Anda di halaman 1dari 7

e-ISSN 2549-7715 | Volume 5 | Nomor 3 | Juli 2021 | Hal: 537-543

Terakreditasi Sinta 4

TRADISI LISAN UPACARA PERKAWINAN SORONG SERAH SUKU SASAK DESA


SAMBERA KECAMATAN MARANGKAYU KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

Siti Raohun, Mursalim, Purwanti


Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Mulawarman
email: sraohun@gmail.com

ABSTRAK
Tradisi lisan dalam bentuk perkawinan merupakan salah satu peristiwa yang
sakral dan sangat penting karena menyangkut nilai-nilai kehidupan. Salah satu
adat perkawinan sebagai bentuk warisan budaya terdapat pada masyarakat suku
Sasak desa Sambera Kabupaten Kutai Kartanegara yaitu adat Sorong Serah. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis makna yang
terdapat dalam adat perkawinan Sorong Serah suku Sasak. Penelitian ini termasuk
dalam jenis penelitian lapangan dan metode yang digunakan adalah deskriptif
kualitatif. Data yang digunakan adalah data lisan. Adapun sumber data yaitu
pemangku adat yang menangani adat perkawinan masyarakat suku Sasak, tokoh
agama, dan para tokoh masyarakat. Teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian dalam
pembahasan ini bahwa proses upacara adat perkawinan Sorong Serah suku Sasak
desa Sambera meliputi : (1) Persiapan Arta Gegawan (seserahan nilai adat), (2)
Persiapan Penampi (juru bicara pengantin perempuan), (3) Kedatangan Pisolo
(petugas perlengkapan adat dan tamu), (4) Kedatangan Pembayun (juru bicara
pengantin laki-laki), (5) Serah Terima Nilai Adat, (6) Megal Tali Jinah (pengesahan
nilai adat).
Kata Kunci : Tradisi Lisan, Sorong Serah

ABSTRACT
Oral tradition in the form of marriage is one of the sacred events and is very
important because it involves the values of life. One of the customs of marriage as a
form of cultural heritage is found in the Sasak tribe of Sambera village, Kutai
Kartanegara Regency, namely the Sorong Serah custom. The purpose of this study is
to describe and analyze the meaning contained in the Sorong Serah wedding custom
of the Sasak tribe. This research is included in the type of field research and the
method used is descriptive qualitative. The data used is oral data. The source of the
data are the adat holders who handle the customary marriages of Sasak people,
religious leaders and community leaders. Data collection techniques used were
observation, interviews, and documentation. The results of the study in this discussion
that the process of traditional ceremonies of the Sorong Serah marriage of the Sasak

537
e-ISSN 2549-7715 | Volume 5 | Nomor 3 | Juli 2021 | Hal: 537-543
Terakreditasi Sinta 4

tribe of Sambera village include: (1) Gegawan Arta Preparation (according to


customary values), (2) Preparation for winnowing (bride spokesperson), (3) Arrival
of Pisolo (officer of equipment customs and guests), (4) Arrival of Pembayun
(groom's spokesperson), (5) Handover of Customary Values, (6) Megal Tali Jinah
(ratification of traditional values).
Keywords: Oral Tradition, Sorong Serah

A. PENDAHULUAN
Dalam arti kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra tertulis atau sastra
lisan (sastra oral). Di sini sastra tidak banyak berhubungan dengan tulisan, tetapi
dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau
pemikiran tertentu. Biasanya kesusastraan dibagi menurut geografis atau bahasa
(Agni; 2009:5). Melihat kondisi-kondisi geografis dan keragaman bentuknya,
sastra lisan merupakan khazanah kebudayaan yang paling luas sekaligus paling
kaya melihat penyebarannya yang sangat luas. Berbicara tentang sastra lisan
ataupun folklor kita sedang berbicara tentang kebudayaan. Definisi folklor adalah
sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun-temurun
di antara kolektif macam apa saja secara tradisional dalam versi yang berbeda,
baik dalam bentuk lisan maupun corak disertai dengan gerak isyarat atau alat
pembantu pengingat (Dananjaya; 1982-3).
Seperti halnya masyarakat budaya lainnya, masyarakat Suku Sasak mengenal dan
memiliki bentuk-bentuk budaya yang terepresentasi dari perilaku masyarakatnya.
Kebudayaan dimaksud dapat berupa tata kelakuan masyarakat, bahasa, sistem
kepercayaan, upacara-upacara adat dan sebagainya. Salah satu sastra lisan yang
ada di masyarakat suku Sasak adalah tradisi Sorong Serah. Penelitian ini akan
mengungkap bagaimana prosesi upacara perkawinan adat Sorong Serah
masyarakat suku Sasak desa Sambera. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mendeskripsikan dan menganalisis proses dan makna yang terkandung
dalam upacara adat perkawinan Sorong Serah masyarakat suku Sasak desa
Sambera Kabupaten Kutai Kartanegara.

B. LANDASAN TEORI
1. Pengertian Sastra Lisan
Pengertian sastra lisan adalah sastra yang disampaikan secara lisan, yang dapat
kita temukan dalam masyarakat. Sastra lisan merupakan karya sastra yang
beredar di masyarakat atau diwariskan secara turun -temurun dalam bentuk lisan.
Sastra lisan adalah kesusastraan yang mencakup ekspresi kesusastraan warga.
Suatu kebudayaan yang disebar luaskan secara turun-temurun atau mulut ke
mulut (Hutomo;1990:1). Setiap daerah biasanya memiliki sastra lisan yang terus
dijaga. Sastra lisan ini adalah salah satu bagian budaya yang dipelihara oleh
masyarakat pendukungnya secara turun-temurun. Hal ini berarti, sastra lisan

538
e-ISSN 2549-7715 | Volume 5 | Nomor 3 | Juli 2021 | Hal: 537-543
Terakreditasi Sinta 4

merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat yang harus dipelihara dan


dilestarikan.
2. Folklor
Kata folklor berasal dari bahasa inggris yang terdisi dari dua kata folk dan lore.
Kata folk berarti sekelompok orang yang memiliki ciri pengenal fisik, social dan
kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok kelompok social lainnya. Ciri
pengenal itu antara lain: warna kulit, bentuk rambut, serta mata pencaharian. Kata
lore merupakan tradisi dari folk, yaitu sebagain kebudayaan yang diwariskan
secara lisan atau melalui salah satu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau
alat bantu pengingat (Dananjaya;1982:3).
3. Tradisi
Tradisi atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu
yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu
kelompok masyarakat, biasanya dari suatu kebudayaan, waktu, atau agama yang
sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang
diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan, karena tanpa
adanya ini, suatu tradisi dapat punah. Selain itu, tradisi juga dapat diartikan
sebagai kebiasaan bersama dalam masyarakat manusia, yang secara otomatis akan
mempengaruhi aksi dan reaksi dalam kehidupan sehari-hari para anggota
masyarakat itu.
Tradisi merupakan adat kebiasaan turun-temurun dari nenek moyang yang
masih dijalankan di masyarakat. Sejak dahulu tradisi pun telah ada dan menjadi
kebiasaan yang dijalani oleh masyarakat saat ini. Seperti halnya tradisi pernikahan
yang saat ini sudah mengalami perluasan budaya, sehingga lebih berfariasi dan
inofatif dalam penerapannya. Pada dasarnya tradisi masyarakat zaman dahulu
dengan sekarang tidak jauh berbeda selama tradisi tersebut tidak keluar dari
norma-norma hukum agama.

C. METODE PENELITIAN
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan dalam penelitian ini, maka peneliti
menggunakan metode deskriptif kualitatif. Dikatakan deskriptif karena dalam
penelitian ini mendeskripsikan data berdasarkan kenyataan-kenyataan secara
objektif sesuai data yang ditemukan. Dan dikatakan kualitatif karena dalam
menjelaskan konsep-konsep yang berkaitan satu sama lain dengan menggunakan
kata-kata atau kalimat bukan menggunakan data atau statistik. Penelitian ini
termasuk penelitian lapangan, yaitu bentuk penelitian yang dilakukan dengan cara
peneliti turun langsung di lapangan untuk mendapatkan informasi yang valid
mengenai tradisi lisan dalam upacara adat perkawinan Sorong Serah masyarakat
suku Sasak. Tempat penelitian ini yaitu di desa Sambera Kecamatan Marangkayu
Kabupaten Kutai Kartanegara.
Data dalam penelitian ini menggunakan bahasa lisan yang berupa tuturan-
tuturan yang dituturkan oleh penutur yang mengetahui dan memahami secara
detail mengenai makna yang terkandung dalam adat perkawinan Sorong Serah
suku Sasak. Data penelitian ini bersumber dari informan di lapangan. Informan

539
e-ISSN 2549-7715 | Volume 5 | Nomor 3 | Juli 2021 | Hal: 537-543
Terakreditasi Sinta 4

yang dimaksud adalah pemangku adat, tokoh masyarakat, serta masyarakat yang
menangani adat pernikahan masyarakat suku Sasak di desa Sambera. Teknik yang
digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah: 1. Observasi
adalah pengamatan langsung kepada suatu objek yang diteliti, dan dapat dilakukan
dalam waktu yang singkat (Keraf, 2004:183). 2. Wawancara adalah suatu cara
untuk mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan langsung kepada
seorang informan atau autoritas (seorang ahli atau yang berwenang dalam suatu
masalah). Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan biasanya disiapkan terlebih
dahulu yang diarahkan kepada informasi-informasi untuk topik yang akan digarap
(Keraf, 2004:182). 3. Dokumentasi, digunakan untuk mengumpulkan data yang
berupa gambar sebagai bukti dalam penelitian yang dilakukan. Kegiatan penelitian
ini bersifat kualitatif yaitu data yang dikumpul dari wawancara, rekam, dan simak
catat, dilanjutkan dengan menyalin data lisan menjadi data tertulis. Setelah
menjadi data tulis, kemudian dilakukan proses pemaknaan untuk mengetahui arti
dari makna yang terkandung dalam adat perkawinan Sorong Serah masyarakat
suku Sasak desa Sambera. Terjemahan dilakukan secara bebas dengan
menyesuaikan arti dan makna yang mudah dimengerti dari data tersebut.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN


Pernikahan merupakan salah satu bentuk ibadah. Seperti halnya pada tradisi
upacara perkawinan Sorong Serah suku Sasak ini diawali dengan beberapa tahap
persiapan dan persyaratan yang harus dipenuhi dengan sempurna, sebab jika ada
salah satu persyaratan yang terlupakan atau kurang maka pihak dari pengantin
laki-laki akan mendapat denda.
Tradisi upacara perkawinan adat Sorong Serah ini meskipun budaya global
telah menembus tembok-tembok peradaban, namun ritual pernikahan tersebut
tidaklah sirna. Masyarakat suku Sasak masih tetap dan akan selalu berkaca pada
adat dan budaya sendiri untuk merayakan hari yang istimewa tersebut.
Perkawinan bagi banyak orang hanya sekali seumur hidup dan tidak main-main.
Oleh karena itu, dalam pelaksanaan perkawinan bagi masyarakat Suku Sasak ada
beberapa tahapan-tahapan prosesi perkawinan. Adapun beberapa tahap dalam
pelaksanaan tradisi upacara perkawinan Sorong Serah suku Sasak, meliputi:
persiapan Arta Gegawan yang emiliki makna barang-barang bawaan atau
seserahan nilai adat. Arta Gegawan merupakan symbol yang mengandung pilosofis
yang sangat tinggi. Arta Gegawan terdiri atas : Salin Dedeng. Berasal dari kata Salin
dan dede.
Kata salin memiliki arti mengganti, sedangkan kata dede berarti mengasuh.
Sehingga salin dedeng memiliki pengertian mengganti untuk mengasuh. Adapun
wujud dari salin dede ini adalah sarung gendongan pengganti sarung Ibu dari
mempelai wanita saat dahulu anaknya masih dalam gendongan, ceraken atau
wadah dari anyaman bambu yang melambangkan kesehatan bagi kedua pengantin.
Ceraken diisi dengan berbagai macam bumbu dapur seperti, kencur, kunyit untuk
obat-obatan, bawang yang artinya mengantisispasi berbagai omongan tidak baik
dari orang lain untuk pengantin wanita. Kedogan atau ikat pinggang, kain putih,

540
e-ISSN 2549-7715 | Volume 5 | Nomor 3 | Juli 2021 | Hal: 537-543
Terakreditasi Sinta 4

jarum dan benang untuk menjahit yang dimaksudkan apabila dalam rumah tangga
pengantin terjadi tidak saling memahami dan pisau kecil bermakna menjaga diri,
serta semprong (lampu) sebagai penerang dalam kehidupan. Makna utama yang
diwakili oleh Salin Dedeng dalam kegiatan upacara adat Sorong Serah adalah serah
terima tanggung jawab dari pihak keluarga pengantin wanita kepada suaminya.
Jika selama hidup sejak lahir hingga saat menikah, seorang gadis merupakan
tanggung jawab pembinaan orang tuanya, maka setelah menikah seorang wanita
akan menjadi tanggung jawab suaminya.
Selain benda-benda di atas, dalam tradisi upacara adat Sorong Serah terdapat
sebuah benda berupa jarum dan benang, yang dinamakan penjaruman. Persiapan
Penampi, merupakan juru bicara dari pihak pengantin wanita dalam rangka
menerima, serta memutuskan nilai adat Sorong Serah dengan kesepakatan
terdahulu oleh kedua belah pihak keluarga. Penampi duduk diantara Pembayun,
Kepala Desa, Pemangku Adat serta warga desa. Kedatangan Pisolo, merupakan
utusan pembayun, yang di tugaskan untuk menanyakan kesiapan ulem-uleman,
pesilaan atau undangan, apakah sudah siap untuk menerima pembayun memasuki
laca-laca adat untuk menyerahkan adat yang di maksud. Diharuskan berpakaian
yang rapi, bersih menurut ketentuan-ketentuan pakaian adat suku Sasak, dan juga
harus menguasai bahasa - bahasa yang di pergunakan oleh pisolo itu sendiri.
Posisi atau susunan Pisolo di sesuaikan menurut nilai adat yang melambangkan
bilangan zikir dalam sholat. Kedatangan Duta atau Pembayun Rombongan,
pembayun adalah ketua rombongan yang bertugas mengawasi dan membimbing
agar para rombongan pengantin yang ikut selalu menunjukkan sikap sopan santun
sebagaimana layaknya. Hingga acara adat dapat berjalan dengan baik. Pembayun
juga disebut sebagai juru bicara atau orang kepercayaan dari pihak pengantin laki-
laki dalam penyelesaian nilai adat Sorong Serah, dengan maksud melaporkan
seluruh harta bawaan. Penyerahan dan Penerimaan Nilai Adat, saat semua sudah
dicek kembali yang disaksikan para rombongan sesuai dengan penyerahan dari
Pembayun, nilai adat Sorong Serah dapat diserahkan langsung oleh Pembayun
kepada Penampi.
Megal Tali Jinah, merupakan proses terakhir dalam upacara perkawinan adat
Sorong Serah, dengan maksud mengesahkan nilai adat yang ada. Dalam bagian ini
pihak pemegat mengucapkan kata-kata sebagai berikut: “sesampun puput tali jinah
puniki tan onang hang gugat keping pungkur, endengne ta gugat atauw teraosang
leq temuriqna”. Dalam bahasa Indonesia artinya adalah apapun nilai adat yang
sudah diserahkan tidak dapat diganggu dan tidak bisa dikembalikan serta
dibicarakan dibelakang.
Bershalawat dan Pembagian Uang Saksi. Proses selanjutnya adalah pembagian
uang logam dari beberapa nilai adat Sorong Serah yang sebelumnya sudah diisi
dengan beras kuning dalam sebuah wadah, diiringi shalawat kepada baginda Nabi
Muhammad SAW. Dengan cara dibagikan kepada seluruh tamu dan rombongan
yang hadir, dengan bermaksud berbagi kebahagiaan dari kedua mempelai
pengantin.

541
e-ISSN 2549-7715 | Volume 5 | Nomor 3 | Juli 2021 | Hal: 537-543
Terakreditasi Sinta 4

Untuk nilai yang dapat kita temukan dari tradisi upacara acara adat Sorong Serah
suku Sasak, antara lain: Nilai tanggung jawab ,yang dapat terlihat dari adanya
beberapa jumlah uang serta kain yang secara simbolis diberikan oleh pihak
mempelai laki-laki ke pihak perempuan. Yang bertujuan untuk dapat digunakan
oleh mempelai perempuan ketika telah berkeluarga atau hidup berpisah dari
keluarganya. Melambangkan juga kesanggupan dari mempelai laki-laki untuk
dapat bertanggung jawab sebagai kepala keluarga dalam rumah tangganya.
Nilai perjanjian, seperti yang dikemukakan tersebut diatas, sebelum adanya
Sorong Serah ada kesepakatan atau perjanjian yang tercipta antara kedua belah
pihak pengantin. Mereka sepakat untuk menjalin sebuah ikatan keluarga dan terus
menjaga hubungan silaturahmi antara kedua belah pihak tanpa adanya saling iri
atau permusuhan yang akan tercipta nanti kedepannya. Nilai kebersamaan,dapat
terlihat dari para tamu rombongan serta undangan yang menghadiri acara
tersebut, seperti adanya suatu interaksi yang akan terjalin antara satu sama yang
lain. Serta pada acara adat tersebut juga sebagai ajang untuk mengumumkan
kepada masyarakat bahwa kedua mempelai pengantin laki-laki dan perempuan
telah sah menjadi suami istri baik dihadapan agama, maupun hukum.
Nilai sastra bahasa, adanya nilai sastra bahasa dapat ditemukan pada
penggunaan bahasa halus suku Sasak yang diperdengarkan melalui berbagai syair-
syair tertentu oleh Pembayun atau pemimpin acara tersebut.

E. PENUTUP
Kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yang terdapat pada bab sebelumnya,
maka penulis menyimpulkan sebagai berikut: 1) Secara garis besar, perkawinan
adat Sorong Serah suku Sasak desa Sambera terdiri atas; persiapan arta gegawan,
persiapan penampi, kedatangan pisolo, kedatangan rombongan pembayun,
penyerahan dan penerimaan nilai adat, megal tali jinah, doa selamat, dan
pembagian uang saksi. 2) Makna yang terkandung di dalam perkawinan adat
Sorong Serah suku Sasak desa Sambera Kecamatan Marangkayu sesuai dengan
budaya masyarakat dan nilai-nilai sastra setempat yaitu meliputi : nilai tanggung
jawab, nilai perjanjian, nilai kebersamaan, serta nilai sastra bahasa.

DAFTAR PUSTAKA
Amir, Adriyetti. 2013. Sastra Lisan Indonesia. Penerbit ANDI Yogyakarta.
Agni, Binar. S.Si. 2009. Sastra Indonesia Lengkap. Penerbit Hi-Fest Publishing.
Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.
Djanandjaja, James. 1997. Folklor Indonesia, Dongeng, dan Lain-lain. Jakarta:
Grafiti Press.
Istian, I., Hudiyono, Y., & Rokhmansyah, A. 2017. Bentuk, Fungsi, Dan Nilai Tuturan
Dalam Upacara Adat Biduk Bebandung Suku Bulungan: Kajian Folklor. Ilmu
Budaya: Jurnal Bahasa, Sastra, Seni Dan Budaya, 1(4), 265-278.
doi:http://dx.doi.org/10.30872/jbssb.v1i4.710
Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antripologi. Jakarta: Rineka Cipta.

542
e-ISSN 2549-7715 | Volume 5 | Nomor 3 | Juli 2021 | Hal: 537-543
Terakreditasi Sinta 4

Maulidianto, H., Rokhmansyah, A., & Dahlan, D. 2021. Religiusitas Dalam Cerita
Rakyat Puan Sipanaik. Ilmu Budaya: Jurnal Bahasa, Sastra, Seni dan Budaya,
5(1), 28—38. doi:http://dx.doi.org/10.30872/jbssb.v5i1.3141
Moleong, L. J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Mole, M., Mursalim, M., & Rokhmansyah, A. 2018. Analisis Tuturan Tarian Bambu
Gila Di Maluku Tengah Ditinjau Dari Bentuk Dan Fungsi. Ilmu Budaya: Jurnal
Bahasa, Sastra, Seni Dan Budaya, 2(2), 196-205.
doi:http://dx.doi.org/10.30872/jbssb.v2i2.1100
Nana Sudjana dan Ahwal Kusumah.2000. Proposal Penelitian di Perguruan Tinggi.
Bandung: Sinar Baru Algasindo
Prastowo, Andi. 2011. Metode Penelitian Kualitatif Dalam Prespektif Rancangan
Penelitian. Yogyakarta: Ar-Ruz Media.
Ratna, Kutha Nyoman. 2010. Sastra dan Cultural Studies Representasi Fiksi dan
Fakta. Pustaka Pelajar.
________.2012. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa
Zulfahnur, Z. F, Sayuti Kurnia dan Zuniar Z. Adji. 1996. Teori Sastra. Jakarta:
Depdikbud.
Kuncoro, Setyo Nur. 2014. “Tradisi Upacara Perkawinan Adat Keraton Surakarta.”
https://jurnal.etheses.uin.malang.ac.id/2014.html (diunduh pada 30 Maret
2017).
Wiya. Rasta. 2018. “Tradisi Sorong Serah Aji Krame Suku Sasak”.
https://.rastarshopwiya14.blogspot.com/2018/01/kenali-tradisi-sorong-
serah-aji-krame_89.html (diunduh pada 13 April 2018).

543

Anda mungkin juga menyukai