasaan.

(1) Pengklasifikasian data isolek berdasarkan perbedaan fonologi, morfologi,


dan leksikal.

(2) Analisis perbedaan fonologi dengan menggunakan software speech


analyzer 3.1 dan korespondensi bunyi.

(3) Analisis perbedaan morfologi.

(4) Analisi perbedaan leksikal.

(5) Penentuan jarak perbedaan antartitik pengamatan dengan menggunakan


penghitungan dialektometri.

c. Visualisasi data dalam bentuk peta bergeoreferensi menggunakan software


ArcMap 10.2.
3. Hasil dan Pembahasan/Diskusi

Kabupaten Cirebon terdiri atas 40 kecamatan, yang dibagi lagi atas 412 desa dan
12 kelurahan. Pusat pemerintahan Kabupaten Cirebon di Kecamatan Sumber, yang
berada di sebelah selatan Kota Cirebon. Penelitian ini berupaya
menginventarisasikan isolek yang ada di Kabupaten Cirebon berdasarkan leksikal
dan ciri akustiknya. Penginventarisasian dilakukan dengan merekam data lisan dan
tulisan. Data lisan diperoleh dari percakapan sehari-hari masyarakat dan sastra
lisan, yang ada. Data tulis memanfaatkan naskah-naskah kuno yang dipercayai
masyarakat mengandung kosakata khas Cirebon. Naskah-naskah tersebut diambil
dari pesantren-pesantren yang merupakan pusat bahasa asli Cirebon.

Dalam pendeskripsian perbedaan kebahasaan, terutama tataran fonologi


menggunakan perangkat speech analyzer sehingga diperoleh perbedaan fonologi
yang lebih akurat berdasarkan ciri akustiknya. Selama ini para peneliti dialektologi
lebih cenderung mendeskripsikan perbedaan bunyi dengan korespondensi saja.

Seluruh data ditinjau dari segi geospasial. Dalam hal ini, geospasial atau ruang
kebumian adalah aspek keruangan yang menunjukkan lokasi, letak, dan posisi suatu
objek atau kejadian yang berada di bawah, pada, atau di atas permukaan bumi yang
dinyatakan dalam sistem koordinat tertentu. Salah satu keunggulan dari penelitian
ini adalah inventarisasi isolek berbasis geospasial yang divisualisasikan dengan
teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG).

4. Kesimpulan dan Saran

Penelitian ini berkontribusi pada bidang linguistik, khususnya dalam bidang


dialektologi yang berupaya untuk melakukan pemetaan bahasa dengan
memanfaatkan sistem informasi geografis (SIG), yakni software ArcMap 10.2.
Aplikasi ini dijadikan alat dalam upaya memvisualisasikan kondisi bahasaan dalam
bidang dialektologi.
Teknologi penginderaan jauh (citra satelit dan foto udara) beresolusi tinggi dapat
menjadi alternatif dalam pengadaan data geospasial. Dalam hal ini koordinat lokasi
pengamatan dapat ditentukan secara lebih akurat untuk dihasilkan visualisasi data
isolek berbasis geospasial.

Daftar Pustaka

Mahsun. 1995. Dialektologi Diakronis; Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Gadjah


Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai