OLEH
NUR SAIDAH
H14114015
Oleh
NUR SAIDAH
H14114015
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Departemen Ilmu Ekonomi
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Tanggal lulus:
PERNYATAAN
Nur Saidah
H14114015
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nur Saidah
H14114015
ix
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ………………………………………………………………… ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………… xiv
I. PENDAHULUAN…………………………………………………….. 1
1.1. Latar Belakang………………………………………………….... 1
1.2. Perumusan Masalah ..………………………………………........ 6
1.3. Tujuan Penelitian………………………………………………… 7
1.4. Manfaat Penelitian……………………………………………….. 8
II. TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………. 9
2.1. Tinjauan Teori .............................................................................. 9
2.1.1. Pembangunan Ekonomi …............................................. 9
2.1.2. Pertumbuhan Ekonomi ................................................... 11
2.1.3. Pengeluaran/Belanja Pemerintah ..…………………… 14
2.1.3.1. Teori Pengeluaran Pemerintah ………...…… 15
2.1.3.2. Hubungan Kausalitas Pengeluaran Pemerintah
dan PDB ……………..…………………..…. 17
2.1.3.3. Jenis Pengeluaran/Belanja Pemerintah …….. 18
2.1.4. Daerah Tertinggal …………………………………….. 20
2.2. Penelitian Terdahulu....................................................................... 22
2.3. Kerangka Pemikiran ...................................................................... 24
2.4. Hipotesis ……………………………………………………….. 26
III. METODE PENELITIAN …................................................................ 27
3.1. Jenis dan Sumber Data................................................................... 27
3.2. Definisi Operasional .................................................................... 28
3.3. Metode Analisis ………………..…………………………….. 28
3.3.1. Analisis Deskriptif …………………………………… 28
x
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1.1. Perbandingan Rata-rata PDB ADHK dan Pertumbuhan Ekonomi di
22 Kabupaten Tertinggal dengan Nasional Tahun 2007-2009 .........................3
3.1. Jenis dan Sumber Data yang Digunakan sebagai Variabel Penelitian
dalam Analisis Regresi Data Panel .................................................................27
4.1. Perkembangan Ketersediaan Sarana dan Prasarana di antara 22
Kabupaten Tertinggal Tahun 2005 dan 2008 .................................................47
4.2. Perbandingan PDRB ADHK dan Pertumbuhan Ekonomi pada 22
Kabupaten Tertinggal .....................................................................................56
5.1. Nilai Korelasi Antarvariabel dalam Pengujian Multikolinieritas ...................61
5.2. Hasil Pengolahan dengan Weighting Random Effect Model untuk
Menguji Heteroskedastisitas ...........................................................................62
5.3. Hasil Penetapan Model Menggunakan Random Effect Model dengan
Cross-section Weighting SUR ........................................................................64
xiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1.1. Persentase Jumlah Kabupaten Tertinggal Menurut Pulau .............................. 2
1.2. Persentase Daerah Berdasarkan Karakteristik di 22 Kabupaten
Tertinggal ……………………………………………………………… 4
1.3. Rata-rata Alokasi Belanja Daerah Menurut Fungsi Tahun 2010 ……… 6
2.1. Grafik Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Menurut Wagner ............... 17
2.2. Kerangka Pikir Penelitian ............................................................................. 25
4.1. Persentase Desa dengan Jalan yang Dapat Dilalui Mobil dan Desa
dengan Jalan yang Diaspal Tahun 2008 ........................................................ 42
4.2. Plot Kondisi TPAK dan IPM dari 22 Kabupaten Tertinggal Tahun 2007 45
4.3. Plot Kondisi TPAK dan IPM dari 22 Kabupaten Tertinggal Tahun 2009 46
4.4. Struktur Alokasi Belanja Pemerintah Kabupaten Tertinggal
Berdasarkan Fungsi Tahun 2009 ................................................................... 48
4.5. Alokasi Belanja Fungsi Pelayanan Umum Tahun 2009 ................................ 50
4.6. Alokasi Belanja Fungsi Ekonomi Menurut Kabupaten Tahun 2009 ….. 51
4.7. Alokasi Belanja Fungsi Kesehatan Menurut Kabupaten Tahun 2009 …. 52
4.8. Alokasi Belanja Fungsi Pendidikan Menurut Kabupaten Tahun 2009 ... 53
4.9. Alokasi Belanja Fungsi Lainnya Menurut Kabupaten Tahun 2009 …… 54
4.10. Plot PDRB Perkapita dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tertingal
Tahun 2007.................................................................................................... 57
4.11 Plot PDRB Perkapita dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tertingal
Tahun 2009.................................................................................................... 58
5.1. Pengujian Autokorelasi: Uji Durbin Watson ................................................ 62
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Daftar 22 Kabupaten Tertinggal di Pulau Sumatra yang Menjadi Fokus
Penelitian ........................................................................................................72
2. Hasil Output Model Analisis Data Panel dan Pemilihan Model ....................73
3. Hasil Pengujian Asumsi Klasik ......................................................................76
4. Output Penetapan Model Terbaik dengan Random Effect EGLS
Weighting Cross-section SUR ........................................................................78
BAB I
PENDAHULUAN
Kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat,
dalam jumlah dan kualitasnya. Menurut Sukirno (2004) dalam analisis makro,
tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara diukur dari
Pusat dan Pemerintah Daerah mulai 1 Januari 2001, yang kemudian diperbarui
2
pembangunan daerah akan dapat difokuskan pada prioritas kebutuhan dan potensi
dapat dilihat bahwa Pulau Sumatra memiliki paling banyak daerah tertinggal
(25,14 persen), diikuti oleh Pulau Sulawesi dan Papua masing-masing 19,13
tertinggal
36,82
Sumatra
4,92 8,74 19,13
Jawa Bali
15,3 Kalimantan
25,14 Sulawesi
18,58 Nusa
Tenggara
Maluku
2,73
kecil. Rata-rata Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga
persen dari rata-rata daerah secara nasional. Pertumbuhan ekonominya juga relatif
2007, pertumbuhan ekonomi daerah tertinggal sebesar 6,2 persen, lebih rendah
merupakan daerah yang relatif sulit dijangkau, memiliki potensi sumber daya
4
alam dan sumber daya manusia yang terbatas, keterbatasan sarana dan prasarana,
kabupaten tertinggal. Daerah tertinggal yang akses dari dan menuju daerah
tersebut tergolong masih sulit masih sebesar 45,45 persen, Separuh kabupaten
mempunyai Sumber Daya Alam (SDA) yang minimal dan belum dikelola dengan
baik. Kualitas SDM di 21 kabupaten (95,45 persen) masih di bawah angka Indeks
100%
80% 95,45
persentase
60% 72,73
40% 50,00
45,45
20%
0%
hambatan Minim SDA Kualitas SDM rawan karakteristik
geografis Rendah Bencana/Konflik
Sumber: BPS (2008 dan 2010), diolah
daerah.
25 persen, berbeda dengan nasional yang hanya sembilan persen terhadap PDB.
Campur tangan pemerintah daerah yang masih besar sesuai dengan tahap
tugas dan kewajiban yang diembankan pada pemerintah daerah dalam konteks
total belanja. Oleh karena itu, peningkatan volume keuangan daerah belum
2010 pada Gambar 1.3, yang terbesar adalah belanja fungsi pelayanan umum
kesehatan. Belanja pemerintah daerah untuk fungsi pendidikan sudah cukup tinggi
sebesar 26 persen, sedang untuk fungsi ekonomi masih 10 persen dari total
belanja.
6
lainnya
20
pelayanan umum
ekonomi 36
10
pendidikan
26
kesehatan
8
Gambar 1.3. Rata-rata Alokasi Belanja Daerah Menurut Fungsi Tahun 2010
TINJAUAN PUSTAKA
baik. Pembangunan ekonomi menurut Todaro dan Smith (2006) adalah suatu
yaitu:
artinya bahwa pembangunan merupakan suatu tahap yang harus dijalani oleh
tetapi, hal ini bukan berarti bahwa pendapatan perkapita harus mengalami
kenaikan terus-menerus.
dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor ekonomi dan faktor nonekonomi. Faktor
diantaranya adalah sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya modal,
kultur yang ada di masyarakat, keadaan politik, kelembagaan, dan sistem yang
Sumber daya alam, yang meliputi tanah dan kekayaan alam seperti
kesuburan tanah, keadaan iklim/cuaca, hasil hutan, tambang, dan hasil laut, sangat
untuk mengolah bahan mentah dari alam, menjadi sesuatu yang memiliki nilai
nasional melalui jumlah dan kualitas penduduk. Jumlah penduduk yang besar
mengurangi pengangguran.
jangka panjang. Kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa
dalam penyediaan aneka macam barang kepada penduduk; dan ketiga penggunaan
tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu atau
13
merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit
ekonomi. PDB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan
jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku setiap tahun, sedang PDB
atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang
dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar
penghitungan.
a. Pendekatan Produksi. PDB adalah jumlah nilai tambah atas barang dan jasa
yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu negara dalam
jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Unit-unit produksi tersebut dalam
b. Pendekatan Pendapatan. PDB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh
faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu negara
dalam jangka waktu tertentu. Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah
upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan; semuanya sebelum
dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam definisi PDB
mencakup juga penyusutan dan pajak tidak langsung netto (pajak tak langsung
dikurangi subsidi).
yang terdiri dari: pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta
14
tertentu adalah kurang dari pengeluaran agregat yang diperlukan untuk mencapai
tingkat full employment. Keadaan ini disebabkan karena investasi yang dilakukan
para pengusaha biasanya lebih rendah dari tabungan yang akan dilakukan dalam
employment.
Y=aK
dimana Y adalah output, a adalah konstanta yang mengukur jumlah output yang
diproduksi untuk setiap unit modal, sedangkan K adalah persediaan modal. Fungsi
persamaan ini menunjukkan bahwa produksi yang dilakukan pada constant return
to scale pada input L dan K . Asumsinya adalah angkatan kerja agregat (L) adalah
konstan. Modal (K) digantikan oleh Pengeluaran pemerintah (G) berada pada
15
diminishing return untuk modal agregat (K). Oleh karena itu, perekonomian
pembangunan ekonomi yaitu tahap awal, tahap menengah dan tahap lanjut. Pada
total investasi besar sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas, namun pada tahap
ini peranan investasi swasta sudah semakin besar. Peranan pemerintah tetap besar
pada tahap menengah, oleh karena peranan swasta semakin besar akan
16
menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih banyak.
dan persentase investasi pemerintah terhadap PDB akan semakin kecil. Pada
pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti program kesejahteraan hari tua dan
2. Hukum Wagner
Dasar dari hukum tersebut adalah pengamatan empiris dari negara-negara maju
(Amerika Serikat, Jerman, Jepang). Dalam hal ini Wagner menerangkan mengapa
sebagai individu yang bebas bertindak, terlepas dari anggota masyarakat lainnya.
sebagai berikut:
Wagner
PkPP
PPk
0 waktu
Sumber: Dumairy (1996)
pengeluaran pemerintah.
18
1. Belanja Operasi. Rincian kegiatan belanja operasi antara lain digunakan untuk
fungsi/sektor, yaitu:
terencana untuk mengubah suatu daerah yang dihuni oleh komunitas dengan
yang maju dengan komunitas yang kualitas hidupnya sama atau tidak jauh
tidak hanya meliputi aspek ekonomi, tetapi juga aspek sosial, budaya, dan
Kondisi tersebut pada umumnya terdapat pada daerah yang secara geografis
kecil, daerah pedalaman, serta daerah rawan bencana. Di samping itu, perlu
perhatian khusus pada daerah yang secara ekonomi mempunyai potensi untuk
maupun politik.
komunikasi.
sumber daya alam, daerah yang memiliki sumber daya alam yang besar namun
yang berlebihan.
22
kegiatan pembangunan.
oleh beberapa kebijakan yang tidak tepat seperti kurang memihak pada
yang digunakan dalam penelitian adalah Pooled Least Square. Garis besar hasil
sektor publik lokal (investasi pemerintah dan PAD) mempunyai pengaruh yang
adalah fixed effect model General Least Square (GLS). Hasilnya untuk semua
pertumbuhan ekonomi.
24
Nigeria. Analisis dilakukan terhadap data time series dari tahun 1970 sampai
pertumbuhan ekonomi.
Kajian tersebut menghasilkan bahwa kedua variabel yaitu rasio belanja modal
sebagai berikut yang tergambar pada diagram kerangka pemikiran (Gambar 2.2):
OTONOMI DAERAH
Keleluasaan
Kewenangan
Pertumbuhan Ekonomi
2.4. Hipotesis
kabupaten tertinggal
METODE PENELITIAN
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang
diambil dari publikasi resmi pemerintah. Data yang digunakan adalah data panel
yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementrian Keuangan. Data
dari BPS berasal dari data Potensi Desa (Podes) 2005 dan 2008, publikasi PDRB
2007 sampai dengan 2009. Data pengeluaran pemerintah daerah diperoleh dari
Tabel 3.1. Jenis dan Sumber Data yang Digunakan sebagai Variabel yang
Digunakan dalam Analisis Regresi
riil berdasarkan PDRB ADHK dari tahun 2007-2009, dalam satuan persen.
b. Jumlah Angkatan Kerja (AK) adalah jumlah dari penduduk usia kerja (15
tahun keatas) yang bekerja maupun mencari pekerjaan, dalam satuan orang.
dengan menyajikannya dalam bentuk tabel, grafik maupun narasi dengan tujuan
dan karakteristik kondisi (seperti sumber daya alam dan sumber daya manusia) di
29
Sesuai dengan tinjauan literatur, hal yang akan diteliti dalam penelitian ini
ekonometrika dengan metode analisis data panel (pooled data). Menurut Baltagi
(2005), keunggulan penggunaan analisis data panel antara lain sebagai berikut:
b. Analisis data panel menyajikan data yang lebih informatif, lebih bervariasi,
(dynamics of change).
d. Analisis data panel dapat lebih baik mengidentifikasi dan mengukur pengaruh-
pengaruh yang secara sederhana tidak dapat terdeteksi dalam data cross
e. Model analisis data panel dapat digunakan untuk membuat dan menguji model
perilaku yang lebih kompleks dibandingkan analisis data cross section murni
f. Analisis data panel pada level mikro dapat meminimisasi atau menghilangkan
g. Analisis data panel pada level makro memiliki time series yang lebih panjang
tidak seperti masalah jenis distribusi yang tidak standar dari unit root tests
data yang relatif besar dengan melibatkan komponen cross section dan time
series.
(missleading inference).
Square (OLS) jika memenuhi syarat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator)
atau dengan menggunakan metode Generalized Least Square (GLS) jika syarat
metode Ordinary Least Square (OLS) hanya saja data yang digunakan bukan data
time series saja atau cross section saja tetapi merupakan data panel (gabungan
antara time series dan cross section). Sesuai dengan namanya yaitu pooled yang
berarti dalam metode ini digunakan data panel dan least squares yang berarti
dikarenakan error kuadrat kemungkinan besar jika dijumlahkan akan bernilai nol
dan jika error hanya dijumlahkan saja tanpa dikuadratkan maka terjadi
“ketidakadilan” karena nilai error yang besar dan yang kecil disamaratakan.
Dengan menggunakan metode Pooled Least Square, maka dapat dilakukan proses
estimasi secara terpisah untuk setiap individu cross section pada waktu tertentu
atau sebaliknya. Hal ini akan mengakibatkan akan didapatkan hasil dimana
terdapat T persamaan yang sama (individu sama, waktu berbeda) dan terdapat N
persamaan yang sama untuk setiap T observasi (periode waktu sama, individu
berbeda). Ini diakibatkan karena metode Pooled Least Square ini memiliki asumsi
bahwa baik intercept dan slope dari persamaan regresi dianggap konstan untuk
Untuk membuat agar estimasi berbeda-beda baik antar cross section dan
time series maka digunakanlah bentuk estimasi fixed effects model. Estimasi pada
data panel bergantung kepada asumsi yang diberikan pada intercept, koefisien
slope, dan error term. Beberapa kemungkinan asumsi adalah sebagai berikut:
a. Diasumsikan bahwa intercept dan koefisien slope konstan antar waktu dan
individu dan error term melingkupi perbedaan baik dalam waktu maupun
individu. Pendekatan yang paling sederhana adalah asumsi ini karena dengan
diberikan asumsi bahwa intercept dan slope konstan antar waktu dan individu
dan error term maka dimensi ruang dan waktu diabaikan dan bentuk
setiap individu.
Spesifikasi model yang akan dibahas di sini mengikuti asumsi poin (b), yaitu:
tetapi model masih memiliki koefisien slope sama. Di dalam literatur, model di
atas dikenal sebagai Fixed Effects Model. Maksud Fixed Effects Model ini adalah
Variabel Dummy yang ditambahkan di model ini sama banyaknya dengan jumlah
data dari cross section yang dikurangi satu untuk menghindari adanya dummy-
variable trap (perfect collinearity). Model ini sering disebut juga sebagai Least-
Square Dummy Variable Model (LSDV). Kelemahan dari Fixed Effects Model
maka digunakanlah error term. Model ini sering disebut sebagai Error
β1i = β1+ εi i = 1, 2, . . . ,N
E(εiuit) = 0 E(εiεj) =0 (i ≠ j )
Error secara individual dan error secara kombinasi diasumsikan tidak berkolerasi.
Tetapi dalam random effects juga terdapat kelemahan, yaitu adanya korelasi
Pengujian yang dapat dilakukan untuk memilih model yang paling tepat
1. Chow Test adalah pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan
Pooled Least Square atau Fixed Effect. Dalam pengujian ini dilakukan
dimana:
Dimana pengujian ini mengikuti distribusi F-statistik yaitu F(N-1, NT-N-K). Jika
nilai Chow Statistics (F Stat) hasil pengujian lebih besar dari F tabel, maka
dalam memilih antara menggunakan model fixed effect atau model random
berkisar antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil atau mendekati nol berarti
formula:
R2/ (K –1)
F=
(1–R2)/(T – K)
Nilai F statistik yang besar lebih baik dibandingkan dengan nilai F statistik
H0: semua parameter yang kita duga sama dengan nol (tidak ada variabel
H1 : minimal ada satu parameter yang kita duga tidak sama dengan nol
Jika nilai prob F kurang dari nilai alpha (α), maka dengan tingkat keyakinan
(1-α) kita dapat menyimpulkan bahwa minimal ada parameter yang kita
Berdasarkan hasil perhitungan dalam uji t, maka akan dipilih variabel bebas
yang signifikan secara statistik dimana probability value- nya kurang dari α.
1. Multikolinearitas
multikolinier ini dilakukan dengan metode melihat hasil estimasi OLS, jika hasil
estimasi memiliki nilai R squared dan Adjusted R squared yang tinggi dan
squared yang tinggi tetapi memiliki nilai t yang tidak signifikan maka model
nilai korelasi antar semua variabel bebas. Jika nilai korelasi kurang dari 0,8 maka
2. Heteroskedastisitas
a. Metode Grafik. Metode grafik dilakukan dengan membuat grafik garis dari
kuadrat residual. Apabila tidak terdapat pola khusus pada grafik tersebut maka
model adalah homoskedastik, namun apabila terdapat pola tertentu pada grafik
b. White Test. White test dilakukan untuk menguji apakah model terbebas dari
berikut:
H0 : Model Homoskedastik
H1 : Model Heteroskedastik
WHITE = n x R2
Dasar penolakan Ho apabila nilai statistik White lebih besar dari χ tabel dengan
squared weighted sama atau lebih kecil dibandingkan dengan nilai R squared
unweighted.
39
3. Autokorelasi
Eviews. Nilai DW berkisar pada angka 1,8 hingga 2,1 dan model dikatakan tidak
autokorelasi sendiri dapat diatasi dengan 3 cara yaitu first differences, auto
regressive (AR), atau dengan menggunakan lag dari variabel dependen atau
variabel independen. Pada data panel, cara yang pertama dan kedua tidak dapat
langsung dilakukan di dalam Eviews, oleh karena itu ini dapat dilakukan dengan
Rancangan model yang akan diajukan adalah model regresi linear berganda
Variabel belanja fungsi pelayanan umum dan fungsi lainnya dikembangkan dari
hasil penelitian Rahayu (2004) dan Sodik (2007) sebagai pendekatan dari variabel
ekonomi, kesehatan, dan pendidikan yang diadopsi dari hasil penelitian Nurudeen
regresi yang diperoleh akan lebih efisien dan mudah untuk diinterprestasikan.
+ β6ln(BLit) + ε
dimana :
α = intercept
t = tahun penelitian, yaitu dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2009
BAB IV
daerah. Karakteristik yang perlu dilihat lebih lanjut adalah kondisi aksesibilitas,
sumber daya alam (baik masih potensi maupun yang sudah dikembangkan),
prasarana.
4.1.1. Aksesibilitas
produksi tersebut. Kemudahan akses untuk keluar masuk barang jasa dalam suatu
sumber daya akan mengalir ke tempat sumber daya tersebut lebih dibutuhkan.
Sulitnya akses dari dan menuju suatu wilayah menyebabkan harga barang dan jasa
daerah yang relatif sulit dijangkau. Untuk daerah yang sulit diakses dikarenakan
42
kepulauan antara lain Kabupaten Simeuleu, Nias Selatan, dan Nias. Untuk
kesulitan akses dengan kondisi perbukitan atau belum terbukanya akses jalan di
sebagian besar wilayah desanya adalah Kabupaten Simeuleu, Aceh Jaya, Pakpak
tsunami, dan longsor) terutama yang terletak di wilayah Pantai Barat Sumatra
antara lain Kabupaten Simeuleu, Aceh Besar, Aceh Selatan, Aceh Barat Daya,
Nias, Nias Selatan, Padang Pariaman, Pasaman Barat, dan Mukomuko. Kondisi
daerah terisolir.
100
80
persentase desa
60
40
20
0
Kabupaten
Simeuleu
Banyuasin
Lahat
Aceh Selatan
Aceh Besar
Solok Selatan
Ogan Ilir
Kaur
Solok
Pasaman Barat
Mukomuko
Nias
Nias Selatan
Way Kanan
Tapanuli Tengah
Lampung Barat
Aceh Barat Daya
Pakpak Bharat
Padang Pariaman
Lampung Utara
Aceh Jaya
Lebong
Desa dengan jalan dapat dilalui mobil Desa dengan jalan sudah diaspal
Gambar 4.1. Persentase Desa dengan Jalan yang Dapat Dilalui Mobil dan Desa
dengan Jalan yang Sudah Diaspal Tahun 2008
43
cukup memprihatinkan. Walaupun sebagian besar desa sudah dapat dilalui oleh
kendaraan roda empat (mobil), akan tetapi, hanya sekitar 61 persen yang sudah
diaspal, lebih banyak jalan yang kondisinya terbatas. Kondisi jalan yang diaspal
masih banyak yang berada di bawah rata-rata desa secara nasional (64 persen).
Kabupaten Aceh Jaya, Banyuasin, dan Way Kanan merupakan daerah yang
Potensi sumber daya alam kabupaten tertinggal biasanya bergantung pada sektor
primer. Beberapa daerah bahkan tidak memiliki potensi sumber daya alam, yang
palawija (berupa produk padi, jagung, cabai, dan singkong) adalah Kabupaten
Aceh Selatan, Aceh Besar, Pakpak Bharat, Padang Pariaman, Lahat, Banyuasin,
dan Lampung Utara. Di antara daerah tersebut, yang dapat dikatakan lebih mampu
tangkap, bukan budidaya). Daerah dengan produk perikanan seperti Nias dan Nias
Selatan sangat tergantung musim dan perairan. Daerah yang sudah mulai
dikarenakan belum adanya industri lanjutan. Kabupaten Aceh Besar dan Aceh
Barat Daya merupakan penghasil Kopi Aceh (Kopi Gayo) yang terkenal,
produsen kopi antara lain Solok dan Lampung Barat. Kabupaten yang sedang
Sumber daya manusia juga perlu diperhatikan, selain sumber daya alam,
peningkatan dari tahun ke tahun. Akan tetapi, dengan peningkatan tersebut masih
45
Simeuleu
90 Aceh Besar
Aceh Selatan
80 Aceh Barat Daya
Aceh Jaya
Nias
70 Tapanuli Tengah
Pakpak Bharat
Nias Selatan
60
Padang Pariaman
TPAK
Solok
50 Solok Selatan
Pasaman Barat
Lahat
40 Banyuasin
Ogan Ilir
30 Kaur
Mukomuko
Lebong
20 Lampung Barat
64 66 68 70 72 74 Lampung Utara
ipm Way Kanan
Gambar 4.2. Plot Kondisi TPAK dan IPM dari 22 Kabupaten Tertinggal
Tahun 2007
tahun 2007-2009 dapat dilihat dari Gambar 4.2 dan 4.3. Seluruh kabupaten
mengalami peningkatan IPM pada 2009 dibandingkan dengan tahun 2007. Akan
(2007 sebesar 70,59 dan pada 2009 menjadi sebesar 71,67), hanya Kabupaten
Aceh Besar yang berada di atas nilai IPM nasional. Kabupaten Nias Selatan
Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) lebih tinggi dari nasional antara lain Aceh
Selatan, Lebong, Lahat, Ogan Ilir, dan Kaur. TPAK nasional tahun 2007 sebesar
Simeuleu
80 Aceh Besar
Aceh Selatan
Aceh Barat Daya
70 Aceh Jaya
Nias
Tapanuli Tengah
60 Pakpak Bharat
Nias Selatan
Padang Pariaman
TPAK
50 Solok
Solok Selatan
Pasaman Barat
40 Lahat
Banyuasin
Ogan Ilir
30 Kaur
Mukomuko
Lebong
20 Lampung Barat
Lampung Utara
64 66 68 ipm 70 72 74 Way Kanan
Sumber: BPS (diolah)
Gambar 4.3. Plot Kondisi TPAK dan IPM dari 22 Kabupaten Tertinggal
Tahun 2009
merupakan investasi masa depan bagi daerah itu sendiri. Ketersediaan fasilitas
dengan efektif yang pada akhirnya bermanfaat bagi masyarakat. Begitu halnya
jumlah sarana kesehatan dan pendidikan yang meningkat, serta penambahan daya
SD terhadap maksimal menampung 200-300 anak usia 7-12 tahun atau maksimal
48
30 anak dalam satu kelas. Menurut Kementrian Kesehatan, sarana kesehatan yang
dengan rasio sekitar 30. Kabupaten tertinggal memiliki rasio yang lebih rendah
perekonomian kabupaten.
100,0
lainnya
80,0
persentese alokasi
pendidikan
60,0
kesehatan
40,0
20,0 ekonomi
0,0 pelayanan
Padang…
umum
Kaur
Simeuleu
Lahat
Mukomuko
Selatan Aceh
Nias
Banyuasin
Aceh Besar Aceh
Tapanuli Tengah
Pakpak Bharat
Nias Selatan
Solok Selatan
Ogan Ilir
Barat Daya
Lampung Barat
Solok
Way Kanan
Pasaman Barat
Lebong
Aceh Jaya
Lampung Utara
Kabupaten
daerah tertinggal hampir sama. Alokasi belanja terbesar masih didominasi belanja
fungsi pelayanan umum kemudian baru fungsi pendidikan. Alokasi belanja fungsi
pelayanan umum berkisar antara 22-40 persen dari total belanja. Belanja fungsi
kesehatan, ekonomi, dan lainnya relatif kecil, antara 5 persen sampai dengan 20
persen.
fungsi ini sangat dipengaruhi oleh kenaikan gaji pegawai (baik dari segi nominal
kebutuhan yaitu sebesar 250.055,65 miliar rupiah atau 64,91 persen lebih tinggi
dari rata-rata belanja pelayanan umum seluruh kabupaten yang ada yaitu
adalah Kabupaten Pakpak Bharat yang hanya 34.444,74 miliar rupiah atau 77,28
(32 persen). Sepuluh kabupaten tersebut adalah Simeuleu, Aceh Selatan, Aceh
50
Barat Daya, Pakpak Bharat, Nias Selatan, Solok, Kaur, Lampung Barat, Lampung
50,0
40,0
alokasi anggaran
30,0
20,0
10,0
0,0
Banyuasin
Lahat
Simeuleu
Solok Selatan
Ogan Ilir
Kaur
Solok
Pasaman Barat
Mukomuko
Aceh Selatan
Nias
Nias Selatan
Way Kanan
Aceh Besar
Tapanuli Tengah
Lampung Barat
Pakpak Bharat
Padang Pariaman
Aceh Barat Daya
Lampung Utara
Aceh Jaya
Lebong
Kabupaten
Sumber: Kemenkeu, 2009 (diolah)
dan promosi potensi wilayah. Kabupaten Lahat memiliki belanja fungsi ekonomi
10,0
5,0
0,0
Simeuleu
Aceh Selatan
Nias
Nias Selatan
Banyuasin
Aceh Besar
Tapanuli Tengah
Solok Selatan
Lampung Barat
Pakpak Bharat
Solok
Pasaman Barat
Lahat
Way Kanan
Padang Pariaman
Ogan Ilir
Kaur
Aceh Barat Daya
Mukomuko
Aceh Jaya
Lebong
Lampung Utara
Kabupaten
Sumber: Kemenkeu, 2009 (diolah)
Gambar 4.6. Alokasi Belanja Fungsi Ekonomi Menurut Kabupaten Tahun 2009
9,5 persen. Alokasi fungsi ini relatif kecil untuk pengembangan ekonomi
alokasi fungsi ekonomi memang berbeda dimana Nias Selatan masih lebih
pembelanjaan fungsi ini antara lain seperti pembelian obat, fasilitas kesehatan
15,00
alokasi anggaran
10,00
5,00
0,00
Kabupaten
Kabupaten Kaur terbukti dapat menurunkan angka kejadian penyakit menular dan
endemik.
53
40,00
30,00
alokasi anggaran
20,00
10,00
0,00
Kabupaten
Sumber: Kemenkeu, 2009 (diolah)
Gambar 4.8. Alokasi Belanja Fungsi Pendidikan Menurut Kabupaten Tahun 2009
Pada Gambar 4.8 bahwa secara rata-rata belanja pemerintah daerah untuk
fungsi pendidikan cukup besar, yaitu 27,02 persen. Alokasi fungsi pendidikan
alokasi fungsi yang lain. Kabupaten yang paling sedikit mengalokasikan belanja
pada tahun 2009 jika dibandingkan dengan tahun 2007. Hal ini salah satunya
yang belum tercakup seperti perlindungan sosial dan lingkungan hidup. Belanja
20,00
15,00
alokasi anggaran
10,00
5,00
0,00
Kabupaten
Gambar 4.9. Alokasi Belanja Fungsi Lainnya Menurut Kabupaten Tahun 2009
55
8,8 persen. Pada Gambar 4.9 terlihat bahwa alokasi fungsi ekonomi antardaerah
sebesar 2,8 persen, sedangkan Lebong tertinggi sebesar 20,3 persen. Belanja
lingkungan hidup. Kabupaten Lebong mempunyai alokasi yang cukup tinggi pada
hutan sangat digalakkan oleh pemerintah daerahnya. Kabupaten Nias dan Nias
Selatan juga memiliki alokasi yang belanja fungsi lainnya yang tinggi terkait
dan Jantho) sebagai kawasan wisata dan berikat serta pembangunan jaringan
Selatan yang hanya sebesar 2,95 dan 4,27 persen. Hal tersebut dikarenakan
Kabupaten Aceh lainnya juga terkena dampak bencana, akan tetapi tidak separah
16,00
Simeuleu
Aceh Besar
14,00 Aceh Selatan
Aceh Barat Daya
12,00 Aceh Jaya
Nias
Pertumbuhan Ekonomi
Tapanuli Tengah
10,00
Nias Selatan
Padang Pariaman
8,00 Pakpak Bharat
Solok
6,00 Solok Selatan
Pasaman Barat
Lahat
4,00
Banyuasin
Ogan Ilir
2,00 Kaur
Mukomuko
0,00 Lebong
Lampung Barat
0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00
Lampung Utara
PDRB Perkapita (juta rupiah) Way Kanan
Pariaman dan Kaur yang jauh lebih kecil dengan pertumbuhan sebesar 3,94
persen dan 3,98 persen (nasional 4,74 persen). Hal tersebut salah satunya
8,00
Simeuleu
Aceh Besar
7,00 Aceh Selatan
Aceh Barat Daya
6,00 Aceh Jaya
Nias
Pertumbuhan Ekonomi
Tapanuli Tengah
5,00 Pakpak Bharat
Nias Selatan
4,00 Padang Pariaman
Solok
Solok Selatan
3,00
Pasaman Barat
Lahat
2,00 Banyuasin
Ogan Ilir
1,00 Kaur
Mukomuko
Lebong
0,00 Lampung Barat
0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 Lampung Utara
PDRB Perkapita (juta rupiah) Way Kanan
cepat) dan kuadran empat (merupakan kabupaten yang relatif tertinggal). Pada
tahun 2007, hanya empat kabupaten yang termasuk kategori daerah berkembang
59
cepat yaitu Kabupaten Aceh Besar, Pasaman Barat, Nias, dan Simeuleu. Delapan
sebagian besar kabupaten tertinggal naik peringkat pada tahun 2009. Tersisa
Kabupaten Kaur, Simeuleu, Way Kanan, Mukomuko, Nias Selatan, Lebong, Aceh
kelas tipologi masuk menjadi dalam kuadran empat. Hal tersebut berarti
pertumbuhan pada tahun 2007 tidak berkesinambungan dan hanya berupa shock
pertumbuhan.
BAB V
analisis data panel, dilakukan melalui 3 pendekatan model estimasi, yaitu Pooled
Least Square Model, Fixed Effect Model, dan Random Effect Model. Melalui
daerah per fungsi dan variabel lain di dalam model terhadap pertumbuhan
analisis regresi data panel yang terbaik. Kemudian dilakukan pengujian asumsi
klasik terhadap model estimasi data panel Random Effect Model pada Lampiran 3
5.1.2.1.Uji Multikolinearitas
rendah dari 0,80 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas.
61
Nilai koefisien korelasi antarvariabel bebas semuanya kurang dari 0,80. Hal ini
Dengan hipotesis
H1 : Terdapat autokorelasi
ada ada
autokorelasi tidak ada tidak ada autokorelasi
negatif keputusan keputusan positif
0 dL dU 2 4-dU 4-dL 4
Sumber: Gujarati (2003)
Tabel 5.2. Hasil Pengolahan dengan Weighting Random Effect Model untuk
Menguji Heteroskedastisitas
Weighted Statistics
Unweighted Statistics
yang lebih kecil dibandingkan nilai Sum squared residual Unweighted Statistisc
dan nilai R-squared Weighted Statistic yang lebih besar dibandingkan nilai R-
konstan.
estimator tidak lagi BLUE karena tidak lagi mempunyai varians yang minimum,
estimasi regresi yang dihasilkan tidak efisien serta uji hipotesis yang didasarkan
pada uji F dan t tidak dapat dipercaya. Jika model mengalami masalah ini, dengan
dapat ditentukan bahwa model estimasi analisis data panel yang terbaik adalah
Random Effect Model dengan cross-section weighting SUR dengan hasil output
persen. Variasi sisanya sebesar 68,65 persen dapat dijelaskan oleh variabel lain di
luar model.
64
Tabel 5.3. Hasil Penetapan Model Menggunakan Random Effect Model dengan
Cross-section Weighting SUR
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
Effects Specification
S.D. Rho
Weighted Statistics
Unweighted Statistics
terdapat satu di antara variabel belanja pemerintah daerah per fungsi maupun
daerah fungsi pelayanan umum, fungsi kesehatan, fungsi pendidikan dan fungsi
yang lain yaitu angkatan kerja dan belanja fungsi ekonomi tidak berpengaruh
dari hasil analisis regresi. Kenaikan satu persen belanja fungsi pendidikan akan
maupun softskills.
Dengan tenaga yang lebih terampil dan kreatif, diharapkan potensi sumberdaya
maka sebaiknya alokasi fungsi ini ditingkatkan. Hasil ini sesuai dengan penelitian
Dari hasil analisis regresi diperoleh hasil koefisien untuk variabel belanja
fungsi kesehatan adalah sebesar 2,032626. Ini berarti bahwa kenaikan satu persen
pengobatan gratis juga sangat membantu masyarakat memperoleh akses obat yang
fungsi pelayanan umum sebesar -1,372154. Hal ini diartikan bahwa kenaikan satu
belanja gaji pegawai negeri dan operasional. Hal ini merupakan indikasi bahwa
Belanja fungsi ini tidak dapat memberikan dampak dalam peningkatan output.
67
Dari hasil analisis regresi diperoleh hasil koefisien untuk variabel belanja
fungsi lainnya sebesar -1,3125 dan signifikan. Ini berarti bahwa belanja fungsi
Peningkatan belanja fungsi lainnya sebesar satu persen hanya akan mengurangi
Pengaruh negatif dari belanja fungsi lainnya ini merupakan indikasi bahwa
operasional distribusi raskin dan bantuan sosial lain. Bantuan tersebut merupakan
berpengaruh negatif sesuai dengan hasil penelitian Folster dan Henrekson (1999)
antara belanja fungsi ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi masih positif. Hal
tersebut bisa diartikan jika signifikan, maka kenaikan belanja fungsi tersebut akan
Setelah diteliti ternyata alokasi belanja fungsi ekonomi oleh pemerintah daerah
mempunyai porsi alokasi yang relatif kecil (rata-rata hanya sebesar 9 persen) dan
terdahulu yaitu Sodik (2007) yang mengemukakan bahwa tidak semua angkatan
produksi selain modal, akan tetapi, ketersediaan lapangan usaha tidak sebanding
dengan jumlah angkatan kerja yang ada. Masih banyak angkatan kerja yang
tertinggal masih bergantung pada sektor pertanian dan belum berekspansi pada
sektor modern. Hal inilah yang merupakan alasan terbatasnya jumlah ketersediaan
6.1. Kesimpulan
6.2. Saran
ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Baltagi, B.H. 2005. Econometric Analysis of Panel Data Second Edition. Jhon
Wiley and Sons, ltd, London.
Norista, G. P. 2010. Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi terhadap Laju
Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah [Skripsi]. Universitas
Diponegoro, Semarang.
Nurudeen, A. dan Usman A. 2010. “Government Expenditure and Economic
Growth in Nigeria, 1970 – 2008: A Disaggregate Analysis”. Business and
Economics Journal, Volume 2010 (BEJ-4): 1-11.
Tadjudin, Z. M., Suharyo, W. I., dan Mishra, S., 2001. Regional Disparity and
Vertical Conflict in Indonesia. UNDP/UNSFIR (United National Special
Facility for Indonesian Recovery). Mimeo, Jakarta.
Winarno, W.W. 2007. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan EViews. UPP
STIM YKPM, Yogyakarta.
Effects Specification
S.D. Rho
Weighted Statistics
Unweighted Statistics
1. UJI CHOW
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: COBA2
Test cross-section fixed effects
2. UJI HAUSMAN
Chi-Sq.
Test Summary Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
1. Normalitas
12
Series: Standardized Residuals
Sample 2007 2009
10 Observations 66
8 Mean -1.93e-17
Median -0.001986
Maximum 0.855810
6 Minimum -0.712200
Std. Dev. 0.315596
4
Skewness 0.175203
Kurtosis 3.124465
2 Jarque-Bera 0.380257
Probability 0.826853
0
-0.8 -0.6 -0.4 -0.2 -0.0 0.2 0.4 0.6 0.8
Berdasarkan nilai prob 0,827 > α (0,05) berarti disimpulkan tolak H0 (residual
tersebar normal).
2. Autokorelasi
H0 : tidak ada korelasi serial
H1 : ada korelasi serial
H0 tidak ditolak jika p value obs R square < α,
atau nilai p value dari Durbin Watson terletak pada du < dw < 4-du
Kesimpulan: Karena p value Durbin Watson 1,825 dengan nilai du = 1,664 dan dL
= 1,053 sehingga nilainya terletak diantara 1,664 < 1,825 < 2,34 maka tidak tolak
H0 (tidak ada autokorelasi dalam model regresi)
3. Multikolinieritas
Korelasi a b c d e f
a 1 0.4975 0.6934 0.5606 0.2515 0.7832
b 0.4975 1 0.6355 0.5899 0.2203 0.5638
c 0.6934 0.6355 1 0.4513 0.3614 0.7396
d 0.5606 0.5899 0.4513 1 -0.1983 0.5055
e 0.2515 0.2203 0.3614 -0.1983 1 0.1766
f 0.7832 0.5638 0.7396 0.5055 0.1766 1
Keterangan: a. Ln variabel jumlah angkatan kerja
b. Ln variabel belanja fungsi ekonomi
c. Ln variabel belanja fungsi kesehatan
d. Ln variabel belanja fungsi lainnya
e. Ln variabel belanja fungsi pelayanan umum
f. Ln variabel belanja fungsi pendidikan
Dikarenakan nilai korelasi antara variabel bebas < 0,8 maka dapat disimpulkan
bahwa tidak terjadi multikolinieritas antara variabel bebas
4. HETEROSKEDASTISITAS
Unweighted Statistics
Effects Specification
S.D. Rho
Weighted Statistics
Unweighted Statistics