Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kehilangan gigi biasa disebabkan oleh beberapa hal, antara lain trauma,

karies, penyakit periodontal dan iatrogenik. Kehilangan gigi akan menyebabkan

gangguan fungsi fonetik, mastikasi, dan estetik serta menyebabkan perubahan

lingir alveolar.1

Tanggalnya gigi dapat mengakibatkan kemampuan menelan dan mencerna

makanan berkurang. Kelemahan dan tidak adanya koordinasi dari lidah akan

menyebabkan terjadinya retensi makanan di bagian bukal mulut. Sisa makanan

yang terus tertimbun dapat mengakibatkan bau mulut, kerusakan gigi, penyakit

periodontal, bone loss, dan jika tidak segera diganti dengan gigitiruan maka dapat

menyebabkan bergesernya gigi alami ke ruang bekas gigi yang hilang. Dan bila

keadaan ini terus berlanjut, akan terjadi disorientasi dari sendi temporomandibula

yang dapat menimbulkan rasa nyeri. Kelainan yang mungkin timbul akibat

hilangnya gigi yang tidak segera diganti adalah resorbsi tulang alveolar, perubahan

dimensi vertikal, dan status kesehatan gigi dan mulut.

Dengan terjadinya kehilangan beberapa gigi alami dari lengkung gigi,

maka gigi yang telah hilang itu harus digantikan dengan menempatkan gigitiruan

pada bagian dari lengkung gigi yang telah kehilangan gigi

1
Telah dikembangkan beberapa jenis gigitiruan sehubungan dengan

perbaikan fungsi kunyah dan kenyamanan untuk mengunyah bagi pasien. Secara

umum gigitiruan dapat dibedakan atas gigitiruan lepasan dan gigitiruan cekat.

Dewasa ini, penggunaan gigitiruan cekat (GTC) di kalangan masyarakat

sudah sangat populer untuk menggantikan gigi yang hilang. Hal ini dikarenakan

GTC memiliki konstruksi yang baik dan hanya menutupi sedikit jaringan

penyangga sehingga lebih nyaman untuk digunakan serta terpasang secara cekat di

dalam mulut.

Tujuan utama perawatan gigi geligi dengan GTC adalah mempertahankan

dan memelihara kesehatan gigi geligi yang masih ada beserta seluruh sistem

pengunyahan supaya dapat berfungsi dengan baik dan tetap sehat. Oleh karena itu,

agar suatu GTC dapat bertahan untuk jangka waktu yang lama di dalam mulut,

maka pemeliharaan jaringan periodontal harus dilakukan agar gigi alami yang

digunakan sebagai gigi penyangga juga dapat dipertahankan.2,3

Agar perawatan GTC berhasil, maka yang harus dipertimbangkan

diantaranya pertimbangan faktor periodontal dari gigi-gigi penyangga. Jaringan

penyangga gigi terdiri dari gingiva, tulang alveolar, ligamentum periodontal dan

sementum. Kenyataan ini mutlak harus diperhatikan oleh para dokter gigi untuk

membuat diagnosis dan rencana perawatan yang tepat untuk gigi dan jaringan

penyangganya dengan restorasi cekat pada umumnya dan GTC pada khususnya.2

Masalah yang banyak dijumpai adalah masih ditemukannya ketidakpuasan

dari pasien; pasien merasa tidak nyaman dalam pemakaian GTC tersebut dan

adanya kerusakan pada jaringan pendukungnya. Hal ini karena kurang

2
maksimalnya upaya pengguna GTC untuk membantu menjaga kesehatan jaringan

mulutnya setelah pemakaian GTC. Faktor lain yang timbul dari awal prosedur

perawatan GTC serta kemungkinan dari pembuatannya yang tidak memenuhi

syarat-syarat biologis. Sementara pada pemasangan GTC yang tidak sesuai,

menyebabkan timbulnya karies atau kelainan-kelainan jaringan penyangga seperti

kelainan pada ligamentum periodontal, tulang alveolar, sementum, dan kelainan

pada gingiva.

Pulau Kodingareng ialah pulau yang terletak di Kelurahan Kodingareng,

Kecamatan Ujung Tanah, Kota Makassar. Sebanyak 90% penduduknya

bermatapencaharian sebagai nelayan, dan sisanya usaha lainnya. Saat ini,

pelayanan kesehatan di Pulau Kodingareng belum berjalan maksimal, karena

institusi pelayanan kesehatan di sana masih berstatus puskesmas pembantu.

Tenaga medisnya pun tidak memperoleh suatu tempat tinggal berupa asrama yang

dimaksudkan agar tenaga medis dapat menetap di sana dan tidak harus bolak-balik

jika terdapat waktu senggang, sehingga pelayanan kesehatannya pun siaga dan

berkesinambungan. Khusus pelayanan kesehatan gigi dan mulut, di Pulau

Kodingareng tidak terdapat sarana pelayanan gigi dan mulut, sehingga masyarakat

hanya mengandalkan tukang gigi untuk melayani kebutuhan dalam hal yang

mencakup gigi dan mulut.4

Berdasarkan kenyataan tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti

pelayanan kesehatan gigi dan mulut masyarakat di Pulau Kodingareng, khususnya

kesehatan gingiva pada pengguna GTC di Pulau Kodingareng. Karena jika terjadi

3
kelainan kesehatan jaringan periodontal pada penggunaan GTC, akan lebih terlihat

pada daerah gingiva.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah

penelitian ini yaitu bagaimanakah kesehatan jaringan gingiva pada pengguna GTC

pada masyarakat Pulau Kodingareng.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Tujuan Umum.

Untuk mengetahui kesehatan jaringan periodontal pada pengguna GTC

masyarakat di Pulau Kodingareng.

1.3.2 Tujuan Khusus.

1. Untuk mengetahui jumlah pengguna GTC di Pulau kodingareng

2. Untuk mengidentifikasi jenis keluhan pada pengguna GTC di Pulau

Kodingareng

3. Untuk mengetahui kesehatan jaringan gingiva pada pengguna GTC di Pulau

Kodingareng.

4
1.4 MANFAAT PENELITIAN

1.4.1 Manfaat Ilmiah.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah bagi

pembacanya dan tentang keadaan kesehatan jaringan gingiva pada penggunaan

GTC di Pulau Kodingareng.

1.4.2 Manfaat Praktis.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat

Pulau Kodingareng khususnya pada pemakai GTC tentang pemeliharaan kesehatan

gingiva selama penggunaan GTC

1.4.3 Manfaat bagi Peneliti.

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan

penulis untuk meneliti khususnya tentang keluhan-keluhan yang dialami

masyarakat Pulau kodingareng yang berkaitan dengan penggunaan GTC.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 GIGITIRUAN CEKAT

Gigitiruan cekat merupakan piranti prostetik permanen yang melekat pada

gigi yang masih tersisa, yang menggantikan satu atau lebih kehilangan gigi. Jenis

restorasi ini telah lama disebut dengan gigitiruan jembatan.5

2.1.1 Komponen-komponen Gigitiruan Cekat6

Gigitiruan cekat terdiri dari beberapa komponen, yaitu pontik,

retainer, konektor, abutment, dan sadel, yang dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Pontik, adalah gigi buatan pengganti dari gigi atau gigi-geligi yang hilang.

Dapat dibuat dari porselen, akrilik atau logam, atau gabungan dari bahan-

bahan ini.

2. Retainer, adalah restorasi tempat pontik dicekatkan. Retainer dapat dibuat

intrakoronal atau ekstrakoronal.

3. Konektor, adalah bagian yang mencekatkan pontik ke retainer. Konektor

dapat berupa sambungan yang disolder, struktur cor (alumina derajat tinggi,

jika terbuat dari porselen seluruhnya).

6
4. Abutment, adalah gigi penyangga dapat bervariasi dalam kemampuan untuk

menahan gigitiruan cekat dan tergantung pada faktor-faktor seperti daerah

membran periodontal, panjang serta jumlah akar.

5. Sadel, adalah daerah diantara gigi-gigi penyangga, yang terutama adalah

tulang alveolar yang ditutupi oleh jaringan lunak. Tulang alveolar akan

berubah kontur selama beberapa bulan setelah hilangnya gigi. Kontur dan

tekstur sadel akan mempengaruhi desain pontik.

2.1.2 Macam-macam Desain GTC.7

Adapun 5 macam desain dari GTC yang perbedaannya terletak pada

dukungan yang ada pada masing-masing ujung pontik. Kelima desain ini adalah:

a. Fixed-fixed bridge

Suatu gigitiruan yang pontiknya didukung secara kaku pada kedua sisi oleh

satu atau lebih gigi penyangga. Pada bagian gigi yang hilang yang terhubung

dengan gigi penyangga, harus mampu mendukung fungsional dari gigi yang

hilang. GTC merupakan restorasi yang kuat dan retentif untuk menggantikan

gigi yang hilang dan dapat digunakan untuk satu atau beberapa gigi yang

hilang. Indikasi dari perawatan dengan menggunakan fixed-fixed bridge yaitu

jika gigi yang hilang dapat terhubung dengan gigi penyangga yang mampu

mendukung fungsional dari gigi yang hilang. Seperti pada gambar 1, Fixed-

fixed bridge dengan menggunakan bahan porselen pada gigi insisivus sentralis.

7
Gambar 1. Gambaran fixed-fixed bridge pada gigi
Insisivus sentralis (Sumber : Barclay CW, Walmsley
AD. Fixed and removable prosthodontics. 2nd ed.
Tottenham: Churchill livingstone;2001.p. 115)

b. Semi fixed bridge

Suatu gigitiruan yang didukung secara kaku pada satu sisi, biasanya pada

akhir distal dengan satu atau lebih gigi penyangga. Satu gigi penyangga akan

menahan perlekatan intracoronal yang memungkinkan derajat kecil

pergerakan antara komponen rigid dan penyangga gigi lainnya atau gigi

Gambar 2. Gambaran semi-fixed bridge (Sumber :


Barclay CW, Walmsley AD. Fixed and removable
prosthodontics. 2nd ed. Tottenham: Churchill
livingstone;2001.p.118)

8
c. Cantilever bridge

Suatu gigitiruan yang didukung hanya pada satu sisi oleh satu atau lebih

abutment. Pada cantilever bridge ini, gigi penyangga dapat mengatasi beban

oklusal dari gigitiruan.

Gambar 3. Gambaran cantilever bridge (Sumber : Barclay CW,


Walmsley AD. Fixed and removable prosthodontics. 2nd ed.
Tottenham: Churchill livingstone;2001.p. 120)

d. Spring cantilever bridge

Suatu gigitiruan yang didukung oleh sebuah bar yang dihubungkan ke

gigi atau penyangga gigi. Lengan dari bar yang berfungsi sebagai penghubung

ini dapat dari berbagai panjang, tergantung pada posisi dari lengkung gigi

penyangga dalam kaitannya dengan gigi yang hilang. Lengan dari bar

mengikuti kontur dari palatum untuk memungkinkan adaptasi pasien. Jenis

gigitiriruan ini digunakan pada pasien yang kehilangan gigi anterior dengan

satu gigi yang hilang atau terdapat diastema di sekitar anterior gigi yang

hilang.

9
Gambar 4. Gambaran spring cantilever bridge (Sumber :
Barclay CW, Walmsley AD. Fixed and removable
prosthodontics. 2nd ed. Tottenham: Churchill
livingstone;2001.p. 122)

e. Compound bridge

Ini merupakan gabungan atau kombinasi dari dua macam gigitiruan cekat

dan bersatu menjadi suatu kesatuan.

2.1.3 Indikasi dan Kontraindikasi Pemakaian GTC.1

Adapun indikasi dan kontraindikasi dari GTC, yaitu :

1. Kehilangan satu atau lebih gigi

2. Kurangnya celah karena pergeseran gigi tetangga ke daerah edentulus

3. Gigi di sebelah daerah edentulus miring

4. Splint bagi gigi yang memiliki ketebalan email yang cukup untuk dietsa.

Kontraindikasi pemakaian GTC :

1. Pasien yang tidak kooperatif

2. Kondisi kejiwaan pasien kurang menunjang

10
3. Kelainan jaringan periodonsium

4. Prognosis yang jelek dari gigi penyangga

5. Diastema yang panjang

6. Kemungkinan kehilangan gigi pada lengkung gigi yang sama

7. Resorbsi lingir alveolus yang besar pada daerah anodonsia.

2.2 JARINGAN PERIODONTAL

Normalnya, jaringan periodontal yang memberikan dukungan yang

diperlukan untuk mempertahankan fungsi gigi terdiri dari empat komponen utama,

yaitu gingiva, ligamentum periodontal, sementum, dan tulang alveolar. Masing-

masing komponen dari jaringan periodontal berbeda lokasi, tekstur jaringan,

komposisi biokimia, dan komposisi kimianya.8

Gambar 5. Diagram anatomi gingiva


(Sumber: Itoiz ME, Carranza FA. The
gingival. In: Newman MG, takei HH,
Carranza FA, editors. Clinical
th
periodontology. 9 ed. Philadelphia : WB
Saunder Co; 2002. p.17)

11
2.2.1. Gingiva.

Gingiva adalah bagian dari mukosa mulut yang melapisi tulang alveolar dari

rahang atas dan rahang bawah serta di sekeliling leher gigi. Gingiva secara

anatomi dibagi menjadi marginal gingiva (tepi gusi), sulkus gingiva, attached

gingiva (bagian dari yang melekat), serta interdental gingiva atau interdental

papilla.

1. Marginal gingiva

Marginal gingiva atau unattched gingiva adalah sambungan tepi atau pinggiran

dari gingiva yang mengelilingi gigi berbentuk seperti lingkaran. Dalam 50%

kasus, marginal gingiva dibatasi dengan attached gingiva oleh depresi linear

yang dangkal disebut free gingiva groove. Biasa lebarnya sekitar 1 mm dari

dinding jaringan lunak sulkus gingiva. Marginal gingiva dapat dipisahkan dari

permukaan gigi dengan probe periodontal.9

2. Sulkus gingiva

Sulkus gingiva adalah celah dangkal atau ruang di sekitar gigi yang dibatasi

oleh permukaan gigi pada satu sisi dan lapisan epitel margin bebas dari sisi

lain gingiva. Sulkus ini berbentuk V dan hanya sedikit saja yang dapat

dimasuki oleh probe periodontal. Determinasi klinik dari kedalaman sulkus

gingiva merupakan parameter diagnostik yang penting. Dalam kondisi benar-

benar normal atau ideal, maka kedalaman sulkus gingiva dapat mencapai 0.9

12
3. Attached gingiva.

Attached gingiva merupakan suatu lanjutan dari marginal gingiva. Attached

gingiva berbatas tegas, elastik dan melekat erat pada periosteum dari tulang

alveolar. Aspek permukaan dari attached gingiva meluas ke mukosa alveolar

dibatasi oleh mucogingiva junction. Lebar dari attached gingiva merupakan

parameter klinik penting lainnya. Yang dapat diukur sesuai jarak antara

mucogingiva junction dan proyeksi dari permukaan dasar luar dari sulkus

dengan menggunakan probe periodontal.8

Lebar dari attached gingiva dari aspek fasial berbeda pada tiap daerah dalam

rongga mulut. Attached gingiva pada daerah insisivus rahang atas 3,5-4,5 mm

dan pada insisivus rahang bawah sebesar 3,3-3,9 mm dan lebih sempit pada

daerah posterior ( 1,9 mm pada rahang atas dan 1,8 pada rahang bawah).

Mucogingiva junction tetap tidak bergerak hingga dewasa, perubahan lebar

attached gingiva disebabkan oleh perubahan posisi coronal end. Lebar dari

attached gingiva meningkat sesuai umur dan pada gigi yang supraerupsi. Dari

aspek lingual alveolar, akhir dari attached gingiva dihubungkan oleh mukosa

membran dasar mulut.10

4. Papila Interdental

Gingiva interdental menempati embrasure gingiva yang terletak pada daerah

interproksimal di bawah daerah kontak gigi. Interdental gigi dapat berbertuk

piramida atau berbentuk kol. Bentuk ruang interdental gingiva tergantung dari

titik kontak antara gigi dan ada tidaknya resesi gingiva.10


13
Permukaan fasial dan lingual lonjong ke daerah kontak proksimal dan

berbentuk cembung pada daerah mesial dan distal. Ujung lateral dari

interdental gingiva dibentuk oleh kontibuitas marginal gingiva ke gigi

sebelahnya. Jika terjadi diastem, gingiva berbentuk datar membulat di atas

tulang interdental dan halus tanpa papila interdental.10

2.2.2. Ligamentum Periodontal.

Ligamentum periodontal adalah jaringan ikat yang mengelilingi akar dan

terhubung ke tulang. Ligamentum periodontal akan terus berlanjut dengan jaringan

ikat pada gingiva dan kemudian berhubungan dengan ruang sumsum melalui

pembuluh darah dalam tulang. Fungsi dari ligamentum periodontal adalah sebagai

fisik formatif dan perubahan bentuk, nutrisi dan sensoris.9

2.2.3. Sementum.

Jaringan mesensim yang membentuk dan melapisi bagian luar akar anatomi

gigi. Terdapat dua macam sementum, yaitu sementum aselular atau primer dan

sementum selular atau sementum sekunder. Kedua sementum tersebut terdiri dari

kalsifikasi matriks interfibril dan fibril kolagen.9

2.2.4. Tulang alveolar.

Tulang alveolar dibentuk selama pertumbuhan janin oleh proses ossifikasi

intramembranous dan terdiri dari kalsifikasi matriks dengan osteosit tertutup

dalam suatu ruang atau celah yang disebut lacuna.9

14
2.3 Dampak Desain GTC yang Buruk

Desain gigitiruan yang tidak memenuhi syarat dapat menimbulkan

pengaruh buruk pada beberapa jaringan di rongga mulut, terutama pada jaringan

gingiva, misalnya :

a. Tidak adanya rest, dan rest yang jelek atau patah karena preparasi yang tidak

cukup, umumnya dapat mengakibatkan migrasi dari komponen-komponen

logam ke apikal sehingga terjadi gingivitis hiperplasia. Jika migrasi dibiarkan

berlanjut, maka dapat terjadi dehiscence dan penetrasi akar..11

b. Celah antara lengan cengkram dan tepi gingiva menyebabkan makanan

terperangkap dan meningkatkan kemungkinan besar pembusukan makanan

dan gingivitis.11

c. Penempatan cengkram atau konektor yang terlalu cepat ke tepi gingiva.11

d. Adanya penimbunan sisa makanan diantara pinggiran basis gigitiruan dan gigi

alami. Timbunan sisa makanan akan mendorong tepi gingiva keluar dari

perlekatannya terhadap inflamasi jaringan akibat toksin yang dibentuk oleh

mikroorganisme yang berinkubasi.11

e. Penekanan atau penutupan basis yang terlalu menekan pada tepi gingiva dapat

mengakibatkan trauma mekanik, respon inflamasi dan jika dalam keadaan

kronik, dapat mempercepat terbentuknya poket.11

f. Kontrol plak yang kurang dari pasien11

g. Kurangnya perawatan di rumah, baik pada kebersihan gigitiruan cekat

maupun kebersihan mulut yang menyebabkan respon tidak menguntungkan

15
karena makanan terperangkap. Dengan berkurangnya perawatan di rumah,

maka masalah jaringan periodontal sering mengikuti gingivitis dan karies

gigi.11

h. Konstruksi GTC yang tidak benar mempengaruhi kondisi kesehatan rongga

mulut, menghambat kemampuan saliva sebagai self-cleaning, trauma mekanis

pada gingiva, mengalami kesulitan dalam membersihkan rongga mulut yang

dapat menimbulkan bau mulut.12

2.4 Gingivitis

Gingivitis adalah penyakit yang paling sering terjadi, baik dalam bentuk

akut maupun kronis, dan biasanya disebabkan oleh plak bakteri. Peradangan

jaringan periodontal yang disebut periodontitis dapat disebabkan karena masuknya

kuman melalui tepi gingiva langsung atau merupakan kelanjutan dari peradangan

gusi yang tidak dirawat. Selain dari peradangan gingiva, trauma oklusi, atropi

periodontal dan manifestasi penyakit sistemik juga dapat terjadi. Trauma oklusi

hampir selalu terjadi bersamaan dengan peradangan gusi. Trauma oklusi

menghasilkan 2 macam gejala klinis, yaitu meningkatnya pergerakan gigi dan

melebarnya ruang periodontal. Poket periodontal merupakan suatu penyakit unit

perlekatan periodontal yang disebabkan oleh pembesaran jaringan gingiva dan

pergerakan perlekatan epitel ke arah apikal sampai kehilangan perlekatan jaringan

ikat dan kadang-kadang sampai kehilangan dukungan tulang alveolar.3

16
2.4.1. Tahap-tahap Gingivitis13

Urutan perkembangan gingivitis terjadi dalam tiga tahap yang berbeda.

Tentu, dari satu tahap akan berkembang ke tahap selanjutnya.

a. Tahap 1. Initial Lesion

Manifestasi pertama dari inflamasi gingiva adalah perubahan konsistensi

vaskular, terutama dilatasi kapiler dan peningkatan aliran darah. Perubahan

inflamasi awal ini terjadi sebagai respon dari leukosit terhadap aktivitas

mikrobial dan stimulasi subquent sel endotel. Secara klinis, respon awal

gingiva terhadap plak bakteri tidak terlihat.

b. Tahap II. Early Lesion

Dengan berjalannya waktu, tanda klinis eritema mungkin akan muncul,

terutama karena proliferasi kapiler dan peningkatan pembentukan loop kapiler

antara rete pegs atau ridge. Perdarahan saat probing mungkin akan terlihat

jelas.

c. Tahap III. Established Lesion

Pada gingivitis kronik (tahap III), pembuluh darah membesar dan padat, vena

terganggu, dan aliran darah menjadi lamban. Hasilnya adalah anoksemia lokal

gingiva yang superimposif berwarna kebiruan pada gingiva.

Kesehatan gigi dan gingiva serta pencegahan seperti kerusakan gigi dan

penyakit periodontal memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan umum dan

17
kesejahteraan penduduk. Meskipun telah terjadi penurunan yang signifikan dalam

peningkatan kerusakan gigi di 30 tahun terakhir, namun terus terjadi peningkatan

kerusakan gigi antara rentan populasi, karena terdapat perbedaan akses terhadap

perawatan gigi dikalangan penduduk. Di Australia, ketersediaan dokter gigi sangat

rendah di luar kota besar. Pada saat yang sama, mereka yang tinggal di daerah

terpencil dan masyarakat adat, sering memiliki tingkat kerusakan gigi dan

edentulous yang lebih tinggi daripada populasi metropolitan. Kurangnya kesadaran

kesehatan gigi menjadi faktor utama dalam tingginya kerusakan gigi yang

terjadi.14,15

Pulau Kodingareng merupakan salah satu pulau di Kota Makassar dengan

jumlah penduduk sekitar 4170 jiwa, dengan mata pencaharian 90% sebagai

nelayan, dan sisanya usaha lainnya. Warga menggunakan listrik dengan generator

yang beroperasi selama 12 jam, dengan fasilitas kesehatan berupa 1 buah

Puskesmas pembantu, pos obat desa (POD) melalui program NGO Plan

Internasional. Namun demikian, pelayanan kesehatan di Pulau Kodingareng masih

belum maksimal, karena faktor dari Puskesmas pembantu yang belum naik

statusnya menjadi Puskesmas, selain itu fasilitas seperti pembangunan asrama

untuk staf kesehatan masih dalam perencanaan.4,16

Pelayanan kesehatan yang ada di Pulau Kodingareng dapat berpengaruh

terhadap kesehatan gigi dan mulut masyarakat serta perawatan-perawatan yang

dilakukan berhubungan dengan pelaksanaan perawatan gigi dan mulut. Dengan

demikian, maka pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang menggunakan

18
gigitiruan tidak dapat dilaksanakan dengan baik jika tingkat pelayanan

kesehatannya pun masih kurang. Sehingga salah satunya berdampak pada

pelaksanaan perawatan gigitiruan terutama GTC. Peradangan yang dapat terjadi

pada jaringan periodontal akibat pemakaian GTC dikarenakan syarat-syarat dari

suatu restorasi tidak terpenuhi. Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam suatu

restorasi cekat yaitu syarat biologis, syarat mekanis, dan syarat estetis. Di antara

ketiga syarat tersebut yang sangat berhubungan dengan jaringan penyangga gigi

adalah faktor biologis. Banyak faktor yang harus diperhatikan pada pembuatan

restorasi cekat dalam hal ini adalah restorasi mahkota tiruan dan gigitiruan

jembatan , antara lain yaitu faktor adaptasi tepi restorasi sangat berhubungan

dengan jaringan gingiva, karena itu tepi tersebut tidak boleh menekan atau

mengiritasi jaringan gingiva. Hal penting lainnya yaitu tepi restorasi yang tidak

berlebihan (over hanging), karena akan menyebabkan mudahnya terjadi retensi

plak penyebab utama timbulnya peradangan. Sehingga faktor yang paling penting

untuk mengendalikan dampak dari restorasi terhadap kesehatan gigi adalah

lokalisasi dari tepi mahkota relatif terhadap tepi gingiva. 3,17

Preparasi tepi servikal merupakan tahap preparasi yang paling penting

yang menentukan keberhasilan perawatan GTC, karena pada tahap preparasi ini

ditempatkan pada daerah pertemuan antara jaringan gigi penyangga dengan tepi

restorasi. Letak akhiran servikal di sekitar leher gigi yang berbatasan dengan

gingiva, sehingga plak mudah terakumulasi dan hal ini merupakan tahap awal

terjadinya penyakit periodontal.

19
Preparasi tepi servikal dapat diletakkan di supragingiva, subgingiva, atau

setinggi puncak gingiva. Namun dari beberapa ahli bidang prostodonsia dan

periodonsia menganjurkan penempatan tepi preparasi di supragingiva, karena

batas preparasinya cukup jelas terlihat, lebih mudah dibersihkan dan dikontrol

serta tidak mengiritasi gingiva.4

Selain itu, pemeliharaan dari pengguna GTC sangat berperan dalam

kesehatan jaringan periodontal. Agar pemeliharaan gigitiruan cekat dilakukan pada

pasien, maka pertama dokter gigi harus memberikan dental health education

(DHE) kepada pasien bagaimana cara menjaga kebersihan mulut pada umumnya

dan GTC pada khususnya dengan cara menggosok gigi yang benar dan melakukan

kontrol plak secara teratur.3

Keterbatasan sarana pelayanan kesehatan terutama pada pelayanan

kesehatan gigi dan mulut di Pulau Kodingareng, berdampak pada masyarakat

yang mengandalkan jasa tukang gigi. Menurut peraturan Menteri Kesehatan No.

339/Menkes/Per/V/1989 tentang pekerjaan Tukang Gigi, tukang gigi adalah

mereka yang melakukan pekerjaan di bidang penyembuhan dan pemeliharaan

kesehatan gigi dan tidak mempunyai izin untuk melakukan pekerjaannya.

Berdasarkan keputusan Dirjen Yanmed Depkes RI No. 234/ Yanmed/

KG/5/1991, wewenang tukang gigi antara lain :

1) Membuat gigitiruan lepasan dari akrilik, sebagian atau penuh.

2) Memasang gigitiruan lepasan, tidak menutupi sisa akar

3) Merujuk ke saran kesehatan yang terdekat

20
Sedangkan larangan-larangan yang tidak boleh dilakukan dalam

pelaksanaan praktek tukang gigi yaitu :18

1) Melakukan penambalan gigi dengan bahan tambalan apapun.

2) Melakukan pembuatan dan pemasangan GTC/mahkota/tumpatan tuang dan

sejenisnya.

3) Menggunakan obat-obatan yang berhubungan dengan bahan tambahan gigi,

baik sementara ataupun tetap.

4) Melakukan pencabutan gigi, baik dengan suntikan maupun tanpa suntikan.

5) Melakukan tindakan-tindakan secara medik termasuk pemberian obat-obatan

6) Mewakili pekerjaannya kepada siapapun.

21
BAB III

KERANGKA KONSEP

Gigitiruan Cekat adalah suatu gigitiruan yang menggantikan satu atau

lebih gigi alami yang hilang, yang dilekatkan secara permanen dengan

menggunakan semen ke gigi penyangga yang telah dipreparasi. Tujuan utama dari

perawatan GTC adalah memelihara gigi dan jaringan di sekitarnya yang masih ada

agar tetap sehat. Dengan tujuan tersebut, maka yang harus dipertimbangkan agar

menghasilkan keberhasilan perawatan dari GTC diantara pertimbangan faktor

periodontal dari gigi-gigi penyangga. Jaringan periodontal terdiri dari tulang

alveolar, ligamentum periodontal, sementum, dan gingiva.

Dengan melihat pertimbangan faktor periodontal dalam perawatan GTC,

maka upaya terbaik untuk mencapai tujuan dari perawatan dengan menggunakan

GTC, yaitu dilakukan tindakan pencegahan dari pemeriksaan awal secara teratur,

serta pembuatannya memenuhi syarat-syarat biologis, dalam hal ini dokter gigi

yang berperan. Selain itu, pengguna GTC juga memiliki peran dalam pemeliharaan

GTC setelah pemasangan.

Hal-hal di atas sangat penting untuk diperhatikan selama perawatan

penggunaan GTC. Hal ini karena dalam penggunaan GTC rentan untuk terjadinya

gangguan kesehatan pada jaringan periodontal atau dengan kata lain dapat terjadi

kelainan pada jaringan periodontal. Kelainan jaringan periodontal ini dapat

22
mengakibatkan ketidaknyamanan bagi pasien, pasien merasa nyeri pada bagian

gingiva nya dan masih banyak keluhan-keluhan yang dapat dirasakan pasien akibat

dari faktor-faktor tersebut.

Adapun gambaran kerangka konsep dari penelitian ini :

Masyarakat
Kodingareng

Edentulus

Gigitiruan Cekat

Kesehatan Jaringan
Gingiva

23
BAB IV

BAHAN METODE

4.1 RANCANGAN PENELITIAN

4.1.1 Ruang lingkup penelitian : Lapangan

4.1.2 Jenis Penelitian : Observasional

4.1.3 Hubungan antar variabel : Deskriptif

4.1.4 Rancangan penelitian : Cross sectional study

4.2 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

4.2.1 Tempat Penelitian.

Penelitian ini dilaksanakan di Pulau Kodingareng, Kelurahan Kodingareng,

Kecamatan Ujung Tanah, Makassar

4.2.2 Waktu Penelitian.

Penelitian ini dilakukan pada 29 April - 01 Mei 2011

4.3 POPULASI DAN SAMPEL

4.3.1 Populasi.

Populasi penelitian ini adalah seluruh penduduk Pulau Kodingareng yang

sedang menggunakan GTC.

24
4.3.2 Sampel Penelitian.

Populasi penelitian ini adalah seluruh penduduk Pulau Kodingareng yang

berusia di atas 18 tahun yang sedang menggunakan GTC

4.3.3 Kriteria sampel.

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

1. Semua masyarakat Pulau Kodingareng pengguna gigitiruan cekat dan berusia

di atas 18 tahun.

2. Masyarakat yang bersedia untuk mengikuti seluruh kegiatan penelitian dengan

adanya persetujuan dan tanda tangan informed consent.

3. Gigitiruan cekat pada penelitian ini adalah gigitiruan yang terpasang tetap

sebagai pengganti gigi yang hilang, yang dibuat di tukang gigi dan dokter gigi

Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah:

 Semua masyarakat Pulau Kodingareng yang tidak menggunakan gigitiruan

cekat.

4.4 METODE PEMILIHAN SAMPEL

Akan dilaksanakan survei awal untuk mengetahui penduduk yang sedang

menggunakan GTC. Metode pemilihan sampel yang dilakukan yaitu dengan

purposive sampling

25
4.5 ALUR PENELITIAN

Populasi dan Penggunaan Instrumen :


subjek Kuisioner,Indeks gingiva, Probe, alat diagnostik

Rumusan Pengumpulan Olah /


Masalah Data : Analisis Data

- Kuisioner
- Pemeriksaan
klinis Penyajian Data
dalam bentuk tabel
dan narasi

Simpulan dan
Saran

26
4.6 VARIABEL PENELITIAN

4.6.1. Identifikasi Variabel.

Variabel dari penelitian ini ada dua yaitu gingiva dan gigitiruan cekat.

4.6.2. Definisi Operasional.

a. Gigitiruan cekat adalah gigitiruan yang terpasang secara tetap atau tidak dapat

dilepas oleh pemakainya sebagai pengganti gigi yang telah hilang.

b. Gingiva adalah salah satu bagian dari jaringan periodontal yang secara normal

terlihat berwarna merah pucat dan tidak terjadi perdarahan pada saat di-probe.

Warna dan perdarahan yang terjadi, ditentukan dengan menggunakan Indeks

gingiva, dengan kriteria sebagai berikut :19

 Skor 0 : Kondisi periodontal sehat / tidak ada inflamasi

 Skor 1 : Terdapat inflamasi ringan, yaitu terjadi perubahan warna

gingiva dan sedikit edema; tidak ada perdarahan saat di-probe

 Skor 2 : Inflamasi moderat, yaitu terjadi kemerahan, edema dan

mengkilat, serta berdarah saat dilakukan probing.

 Skor 3 : Inflamasi berat, yaitu berwarna merah yang jelas dan edema;

ulserasi, tendensi perdarahan spontan.

4.7 TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Persiapan, meliputi mengurus surat izin untuk dilakukannya penelitian,

menyiapkan kuesioner yang akan diberikan dan diisi pada penduduk sekitar tempat

27
penelitian, dan menyiapkan instrumen lainnya untuk pemeriksaan langsung antara

lain probe dan alat diagnostik.

Tahap pelaksanaan, meliputi mengumpulkan responden pada suatu aula,

kemudian diadakan pengisian kuisioner dengan didampingi oleh peneliti. Setelah

kuisioner tersebut terisi, kemudian mengadakan pemeriksaan langsung pada

gingiva dengan menggunakan probe dan kaca mulut dengan panduan pada indeks

gingiva. Setelah pemeriksaan selesai, kemudian diadakan penyuluhan tentang

kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat yang telah berpartisipasi sebagai

responden pada penelitian ini. Setelah seluruh rangkaian penelitian dan

penyuluhan selesai, dilakukan penghitungan kuisioner yang mengkhususkan pada

pengguna gigitiruan, baik pengguna GTC, GTP, maupun GTSL.

4.8 ANALISIS DATA

Data yang telah dikumpulkan akan ditabulasi kemudian dianalisis secara

deskriptif. Analisis deskriptif meliputi tabel distribusi frekuensi dan persentasi

4.9. INSTRUMEN PENELITIAN

a. Kuisioner

b. Probe

c. Alat diagnostik

28
BAB V

HASIL PENELITIAN

Setelah dilakukan penghitungan kuisioner yang mengkhususkan pada

pengguna gigitiruan, baik pengguna GTC, GTP, maupun GTSL, maka didapatkan

data yaitu terdapat 103 responden yang menggunakan gigitiruan di Pulau

Kodingareng, dan diantara 103 responden tersebut, terdapat 12 responden yang

menggunakan GTC.

Terkhusus pada pengguna GTC, setelah dilakukan observasi umum,

wawancara, dan pemeriksaan dengan menggunakan indeks gingiva terhadap 12

orang responden , maka hasil penelitian dikelompokkan dalam tabel-tabel berikut

ini.

TABEL V.1. Distribusi frekuensi dan persentase pengguna GTC pada


masyarakat Pulau Kodingareng.
Pengguna GTC Frekuensi Persentase
Jenis Kelamin
Laki-laki 3 25
Perempuan 9 75

Tingkat Pendidikan
SD 12 100
SMP - -
SMA - -

Pekerjaan
IRT 7 58,3
Nelayan 4 33,3
Pedagang 1 8,3
Total 12 100
Sumber: Andhira AD. Data primer. 2011

29
Pada penelitian ini, persentase penggunaan GTC lebih banyak pada

perempuan yaitu 75% dan pada laki-laki 25%, dengan tingkat pendidikan terakhir

pada semua responden yaitu sekolah dasar. Persentase responden lebih banyak

bekerja sebagai ibu rumah tangga sebanyak 58,3%, nelayan 33,3% dan paling

sedikit bekerja sebagai pedagang yaitu 8,3%.

TABEL V.2 Distribusi jumlah kehilangan gigi dan lama pemakaian GTC
pada masyarakat pengguna GTC di Pulau Kodingareng.

Pengguna GTC Frekuensi Persentase

Jumlah Kehilangan Gigi


1-5 8 66,7
6-10 4 33,3

Usia Pertama kali pencabutan Gigi


≤ 20 tahun 7 58,3
21-30 tahun 3 25
31-40 tahun 2 16,7

Lama Pemakaian GTC


1-5 bulan 2 16,7
6-10 bulan 1 8,3
1-5 tahun 7 58,3
6-10 tahun 2 16,7
Total 12 100

Sumber : Andhira AD. Data primer. 2011

Pada penelitian ini, responden lebih banyak mengalami kehilangan 1-5 gigi

dengan persentase 66,7%. Persentase usia pertama kali pencabutan gigi lebih besar

pada usia ≤ 20 tahun, dengan lama pemakaian GTC 1-5 tahun yaitu sebanyak

58,3%

30
TABEL V.3. Distribusi jenis kesulitan penggunaan GTC pada masyarakat
pengguna GTC di Pulau Kodingareng

Pengguna GTC Frekuensi Persentase

Kesulitan Pembersihan GTC


Ya 5 41,7
Tidak 7 58,3

Kenyamanan Penggunaan GTC


Nyaman 6 50
Kurang Nyaman 4 33,3
Tidak Nyaman 2 16,7

Menempelnya Sisa Makanan


Ya 7 58,3
Kadang-kadang 2 16,7
Tidak 3 25

Total 12 100

Sumber : Andhira AD. Data primer. 2011

Dari 12 orang responden pengguna GTC, umumnya mengeluhkan

menempelnya sisa makanan setelah menggunakan GTC. Pada umumnya sisa

makanan menempel pada bagian interdental dan palatal.

31
TABEL V.4. Distribusi tempat pembuatan GTC pada masyarakat
pengguna GTC di Pulau Kodingareng

Pembuatan GTC Frekuensi Persentase

Tempat pembuatan GTC


Puskesmas Pembantu - -
Rumah Sakit - -
Praktek Dokter Gigi - -
Rumah Pasien 1 8,3
Rumah Tukang Gigi 11 91,7

Pembuat GTC
Dokter Gigi - -
Tukang Gigi 12 100
Mahasiswa - -
Puskesmas Pembantu - -

Lama Pembuatan GTC


Pada saat itu 2 16,7
1-2 hari - -
3-5 hari - -
1 minggu - -
2 minggu 10 83,3

Total 12 100

Sumber : Andhira AD. Data primer. 2011

Dari hasil penelitian ini, diketahui bahwa masyarakat Pulau Kodingareng

lebih banyak membuat GTC di rumah tukang gigi yaitu 91,7%, dan yang membuat

GTC tersebut adalah tukang gigi itu sendiri dengan lama pembuatan berkisar

hingga 2 minggu yaitu 83,3%. Berdasarkan hasil pengamatan, bentuk GTC yang

dibuat oleh tukang gigi yang digunakan oleh responden tidak cukup bervariasi,

karena dari 12 responden yang menggunakan GTC, hanya terdapat satu responden

yang menggunakan GTC yang terbuat dari perak. Namun kebanyakan pengguna

32
GTC di Pulau Kodingareng menggunakan GTC yang terbuat dari akrilik yang

hanya direkatkan ke gigi dengan melalui proses self-curing.

TABELV.5. Distribusi instruksi pemakaian GTC pada masyarakat


pengguna GTC di Pulau Kodingareng

Pengguna GTC Frekuensi Persentase

Pemberian Nasehat atau Instruksi


Ya, jelas 1 8,3
Ya, tidak jelas - -
Tidak ada 11 91,7

Total 12 100

Sumber : Andhira AD. Data primer. 2011

Pada pembuatan GTC, umumnya pengguna tidak mendapatkan instruksi

yang jelas dalam pemakaian GTC. Dari 12 orang responden, terdapat satu orang

yang mendapatkan instruksi berupa cara makan saat menggunakan GTC.

TABEL V.6. Distribusi kesehatan rongga mulut pada masyarakat


pengguna GTC di Pulau Kodingareng.

Pengguna GTC Frekuensi Persentase


Sariawan sebelum menggunakan GTC
Sering 2 16,7
Pernah - -
Kadang-kadang 5 41,7
Tidak pernah 5 41,7
Sariawan,semenjak menggunakan GTC
Ya 3 25
Tidak 9 75
Gusi Kemerahan Sejak penggunaan GTC
Ya 3 25
Tidak 9 75
Total 12 100
Sumber : Andhira AD. Data primer. 2011

33
Dari 12 responden yang menggunakan GTC, terdapat dua orang yang

sering mengalami sariawan pada daerah gingiva dan lidah. Selain itu, terdapat 5

orang pengguna GTC yang kadang-kadang mengalami sariawan pada daerah lidah

dan mukosa. Umumnya responden yang mengalami sariawan, menanganinya

dengan menggunakan obat alami ataupun membiarkannya begitu saja hingga

sembuh.

TABELV.7. Distribusi indeks gingiva pada pengguna GTC masyarakat


Pulau Kodingareng

Indeks gingiva Frekuensi Persentase

0 2 16,7
1 9 75
2 1 8,3
3 - -

Total 12 100

Sumber : Andhira AD. Data primer. 2011

Hasil pemeriksaan dari 12 orang pengguna GTC di Pulau Kodingareng,

terdapat 2 orang yang kondisi gingiva yang sehat atau tidak ada inflamasi, 9 orang

yang mengalami inflamasi ringan, 1 orang yang mengalami inflamasi moderat.

34
BAB VI

PEMBAHASAN

Tujuan utama perawatan gigi-geligi dengan restorasi cekat terutama

mahkota tiruan dan gigitiruan cekat adalah memelihara gigi-gigi yang masih ada

dan seluruh sistem pengunyahan. Perawatan ini akan berhasil bila pertimbangan

faktor periodontal dari gigi penyangga dan restorasi cekat diperhatikan. Restorasi

cekat dan kesehatan jaringan penyangga gigi mempunyai ikatan yang tidak

terpisahkan. Adaptasi tepi dan kontur restorasi, kehalusan permukaan, embrasure,

dan disain pontik gigitiruan cekat, mempunyai dampak biologis pada jaringan gusi

dan jaringan periodontal. Restorasi cekat mempunyai peranan yang jelas dalam

mempertahankan kesehatan jaringan gingiva dan jaringan periodontal. Kontrol

plak harus dilakukan secara teratur dan oklusi harus diperiksa secara teratur pula,

setelah pemasangan restorasi cekat.2

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian dengan melakukan

penghitungan jumlah kuisioner yang mencakup tentang pengguna gigitiruan baik

yang menggunakan GTC, GTP, maupun GTSL, tampak bahwa dari 103

masyarakat Pulau Kodingareng yang memakai gigitiruan, hanya terdapat 12 orang

sampel yang menggunakan GTC. Dari penelitian ini tampak bahwa bahwa lebih

banyak perempuan yang menggunakan GTC dibanding laki-laki (tabel 1). Data ini

menunjukkan bahwa perempuan lebih cenderung mementingkan

35
estetik dibandingkan pada laki-laki. Ini sesuai dengan hasil penelitian yang

mendapatkan bahwa laki-laki kurang peduli terhadap edentulus mereka, dan kecil

kemungkinannya untuk mengunjungi dokter gigi dibandingkan wanita.20 Maka

dapat dikatakan bahwa perempuan lebih mementingkan estetik dibandingkan pada

laki-laki.

Tingkat pendidikan erat kaitannya terhadap tuntutan masyarakat untuk

memperoleh pelayanan kesehatan. Banyak penelitian mengatakan bahwa semakin

tinggi tingkat pendidikan, maka makin tinggi pula tuntutannya untuk memperoleh

pelayanan kesehatan yang bermutu.21 Selain itu, menurut Green dan Pincus yang

dikutip oleh Situmorang, ditemukan korelasi kuat antara pendidikan dengan

kesehatan serta pendidikan dengan perilaku sehat.22 Hasil penelitian ini

mendukung pernyataan di atas, yaitu semua sampel menunjukkan bahwa tingkat

pendidikan hanya pada tingkat sekolah dasar (tabel 1). Dengan melihat hasil

penelitian bahwa tingkat pendidikan masyarakat Pulau Kodingareng yang rendah,

maka hal ini berhubungan dengan tingkat pengetahuan masyarakat terhadap

pentingnya kesehatan terutama kesehatan gigi dan mulut.

Salah satu faktor yang mempengaruhi permintaan terhadap pelayanan

kesehatan adalah pendapatan.21 Golbert menemukan bahwa makin rendah tingkat

pendapatan, makin tinggi proporsi yang mempunyai keluhan mulut. Pada

penelitian ini, pendapatan yang diperoleh berkaitan dengan pekerjaan yang

dilakukan oleh responden, menunjukkan bahwa sebagian besar mata pencaharian

masyarakat Pulau Kodingareng , yaitu sebagai nelayan dan selebihnya bekerja

sebagai pedagang (tabel 1). Rendahnya tingkat pendapatan merupakan kebanyakan


36
alasan masyarakat Pulau Kodingareng untuk tetap menggunakan jasa tukang gigi

yang notabene lebih murah walaupun dengan kualitas yang dipertanyakan.

Menurut Pelton dkk yang dikutip oleh Lesmana, memperlihatkan bahwa

setelah usia 15 tahun, kira-kira 50%, jumlah kehilangan gigi disebabkan karena

penyakit periodontal, 37% hilang karena karies, sedangkan 13% oleh akibat lain

misalnya trauma.2 Hasil penelitian ini mendukung pernyataan di atas, bahwa ≤ 20

tahun merupakan persentase tertinggi yang menunjukkan telah mengalami

pencabutan gigi (tabel 2). Dari hasil penelitian ini, masyarakat Kodingareng

mengalami pencabutan gigi pada usia yang relatif muda. Selain usia, hasil

penelitian ini juga menunjukkan bahwa kebanyakan jumlah kehilangan gigi pada

masyarakat Pulau Kodingareng yaitu 1-5 gigi (tabel 2).

Hasil penelitian pada tabel 4 menunjukkan bahwa hampir semua responden

membuat GTC di rumah tukang gigi itu sendiri, dan selebihnya membuatnya di

rumah responden masing-masing. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan

bahwa tampak kepercayaan masyarakat Pulau Kodingareng terhadap tukang gigi

untuk membuat gigitiruannya. Ada tiga faktor yang mempengaruhi individu atau

masyarakat mencari pelayanan kesehatan. Adapun faktor tersebut diantaranya

adalah sebagai berikut, (1) faktor predisposisi, meliputi pengetahuan individu,

sikap kepercayaan, nilai atau pandangan/persepsi, tradisi, normal sosial,

pendapatan, pendidikan, umur, dan status sosial; (2) faktor pendukung yang

meliputi fasilitas, personal, pelayanan kesehatan, dan kemudahan untuk

mencapainya; (3) faktor pendorong, meliputi sikap perilaku petugas kesehatan,

dorongan yang berasal dari keluarga, atau masyarakat disekitarnya. Berdasarkan


37
faktor-faktor tersebut, maka salah satu faktor yang berperan sehingga masyarakat

Pulau Kodingareng memilih untuk membuat GTC pada tukang gigi, yaitu faktor

pendukung yang meliputi fasilitas, pelayanan kesehatan, dan kemudahan untuk

mencapainya. Faktor pendukung yang dimaksudkan disini merupakan tingkat

kemudahan masyarakat Pulau Kodingareng untuk mendapatkan fasilitas kesehatan

dalam bidang kedokteran gigi. Fasilitas kesehatan di Pulau Kodingareng berupa 1

buah puskesmas pembantu, pos obat desa (POD) melalui program NGO Plan

Internasional, dan 1 buah balai pengobatan gigi dan mulut. Pelayanan kesehatan di

Pulau Kodingareng masih belum maksimal, karena faktor dari puskesmas

pembantu yang belum naik statusnya menjadi puskesmas, selain itu fasilitas

seperti pembangunan asrama untuk staf kesehatan masih dalam perencanaan.16

Dengan keterbatasan pelayanan kesehatan khususnya pada bidang kesehatan gigi

dan mulut, maka menunjukkan bahwa kurangnya sosialisasi tentang kesehatan gigi

dan mulut yang mendukung pemilihan masyarakat Pulau Kodingareng untuk lebih

mempercayakan perawatan yang dilakukan oleh tukang gigi. Berdasarkan hasil

pengamatan, bentuk GTC di Pulau Kodingareng tidak cukup bervariasi, karena

dari 12 responden yang menggunakan GTC, hanya terdapat satu responden yang

menggunakan GTC yang terbuat dari perak. Namun kebanyakan pengguna GTC di

Pulau Kodingareng menggunakan GTC yang terbuat dari akrilik. GTC yang dibuat

oleh tukang gigi tersebut merupakan gigitiruan yang hanya direkatkan ke gigi

melalui proses self-curing tanpa melalui prosedur pembuatan GTC yang

seharusnya dilakukan. Awalnya, peneliti cukup heran melihat GTC seperti itu,

38
karena GTC-nya terkesan seperti sebuah gigitiruan lepasan tetapi gigitiruan

tersebut terpasang mati.

Menurut peraturan Menteri Kesehatan No. 339/Menkes/Per/V/1989 tentang

pekerjaan Tukang Gigi, tukang gigi adalah mereka yang melakukan pekerjaan

dibidang penyembuhan dan pemeliharaan kesehatan gigi dan tidak mempunyai

izin untuk melakukan pekerjaannya.18 Tukang gigi melaksanakan pekerjaannya

tanpa izin, mungkin inilah yang mendorong tukang gigi untuk melakukan suatu

perawatan yang hanya berlandaskan dengan pengetahuan terbatas dan memiliki

pemikiran bahwa yang terpenting adalah kepuasan dari masyarakat yang meminta

jasa tukang gigi tersebut tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi yang akan

dialami oleh pengguna jasanya. Salah satu hal yang penting yang tidak dijangkau

oleh pemikiran tukang gigi yaitu pemberian instruksi bagi pengguna GTC. Hal ini

bertentangan dengan ketentuan bahwa harus ada pemberian instruksi setelah

insersi gigitiruan. Dari pemaparan tersebut, ini berhubungan dengan hasil

penelitian yang menunjukkan bahwa hampir semua responden yang membuat

GTC di tukang gigi tidak mendapatkan instruksi setelah pemakaian GTC, dan

selebihnya menyatakan bahwa tukang gigi tersebut memberi instruksi atau

pengarahan setelah pemakaian GTC, dengan pengarahan yaitu cara makan saat

menggunakan GTC (tabel 5).

Hasil penelitian pada tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar

pengguna GTC merasa nyaman dengan pemakaian GTC-nya, dan selebihnya

merasa kurang nyaman. Pada hasil tersebut, dapat dilihat bahwa masyarakat Pulau

39
Kodingareng yang menggunakan GTC masih merasa nyaman, meskipun pada

tabel 2 menunjukkan bahwa pengguna GTC yang telah menggunakan gigitiruan

nya selama 1 sampai 5 tahun memiliki persentase tertinggi. Selain itu jika dilihat

dari persentase menempelnya sisa makanan, maka menunjukkan bahwa lebih

banyak pengguna GTC mengeluhkan menempelnya sisa makanan dibandingkan

dengan persentase yang tidak mengeluhkan menempelnya sisa makanan. Pada

umumnya, pengguna mengeluhkan sisa makanan tersebut menempel pada bagian

interdental dan palatal. Kenyamanan yang dirasakan pengguna GTC tersebut

mungkin dikarenakan kurangnya mengalami kesulitan dalam hal pembersihan

gigitiruannya. Seperti pada hasil penelitian tentang kesulitan dalam membersihkan

GTC, menunjukkan bahwa sebagian besar pengguna GTC tidak mengalami

kesulitan dalam membersihkan GTC. Meskipun pada hakikatnya, penggunaan

GTC seharusnya akan merasa tidak nyaman yang dikarenakan menempelnya sisa

makanan, tetapi selain karena faktor tidak mengalami kesulitan dalam

pembersihan GTC, faktor tingkat pendidikan masyarakat Pulau Kodingareng yang

dapat berpengaruh terhadap perilaku sehat sehingga pengguna GTC masih merasa

keadaan itu nyaman untuk mereka. Selain tingkat pendidikan, kesibukan atau

pekerjaan sehari-hari dari masyarakat pengguna GTC yang membuat rasa nyaman

dan menganggap seperti hal yang biasa dalam menggunakan GTC tersebut.

Dari hasil penelitian pada tabel 6 menunjukkan bahwa sebelum

menggunakan GTC, sebagian besar responden tidak sering mengalami sariawan ,

namun tidak sedikit pula responden yang tidak pernah mengalami sariawan

sebelum menggunakan GTC-nya. Pada tabel ini juga, dapat dilihat bahwa
40
persentase pengguna GTC yang tidak mengalami sariawan sejak pemakaian GTC

lebih tinggi dibandingkan dengan persentase pengguna GTC yang mengalami

sariawan sejak pemakaian GTC. Jika dilihat dari hasil penelitian tentang

pengalaman sariawan semenjak menggunakan GTC, maka dapat dilihat bahwa

terdapat sedikit perubahan antara frekuensi terjadinya sariawan sebelum

pemakaian GTC dan setelah memakai GTC. Begitupun dengan gusi kemerahan

sejak penggunaan GTC, persentase responden yang merasa gusinya tidak menjadi

kemerahan sejak penggunaan GTC lebih tinggi dibandingkan dengan responden

yang merasa gusinya menjadi kemerahan. Sehingga dari hasil pada tabel ini,

menunjukkan bahwa tidak terjadi gangguan yang berarti di dalam rongga mulut

pengguna GTC. Hal ini dapat terjadi karena faktor makanan yang dikonsumsi

masyarakat Pulau Kodingareng dalam kesehariannya. Meskipun demikian tidak

dapat dikatakan pula, bahwa konsumsi makanan yang sudah baik tidak dapat

memicu terjadinya sariawan, karena terdapat faktor lain yang dapat memicu

terjadinya sariawan yaitu trauma akibat tergigit, faktor sistemik ataupun faktor

hormonal.

Dari hasil penelitian pada tabel 7, tampak bahwa setelah dilakukan

pemeriksaan gingiva secara langsung dengan menggunakan probe dan

menggunakan kriteria pada indeks gingiva pada pengguna GTC masyarakat Pulau

Kodingareng, maka terlihat bahwa responden yang mengalami inflamasi ringan

(skor 1) dengan tanda terjadinya perubahan ringan pada warna gingiva dan sedikit

edema, serta tidak ada perdarahan saat diprobe, memiliki presentase tertinggi,

sedangkan hanya sebagian kecil responden yang mengalami inflamasi moderat


41
(skor2) dengan tanda kemerahan, edema, dan mengkilat serta berdarah saat

diprobe serta responden yang tidak mengalami tidak mengalami inflamasi pada

jaringan gingivanya yang dapat dikatakan sehat (skor 0).

Jika dilihat dari hasil penelitian pada tabel ini, menunjukkan bahwa

keadaan gingiva pada pengguna GTC masyarakat Pulau Kodingareng masih dalam

keadaan yang relatif sehat, karena terlihat dari hasil pemeriksaan gingiva bahwa

lebih besar pengguna GTC mengalami inflamasi ringan, dan hanya terdapat satu

responden dari 12 responden yang mengalami inflamasi moderat. Keadaan ini

terjadi karena tingkat kebersihan mulut pengguna GTC cukup baik, misalnya pada

kebiasaan penyikatan gigi yang dilakukan secara teratur dalam sehari. Menurut

Wyatt yang dikutp oleh Lesmana, bila semua syarat dalam pembuatan GTC

dipenuhi, yaitu syarat biologis, syarat mekanis, dan syarat estetis, maka gigi-gigi

yang menyangga suatu GTC tidak terbukti secara signifikan akan kehilangan

tulang lebih daripada gigi bukan penyangga, dengan catatan semua subyek bebas

dari penyakit periodontal dan kontrol plak dipertahankan selama observasi.2

Namun penelitian ini terdapat kekurangan, yaitu pada pembuatan GTC yang

dilakukan oleh tukang gigi tidak melalui proses-proses pembuatan GTC yang

selayaknya dilakukan sebagai syarat dari perawatan GTC, misalnya pada tahap

preparasi gigi. Pada tahap preparasi gigi menurut Silness dan Ohm yang dikutip

oleh Lesmana, menunjukkan bahwa reaksi peradangan pada tepi gusi lebih sering

dan lebih berat bila preparasi dilakukan di bawah tepi gingiva.2 Tukang gigi yang

membuat GTC tidak melakukan tahap preparasi gigi, yang menurut pernyataan di

atas bahwa tahap ini memiliki ruang untuk menimbulkan peradangan pada tepi
42
gusi jika tidak dilakukan dengan baik. Dalam hal ini, tukang gigi dan pengguna

GTC di Pulau Kodingareng hanya memiliki dasar pemikiran bahwa gigitiruan

cekat yang mereka maksud adalah gigitiruan yang dipasang mati.

Berdasarkan uraian di atas, jumlah pengguna GTC pada masyarakat Pulau

Kodingareng sangat sedikit dengan sebagian besar wanita yang menggunakan

GTC. Dari hasil penelitian, masyarakat Kodingareng membuat gigitiruannya

dengan menggunakan jasa tukang gigi. Kenyataan ini terjadi karena masih terdapat

keterbatasan dalam hal fasilitas kesehatan, khusunya fasilitas kesehatan gigi dan

mulut. Selain faktor keterbatasan fasilitas kesehatan, faktor yang ikut mendukung

pemilihan pembuatan GTC pada tukang gigi, yaitu faktor ekonomi masyarakat

Kodingareng yang sebagian besar bekerja sebagai nelayan serta pedagang.

Rendahnya pendapatan ini dapat merupakan alasan sehingga masyarakat lebih

memilih jasa tukang gigi yang diyakini bahwa tukang gigi lebih memasang tarif

yang lebih murah dengan kualitas yang dipertanyakan. Kualitas hasil kerja dari

tukang gigi perlu dipertanyakan dapat ditinjau dari tidak didapatkannya izin untuk

melakukan pekerjaan, sehingga inilah yang mendorong tukang gigi untuk

melakukan suatu perawatan sesuai pengetahuan yang terbatas tanpa

memperhatikan dampak-dampak yang akan ditimbulkan terhadap keadaan rongga

mulut yang akan merugikan pengguna gigitiruan. Menurut hasil penelitian yang

didapatkan menunjukkan bahwa GTC yang dibuat oleh tukang gigi, tidak

memenuhi syarat prosedural dalam pembuatan GTC. Bentuk GTC yang dibuat

oleh tukang gigi tersebut yaitu gigitiruan yang hanya direkatkan ke gigi melalui

proses self-curing tanpa melalui prosedur pembuatan GTC yang seharusnya


43
dilakukan. Awalnya, peneliti cukup heran melihat GTC seperti itu, karena GTC-

nya terkesan seperti sebuah gigitiruan lepasan tetapi gigitiruan tersebut terpasang

mati. Banyak pengguna GTC yang mengeluhkan menempelnya sisa makanan

dibandingkan dengan persentase yang tidak mengeluhkan menempelnya sisa

makanan. Meskipun demikian, pengguna GTC sebagian besar masih merasa

nyaman dalam penggunaan gigitiruannya. Kenyamanan yang dirasakan mungkin

dikarenakan pengguna tidak mengalami kesulitan dalam hal pembersihannya,

selain itu faktor kesibukan atau pekerjaan sehari-hari dari masyarakat pengguna

GTC yang membuat merasa nyaman dan menganggap seperti hal yang biasa

dalam menggunakan GTC.

Setelah dilakukan pemeriksaan keadaan gingiva pada pengguna GTC,

maka didapatkan hasil bahwa keadaan gingiva masih dalam keadaan relatif sehat,

karena dalam hasil pemeriksaan menunjukkan lebih besar pengguna GTC

mengalami inflamasi ringan, dan hanya satu dari 12 responden yang mengalami

inflamasi moderat. Keadaan ini terjadi karena tingkat kebersihan mulut pengguna

GTC yang cukup baik, misalnya pada kebiasaan penyikatan gigi yang dilakukan

secara teratur dalam sehari. Ini juga dapat terlihat dari hasil penelitian yang

menunjukkan bahwa terdapat sedikit perubahan antara frekuensi terjadinya

sariawan sebelum pemakaian GTC dan setelah pemakaian GTC. Selain faktor

kebersihan mulut, faktor makanan yang dikonsumsi sehari-hari juga dapat ikut

berperan terhadap kesehatan rongga mulut khususnya pada kesehatan gingiva.

Kekurangan nutrisi diketahui dapat memberi efek terhadap fungsi imun dan

kemungkinan memberi pengaruh terhadap kemampuan host untuk melindungi diri


44
melawan berbagai efek yang merugikan.23 Dengan demikian, faktor nutrisi

memiliki peran dalam kesehatan rongga mulut terkhusus pada kesehatan gingiva.

Adapun kelemahan-kelemahan yang terdapat pada penelitian ini, antara

lain :

1. Penggunaan kuisioner sebagai instrumen penelitian. Dengan menggunakan

kuisioner, terdapat kemungkinan besar bahwa responden tidak menjawab

pertanyaan sesuai yang dialaminya. Hal ini dapat terjadi karena faktor

privasi dari responden yang tidak ingin diketahui oleh orang lain.

2. Perilaku sehat masyarakat Pulau Kodingareng. Perilaku sehat ini

berhubungan dengan tingkat pendidikan masyarakat Pulau Kodingareng

yang sebagian besar hanya sampai pada tingkat sekolah dasar, sehingga

berhubungan dengan rendahnya tingkat pengetahuan tentang pentingnya

kesehatan gigi dan mulut. Selain tingkat pendidikan, perilaku sehat juga

dapat berhubungan dengan mata pencaharian masyarakat Pulau

Kodingareng yang sebagian besar sebagai nelayan dengan tingkat

kesibukan yang tinggi serta kerasnya hidup yang dijalani. Sehingga dari

faktor-faktor tersebut, masyarakat Pulau Kodingareng menganggap hal-hal

yang seharusnya perlu diperhatikan dalam kesehatan gigi dan mulut,

dianggap menjadi suatu hal yang biasa. Salah satu contoh, yaitu pada

pertanyaan tentang rasa nyaman saat penggunaan GTC, banyak responden

yang mengatakan bahwa gigitiruan tersebut masih nyaman untuk

digunakan, walaupun penggunaan GTC seharusnya akan tidak nyaman

karena seringnya menempel sisa makanan.


45
BAB VII

PENUTUP

7.1 KESIMPULAN

1. Pengguna GTC pada masyarakat Pulau Kodingareng sangat sedikit, dengan

jumlah wanita yang memakai GTC lebih banyak dibandingkan pada pria

dengan alasan faktor estetiknya.

2. Pengguna GTC yang membuat gigitiruannya di tukang gigi, kebanyakan masih

merasa nyaman dengan pemakaian gigitiruannya, meskipun banyak pula yang

mengeluhkan seringnya menempel sisa makanan. Pengguna GTC merasa tidak

terganggu dengan keadaan tersebut dalam menjalankan kegiatan sehari-

harinya. Kesibukan serta faktor pendidikan yang mendukung tidak adanya

keluhan ketidaknyamanan terhadap pemakaian GTC.

3. Kesehatan jaringan gingiva pada pengguna GTC di Pulau Kodingareng

menunjukkan bahwa sebagian besar mengalami inflamasi ringan yang ditandai

dengan terjadinya perubahan ringan pada warna gingiva dan sedikit edema,

serta tidak ada perdarahan saat di-probing. Hanya terdapat satu responden

diantara 12 responden yang mengalami inflamasi moderat. Sehingga dapat

dilihat bahwa GTC yang responden gunakan tidak signifikan berdampak pada

kesehatan jaringan gingivanya.

45
4. Penelitian ini tidak bisa mencakup seluruh masyarakat Pulau Kodingareng

karena adanya keterbatasan penelitian.

7.2 SARAN

Dari pembahasan yang telah dipaparkan, maka penulis menyarankan :

1. Diadakan penyuluhan yang membahas tentang pentingnya pemakaian

gigitiruan untuk menggantikan gigi yang hilang, terkhususnya penggunaan

GTC untuk memperoleh konstruksi yang baik dan hanya menutupi sedikit

jaringan penyangga sehingga lebih nyaman untuk digunakan serta terpasang

cekat di dalam mulut.

2. Pengguna GTC tidak menggangap keluhan yang dialami sejak penggunaan

GTC merupakan suatu hal yang biasa, karena akan menimbulkan dampak yang

buruk terhadap kesehatan rongga mulut.

3. Meskipun penggunaan GTC yang dibuat oleh tukang gigi tidak berdampak

secara signifikan terhadap kesehatan gingiva, namun terjadinya perubahan

ringan pada warna gigi serta sedikit edema, tidak dapat diabaikan begitu saja,

karena lama-kelamaan jika dibiarkan, status dari inflamasi ringan akan berubah

menjadi inflamasi yang lebih berat, sehingga pengguna GTC memeriksakan

keadaan jaringan gingiva pada tenaga medis, terkhususnya dokter gigi.

4. Melakukan persiapan dengan sebaik-baiknya sebelum melaksanakan

penelitian, seperti memastikan bahwa semua masyarakat Pulau Kodingareng

telah mengetahui akan diadakannya kegiatan penelitian didaerah tersebut.


46
DAFTAR PUSTAKA

1. Jubhari EH. Upaya untuk mengurangi preparasi gigi : Fung shell bridge.
Jurnal Kedokteran Gigi Dentofasial 2007;6(1):27-9.

2. Lesmana RA. Faktor-faktor periodontal dengan gigitiruan cekat. Jurnal


Kedokteran Gigi Universitas Indonesia 1999;6(3):35-40.

3. Machmud E. Desain preparasi gigitiruan cekat mempengaruhi kesehatan


jaringan periodontal. Jurnal Kedokteran Gigi Dentofasial 2008;7(1):13-4.

4. Pemkot rehabilitasi puskesmas di Pulau Kodingareng. Available


from:http://www.antara-sulawesiselatan.com/berita/22838/pemkot-
rehabilitasi-puskesmas-di-pulau-kodingareng. Accessed on: Desember 20,
2010

5. Shilingburg H, Hobo S, Whitsett L, Richard J, Brackett S. Fundamentals of


fixed prosthodontics. 3rd Ed. North Kimberly Drive: Quintessence Publishing
Co, Inc; 1997.p.1

6. Allan DN, Foreman PC. Mahkota dan jembatan (crown and bridge
prosthodontics:an illustrated handbook). Alih bahasa: Djaya A. Editor;
Juwono L. Jakarta : Hipokrates, 1994; p.81

7. Barclay CW, Walmsley AD. Fixed and removable prosthodontics. 2nd ed.
Tottenham: Churchill livingstone;2001.p. 115-22

8. Fiorellini JP, Kim DM, Ishikawa SO. The tooth-supporting structures. In:
Newman MG, Takei HH, Carranza FA, editors. Carranza’s clinical
periodontology. 10th Ed. Philadelphia: WB Saunder Co;2005. p.68

9. Fiorellini JP, Kim DM, Ishikawa SO. The gingival. In: Newman MG, takei
HH, Carranza FA, editors. Clinical periodontology. 9th ed. Philadelphia: WB
Saunder Co; 2002. p.46.

10. Itoiz ME, Carranza FA. The gingival. In: Newman MG, takei HH, Carranza
FA, editors. Clinical periodontology. 9th ed. Philadelphia : WB Saunder Co;
2002. p.16-7.

11. Manhold, John A, Balbo MP. Ilustrated dental terminology with spansh,
French, and german correlation. 7th ed. Philadelphia: JB Lippincott;1985.p.76

47
12. Zigurs G, Vidzis A, Brinkmane A. Halitosis manifestation and prevention
means for patients with fixed teeth dentures. J Stomatologija, Baltic Dental
and Maxillofacial 2005;7:3-6

13. Carranza FA, Rapley JW, Haake SK. Gingival inflammation. In : Newman
MG, Takei HH, Carranza FA, editors. Clinical periodontology.9th ed.
Philadelphia: WB Saunder Co;2002.p.263-4

14. Public dental services in Australia:whose responsibility. Available from :


http://nrha.ruralhealth.org.au/cms/uploads/publications/public%20dental%20s
ervices%20in%20australia.pdf. Accessed on: Mei 18, 2011

15. Dental public health. Available from:


http://www.vch.ca/media/Performance_Plan_Dental.pdf. Accessed on: Mei,
18 2011

16. Pulau Kodingareng Lompo. Available from : http://griyawisata.com/


Accessed on: Desember 20, 2010

17. Padburg Jr A, Eber R, Wang H-L. Interactions between the gingiva and the
margin of restorations. J Clin Periodontal 2003;30:379-85

18. Hubungan karakteristik pengguna gigi palsu dengan pemanfaatan jasa tukang
gigi. Available from :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14734/1/09E00980.pdf.
Accessed on: Mei, 18 2011

19. Beck JD, Arbes SJ. Epidemiology of gingival and periodontal diseases. In:
Newman MG, Takei HH, Carranza FA, editor. Carranza’s clinical
periodontology. 10th ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company; 2005.p.115.

20. Pan S, Awad M, Thomason JM, Dufresne E, Kobayashi T, Kimoto S, et all.


Sex differences in denture satisfaction. Journal of Dentistry 2008;36:302.

21. Situmorang N. Perilaku sakit: suatu tinjauan sosial cultural. Dentika Dent J
2003;2(8):265

22. Fabiola I. Faktor-faktor yang berhubungan dengan angka kunjungan


masyarakat ke klinik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gajah Mada.
Jurnal Persatuan Dokter Gigi Indonesia 2006;56(1):37-8.

23. Novak MJ. Classification of diseases and conditions affecting the


periodontium. In : Newman MG, Takei HH, Carranza FA, editors. Clinical
periodontology.9th ed. Philadelphia: WB Saunder Co;2002.p.65-6
44

Anda mungkin juga menyukai