PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Perdarahan uterus abnormal merupakan perdarahan yang ditandai
dengan adanya perubahan pada siklus menstruasi normal baik dari interval
atau panjang siklus, durasi maupun jumlah perdarahan. Hal ini sering dijumpai
pada wanita pada usia reproduksi.1 Berdasarkan data yang didapatkan di
beberapa negara industri, sebanyak 25% penduduk perempuan pernah
mengalami menoragia, 21% mengeluh siklus menstruasi yang memendek,
17% mengalami perdarahan intermenstrual, dan 6% mengalami perdarahan
pascacoitus.2 Penyebab dari perdarahan uterus abnormal beraneka ragam.
Untuk mendiagnosis perdarahan uterus abnormal diperlukan anamnesis yang
mencakup pengenalan akan manifestasi klinis, pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang yang sesuai. Tatalaksananya pun juga beragam sesuai
dengan penyebab dan patofisiologi yang mendasarinya. Oleh karena itu,
penulis merasa perlu untuk membahas mengenai perdarahan uterus abnormal.
1.2
Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui tentang perdarahan uterus abnormal
1.2.2 Tujuan Khusus
Mengetahui definisi perdarahan uterus abnormal
Mengetahui epidemiologi perdarahan uterus abnormal
Mengetahui etiologi perdarahan uterus abnormal
Mengetahui patofisiologi perdarahan uterus abnormal
Mengetahui manifestasi klinis perdarahan uterus abnormal
Mengetahui diagnosis perdarahan uterus abnormal
Mengetahui tatalaksana perdarahan uterus abnormal
1.3
Manfaat Penulisan
1.3.1 Manfaat Akademik
Memahami tentang perdarahan uterus abnormal sehingga dapat
mengenali dan memberikan terapi yang sesuai
1.3.2 Manfaat bagi Pembaca
Memberikan informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai
perdarahan uterus abnormal
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1
Definisi
Perdarahan uterus abnormal merupakan perdarahan yang ditandai dengan adanya
perubahan pada siklus menstruasi normal baik dari interval atau panjang siklus, durasi
maupun jumlah perdarahan.1 Siklus menstruasi yang normal biasanya memiliki interval atau
panjang selama 287 hari, durasi selama 43 hari, dan jumlah perdarahan sebanyak 30 - 80
ml.3
Terdapat beberapa terminologi yang menunjukkan adanya perubahan tersebut seperti
menoragia yaitu durasi menstruasi yang lebih lama dari tujuh hari atau jumlah perdarahan
lebih dari 80 ml, metroragia
gabungan antara menoragia dan metroragia, hipomenore yaitu perdarahan dengan durasi
yang lebih pendek atau jumlah perdarahan yang lebih sedikit dari menstruasi normal,
oligomenore yaitu siklus menstruasi dengan interval lebih lama dari 35 hari.4
Perdarahan uterus abnormal dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu perdarahan
anovulasi dan ovulasi. Perdarahan anovulasi mempunyai karakteristik perdarahan yang
iregular dengan jumlah perdarahan yang bervariasi dari sedikit hingga banyak. Yang
termasuk dalam perdarahan anovulasi diantaranya amenorea (tidak terjadinya menstruasi
selama lebih dari tiga bulan), oligomenore, metroragia, dan perdarahan uterus disfungsi
(perdarahan uterus abnormal yang terjadi tanpa adanya keadaan patologi pada panggul).
Perdarahan ovulasi mempunyai karakteristik perdarahan yang regular tetapi dengan durasi
yang lebih lama dan jumlah perdarahan yang lebih banyak. Yang termasuk perdarahan
ovulasi yaitu menoragi.5
Menstrual Disorders Working Group of the International Federation of Gynecology
and Obstetrics membagi parameter klinis menstruasi pada usia reproduksi berdasarkan dari
frekuensi menstruasi, keteraturan siklus dalam 12 bulan, durasi menstruasi, dan volume darah
menstruasi. Berikut parameter klinis menstruasi:6
Definisi Klinis
Sering
Normal
Jarang
bulan (hari)
Durasi (hari)
Volume darah (ml)
Reguler
Ireguler
Memanjang
Normal
Memendek
Banyak
Normal
Sedikit
2 20
> 20
>8
4,5 8
< 4,5
> 80
5 80
<5
2. 2
Epidemiologi
Perdarahan uterus abnormal merupakan keluhan yang sering dijumpai pada wanita
pada usia reproduksi.1 Menurut penelitian Lee et al., keluhan ini banyak terjadi pada masa
awal terjadinya menstruasi. Sebanyak 75% wanita pada tahap remaja akhir memiliki
gangguan yang terkait dengan menstruasi. Penelitian yang dilakukan Bieniasz J et al. pada
remaja wanita menunjukan prevalensi amenorea primer sebanyak 5,3%, amenorea sekunder
18,4%, oligomenorea 50%, polimenorea 10,5%, dan gangguan campuran sebanyak 15,8%.8
Berdasarkan data yang didapatkan di beberapa negara industri, sebanyak seperempat
penduduk perempuan pernah mengalami menoragia, 21% mengeluh siklus menstruasi yang
memendek, 17% mengalami perdarahan intermenstrual, dan 6% mengalami perdarahan
pascakoitus.2
2. 3
Etiologi
Penyebab terjadinya perdarahan uterus abnormal akut maupun kronis merupakan
penyebab yang berkaitan dengan abnormalitas struktur uterus dan tidak berkaitan dengan
abnormalitas struktur yang dinyatakan dalam akronim PALM-COEIN : Polyp, Adenomyosis,
Leiomyoma, Malignancy, dan hyperplasia, Coagulatopathy, Ovulatory dysfunction,
Endometrial, Iatrogenic, dan tidak terklasifikasikan.9
Tabel 2. Penyebab perdarahan iregular berkaitan dengan usia dan usia reproduktif10
15-20
20-30
STI: Servisitis (terutama
Kelompok usia
30-45
Chlamydia)
Ektropion servikal
45-55
55+
Hormon replacing therapy
Kanker endometrium
Polip endometrium
Endometrium hiperplasia
Uterine fibroid
Alat kontrasepsi dalam rahim
Hamil dan komplikasinya: keguguran/ hamil ektopik
Kontrasepsi steroid (terutama progesteron)
Endometriosis
Trauma / operasi
2. 4
Patofisiologi
Endometrium terdiri dari dua lapisan yang berbeda yaitu lapisan fungsionalis dan
lapisan basalis Lapisan basalis terletak di bawah lapisan fungsionalis, berkontak langsung
dengan miometrium, dan kurang responsif terhadap hormon. Lapisan basalis berfungsi
sebagai reservoir untuk regenerasi pada saat menstruasi sedangkan lapisan fungsionalis
mengalami perubahan sepanjang siklus menstruasi dan akhirnya terlepas saat menstruasi.
Secara histologis, lapisan fungsionalis memiliki epitel permukaan yang mendasari pleksus
kapiler subepitel.
Uterus divaskularisasi oleh dua arteri uterina. Di lateral bawah uterus, arteri uterina
pecah menjadi dua cabang yaitu arteri vaginalis yang mengarah ke bawah dan cabang
asenden yang mengarah ke atas. Cabang asenden dari kedua sisi uterus membentuk dua arteri
arkuata yang berjalan sejajar dengan kavum uteri. Kedua arteri arkuata tersebut membentuk
anastomose satu sama lain, membentuk cincin yang melingkari kavum uteri. Arteri radialis
merupakan cabang kecil arteri arkuata yang berjalan meninggalkan arteri arkuata secara tegak
lurus menuju kavum uteri. Arteri radialis memiliki fungsi untuk memperdarahi miometrium
lalu pada saat memasuki lapisan endometrium, arteri radialis memberi cabang arteri yang
lebih kecil ke arah lateral yaitu arteri basalis. Arteri basalis memiliki fungsi untuk
memperdarahi lapisan basalis endometrium dan tidak sensitif terhadap stimulus hormon.
Arteri radialis kemudian memasuki lapisan fungsionalis endometrium dan menjadi arteri
spiralis. Arteri spiralis sangat peka terhadap stimulus hormon dan bertugas untuk
memperdarahi lapisan fungsionalis endometrium.
Sebelum terjadinya menstruasi, pada arteri ini terjadi peningkatan statis aliran darah,
kemudian terjadi vasodilatasi dan perdarahan dari arteri spiralis dan dinding kapiler. Maka
dari itu darah menstruasi akan hilang melalui pembuluh darah tersebut. Hal ini diikuti dengan
terjadinya vasokonstriksi yang menyebabkan iskemi dan nekrosis endometrium. Jaringan
nekrotik tersebut lalu luruh saat menstruasi.2, 4, 11
Perdarahan uterus disfungsional anovulasi merupakan pendarahan tidak teratur yang
berkepanjangan dan berlebihan disebabkan oleh terganggunya fungsi aksis hipotalamushipofisis-ovarium. Hal ini sering terjadi pada wanita dalam usia ekstrim, yaitu pada masa
perimenarchal dan perimenopausal. Pada masa tersebut terjadi perubahan siklus antara
ovulasi dan anovulasi sehingga mengakibatkan keketidakteraturan pola menstruasi serta
kehilangan darah dalam jumlah yang banyak. Mekanisme anovulasi tidak diketahui secara
pasti, tetapi diketahui bahwa estrogen dapat menyebabkan proliferasi endometrium
berlebihan dan hiperplasia dengan peningkatan dan melebar pembuluh darah dan supresi
arteri spiralis. Pembuluh darah superfisial pada permukaan endometrium yang hiperplasia
menjadi besar, berdinding tipis, dan melengkung. Perubahan tersebut yang menjadi sumber
terjadinya peningkatan kehilangan darah. Paparan estrogen secara terus menerus memiliki
efek langsung terhadap pasokan darah uterus dengan mengurangi tonus pembuluh darah.
Efek tidak langsung dari estrogen melalui penghambatan terlepasnya vasopresin yang
menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan aliran darah. Estrogen juga merangsang ekspresi
VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor) stroma yang dapat menyebabkan terganggunya
angiogenesis.12
Perdarahan uterus disfungsional ovulasi ditandai dengan episode reguler kehilangan
menstruasi berat, dengan 90% dari kerugian pada 3 hari pertama seperti pada menstruasi
normal. Tidak ada gangguan aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium dan gonadotropin dan
profil steroid tidak berbeda dengan yang terlihat pada siklus menstruasi normal. Penurunan
kadar estrogen dan progesteron pada akhir fase luteal memicu banyak proses yang mengarah
terjadinya disintegrasi diikuti epitelisasi kembali lapisan fungsional endometrium selama
menstruasi. Defek utama terdapat dalam mengontrol proses volume darah yang hilang selama
menstruasi, terutama proses vasokonstriksi dan hemostasis. Perubahan fase folikular aliran
darah endometrium pada wanita dengan perdarahan uterus disfungsional ovulasi
mempengaruhi gangguan fungsi yang terjadi dalam jaringan. Jumlah estrogen di kelenjar dan
stroma serta reseptor progesteron di endometrium dapat meningkat saat fase sekresi akhir
pada wanita yang menderita perdarahan uterus disfungsional. Salah satu faktor yang berperan
5
faktor
2. 5
Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang terjadi pada perdarahan uterus abnormal adalah sebagai
berikut:4
Menoragia dan metroragia
Adanya perubahan pola dalam siklus menstruasi berupa interval yang normal
teratur tetapi jumlah darah dan durasinya lebih dari normal merupakan menoragia.
Interval yang tidak teratur dengan jumlah perdarahan dan durasi yang lebih dari
normal merupakan metroragia. Banyak gangguan yang bersifat patologis yang
Nyeri pelvis
Adanya
kram
yang
menyertai
perdarahan
diakibatkan
dari
peran
Diagnosis
2.6.1 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Pada sifat perdarahan ditanyakan apakah pasien mengalami perdarahan setelah
berhubungan seksual atau perdarahan terjadi secara tiba-tiba. Waktu terjadinya
perdarahan ditanyakan apakah perdarahan terjadi saat sedang menstruasi dalam
bentuk perdarahan berlebih atau perdarahan terjadi diantara siklus haid atau saat
pasien sudah menopause. Kehamilan adalah salah satu konsiderasi utama pada wanita
usia subur yang mengalami perdarahan uterus abnormal.13 Beberapa hal yang dapat
menyebabkan perdarahan adalah abortus, plasenta previa, kehamilan ektopik, dan
lain-lain. Pada riwayat konsumsi obat ditanyakan apakah pasien sedang menggunakan
obat-obatan yang mengganggu sistem hormon seperti penggunaan KB hormonal,
tamoxifen atau obat-obat yang mengganggu proses pembekuan darah. Riwayat
penyakit keluarga dan riwayat penyakit sistemik dari pasien juga perlu ditelusuri
untuk mencari penyakit yang dapat berperan dalam terjadinya perdarahan uterus
abnormal seperti defisiensi faktor pembekuan darah, diabetes mellitus, gangguan
7
tiroid, dan lain-lain. Keganasan pada genitalia juga dapat memicu terjadinya
perdarahan uterus abnormal.
Setelah melakukan anamnesis maka pemeriksaan fisik dilakukan untuk
mencari tanda dari penyebab perdarahan uterus abnormal.
(IMT),
tanda
hiperandrogen,
2.7 Tatalaksana
Tujuan dari terapi pada perdarahan uterus abnormal adalah menyembuhkan
penyebab kelainan yang menyebabkan perdarahan tersebut. Berdasarkan algoritma
yang ada pertama harus dibedakan terlebih dahulu perdarahan termasuk anovulasi
atau ovulasi.
8
hasil
yang
normal
maka
pasien
dapat
diberikan
10
mg
medroxyprogesteron asetat selama 21 hari per bulan selama 3-6 bulan atau AKDR
mirena atau digunakan NSAID pada hari pertama haid sampai haid berakhir atau
dapat juga diberikan asam tranexamat sebanyak 2 kapsul 650 mg 3 kali sehari pada
hari ke 1 sampai ke 5 saat haid. Bila perdarahan masih berlanjut setelah pemberian
terapi selama 3-6 bulan maka dapat dipertimbangkan untuk dilakukan evaluasi ulang
dengan biopsi endometrium, histeroskopi atau dilakukan tindakan ablasi
endometrium, histerektomi.13
BAB III
KESIMPULAN
9
DAFTAR PUSTAKA
1. Singh S et al. Abnormal Uterine Bleeding in Pre-Menopausal Women. Journal of
Obstetrics and Gynaecology Canada. 2013 May;5:128.
10
2. Prawirohardjo S. Ilmu Kandungan. Edisi Ketiga. Jakarta: PT. Bina Pustaka; 2011.
3. Rimsza ME. Dysfunctional Uterine Bleeding. Pediatrics in Review. 2002 Jul;23
(7):22733.
4. Hoffman BL et al. Williams Gynecology. 2nd ed. United States: The McGraw-Hill
Companies; 2012.
5. Sweet MG, Schmidt TA, Weiss PM, Madsen KP. Evaluation and Management of
Abnormal Uterine Bleeding in Premenopausal Women. 2012 Jan 1;85 (1):3543.
6. Fraser IS, Critchley HOD, Broder M, Munro MG. The FIGO Recommendations on
Terminologies and Definitions for Normal and Abnormal Uterine Bleeding. Seminars
in Reproductive Medicine. 2011;38390.
7. Affandi B et al. Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Efek
Samping Kontrasepsi. Jakarta: HIFERI & POGI.
8. Sianipar O et al. Prevalensi Gangguan Menstruasi dan Faktor-faktor yang
Berhubungan pada Siswi SMU di Kecamatan Pulo Gadung Jakarta Timur. Maj
Kedokt Indon. 2009 Jul;59 (6):30813.
9. Munro MG, Crihley HO, Broder MS, Fraser IS. FIGO Classification System
[PALM-COEIN] for Causes of Abnormal Uterine Bleeding in Nongravid Women of
Reproductive Age. FIGO Working Group on Menstrual Disorders. Int J Gynaecol
Obstet 2011;113:3-13.
10. The Royal Australian & New Zealand College statement C-Gyn6. Guidelines or
Referral for investigation of intermenstrual and Postcoital Bleeding. July 2004.
11. Chittacharoen A, Theppisai U, Linasmita V, Manonai J. Sonohysterography in the
Diagnosis of Abnormal Uterine Bleeding.
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1447-0756.2000.tb01322.x/abstract.24
May 2010. Web.
12. Livingstone M, Fraser IS. Mechanisms of anormal uterine bleeding. Human
Reproductive Update. 2002;8(1): 60-7.
13. Sweet MG, Schmidt-Dalton TA, Weiss PM, Madsen KP. Evaluation and management
of abnormal uterine bleeding in premenopausal women. Am Fam Physician.
2012;85(1):3543.
14. Dysfunctional Uterine Bleeding Workup: Laboratory Studies, Imaging Studies,
Procedures [Internet]. [cited 2015 Jul 22].
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/257007-workup.
11