Anda di halaman 1dari 27

Keyko Audya (2206074176)

Luh Putu Chinanty W.Y. (2206069882)


Riska Pramita T (2206069806)
Lana Khadijah (2206074226)
Sabila Hasya Millatina (2106740981)
Hillfrom Timotius Lamhot (2206036700)
Ayu Devina Aminuddin (2206074150)
Umar Abdul Aziz (2206069850)
Objek penelitian: Bahasa Bugis Dialek pinrang
Peneliti: Dr. Johar Amir
Alasan penelitian: Karena Bahasa Bugis sangat variatif karena ada pengaruh
dari daerah sekitar. Jadi, menurut hasil penelitian Timothy dan Friberg (1985)
Bahasa Bugis di Pinrang dipengaruhi oleh penggunaan bahasa yang
digunakan oleh masyarakatnya. Karena kabupaten pinrang diapit lima
kabupaten

Bahasa bugis dialek pinrang


Sawitto
Malimpung
Ponjo
Patinjo
Langnga
Fokus: tataran Data: kosakata sumber data:
Daerah bahasa bugis
fonologi, pengamatan: dialek pinrang
masyarakat
morfologi, dan 12 kecamatan sesuai daftar tutur asli dialek
kosakata
leksikon di pinrang swadesh
pinrang

teknik penelitian: kualitatif deskriptif


Metode pupuan Identifikasi data • Triangulasi Data
lapangan: cakap • Koding data • Membercheck
semuka, rekam, • Perhitungan data
• Klasifikasi data
dan catat.
• Deskripsi data
• Teknik Leksikostatistik

(Ayatrohaedi, 1983: 34)


Persebaran Dialek
• Deskripsi Fonologi
• Deskripsi Morfologi
• Deskripsi Leksikon
• Status Isolek
• Waktu Kemunculan Isolek
A. Persentase kata B. Status Isolek C. Isolek Sawitto dan
berkerabat Klasifikasi Malimpung
Kosakata Swadesh : 66.5% 1. Waktu Pisah
Swadesh : 200 (berstatus keluarga C = 66.5%
Glos : 200 bahasa 36-81%) r = 80,5%
Kata yang Klasifikasi W= = 0.940
berkerabat : 133 Mahsun : 33.5% ribuan tahun
Kata tidak (kategori perbedaan
berkerabat : 67 subdialek 31-50%)
3. Waktu Pisah Baru 4. Pernyataan
2. Kesalahan C’ = 96.7%
Standar r = 80.5%
IS dan IM merupakan
bahasa tunggal pada 940,
S= kurleb 109 tahun yang lalu.
W’ = IS dan IM merupakan
= 0.032 r = 0.831 ribuan
bahasa tunggal pada
1049-831 tahun yang lalu.
C’ = C + S tahun IS dan IM mulai berpisah
= 0.697 ⃤W = W - W’= 0.109 dari suatu bahasa proto
antara 971-1189 M
ribuan tahun
Persebaran Dialek Sawitto digunakan secara umum di Kabupaten Pinrang
dan 9 Kecamatan meliputi, Kec Cempa, Kec Patampanua, Kec Watang
Sawitto, Kec Paleteang, Kec Mattiro Sompe, Kec Tiroang, Kec Lansirang,
Kec Mattiro Bulu, dan Kec Suppa. Persebaran ini sebanyak 75%.
Persebaran Subdialek Malimpung ada di Kecamatan Petampanua,
Kabupaten Pinrang sebanyak 8,33%.
Persebaran Subdialek Ponjo ada di Kecamatan Duampanua, Kabupaten
Pinrang sebanyak 8,33%.
Persebaran dialek Patinjo ada di Kabupaten pinrang dan 4 Kecamatan
meliputi Kec Lembang, Kec Duampanua, Kec Batulappa, dan Kec
Patampanua. Persebaran ini sebanyak 25%.
Persebaran Subdialek Langnga ada di Kecamatan Mattiro Sompe,
Kabupaten Pinrang sebanyak 8,33%.
Tataran Fonemis
‌ onem /ê/ berkorespondensi dengan fonem /i/
F
‌Fonem /ə/ bersesuaian dengan fonem /a/
‌Fonem /?/ bersesuaian dengan fonem /ŋ/
‌Fonem /i/ berkorespondensi dengan fonem /a/
‌Fonem /o/ berkorespondensi dengan fonem /u/
‌Fonem /w/ berkorespondensi dengan fonem /b/
Tataran Morfologi
‌ refiks ma-, ta-, pa-, dan i-
P
‌Sufiks /-ǝŋ/
‌Konfiks /ma-ǝŋ/
Tataran Leksikon

I‌solek Sawitto merupakan dialek


‌Isolek Patinjo merupakan dialek
‌Isolek Malimpung merupakan subdialek
‌Isolek Ponjo merupakan subdialek
‌Isolek Langnga merupakan subdialek
Dalam bahasa Bugis Pinrang, fenomena geminasi konsonan memang cukup
menarik untuk dipelajari. Geminasi konsonan adalah istilah linguistik yang
mengacu pada pengulangan konsonan dalam kata yang sama. Dalam bahasa
Bugis Pinrang, geminasi konsonan memiliki peran yang cukup signifikan dalam
pembentukan kosakata dan struktur kata.

Pertama-tama, penting untuk memahami bahwa bahasa Bugis adalah salah


satu dari banyak bahasa yang tergolong dalam rumpun bahasa Austronesia.
Bahasa ini banyak dituturkan di wilayah Sulawesi Selatan, terutama di daerah
Bugis, termasuk Pinrang. Bahasa Bugis memiliki sejumlah fitur linguistik yang
membedakannya dari bahasa-bahasa lain di daerah tersebut, salah satunya
adalah geminasi konsonan.
Geminasi konsonan dalam bahasa Bugis Pinrang dapat diamati dalam berbagai
konteks, mulai dari awalan kata, tengah kata, hingga akhir kata. Misalnya, dalam
kata-kata seperti “balla” (berarti “kepala”) atau “pappasé” (berarti
“menyeberang”), konsonan-konsonan seperti ‘l’ dan ‘p’ diulang, menunjukkan
adanya geminasi. Hal ini tidak hanya mempengaruhi pengucapan kata, tetapi juga
memiliki implikasi dalam struktur gramatikal dan semantik bahasa.

Fenomena geminasi konsonan dalam bahasa Bugis Pinrang diyakini berasal dari
sejarah perkembangan bahasa itu sendiri. Beberapa teori menyatakan bahwa
geminasi konsonan dapat terjadi karena adanya pengaruh fonologis dan fonetis
tertentu dalam bahasa ini. Selain itu, pengaruh dari kontak dengan bahasa-bahasa
lain di sekitarnya juga mungkin memainkan peran dalam pembentukan geminasi
konsonan.
Meskipun geminasi konsonan umum dalam bahasa Bugis Pinrang, penting untuk
dicatat bahwa tidak semua konsonan dalam kosakata bahasa ini dapat bergeminat.
Terdapat aturan tertentu yang mengatur di mana dan bagaimana geminasi konsonan
dapat terjadi, dan hal ini dapat bervariasi tergantung pada kata dan konteksnya. Oleh
karena itu, pemahaman yang mendalam tentang struktur bahasa Bugis Pinrang
diperlukan untuk mengenali pola geminasi konsonan dengan tepat.

Secara keseluruhan, geminasi konsonan dalam bahasa Bugis Pinrang merupakan


salah satu aspek menarik dari linguistik bahasa ini. Fenomena ini tidak hanya
mencerminkan kekayaan dan kompleksitas struktur bahasa Bugis Pinrang, tetapi
juga memungkinkan para ahli bahasa untuk lebih memahami sejarah, evolusi, dan
karakteristik unik dari bahasa ini.
Kata manre dan kanre bisa Dialek dipengaruhi oleh kemajuan
dikategorikan sebagai perbedaan teknologi dan ilmu pengetahuan.
fonologis, karena hanya satu fonem Saat ini, dialek sudah bercampur
yang berbeda, yaitu fonem K dan dengan dialek yang lain. Hal ini
disebabkan kemajuan teknologi dan
fonem M. Huruf K lebih merujuk ke
ilmu pengetahuan yang membuat
bahasa Enrekang, sedangkan huruf
komunikasi dan mobilisasi menjadi
M lebih merujuk ke bahasa Bugis.
mudah.
Rumus mengukur kesalahan standar Gorys Keraf mengkategorikan
terdapat di buku Gorys Keraf keluarga-keluarga bahasa, sedangkan
halaman 133. Mahsun mengkategorikan dialek dan
subdialek bahasa.
Prof. Johar Amir menggunakan 200
Ketika melakukan perhitungan
kosakata, kemudian mewawancarai kosakata dasar, dapat menggunakan
setiap informan. Setiap titik teori Swadesh. Ketika melakukan
pengamatan diwakili 3 orang kategorisasi hasil analisis, dapat
informan. menggunakan teori Mahsun.
Prof. Johar Amir belum menemukan adanya
perbedaan dialek dari 3 informan. Akan tetapi,
Dialektometri dapat digunakan jika hal itu terjadi, biasanya dialek yang diambil
untuk menentukan dialek, subdialek, adalah dialek dengan jumlah yang mayoritas.
dan bahasa. Prof. Johar Amir menggunakan syarat sebagai
berikut:
Variasi-variasi kosakata harus Penduduk asli, tidak keluar dari daerahnya
dianalisis semua untuk melihat Pendidikan rendah, paling tidak sampai SD,
perbedaan leksikon. sehingga kosakata yang diucapkan juga
sesuai.
Terdapat kendala yang dialami oleh Prof. Johar
Amir ketika melakukan penelitian.
Geminasi adalah bunyi fonem
Kendala tersebut berupa ketidakhadiran
atau deretan yang sama. responden. Hal ini terjadi karena responden
sedang ada agenda lain dan saat dikunjungi,
Berdasarkan penjelasan Prof. responden tidak ada di tempat sehingga harus
Johar Amir, dalam bahasa Bugis menunggu responden tersebut terlebih dahulu
atau pindah ke tempat lain dengan memilih
Pinrang, tidak semua konsonan responden yang baru.
dapat bergeminasi.
Prof. Johar Amir bekerja sama dengan mahasiswa
dalam melakukan penelitian.
Prof. Johar Amir menjelaskan mengenai pola-pola dasar perubahan leksikon antara satu
wilayah dengan wilayah yang lain.

Kabupaten Pinrang berbatasan dengan Kedatangan dan kunjungan orang-orang


kabupaten Pare, Sidenreng Rappang, Enrekang ke kabupaten Pinrang dipengaruhi oleh
Enrekang, Toraja, dan Majene. Penggunaan profesi penduduk Enrekang, yaitu petani karena
kosakata daerah-daerah itu dipengaruhi oleh Enrekang merupakan daerah pertanian. Hal
daerah yang berbatasan dengan titik tersebut menyebabkan perubahan-perubahan
pengamatan. Contohnya kata Manre jadi dalam bahasa Enrekang. Selain kabupaten
Mandre dan Kanre. Maka, Kanre digunakan di Enrekang, kabupaten Jadi di Sulawesi Barat juga
daerah yang berbatasan. dipengaruhi oleh hal yang serupa.
Mengenai perubahan dialek bahasa
Pinrang, yang terjadi pada masa kini,
Prof. Johar Amir belum dapat
menjelaskan karena beliau hanya
meneliti kajian dialek bahasa Bugis
Pinrang pada fonologi, morfologi, dan
leksikon.
Prof. Johar menjelaskan Prof. Johar menganjurkan untuk
kategori responden yang memilih responden yang jarang
dipilihnya. Ia memilih responden meninggalkan lokasi karena
usia dewasa dengan alat ucap responden yang sering meninggalkan
lengkap, usia 20-50 tahun, tidak lokasi atau mobilisasi keluar
menggunakan gigi palsu, tidak berpotensi mengalami perubahan
pikun, dan tingkat pendidikan dialek. Gender responden tidak
tertinggi SD. dibatasi, laki-laki dan perempuan
dapat menjadi responden.
Prof. Johar menjelaskan pentingnya Prof. Johar menjelaskan bahwa
meneliti berbagai aspek bahasa sebaiknya peneliti mengutamakan
dalam penelitian dialektologi. Ia responden yang tidak berpendidikan
menyarankan agar penelitian tinggi. Responden dengan tingkat
mencakup tiga tataran utama yaitu pendidikan yang tinggi cenderung
fonologi, morfologi, dan leksikon. telah keluar dari daerah asalnya dan
Selain itu, menambahkan semantik menerima banyak pengaruh bahasa.
ke dalam penelitian juga disarankan.

Anda mungkin juga menyukai