http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jsi
Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang,
Indonesia
Abstract
__________________________________________________________________
The purpose of this study is to describe the phonological and lexical forms of defense
as well as the factors influencing the defense based on the speech of the Javanese
language user in Wonogiri District and referring to the results of his pre-trial. This
research approach using qualitative descriptive approach. The data of this research is
lexicon and data source of this research is direct speech from informant or user of
Java language in Wonogiri Regency. This research instrument uses 250 list of
swadesh questionnaires developed into 755 celebrations. Collecting data using the
method of referring and proficient with technically skilled involved, recording
technique, and record technique. The use of skill method using the technique of
fishing line is done with advanced skill technique, recording technique, and technique
23
Arif Anonto / Jurnal Sastra Indonesia 8 (1) (2019)
of note. The method used is the method of match. Analysis of data using the method
in combination with the technique that is the technique of decisive elements as the
basic techniques and techniques of appeal as an advanced technique. In tracing the
proto language using inductive reconstruction method with recontruction buttom up
technique and using deductive reconstruction method with top down recontruction
technique. The results of the analysis are presented formally. In BJW we find the
vowel phoneme defense formation /*i/, /*u/, /*ə/, /*o/, /*a/ and consonant
phoneme /*b/, /*c/, /*d/, /*g/, /*k/, /*j /, /*m/, /*n/, /*p/, /*r/, /*s/, /*t/,
/*w/, and /*y/. At the level of lexicon found 117 lexicon that is still maintained.
Factors contributing to the defense are speaker, geography, and cultural factors.
© 2019 Universitas Negeri Semarang
Alamat korespondensi: ISSN 2252-6315
Gedung B1 Lantai 1 FBS Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
E-mail: arifantono18@gmail.com
24
Arif Anonto / Jurnal Sastra Indonesia 8 (1) (2019)
25
Arif Anonto / Jurnal Sastra Indonesia 8 (1) (2019)
Mahsun 1995:12). Berpijak dari pengertian yang terdapat pada prabahasa / protobahasa.
tersebut, maka untuk menentukan pemertahanan Pewarisan bentuk-bentuk yang terdapat pada
sebuah bahasa haruslah mencari bentuk relik prabahasa/protobahasa ada yang linear dan tidak
prabahasanya, sebagaimana diungkapkan oleh linear. Berbeda dengan pewarisan yang bersifat
Mahsun (1995:12) bahwa secara diakronis linear, pada pewarisan yang tidak linear fonem
pembicaraan tentang dialek/subdialek adalah bentuk prabahasa / protobahasa yang mengalami
pembicaraan tentang “bagaimana” eksistensi perubahan itu sulit ditemukan
pembicaraan dialek/subdialek itu. Berdasarkan keteraturan/rekuresinya. Hal ini berkaitan
uraian tersebut, Mahsun (1995:13) dengan inovasi dan retensi / pemertahanan yang
menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan terjadi pada tahapan perkembangan tertentu.
dialektologi diakronis adalah suatu kajian tentang Pewarisan dalam bentuk-bentuk prabahasa /
perbedaan-perbedaan isolek yang bersifat analitis protobahasa yang terdapat pada dialek /
sinkronis dengan penafsiran perbedaan- subdialek atau bahasa-bahasa turunannya pada
perbedaan isolek tersebut berdasarkan kajian dasarnya memiliki dua pola yaitu retensi dan
historis dan diakronis. inovasi. Pola pewarisan yang berupa retensi /
Perbedaan Unsur-Unsur Kebahasaan pemertahanan yaitu pewarisan prafonem atau
Linguistik merupakan ilmu yang mengkaji protofonem suatu prabahasa / protobahasa
tentang unsur-unsur kebahasaan seperti fonologi, sebagaimana adanya dalam dialek/subdialek
morfologi, sintaksis, leksikon, dan semantik. atau bahasa-bahasa turunannya, Mahsun
Semua unsur kebahasaan tersebut dapat dikaji di (1995:25)
dalam kajian ilmu dialektologi. Namun, Perbedaan Leksikon
penelitian ini hanya akan fokus pada tataran Leksikon merupakan komponen bahasa
fonologi dan leksikon. yang memuat semua informasi tentang makna
Perbedaan Fonologis dan pemakaian kata dalam suatu bahasa
Fonologi merupakan ilmu yang informasi tentang makna dan pemakaian kata
memelajari bunyi bahasa sebagai satuan bahasa dalam suatu bahasa, Kridalaksana (dalam
terkecil yang memiliki fungsi pembeda, Sasangka sasongko, 2004:25). Selain itu leksikon juga
(2011:1). Fonologi mengkaji dan menganalisis merupakan kekayaan kata yang dimiliki suatu
pemanfaatan bunyi bahasa dan sistem bunyi bahasa. Menurut Mahsun (1995:54) suatu
bahasa untuk mengontraskan ciri-ciri bunyi yang perbedaan disebut sebagai perbedaan dalam
terdapat dalam suatu bahasa. Yang dimaksud bidang leksikon, jika leksem-leksem yang
perbedaan fonologi dalam kajian linguistik kali digunakan untuk merealisasikan suatu makna
ini menyangkut perbedaan fonetik. Hal ini yang sama tidak berasal dari satu etimon
ditegaskan oleh Ayatrohaedi (dalam Mahsun, prabahasa. Lebih jelasnya, bahwa sebuah leksem
1995:23) bahwa perbedaan fonologi perlu apabila masih mengalami kemiripan bentuk dan
dibedakan dengan perbedaan leksikon mengingat makna sama dari prabahasa/protobahasanya,
dalam proses penentuan isolek sebagai bahasa, maka leksem tersebut dapat dikategorikan
dialek, atau subdialek dengan menggunakan sebagai wujud pemertahanan leksikon. Namun
dialektometri pada tataran leksikon, perbedaan- jika tidak, maka leksem tersebut sudah
perbedaan fonologi yang muncul dianggap tidak mengalami pergeseran bahasa/mengalami
ada. Menurut Mahsun, (1995:24) pada inovasi. Kategori-kategori tersebut terbagi atas
prinsipnya, perbedaan-perbedaan yang terdapat empat bentuk yaitu 1) Leksikon Bentuk Sama
pada leksem-leksem yang menyatakan makna Makna Sama yaitu leksikon yang bentuknya
yang sama itu dianggap sebagai perbedaan sama persis/identik dan maknanyasama persis. 2)
fonologi jika leksem-leksem itu diturunkan dari Leksikon Bentuk Sama Makna Berbeda, yaitu
satu etimon prabahasa/protobahasa yang sama. kata yang bentuknya sama (bentuk sama persis)
Oleh karena itu apabila di samping perbedaan tetapi memiliki perbedaan dalam makna, 3)
yang berupa korespondensi atau variasi terdapat Leksikon Bentuk Berbeda Makna Sama, yaitu
refleks etimon lain yang digunakan untuk kata yang berbeda sama sekali tetapi memiliki
menyatakan makna tersebut, maka dalam kondisi makna yang sama. 4) Leksikon Bentuk Mirip
yang semacam itu terdapat perbedaan dalam dua Makna Sama, menurut Mahsun (2014:214)
bidang linguistik sekaligus, yaitu fonologi dan leksikon bentuk mirip makna sama adalah kata
leksikon. yang sama maknanya, tetapi terdapat perbedaan
Perbedaan fonologi yang terjadi di antara pada bentuk di satu atau dua bunyi yang
daerah-daerah pengamatan atau di antara bahasa- posisinya sama. 5) Leksikon Bentuk Mirip Makna
bahasa muncul sebagai akibat dari perbedaan Berbeda yaitu kata yang memiliki perbedaan
dalam merefleksikan prafonem / protofonem
26
Arif Anonto / Jurnal Sastra Indonesia 8 (1) (2019)
makna serta terdapat perbedaan pada bentuk di faktor sosial sangat memengaruhi atas
satu atau dua bunyi yang posisinya sama. pemertahanan sebuah dialek. Pendidikan sangat
Pemertahanan dan Pergeseran Dialek memengaruhi cara berpikir seseorang termasuk
Bahasa itu bersifat dinamis, Chaer dan penggunaan bahasa.
Agustina (1995:17) maksudnya bahasa itu tidak Faktor lain yang memengaruhi
terlepas dari berbagai kemungkinan perubahan pemertahanan dialek adalah faktor budaya. Perlu
yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Perubahan itu ditekankan bahwa bahasa adalah bagian dari
dapat terjadi pada tataran apa saja: fonologi, tujuh unsur kebudayaan sebagaimana
morfologi, sintaksis, semantik, dan leksikon. diungkapkan oleh koentjaraningrat (1997:2) tujuh
Selain dinamis, bahasa juga bersifat beragam, unsur kebudayaan secara universal antara lain; 1)
Chaer dan Agustina (1995:18) artinya meskipun sistem religi dan upacara keagamaan, 2) sistem
sebuah bahasa mempunyai kaidah atau pola dan organisasi kemasyarakatan, 3) sistem
tertentu yang sama, namun karena bahasa tu pengetahuan, 4) bahasa, 5) kesenian, 6) sistem
digunakan oleh penutur yang heterogen yang mata pencaharian hidup, dan 7) sistem teknologi
mempunyai latar belakang sosial dan kebiasaan dan peralatan. Dari ketujuh unsur tersebut dapat
yang berbeda maka bahasa itu menjadi beragam, dilihat bahwa semuanya saling berkaitan dan
baik dalam tataran fonologi, morfologi, sintaksis, berpotensi menentukan pemertahanan dialek.
semantik, dan leksikon. Penggunaan bahasa Hal ini dapat dibuktikan dengan cara hidup dari
Jawa. Oleh penutur bahasa Jawa di setiap daerah mata pencaharian. Masyarakat yang mata
akan berbeda. Hal ini terjadi karena sosiokultur pencahariannya sebagai nelayan dan tinggal di
yang berbeda, cara hidup yang berbeda, dan cara dataran rendah, mereka cenderung menggunakan
berkomunikasi yang berbeda. Dalam konteks nada tinggi dalam berbicara. Hal ini dikarenakan
masyarakat yang heterogen, kontak budaya, dan para nelayan harus dapat bersuara lebih keras
kontak bahasa, ini akan memungkinkan sebuah dibandingkan dengan ombak. Jadi, dalam
bahasa/dialek akan mengalami pergeseran. masyarakat nelayan, berbicara dengan nada
Daerah yang konservatif akan memertahankan tinggi tidak berarti dia sedang marah. Hal ini akan
bahasanya, sedang derah yang inovtif akan bertolak belakang dengan kehidupan di wilayah
mengalami pergeseran bahasa/dialek. pegunungan. Masyarakat yang tinggal di dataran
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi tinggi dan berprofesi sebagai petani tidak harus
Pemertahanan Dialek menggunakan nada tinggi dalam berbicara. Hal
Menurut Sukadaryanto dan Zulaeha ini dikarenakan kondisi atau ketak geografisnya
(2005:8) faktor-faktor yang turut memengaruhi yang mendukung mereka tidak harus
pemertahanan dialek yaitu faktor sosial, budaya, menggunakan nada tinggi dalam berbicara.
dan situasional. Berkait dengan faktor sosial Mereka menggunakan nada tinggi hanya saat
seperti pendidikan, pekerjaan, dan status soaial mereka marah. Seperti umumnya masyarakat di
sangat memengaruhi sebuah dialek. Hal ini jawa.
ditekankan oleh Zulaeha (2010:24) bahwa seiring Metodologi Penelitian
dengan semakin membaiknya taraf sosial- Pengumpulan data menggunakan metode
ekonomi masyarakat semakin membaik pula taraf simak dan cakap dengan teknik simak libat cakap,
pendidikan masyarakat. pada umumnya mereka teknik rekam, dan teknik catat. Penggunaan
meninggalkan kampung halamannya untuk metode cakap menggunakan teknik pancing
mencari ilmu atau bekerja, seperti; pedagang, dilanjukan dengan teknik cakap semuka, teknik
buruh, pegawai daerah, dan sebagainya. Setiap rekam, dan teknik catat. Metode yang digunakan
pagi mereka datang ke kota dan sorenya mereka adalah metode padan. Analisis data menggunakan
kembali ke kampung bagi pekerja dan mobilitas metode padan dengan tekniknya yaitu teknik pilah
sirkulasi. Sementara para mahasiswa (orang yang unsur penentu sebagai teknik dasar dan teknik
belajar di perguruan tinggi) dari kampung itu hubung banding sebagai teknik lanjut. Dalam
merasa malu ketika menggunakan dialek di menelusuri prabahasa menggunakan metode
daerahnya. Mereka cenderung meggunakan rekontruksi induktif dengan teknik recontruction
bahasa yang dianggapnya berprestise dalam buttom up dan menggunakan metode rekontruksi
pergaulan sehari-hari. Kebiasaan itu juga deduktif dengan teknik recontruction top down.
dilakukan dalam berbahasa sehari-hari ketika PEMBAHASAN
mereka kembali ke kampung halaman. Kebiasaan Pemertahanan Fonologis
itu kemudian diikuti oleh kelompoknya dan Pemertahanan fonologis yang terlihat
masyarakat di lingkungannya karena mereka dalam BJW terdapat dalam kosakata yang
dianggap sebagai orang berpengalaman. Dari didasarkan pada reflek-reflek yang ditemui di
pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa semua titik pengamatan. Pemertahanan fonologis
27
Arif Anonto / Jurnal Sastra Indonesia 8 (1) (2019)
30
Arif Anonto / Jurnal Sastra Indonesia 8 (1) (2019)
31
Arif Anonto / Jurnal Sastra Indonesia 8 (1) (2019)
Wiladati, Ribka Adresti. 2014. “Bahasa Jawa di Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kabupaten Batang (Tataran Fonologi dan Kebudayaan.
Leksikal)”. Journal Of Javanesse Literature. Zulaeha, Ida. 2001. “Pemakaian Bahasa Jawa di
Sutasoma. Kabupaten Semarang: Kajian
Wurm, S. A. dan B. Wilson. 1978. English Sosiodialektologi”. Tesis. Yogyakarta: UGM.
Finderlist Of Recontructions In Austronesian Zulaeha, Ida. 2010. Dialektologi (Dialek Geografi dan
Languages (Post-Brandstetter).Canberra: The Dialek Sosial). Yogyakarta: Graha Ilmu.
Australian National Univercity.
Yudhibrata, Karna, dkk. 1990. Geografi Dialek
Bahasa Sunda di Kabupaten Karawang.
32