LP Ca Colon
LP Ca Colon
CA COLON
Karsinoma atau kanker kolon ialah keganasan tumbuh lambat yang paling sering
ditemukan daerah kolon terutama pada sekum, desendens bawah, dan kolon sigmoid.
Prognosa optimistic; tanda dan gejala awal biasanya tidak ada. (Susan Martin
Tucker,1998).
Kanker kolon adalah tumbuhnya sel-sel ganas di permukaan dalam usus besar
(kolon) atau rectum. Lokasi tersering timbulnya kanker kolon adalah di bagian
sekum, asendens, dan kolon sigmoid, salah satu penatalaksanaannya adalah dengan
membuat kolostomi untuk mengeluarkan produksi faeces. Kanker colon adalah
penyebab kedua kematian di Amerika Serikat setelah kanker paru-paru (ACS 1998).
Stadium pada pasien kanker kolon menurut Syamsu hidyat (1197) diantaranya:
a. Stadium I bila keberadaan sel-sel kanker masih sebatas pada lapisan dinding usus
besar (lapisan mukosa).
b. Stadium II terjadi saat sel-sel kanker sudah masuk ke jaringan otot di bawah
lapisan mukosa.
c. Stadium III bila sel kanker sudah menyebar ke sebagian kelenjar limfe
yang banyak terdapat di sekitar usus.
d. Stadium IV terjadi saat sel-sel kanker sudah menyerang seluruh kelenjar limfe
atau bahkan ke organ-organ lain.
1.5 Pemeriksaan Penunjang Ca Colon
Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu :
a. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi perlu dilakukan baik sigmoidoskopi maupun
kolonoskopi. Pemeriksaan kolonoskopi atau teropong usus ini dianjurkan segera
dilakukan bagi mereka yang sudah mencapai usia 50 tahun. Kolonoskopi
dilakukan untuk menemukan kanker kolorektal sekaligus mendapatkan jaringan
untuk diperiksa di laboratorium patologi. Alat tersebut dapat melihat sepanjang
usus besar, memotretnya, sekaligus biopsy tumor bila ditemukan. Dengan
kolonoskopi dapat dilihat kelainan berdasarkan gambaran makroskopik. Bila
tidak ada penonjolan atau ulkus, pengamatan kolonoskopi ditunjukan pada
kelainan warna, bentuk permukaan, dan gambaran pembuluh darahnya.
b. Radiologis
Pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan antara lain adalah foto dada dan
foto kolon (barium enema). Foto dada dilakukan untuk melihat apakah ada
metastasis kanker ke paru.
c. Ultrasonografi (USG)
Sulit dilakukan untuk memeriksa kanker pada kolon, tetapi digunakan untuk
melihat ada tidaknya metastasis kanker ke kelenjar getah bening di abdomen dan
hati.
d. Histopatologi
Biopsy digunakan untuk menegakkan diagnosis, gambar hispatologis karsinoma
olon adalah adenokarsinoma dan perlu ditentukan diferensiansi sel.
e. pemeriksaan Hb
pemeriksaan ini penting untuk memeriksa kemungkinan pasien mengalami
pendarahan (FKUI, 2001 : 210). Selain itu, pemeriksaan darah samar (occult
blood) secara berkala, untuk menentukan apakah terdapat darah pada tinja atau
tidak.
f. Pemeriksaan colok dubur, oleh dokter bila seorang mencapai usia 50 tahun.
Pemeriksaan tersebut sekaligus untuk mengetahui adanya kelainan pada prostat.
g. Barium enema
Pada pemeriksaan enema barium, bahan cair barium dimasukkan ke usus besar
melalui dubur dan siluit (bayangan)-nya dipotret dengan alat rontgen. Pada
pemeriksaan ini hanya dapat dilihat bahwa ada kelainan, mungkin tumor, dan bila
aa perlu diikuti dengan pemeriksaan kolonoskopi. Pemeriksaan ini juga dapat
mendeteksi kanker dan polip yang besarnya melebihi satu sentimeter.
Kelemahannya, pada pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan biopsy.
h. Laboratorium
Tidak ada pertanda yang khas untuk karsinoma kolorektal, walaupun demikian
setiap pasien yang mengalami perdarahan perlu diperiksa Hb. Tumor marker
(pertanda tumor) yang biasa dipakai adalah CEA. Kadar CEA lebih dari 5 mg/ml
biasanya ditemukan karsinoma kolorektal yang sudah lanjut. Berdasarkan
penelitian CEA tidak bisa digunakan untuk mendeteksi secara dini karsinoma
kolorektal, sebab ditemukan titer lebih dari 5 mg/ml hanya pada sepertiga kasus
stadium III, pasien dengan buang air besar lender berdarah, perlu diperiksa
tinjanya secara bakteriologis terhadap shigella dan juga amoeba.
i. Scan (misalnya MRI, CZ: gallium) dan ultrasound: dilakukan untuk tujuan
diagnostic, ientifikasi metastatic, dan evaluasi respons pada pengobatan.
b. Penataksanaan bedah
Pembedahan adalah tindakan primer untuk kebanyakan kanker kolon dan rectal,
pembedahan dapat bersifat kuratif atau paliatif. Kanker yang terbatas pada satu
sisi dapat diangkat dengan kolonoskop. Kolostomi laparoskopik dengan
polipektomi merupakan suatu prosedur yang baru dikembangkan untuk
meminimalkan luasnya pembedahan suatu prosedur yang baru dikembangkan
untuk meminimalkan luasnya pembedahan pada beberapa kasus. Apabila tumor
sudah menyebar dan mencakup struktur vital sekitar, operasi tidak dapat
dilakukan. Tipe pembedahan tergantung dari lokasi dan ukuran tumor.
c. Penataksanaan keperawatan
- Dukungan adaptasi dan kemandirian
- Meningkatkan kenyamanan
- Mempertahankan fungsi fisiologis optimal
- Mencegah komplikasi
- Memberikan informasi tentang proses/kondisi penyakit, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan.
d. Penatalaksanaan diet
- Cukup mengkonsumsi serat, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Serat
dapat melancarkan pencernaan dan buang air besar sehingga berfungsi
menghilangkan kotoran dan zat yang tidak berguna diusus, karena kotoran
yang terlalu lama mengedap diusus akan menjadi racun yang memicu sel
kanker.
- Kacang-kacangan (lima porsi setiap hari)
- menghindari makanan yang mengandung lemak jenuh dan kolesterol tinggi
terutama yang terdapat pada daging hewan.
- menghindari makanan yang diawetkan dan pewarna sintetik, karena
hal tersebut dapat memicu sel karsinogen / sel kanker.
- menghindari minuman beralkohol dan rokok yang berlebihan.
- melaksanakan aktivitas fisik atau olahraga secara teratur.
1.8 Pathway (harus pada sampai masalah keperawatan)
Ca Colon
Intake in adekuat
Objektif
Tampilan atipikal pada lansia (misalnya, perubahan status mental, inkontinensia
urine, jatuh tanpa sebab jelas, dan peningkatan suhu tubuh)
Darah merah segar menyertai pengeluaran feses
Perubahan pada suara abdomen (borborigmi)
Perubahan pada pola defekasi
Penurunan frekuensi
Penurunan volume feses
Distensi abdomen
Feses yang kering, keras, dan padat
Bising usus hipoaktif atau hiperaktif
Pengeluaran feses cair
Massa abdomen dapat dipalpasi
Massa rectal dapat dipalpasi
Bunyi pekak pada perkusi abdomen
Adanya feses, seperti pasta direktum
Flatus berat
Mengejan saat defekasi
Tidak mampu mengeluarkan feses
Muntah
2.2.3 Faktor yang berhubungan
Fungsional
Kelemahan otot abdomen
Kebiasaan menyangkal dan mengabaikan desakan untuk defekasi
Eleminasi atau defekasi yang tidak adekuat (misalnya, tepat waktu, posisi saat
defekasi, dan privasi)
Aktivitas fisik yang tidak memadai
Kebiasaan defekasi yang tidak teratur
Perubahan lingkungan baru-baru ini
Psikologis
Depresi
Stress emosi
Konfusi mental
Farmakologis
Antasida yang mengandung alumunium
Antikolinergis
Antikonvulsan
Antidepresan
Agens antilipemik
Garam bismuth
Kalsium karbonat
Penyekat saluran kalsium
Diuretic
Garam besi
Overdosis laksatif
Agens anti-inflamasi nonsteroid
Opiate
Fenotiazid
Sedative
Simpatomimetik
Mekanis
Ketidakseimbangan elektrolit
Hemoroid
Megakolon (penyakit hirschsprung)
Kerusakan neurologis
Obesitas
Obstruksi pascapembedahan
Kehamilan
Pembesaran prostat
Abses atau ulkus pada rectum
Fisura anal rectum
Striktur anal rectum
Prolaps rectum
Rektokel
Tumor
Fisiologis
Perubahan pola makan dan jenis makanan yang biasa dokonsumsi
Penurunan motilitas saluran cerna
Dehidrasi
Kondisi gigi atau haygine oral yang tidak adekuat
Asupan serat yang tidak mencukupi
Asupan cairan yang tidak mencukupi
Pola makan yang buruk
2.3 Perencanaan
Diagnosa 1: konstipasi
2.3.1 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria):
Tujuan : pola eleminasi dalam rentang yang diharapkan; feses lembut dan
berbentuk.
Kriteria hasil :
- Klien akan menunjukkan pengetahuan akan program defekasi yang
dibutuhkan.
- Melaporkan keluarnya feses dengan berkurang-nya nyeri dan mengejan.
(.................................................) (................................................)