1.2 Fisiologi
Uterus berbentuk seperti buah avokad atau buah pir yang sedikit gepeng
ke arah depan belakang. Ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai
rongga. Dindingnya terdiri atas otot-otot polos. Ukuran panjang uterus
adalah 7-7,5 cm, lebar di atas 5,25 cm, tebal 2,5 cm, dan tebal dinding 1,25
cm. Letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah anteversiofleksio
(serviks ke depan dan membentuk sudut dengan vagina, sedangkan korpus
uteri ke depan dan membentuk sudut dengan serviks uteri). Uterus
rnempunyai tiga fungsi yaitu dalam siklus menstruasi sebagai peremajaan
endometrium, dalam kehamilan sebagai tempat tumbuh dan berkembang
janin, dan dalam persalinan berkontraksi sewaktu melahirkan dan sesudah
melahirkan (Hacker, 2001).
Uterus terdiri atas (1) fundus uteri; (2) korpus uteri; dan (3) serviks uteri.
Fundus uteri adalah bagian uterus proksimal; di situ kedua tuba Falloppii
masuk ke uterus. Korpus uteri adalah bagian uterus yang terbesar.Pada
1
kehamilan bagian ini mempunyai fungsi utama sebagai tempat janin
berkembang, Rongga yang terdapat di korpus uteri disebut kavum uteri
(rongga rahim). Serviks uteri terdiri atas (1) pars vaginalis servisis uteri
yang dinamakan porsio; (2) pars supravaginalis servisis uteri yaitu bagian
serviks yang berada di atas vagina. (Hacker, 2001).
Secara histologik dari dalam ke luar, uterus terdiri atas (1) endometrium
di korpus uteri dan endoserviks di serviks uteri; (2) otot-otot polos; dan
(3) lapisan serosa, yakni peritoneum viserale. Endometrium terdiri atas
epitel kubik, kelenjar-kelenjar dan jaringan dengan banyak pembuluh
darah yang berkeluk-keluk, Endometrium melapisi seluruh kavum uteri
dan mempunyai arti penting dalam siklus haid perempuan dalam masa
reproduksi. (Rasjidi, 2008)
Uterus diberi darah oleh arteria Uterina kiri dan kanan yang terdiri atas
ramus asendens dan ramus desendens. Pembuluh darah ini berasal dari
arteria Iliaka Interna (disebut juga arteria Hipogastrika) yang melalui dasar
ligamentum latum masuk ke dalam uterus di daerah serviks kira-kira 1,5
cm di atas forniks lateralis vagina. Pembuluh darah lain yang memberi
pula darah ke uterups adalah arteria Ovarika kiri dan kanan. (Rasjidi, 2008)
2
II. Konsep penyakit prolaps uteri
2.1 Definisi
Abnormal Uterine Bleeding atau Perdarahan Uterus Abnormal merupakan
perdarahan yang terjadi diluar siklus menstruasi yang dianggap normal.
Perdarahan Uterus Abnormal dapat disebabkan oleh faktor hormonal,
berbagai komplikasi kehamilan, penyakit sistemik, kelainan endometrium
(polip), masalah-masalah serviks atau uterus (leiomioma) atau kanker.
Namun pola perdarahan abnormal seringkali sangat membantu dalam
menegakkan diagnosa secara individual. (Ralph. C Benson, 2009).
3
Perdarahan Perdarahan uterus yang terjadi pada wanita menopause yang
pasca sekurang-kurangnya sudah tidak mendapatkan haid selama 12
menopause bulan.
Perdarahan Perdarahan uterus yang ditandai dengan hilangnya darah yang
uterus abnormal sangat banyak dan menyebabkan gangguan hemostasisis
akut (hipotensi , takikardia atau renjatan).
Perdarahan Perdarahan uterus yang bersifat ovulatoir atau anovulatoir yang
uterus disfungsi tidak berkaitan dengan kehamilan, pengobatan, penyebab
iatrogenik, patologi traktus genitalis yang nyata dan atau
gangguan kondisi sistemik.
(Ralph. C Benson, 2009).
2.3 Klasifikasi
a. Perdarahan uterus abnormal akut
Perdarahan haid yang banyak sehingga perlu dilakukan penanganan
yang cepat untuk mencegah kehilangan darah. Perdarahan uterus
abnormal akut dapat terjadi pada kondisi PUA kronik atau tanpa
riwayat sebelumnya.
b. Perdarahan uterus abnormal kronik
Merupakan terminologi untuk perdarahan uterus abnormal yang telah
terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi ini biasanya tidak memerlukan
penanganan yang cepat dibandingkan PUA akut.
c. Perdarahan tengah (intermenstrual bleeding)
Perdarahan haid yang terjadi di antara 2 siklus haid yang teratur.
Perdarahan dapat terjadi kapan saja atau dapat juga terjadi di waktu
yang sama setiap siklus. Istilah ini ditujukan untuk menggantikan
terminologi metroragia. (Ralph. C Benson, 2009).
4
Pertumbuhan lesi lunak pada lapisan endometrium uterus, baik
bertangkai maupun tidak, berupa pertumbuhan berlebih dari stroma
dan kelenjar endometrium dan dilapisi oleh epitel endometrium.
Biasanya terjadi pada fundus dan dapat melekat dengan adanya tangkai
yang ramping (bertangkai) atau dasar yang lebar (tidak bertangkai).
Kadang-kadang polip prolaps melalui serviks. Polip biasanya bersifat
asimptomatik, tetapi dapat pula meyebabkan PUA, paling umum
berupa perdarahan banyak dan di luar siklus atau perdarahan bercak
ringan pasca menopause.
b. Adenomiosis (PUA-A)
Di jumpainya jaringan stroma dan kelenjar endometrium ektopik pada
lapisan miometrium. Gejala yang biasa ditemukan yaitu nyeri haid,
nyeri saat senggama, nyeri menjelang atau sesudah haid, nyeri saat
buang air besar, atau atau nyeri pelvik kronik. Gejala nyeri tersebut
dapat disertai dengan perdarahan uterus abnormal berupa perdarahan
banyak yang terjadi dalam siklus.
5
c. Leiomioma (PUA-L)
Pertumbuhan jinak otot polos uterus pada lapisan miometrium.
Jenis berdasarkan lapisan uterus tempat tumbuhnya yaitu
Submukosa, Intramural, Subserosa. Mioma submukosa dan
subserosa ada yang bertangkai (pedunculated). Mioma submukosa
bertangkai seringkali sampai keluar melewati ostium uteri
eksternum yang disebut sebagai mioma lahir (myoom geburt).
6
g. Endometrial (PUA-E)
Gangguan hemostatis local endometrium yang memiliki kaitan erat
dengan terjadinya perdarahan uterus.
h. Iatrogenik (PUA-I)
Perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan intervensi
medis seperti penggunaan estrogen, progesterin, atau AKDR.
Perdarahan haid di luar jadwal yang terjadi akibat penggunaan
estrogen atau progestin dimasukkan dalam istilah perdarahan sela atau
breakthrough bleeding (BTB). Perdarahan sela terjadi karena
rendahnya konsentrasi estrogen dalam sirkulasi yang dapat disebabkan
oleh sebagai berikut:
1. Pasien lupa atau terlambat minum pil kontrasepsi’
2. Pemakaian obat tertentu seperti rifampisin
3. Perdarahan haid banyak yang terjadi pada perempuan pengguna
anti koagulan (warfarin, heparin, dan low molecular weight
heparin) dimasukkan ke dalam klasifikasi PUA-C.
2.4 Etiologi
a. Komplikasi kehamilan
1. Perdarahan implantasi
2. Abortus
3. Kehamilan ektopik
4. Kehamilan mola, penyakit trofoblastik
5. Komplikasi plasenta
6. Vasa previa
7. Hasil konsepsi yang tertahan
8. Subinvolusi uterus setelah kehamilan
b. Infeksi dan Inflamasi
1. Vulvitis
2. Vaginitis
7
3. Servitis
4. Endometritis
c. Hiperplasia dan Neoplasia
1. Vagina: karsinoma, penyakit trofoblastik metastatic, sarcoma
botryoides.
2. Serviks: polip, papiloma, karsinoma.
3. Endometrium: hyperplasia, polip, karsinoma, sarcoma, penyakit
trofoblastik.
4. Miometrium: leiomoima, leiomiosarkoma, miosis stroma
endolimfatik (hemangioperisitoma).
5. Ovarium : tumor-tumor sel teka granulose yang menghasilkan
estrogen; tumor-tumor lain atau kista dapat merangsang hormone
stromaovarium.
6. Tuba falopii: karsinoma.
d. Trauma
1. Perdarahan post operatif
2. Laserasi Obstetrik
3. Benda asing dalam vagina
4. Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR)
e. Endometriosis
f. Adenomiosis
g. Aneurisma sirsiod- fistula arteriovenosa
h. Kelainan hematologik atau sistemik
1. Trombositopenia
2. Penyakit Von Willebrand
3. Terapi antikoagulan
4. Koagulasi intravascular diseminata
5. Hipertensi
6. Hipotiroidi (lebih banyak terjadi pada hipotiroidi daripada
hipertiroidi)
7. Leukemia
8. Penyakit hepar
(Ralph. C Benson, 2009).
8
2.5 Tanda dan Gejala
AUB dapat dikatakan memiliki manifestasi khusus yaitu kejadiannya tidak
dapat diramalkan dan biasaanya tidak menimbulkan rasa nyeri,perdarahan
dapat sangat banyak berlangsung lama setelah interfal amenore atau
berupa perdarahan yang betul-betul tidak teratur dan timbul lebih
sering.biasanya keadaan ini berhubungan dengan infertilitas (Ralph. C
Benson, 2009).
2.6 Patofisiolgis
a. Perdarahan ovulatoar
Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan
disfungsional dengan siklus pendek (polimenorea) atau panjang
(oligomenorea). Untuk menegakkan diagnosis perdarahan ovulatoar,
perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jika karena
perdarahan yang lama dan tidak teratur siklus haid tidak dikenali lagi,
maka kadang-kadang bentuk kurve suhu badan basal dapat menolong.
Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium
tipe sekresi tanpa adanya sebab organik, maka harus dipikirkan
sebagai etiologinya :
1. Korpus luteum persistens; dalam hal ini dijumpai perdarahan
kadang-kadang bersamaan dengan ovarium membesar. Sindrom
ini harus dibedakan dari kehamilan ektopik karena riwayat
penyakit dan hasil pemeriksaan panggul sering menunjukkan
banyak persamaan antara keduanya. Korpus luteum persisten
dapat pula menyebabkan pelepasan endometrium tidak teratur
(irregular shedding). Diagnosa irregular shedding dibuat dengan
kerokan yang tepat pada waktunya, yakni menurut Mc Lennon
pada hari ke-4 mulainya perdarahan. Pada waktu ini dijumpai
endometrium dalam tipe sekresi disamping tipe nonsekresi.
2. Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual
spotting, menoragia atau polimenorea. Dasarnya ialah kurangnya
produksi progesteron disebabkan oleh gangguan LH releasing
factor. Diagnosis dibuat, apabila hasil biopsi endometrial dalam
fase luteal tidak cocok dengan gambaran endometrium yang
seharusnya didapat pada hari siklus yang bersangkutan.
9
3. Apopleksia uteri; pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi
pecahnya pembuluh darah dalam uterus.
4. Kelainan darah, seperti anemia, purpura trombositopenik dan
gangguan dalam mekanisme pembekuan darah.
b. Perdarahan anovulatoar
Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium.
Dengan menurunnya kadar estrogen dibawah tingkat tertentu, timbul
perdarahan yang kadang-kadang bersifat siklis, kadang-kadang tidak
teratur sama sekali. Fluktuasi kadar estrogen ada sangkut-pautnya
dengan jumlah folikel yang pada suatu waktu fungsional aktif.
Folikel-folikel ini mengeluarkan estrogen sebelum mengalami atresia,
dan kemudian diganti oleh folikel-folikel baru. Endometrium dibawah
pengaruh estrogen tumbuh terus, dan dari endometrium yang mula-
mula proliferatif dapat terjadi endometrium bersifat hiperplasia kistik.
Jika gambaran itu dijumpai pada sediaan yang diperoleh dengan
kerokan, dapat diambil kesimpulan bahwa perdarahan bersifat
anovulatoar.
10
2.7 Patway
proliferasi
Perdarahan abnormal
2.8 Komplikasi
a. Infertilitas akibat tidak adanya ovulasi
b. Anemia berat akibat perdarahan yang berlebihan dan lama
c. Pertumbuhan endometrium yang berlebihan akibat ketikseimbangan
hormonal merupakan faktor penyebab kanker endometrium
11
c. Penamponan vagina atau serviks unutk lesi-lesi serviks maligna.
d. Laparotomi untuk kehamilan ektopik.
e. Penjahitan laserasi vagina.
f. Radiasi untuk lesi-lesi keganasan.
g. Pengeluaran AKDR.
h. Histerektomi untuk leiomiomata.
12
c. Riwayat penyakit keluarga
Kaji riwayat keluarga dlm kelainan ginekologi
1.3.3 Pengkajian Fisik
a. Pemeriksaan kesadaran klie, BB / TB, tekanan darah, nadi,
pernafasan dan suhu
b. Head To Toe
1) Rambut : warna rambut, jenis rambut, bau nya, apakah
ada luka lesi / lecet
2) Mata : sklera nya apakah ihterik / tdk, konjungtiva
anemis / tidak, apakah palpebra oedema / tidak,
bagaimana fungsi penglihatan nya baik/tidak, apakah
klien menggunakan alat bantu penglihatan / tidak. Pada
umu nya ibu hamil konjungtiva anemis
3) Telinga : apakah simetris kiri dan kanan, apakah ada
terdapat serumen / tidak, apakah klien menggunakan alt
bantu pendengaran / tidak, bagaimana fungsi
pendengaran klien baik / tidak
4) Hidung : apakah klien bernafas dengan cuping hidung
/ tidak, apakah terdapat serumen / tidak, apakah fungsi
penciuman klien baik / tidak
5) Mulut dan gigi : bagaimana keadaan mukosa bibir
klien, apakah lembab atau kering, keadaan gigi dan gusi
apakah ada peradangan dan pendarahan, apakah ada
karies gigi / tidak, keadaan lidah klien bersih / tidak,
apakah keadaan mulut klien berbau / tidak. Pada ibu
hamil pada umum nya berkaries gigi, hal itu disebabkan
karena ibu hamil mengalami penurunan kalsium
6) Leher : apakah klien mengalami pembengkakan
tyroid
7) Genitalia : apakah ada varises atau tidak, apakah ada
oedema / tidak pada daerah genitalia klien, kebersihan
genetalia apakah terjaga atau tidak.
8) Intergumen : warna kulit, keadaan kulit, dan turgor kulit
baik / tidak.
13
1.3.4 Pemeriksaan Penunjang
a. Data laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap (NB, HT, SDP)
b. Pemeriksaan fisiki
Ada tidaknya benjolan dan ukuran benjolan
14
j) Bukti nyeri yang dapat diamati
k) Berfokus pada diri sendiri
l) Gangguan tidur, missal; mata terlihat layu, gerakan tidak
teratur atau tidak menentu dan tidak menyeringai
c. Faktor yang berhubungan
Agen-agen penyebab cedera; biologis, kimia, fisik dan psikologi
15
i) Gembira berlebihan
j) Nyeri dan peningkatan ketidakberdayaan yang persisten
k) Marah
l) Menyesal
m) Perasaan takut
n) Khawatir
3) Fisiologis
a) Wajah tegang
b) Peningkatan keringat
c) Peningkatan ketegangan
d) Terguncang
e) Gemetar/tremor
f) Suara bergeta
4) Parasimpatis
a) Nyeri abdomen
b) Penurunan TD, nadi
c) Diare
d) Pingsan
e) Keletihan
f) Mual
g) Gangguan tidur
h) Kesemutan pada ekstremitas
i) Sering berkemih
5) Simpatis
a) Anoreksia
b) Mulut kering
c) Wajah kemerahan
d) Jantung berdebar-debar
e) Peningkatan TD, nadi, reflek, pernapasan
f) Dilatasi pupil
g) Kesulitan bernapas
h) Kedutan otot
i) Kelemahan
6) Kognitif
a) Kesadaran terhadap gejala-gejala fisiologis
16
b) Bloking fikiran
c) Konfusi
d) Penurunan lapang pandang
e) Kesulitan untuk berkonsentrasi
f) Keterbatasan kemampuan untuk menyelesaikan masalah
g) Keterbatasan kemampuan untuk belajar
h) Takut terhadap konsekuensi yang tidak spesifik
i) Mudah lupa
j) Gangguan perhatian
k) Melamun
l) Kecenderungan untuk menyalahkan orang lain
17
Pertahanan tubuh primer tidak adekuat
1) Gangguan integritas kulit
2) Gangguan peristalsis
3) Merokok
4) Pecah ketuban dini
5) Pecah ketuban lambat
6) Penurunan kerja siliaris
7) Perubahan pH sekresi
8) Stasis cairan tubuh
1.5 Perencanaan
Diagnosa 1 : Nyeri Aku
a. Tujuan dan kriteria hasil
Memperlihatkan pengendaian nyeri, yang dibuktikan oleh
indicator sebagai berikut:
1) Mengenali awitan nyeri
2) Menggunakan tindakan pencegahan
3) Melaporkan nyeri dapat dikendaikan
b. Intervensi keperawatan dan rasional
1) Pengkajian
a) Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan
pertama untuk mengumpulkan informasi pengkajian
b) Minta pasien untuk menilai nyeri dengan skala 0-10.
c) Gunakan bagan alir nyeri untuk mementau peredaan
nyeri oleh analgesic dan kemungkinan efek sampingnya
d) Kaji dampak agama, budaya dan kepercayaan, dan
lingkungan terhadap nyeri dan respon pasien
e) Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata-kata yang
sesuai usia dan tingkat perkembangan pasien
18
f) Manajemen nyeri:
g) lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi
lokasi, karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas atau keparahan nyeri dan factor
presipitasinya
h) Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan,
khususnya pada mereka yang tidak mampu
berkomunikasi efektif
2) Penyuluhan untuk pasien/keluarga
a) Sertakan dalam instruksi pemulangan pasien obat
khusus yang harus diminum, frekuensi, frekuensi
pemberian, kemungkinan efek samping, kemungkinan
interaksi obat, kewaspadaan khusus saat mengkonsumsi
obat tersebut dan nama orang yang harus dihubungi bila
mengalami nyeri membandel.
b) Instruksikan pasien untuk menginformasikan pada
perawat jika peredaan nyeri tidak dapat dicapai
c) Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat
meningkatkan nyeri dan tawarkan strategi koping yang
ditawarkan
d) Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesic narkotik
atau oploid (resiko ketergantungan atau overdosis)
e) Manajemen nyeri
f) Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri,
berapa lama akan berlangsung, dan antisipasi
ketidaknyamanan akibat prosedur
g) Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (relaksasi,
distraksi, terapi)
3) Aktivitas kolaboratif
a) Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiate
yang terjadwal (missal, setiap 4 jam selama 36 jam) atau
PCA
b) Manajemen nyeri:
c) Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri
menjadi lebih berat
19
d) Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau
jika keluhan saat ini merupakan perubahan yang
bermakna dari pengalaman nyeri pasien dimasa lalu
4) Perawatan dirumah
a) Intervensi di atas dapat disesuaikan untuk perawatan
dirumah
b) Ajarkan klien dan keluarga untuk memanfaatkan
teknologi yang diperlukan dalam pemberian obat
Diagnosa 2 : Ansietas
a. Tujuan dan Kriteria Hasil
Ansietas berkurang, dibuktikan oleh tingkat ansietas hanya ringan
sampai sedang dan selau menunjukkan pengendalian diri terhadap
ansietas, diri, koping. Kriteria hasil :
1) Merencanakan strategi koping untuk situasi penuh tekanan
2) Mempertahankan performa peran
3) Memantau distorsi persepsi
4) Memantau manifestasi perilaku ansietas
5) Menggunakan teknik relaksasi untuk meredakan ansietas
b. Intervensi dan Rasional
1) Pengkajian
a) kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien,
termasuk reaksi fisik
b) kaji untuk factor budaya yang menjadi penyebab ansietas
c) gali bersama pasien tenteng tehnik yang berhasil dan tidak
berhasil menurunkan ansietas dimasa lalu
d) reduksi ansietas (NIC); menentukan kemampuan
pengambilan keputusan pasien
2) Penyuluhan untuk pasien dan keluarga
a) buat rencana penyuluhan dengan tujuan ang realistis,
termasuk kebutuhan untuk pengulangan, dukungan dan
pujian terhadap tugas-tugas yang telah dipelajari
b) Berikan informasi mengenai sumber komunitas yang
tersedia, seperti teman, tetangga, kelompok swabantu,
tempat ibadah, lembaga sukarelawan dan pusat rekreasi
c) Informasikan tentang gejala ansietas
20
d) Ajarkan anggota keluarga bagaimana membedakan antara
serangan panic dan gejala penyakit fisik
e) Penurunan ansietas (NIC);
f) Sediakan informasi factual menyangkut diagnosis, terapi
dan prognosis
g) Instruksikan pasien tentang penggunaan teknik relaksasi
h) Jelaskan semua prosedur, termasuk sensasi yang biasanya
dialami selama prosedur
3) Aktivitas kolaboratif
Penurunan ansietas (NIC); berikan obat untuk menurunkan
ansietas jika perlu
4) Aktivitas lain
a) Pada saat ansietas berat, dampingi pasien, bicara dengan
tenang, dan berikan ketenangan serta rasa nyaman
b) Beri dorngan kepada pasien untuk mengungkapkan secara
verbal pikiran dan perasaan untuk mengeksternalisasikan
ansietas
c) Bantu pasien untuk memfokuskan pada situasi saat ini,
sebagai cara untuk mengidentifikasi mekanisme koping
yang dibutuhkan untuk mengurangi ansietas
d) Sediakan pengalihan melaui televise, radio, permainan
serta terapi okupasi untuk menurunkan ansietas dan
memperluas fokus
e) Coba teknik seperti imajinasi bombing dan relaksasi
progresif
f) Dorong pasien untuk mengekspresikan kemarahan dan
iritasi, serta izinkan pasien untuk menangis
g) Yakinkan kembali pasien melalui sentuhan, dan sikap
empatik secara verbal dan nonverbal secara bergantian
h) Sediakan lingkungan yang tenang dan batasi kontak
dengan orang lain
i) Sarankan terapi alternative untuk mengurangi ansietas
yang dapat diterima oleh pasien
j) Singkirkan sumber-sumber ansietas jika memungkinkan
k) Penurunan ansietas (NIC);
21
l) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
m) Nyatakan dengan jelas tentang harapan terhadap perilaku
pasien
n) Damping pasien untuk meningkatkan keamanan dan
mengurangi rasa takut
o) Berikan pijatan punggung, pijatan leher jika perlu
p) Jaga peralatan perawatan jauh dari pandangan
q) Bantu pasien untuk mengidentifikasi situasi yang
mencetuskan ansietas
22
3) Kaji adanya pus, baud an keadaan luka
Rasional : Pus merupakan kumpulan dari sel jaringan yang mati
dan leukosit yang merupakan indikasi adanya infeksi pada luka
4) Lakukan perawatan luka, alat invasive secara aseptic dan
antiseptic
Rasional : Luka merupakan sarana yang paling mudah
masuknya kuman dari luar maupun dari dalam. Perawatan luka
yang baik dapat mencegah infeksi pada luka
5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian antibiotic
Rasional : Antibiotik dapat membunuh kuman patogen
penyebab penyakit
6) Lakukan cuci tangan atau hand higene sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien
Rasional : Cuci tangan dapat memotong rantai infeksi
7) Jaga kebersihan diri dan lingkungan tempat tidur pasien
Rasional : Tubuh yang kotor dan lingkungan yang tidak bersih
merupakan media tumbuh kembang patogen
8) Tingkatkan asupan nutrisi pasien, tinggi kalori dan tinggi
protein sesuai indikasi.
Rasional : Nutrisi penting dalam menjaga stamina dan daya
tahan tubuh
9) Gunakan sarung tangan pada saat melakukan tindakan invasive
Rasional : Pengunaan sarung tangan dapat memproteksi diri dari
resiko infeksi nosocomial
10) Observasi hasil laboratorium seperti leukosit
Rasional : Peningkatan leukosit indikasi adanya infeksi
11) Berikan pendidikan kesehatan kepada keluarga dan pasien
tentang pencegahan infeksi
Rasional : Melibatkan keluarga dan pasien dalam
mengantisipasi terjadinya infeksi nosocomia
23
DAFTAR PUSTAKA
Benson C, Ralph. 2009. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. EGC : Jakarta.
Hacker dan Moore. (2001). Essensial Obstetri dan Ginekologi. Edisi Dua. Jakarta :
Hipokrates
24