Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Lebih dari 80% perdarahan intraserebral spontan terjadi di hemisfer


serebri, selebihnya terletak di intratentorial dalam pons atau cerebellum.
Perdarahan pada batang otak merupakan hal yang jarang terjadi dibandingkan
dengan perdarahan intraserebral supratentorial, tetapi pada 50% dari perdarahan
infratentorial terjadi di batang otak. Perdarahan pada batang otak sering
mengakibatkan keadaan yang membahayakan penderita dengan manifestasi klinik
mulai dari defisit neurologis focal hingga penderita mengalami koma bahkan
mengakibatkan kemantian. Sebagian kecil penderita yang selamat dan sebagian
besar yang selamat mengalami kecacatan yang berat.1
Adanya perdarahan batang otak biasanya memberikan gambaran
quadriparesis meskipun pembuluh darah yang terkena adalah pembuluh darah
salah satu sisi. Hal tersebut disebabkan karena efek penekanan dan edema yang
disebabkan oleh adanya massa darah. Akan tetapi pada sebagian penderita hanya
mengalami hemipelgi atau hemiparese alternans, dengan berbagai macam gejala
klinik yang biasanya disebut sebagai sindrom batang otak dengan berbagai macam
pembagiannya.1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI BATANG OTAK


Batang otak (brainstem) adalah struktur padat dengan nuklei saraf kranial,
fasikula saraf dan traktus asenden dan desenden yang sama-sama saling
berdampingan. Bahkan suatu lesi tunggal relatif kecilpun hampir selalu merusak
beberapa nukleus, pusat refleks, traktus atau jaras. Batang otak berada di bagian
paling kaudal otak dan terletak pada tulang tengkorak yang memanjang sampai ke
tulang punggung atau sum-sum tulang belakang. Bagian ini mengatur fungsi dasar
manusia seperti mengatur pernapasan, denyut jantung, pencernaan, insting
terhadap bahaya dan sebagainya.2
Batang otak terbagi menjadi beberapa bagian yakni:
a) Mesensefalon: fungsi untuk mengontrol otak besar dan otak kecil, berfungsi
mengatur penglihatan seperti lensa mata, pupil mata dan kornea.
b) Pons: fungsi untuk mengontrol apakah kita sedang terjaga atau tertidur.
c) Medulla oblongata: fungsi untuk mengatur sirkulasi darah, denyut jantung,
pernapasan dan pencernaan.
Batang otak mengandung banyak jaras serabut, termasuk semua jaras
asendens dan desendens yang menghubungkan otak dengan perifer. Beberapa
jaras ini menyilang garis tengah ketika melewati batang otak dan beberapa di
antaranya membentuk sinaps sebelum melanjutkan perjalanan di sepanjang
jarasnya. Terdapat banyak nuklei di batang otak yaitu:
 Nuklei nervus III – nervus XII
 Nukleus ruber dan substansia nigra mesensefalon; nuklei pontis dan nuklei
olivarius medulla yang berperan pada sirkuit regulasi motorik.
 Nuklei lamina quadrigemina mesensefali yang merupakan stasiun jaras visual
dan auditorik.
Hampir seluruh batang otak diliputi jaringan difus neuron yang tersusun
padat (formasio retikularis) yang mengandung pusat regulasi otonomik yang
penting untuk berbagai fungsi tubuh vital, termasuk aktivitas jantung, sirkulasi
2
dan respirasi. Formasio retikularis juga mengirimkan impuls pengaktivasi ke
korteks serebri yang dibutuhkan untuk mempertahankan kesadaran. Jaras
desendens dari formasio retikularis mempengaruhi aktivitas neuron motorik
spinal. Karena batang otak mengandung berbagai macam nuklei dan jaras saraf
pada ruang yang sangat padat, bahkan lesi yang kecil pada batang otak dapat
menimbulkan berbagai tipe defisit neurologis secara simultan (seperti pada
berbagai sindroma vaskular batang-otak).1

Gambar 1. Anatomi batang otak

3
Anatomi suplai darah pada batang otak

Gambar 2. Anatomi suplai darah pada mesensefalon

Gambar 3. Anatomi suplai darah pada pons

4
Gambar 4. Anatomi suplai darah pada medulla oblongata.

Arteri vertebralis timbul dari arteri subklavia dan ketika mereka melewati
foramina costotransverse dari C6 ke C2. Mereka memasuki tengkorak melalui
foramen magnum dan bergabung di persimpangan pontomedullary untuk
membentuk arteri basilar. Setiap arteri vertebralis biasanya bercabang menjadi
arteri serebelar posterior inferior (PICA). Di bagian atas pons, arteri basilari
terbagi menjadi 2 arteri serebral posterior.
Arteri basilaris bercabang menjadi arteri sereblar superior yang memasok
bagian lateral pons dan otak tengah, serta permukaan superior dari otak kecil.
Otak kecil dipasok oleh arteri sirkumfleksan, arteri serebelar anterior inferior dan
arteri superior sereblar dari arteri basilar. Medulla diperdarahi oleh PICA dan
cabang kecil dari arteri vertebralis. Pons diperdarahi oleh cabang-cabang dari
arteri basilaris. PCA memperdarahi otak tengah, thalamus dan korteks oksipital.

2.2 GANGGUAN BATANG OTAK


Perfusi inadekuat untuk region batang otak tertentu dapat terjadi secara
transien (misalnya, iskemia transien pada subclavian steal syndrome) atau
permanen yang menyebabkan nekrosis jaringan, misalnya infark batang otak.
5
Kelumpuhan piramidalis akibat lesi di batang otak merupakan gejala bagian
dari sindroma batang otak yang dapat diperinci diantaranya:

Tabel 1. Kumpulan Sindroma Batang Otak


SINDROMA SINDROMA PONS SINDROMA MEDULLA
MESENSEFALON OBLONGATA

 Sindrom Weber  Sindrom Foville-Millard  Sindrom Lateralis/


 Sindrom Benedict Gubler Wallenberg
 Tegmentum pontis  Sindrom Dejerine
kaudale
 Tegmentum pontis orale
 Basis pontis kaudalis
 Basis pontis bagian
tengah

Sindrom-sindrom tersebut terdiri dari manifestasi gangguan motorik dan


sensibilitas, bahkan manifestasi gangguan sistem otonom juga bisa menjadi gejala
tambahan. Kelumpuhan piramidalis akibat kelumpuhan batang otak, tidak peduli
lokalisasinya mempunyai satu ciri khas, yaitu: kelumpuhan UMN kontralateral
yang disertai oleh kelumpuhan saraf motorik atau defisit sensorik akibat
kerusakan pada saraf otak sensorik pada sisi dan tingkat lesi. Kelumpuhan
tersebut berupa hemiparesis. Hemiparesis yang diiringi oleh gangguan saraf
tersebut dinamakan hemiparesis alternans.2

2.2.1 Sindrom Weber (Sindrom Pedunkulus Serebri)


Definisi
Sindrom Weber merupakan suatu kumpulan gejala klinis dan tanda yang
meliputi kelumpuhan nervus okulomotorius (N.III) ipsilateral, hemiparesis spastik
kontralateral, rigiditas parkinsonism kontralateral (substansia nigra), distaksia
kontralateral (traktus kortikopontis) serta adanya defisit saraf kranialis yang
kemungkinan disebabkan adanya gangguan pada persarafan supranuklear pada
nervus VII, IX, X dan XII.3

6
Etiologi
a) Penyumbatan pada pembuluh darah cabang samping yang berinduk pada ramus
perforantes medialis arteria basilaris. Oklusi ramus interpendikularis arteri
serebri posterior dan arteri khoroidalis posterior.
b) Insufisiensi perdarahan yang mengakibatkan lesi pada batang otak.
c) Lesi yang disebabkan oleh proses neoplasmatik sebagai akibat invasi dari
thalamus atau serebelum. Lesi neoplasmatik sukar sekali memperlihatkan
keseragaman oleh karena prosesnya berupa pinealoma, glioblastoma dan
spongioblastoma dari serebelum. Penyebab yang jarang adalah tumor (glioma).
d) Lesi yang merusak bagian medial pedunkulus serebri.
e) Stroke (hemoragik atau infark) di pedunkulus serebri.
f) Hematoma epiduralis.

Manifestasi Klinis
Lesi ini biasanya bersifat unilateral dan mempengaruhi beberapa struktur dalam
otak tengah.3,4
Tabel 2. Kerusakan struktur batang otak dan efeknya.
KERUSAKAN STRUKTUR EFEK
Substansia nigra Kontralteral parkinsonism
Serabut kortikospinalis Kontralateral hemiparesis
Traktus kortikobulbaris Kerusakah pada otot-otot wajah bagian
bawah yang kontralateral dan fungsi
nervus hipoglosus (N.XII)
Serabut nervus okulomotorius (N.III) Kelumpuhan nervus okulomotorius
ipsilateral yang menyebabkan kelopak
mata terkulai dan pupil yang melebar.
Hal ini menyebabkan diplopia.

Lesi yang disebabkan oleh proses neoplasmatik dapat merusak bangunan-


bangunan mesensefalon sebagai akibat invasi dari thalamus atau serebelum, maka
tiap corakan kerusakan dapat terjadi, sehingga lesi neoplasmatik sukar sekali
7
memperlihatkan suatu keseragaman. Lesi unilateral di mesensefalon
mengakibatkan timbulnya hemiparesis atau hemiparesis kontralateral. Lesi yang
merusak bagian medial pedunkulus serebri akan menimbulkan hemiparesis yang
disertai paresis nervus okulomotorius ipsilateral dengan pupil yang berdilatasi dan
terfiksasi. Kombinasi kedua jenis kelumpuhan ini dikenal dengan nama
hemiparesis alternans nervus okulomotorius atau sindroma dari Weber. Lesi pada
daerah fasikulus longitudinalis medialis akan mengakibatkan timbulnya
hemiparesis alternans nervus okulomotorius (N.III) yang diiringi juga dengan
gejala yang dinamakan oftalmoplegia internuklearis.3

Diagnosa
Diagnosa Sindrom Weber dapat ditegakkan dengan melakukan anmnesis
tentang riwayat penyakit, termasuk juga riwayat keluhan berapa lama keluhan
sudah dirasakan dan apakah keluhan tersebut terjadi pada satu sisi atau dua sisi.
Pemeriksaan saraf biasanya dapat dilakukan dan sangat membantu untuk
menentukan adanya Sindrom Weber. Pemeriksaan nervus okulomotorius (nervus
III) biasanya dilakukan bersama-sama dengan pemeriksaan nervus troklearis
(nervus IV) dan nervus abdusen (nervus VI).3
Pemeriksaan tersebut terdiri atas:
a) Pemeriksaan celah kelopak mata
Pasien diminta untuk memandang lurus ke depan, kemudian dinilai kedudukan
kelopak mata terhadap pupil dan iris.
b) Pemeriksaan pupil, yang perlu diperiksa adalah:
 Ukuran: apakah normal diameternya, miosis, midriasis, pin-point pupil
 Bentuk: apakah normal, isokor, anisokor
 Posisi: apakah sentral atau eksentrik
 Refleks pupil

8
Refleks cahaya langsung cahaya diarahkan pada satu pupil; reaksi yang
tampak adalah kontraksi pupil homolateral
Refleks cahaya tidak langsung cahaya diarahkan pada satu pupil
Refleks akomodasi- Pasien diminta melihat jauh kemudian melihat
konvergensi ke tangan pemeriksan yang diletakkan 30cm di
depan hidung pasien. Pada saat melihat tangan
pemeriksa, kedua bola mata pasien bergerak
secara konvergensi (kearah nasal) dan tampak
pupil mengecil. Refleks ini negatif pada
kerusakan saraf simpatikus leher.
Refles siliospinal (refleks Refleksi reaksi nyeri dilakukan dalam ruangan
nyeri) dengan penerangan yang samar-samar. Dengan
cara merangsang nyeri pada daerah leher dan
sebagai reaksi pupil akan melebar pada sisi
ipsilateral. Refleks ini terjadi bila ada benda
asing pada kornea atau intraokuler atau pada
cedera mata/ pelipis.
Refleks okulosensorik Refleks nyeri ini adalah terjadinya konstriksi
atau dilatasi disusul konstriksi, sebagai respons
rangsang nyeri di daerah mata atau sekitarnya.

c) Gerakan bola mata


Dinilai dengan gerakan bola mata keenam arah yaitu lateral, medial, lateral
atas, medial atas dan medial bawah untuk mengetahui fungsi otot-otot
ekstrinsik bola mata, dengan cara: pasien menghadap ke depan dan bola
mata digerakkan menurut perintah atau mengikuti arah objek di depan
pasien.

9
2.2.2 Sindrom Benedickt
Definisi
Sindrom Benedickt merupakan sindrom neurologi paralisis nervus
okulomotorius (N.III) karena trauma pada N.III dan nukleus ruber. Hal ini terjadi
disebabkan tersumbatnya cabang-cabang interpedunkularis dari arteri basilaris
atau serebralis posterior atau keduanya pada otak tengah. Ini digambarkan sebagai
suatu kelumpuhan n. okulomorius ipsilateral yang disertai oleh tremor berirama
atau ritmik pada tangan kanan atau kaki bagian kontralateral yang ditingkatkan
oleh adanya gerakan mendadak atau tanpa disengaja, dan menghilang ketika
istirahat. Yang merupakan akibat dari kerusakan pada nukleus ruber yang menuju
keluar dari sisi yang berlawanan ada hemisfer serebelum. Bisa juga terdapat
hiperestesia kontralateral. Selain itu, adanya gangguan sensasi raba, posisi, getar
kontralateral serta diskriminasi dua titik (keterlibatan lemniskus medialis);
hiperkinesia kontralateral (tremor, korea, atetosis) akibat keterlibatan pada
nukleus ruber; rigiditas kontralateral (substansia nigra). 1,2

Patofisiologi
Sindrom Benedickt terjadi bila salah satu cabang dari rami perforantes para
medial arteri basilaris yang tersumbat maka infark akan ditemukan di daerah yang
mencakup 2/3 bagian lateral pedunkulus serebri dan daerah nucleus ruber. Maka
hemiparesis alternans yang ringan sekali saja disertai oleh hemiparesis ringan
nervus III akan tetapi dilengkapi juga dengan adanya gerakan involunter pada
lengan dan tungkai yang paretik ringan (di sisi kontralateral) itu.
Sindrom Benedict terjadi jika lesi menduduki kawasan nukleus ruber sesisi
yang ikut rusak bersama-sama radiks nervus okulomotorius ialah neuron-neuron
dan serabut-serabut yang tergolong dalam susunan ekstrapiramidal. Pada sindrom
ini, lesi pada area nucleus ruber memotong saraf fasikuler dari nervus III pada saat
mereka melewati otak tengah bagian ventral, beberapa lesi menyebabkan
kelumpuhan okulomotorius, dengan hiperkinesia kontralateral (tremor, khorea,
atetosis). 1,2

10
Sindrom Benedict merupakan hasil dari penggabungan dan pelunakan
fasikuler dari satu nervus okulomotorius pada region nukleus ruber ipsilateral.
Maka pasien akan mengalami kelumpuhan nervus III tipe perifer dengan
diskinesia (hiperkinesia dan ataksia) kontralateral dan tremor yang menetap pada
lengan. Sindrom Benedickt adalah bila pada otak tengah tingkat kerusakan sampai
di nukleus ruber atau di fasikulus nervus III akan menyebabkan kelumpuhan pada
nervus III yang komplit atau parsial. Kerusakan sampai pada nukleur ruber (diluar
dari sisi lain hemisfer serebelum) juga akan menyebabkan tremor kontralateral.

Etiologi
Adanya lesi pada nukleus ruber dan nervus okulomotorius karena oklusi
pada ramus interpedunkularis arteri basilaris atau arteri serebri posterior atau
keduanya pada otak tengah, trauma atau tumor. 1,2

Manifestasi klinis
 Kelumpuhan nervus III ipsilateral dengan midrasis dan terfiksasi (gangguan
serabut radiks nervus III)
 Gangguan sensasi raba, posisi dan getar kontralateral
 Gangguan diskriminasi dua titik (keterlibatan lemnikus medialis dan traktus
spino talamikus)4
 Hiperkinesia kontralateral (tremor, khorea, atetosis), akinesia kontralateral
 Rigiditas kontralateral (substansia nigra).
Tabel 3. Kerusakan struktur batang dan efek yang terjadi3 :
Struktur yang terlibat Efek klinis
Lemnikus medialis Gangguan sensasi raba, posisi dan getar
kontralateral.
Nukleus ruber Hiperkinesia kontralateral (korea atetosis)
Substansia nigra Akinesia (parkinsomnisme) kontralateral
Radiks n. okulomotorius Kelumpuhan n. okulomotorius ipsilateral dengan
pupil yang berdilatasi dan terfiksasi

11
Gambar 5. Letak lesi pada sindrom Weber dan Benedict.

2.2.3 Sindrom Foville-Millard Gubler (Sindrom basis pontis kaudalis)


Definisi
Hemiplegia alternans akibat lesi di pons adalah selamanya kelumpuhan
UMN yang melibatkan belahan tubuh sisi kontralateral, yang berada dibawah
tingkat lesi yang berkombinasi dengan kelumpuhan LMN pada otot-otot yang
disarafi oleh nervus VI atau nervus VII.1,2

Etiologi
Sindrom ini terjadi disebabkan oklusi ramus interpedunkularis arteri
basilaris dan arteri serebri posterior. Sindrom Millard Gubler dan sindrom Foville
termasuk juga ke dalam bagian dari sindrom hemiplegia alternans pons. Sindrom
ini disebabkan akibat terbentuknya suatu lesi vaskuler yang bersifat unilateral.
Selaras dengan pola percabangan arteri-arteri, maka lesi vaskular di pons dapat
dibagi ke dalam:
 Lesi paramedian akibat penyumbatan salah satu cabang dari rami perforantes
medialis a.basilaris
 Lesi lateral, yang sesuai dengan kawasan perdarahan cabang sirkumferens yang
pendek
 Lesi di tegmentum bagian rostral pons akibat penyumbatan a. serebeli superior

12
 Lesi di tegmentum bagian kaudal pons, yang seesuai dengan kawasan
perdarahan sirkumferens yang panjang.
Penyumbatan parsial terhadap salah satu cabang dari rami perforantes
medialis arteri basilaris sering disusul oleh terjadinya lesi-lesi paramedian. Jika
lesi paramedian itu bersifat unilateral dan luas adanya, maka jaras kortikobulbar
atau kortikospinal berikut dengan inti-inti pes pontis serta serabut-serabut
pontoserebelar akan terusak. Tegmentum pontis tidak terlibat dalam lesi
tersebut.1,2,4

Manifestasi klinik
Tabel 4. Pada sindrom Foville, lesi mengenai bagian dorsal pons sehingga
menyebabkan:
Struktur yang terlibat Efek klinis
Lemnikus medialis Gangguan sensasi raba, posisi dan getar
kontralateral.
Lemnikus lateralis Tuli
Nucleus n. fasialis Kelumpuhan n. fasialis perifer ipsilateral
Traktus spinitalamikus Analgesia dan termanestesia setengah tubuh
lateralis kontralateral
Traktus piramidalis Hemiplegia spastic kontralateral
N. abdusens Kelumpuhan n. abdusens perifer ipsilateral

13
Gambar 6. Sindrom Foville- Millard Gubler

14
Tabel 5. Pada sindrome Millard-Gubler, lesi mengenai bagian ventral pons dan
menyebabkan:
Struktur yang terlibat Efek klinis
Traktus kortikospinalis Hemiplegia kontralateral
N. fasialis Kelumpuhan wajah ipsilateral
N. abdusens Kelumpuhan melirik ke lateral ipsilateral

Manifestasi berupa penyumbatan parsial terhadap cabang dari rami


perforantes medialis arteri basilaris seperti itu akan menimbulkan gejala berupa
hemiplegia yang bersifat kontralateral, yang pada lengan bersifat lebih berat
ketimbang pada tungkai. Jika lesi paramedian itu terjadi secara bilateral, maka
kelumpuhan seperti yang telah diuraikan tadi akan terjadi pada kedua sisi bagian
tubuh. Namun jika lesi paramedian terletak pada bagian kaudal pons, maka akar
nervus abdusens juga akan ikut terlibat. Maka dari itu pada sisi lesi terdapat
kelumpuhan LMN musculus rektus lateralis, yang membangkitkan strabismus
konvergens ipsilateral dan kelumpuhan UMN yang melanda belahan tubuh
kontralateral, yang mencakup lengan tungkai sisi kontralteral berikut dengan otot-
otot yang disarafi oleh nervus VII, nervus IX, nervus X, nervus XI dan nervus XII
sisi kontralateral. Gambaran penyakit inilah yang dikenal sebagai sindrom
hemiplegi alternans nervus abdusens.
Selain itu dapat juga terjadi suatu lesi unilateral di pes pontis yang meluas
ke samping, sehingga melibatkan juga daerah yang dilalui n.fasialis. Sindrom
hemiplegia alternans padamana pada sisi ipsilateral terdapat kelupuhan LMN,
yang melanda otot-otot yang disarafi n.abdusens dan n.fasialis yang disebut
sebagai Sindrom Millard Gubler. Jika serabut-serabut kortikobulbar untuk
nukleus n.VI ikut terlibat dalam lesi, maka ‘deviation conjugee’ mengiringi
sindrom Millard Gubler. Kelumpuhan bola mata yang konjugat itu dikenal juga
sebagai Sindrom Foville, sehingga hemiplegia alternans nervus abdusens et
fasialis yang disertai sindrom Foville itu disebut sebagai Sindrom Foville –
Millard Gubler.1,2,4

15
2.2.4 Sindrom Tegmentum Pontis Kaudale
Etiologi
Sindrom ini terjadi disebabkan oleh oklusi cabang arteri basilaris (ramus
sirkumferensialis longus dan brevis).4
Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah kelumpuhan nuclear abdusen
dan fasialis ipsilateral, nistagmus (fasikulus longitudinalis medialis), paresis
tatapan kearah sisi lesi; hemiataksia dan asinergia ipsilateral (pedunkulus
serebralis medialis); analgesia dan termanestesia kontralateral (traktus
spinotalamikus lateralis); hipestesia dan gangguan sensasi posisi dan getar sisi
kontralateral (lemniskus medialis); mioritmia palatum dan faring ipsilateral
(traktus tegmentalis sentralis).

Manifestasi klinis

Gambar 7. Sindrome tegmentum pontis kaudale

Tabel 7. Kerusakan struktur batang dan efek yang terjadi:


Kerusakan struktur Efek
Lemnikus medialis Gangguan sensasi raba, posisi, dan getar
kontralateral
Lemnikus lateralis Tuli
Nukleus n. fasialis Kelumpuhan n. VII perifer ipsilateral
Traktus spinotalamikus Analgesia dan termanestesia setengah tubuh
lateralis kontralateral

16
Traktus piramidalis Hemiplagia spastic kontralateral
N. abdusen Kelumpuhan n. VI perifer ipsilateral

2.2.5 Sindrom Tegmentum Pontis Orale


Etiologi
Sindrom ini terjadi disebabkan oklusi ramus sirkumferensialis longus arteri
basilaris dan arteri serebelaris superior.4
Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah hilangnya sensasi wajah
ipsilateral (gangguan semua serabut nervus trigeminus) dan paralisis otot-otot
pengunyah (nucleus motorius nervus trigeminus), hemiataksia, intention tremor,
adiadokokinesia (pedunkulus serebelaris superior); gangguan semua modalitas
sensorik kontralateral.

Manifestasi klinis

Gambar 8. Sindrome tegmentum pontis orale

17
Tabel 6. Kerusakan struktur batang dan efek yang terjadi:
Kerusakan struktur Efek
Pedunkulus serebelaris  Hemiataksia
superior  Intention tremor
 Adiadokokinesi
 Disarteria serebelar
Nukleus prinsipalis sensorik Gangguan sensasi epikritik wajah ipsilateral
n. trigeminus
Nukleus traktus spinalis n. Analgesia dan termanestesia wajah ipsilateral
trigeminus
Nucleus motoric n. Paralisis flaksid (nuklear) otot-otot pengunyah
trigeminus ipsislateral
Traktus tegmentalis sentralis Mioritmia palatum dan faring
Traktus tektospinalis Hilangnya reflex kedip
Traktus spinotalamikus Analgesia dan termanestesia separuh tubuh
lateral kontralateral
Lemnikus lateralis Tuli
Lemnikus medialis  Gangguan sensasi raba, getar, dan posisi
separuh tubuh kontralateral
 Ataksia
Traktus kortikonuklearis Kelumpuhan n. fasialis, n. glosofaringeus, n.
(serabut yang keluar) vagus, n. hipoglosus

2.2.6 Sindrome Basis Pontis Bagian Tengah


Etiologi
Sindrom ini muncul akibat dari oklusi ramus sirkumferensialis longus arteri
basilaris dan arteri serebelaris superior. 1,2

18
Manifestasi klinis
Gambaran klinis adalah hemianestesi semua modalitas sensorik ipsilateral,
paralisis flasid otot pengunyah ipsilateral, hemiataksia, intention termor,
adiadokokinesi, disatria sereblar dan hemiparesis spastik kontralateral.4

Gambar 9. Sindrom basis pontis bagian tengah

Tabel 7. Kerusakan struktur batang dan efek yang terjadi:


Struktur yang terlibat Efek klinis
Radiks n. trigeminus  Hemianestesia semua modalitas sensorik
ipsilateral
 Paralisis flaksid otot pengunyah ipsilateral
Pedunkulus serebelaris Hemiataksia dan asinergia ipsilateral
medial
Traktus kortikospinalis Hemiparesis spastik kontralateral
Nuclei pontis Diktaksia ipsilateral

19
2.2.7 Sindrom Wallenberg (Sindrom Medularis Dorsolateralis)
Definisi
Sindroma Wallenberg atau memiliki nama lain Sindroma medula lateral
atau Sindroma arteri cerebelar posterior inferior (PICA syndrome) merupakan
suatu penyakit dimana pasien memiliki gejala neurologis dengan onset yang
mendadak disebabkan oklusi atau embolisme di teritori arteria inferior posterior
atau arteria vertebralis. Adanya oklusi ini menyebabkan terjadinya infark pada
bagian lateral dari medula oblongata. Oklusi sering berasal dari arteri vertebralis
yang merupakan ibu cabang dari arteri serebeli posterior inferior. Hal ini sering
disebabkan oleh trauma pada leher, contoh kegiatan ciropractic, yoga dan trauma
kepala leher. Arteri vertebralis melintas di sepanjang leher sebelum masuk ke
dalam kepala dan bercabang menjadi arteri cerebeli posterior inferior. 6,7

Gambar 10. Bagian medula oblongata yang terkena

Patofisiologi
Penyebab utama kelainan vaskular yang menyerang ke sistem
vertebrobasilar adalah aterosklerosis, dimana terbentuk plak di dinding pembuluh
darah yang menyebabkan lumennya menyempit dan dapat terjadi oklusi.
Aterosklerosis ini terjadi pada pembuluh darah yang besar. Kejadian tersebut
berbeda dimana menyerang pembuluh darah kecil yaitu pada diameter 50 – 200
µm. Pada pembuluh darah kecil prosesnya bernama lipohyalinosis yang sering
terjadi berhubungan dengan hipertensi. Oklusi dari pembuluh darah kecil ini akan

20
membentuk infark kecil dan melingkar bernama lakuna dimana dapat muncul
soliter ataupun multiple di daerah subkorteks dan batang otak. 1,2,4
Lipohyalinosis melemahkan dinding pembuluh darah dan pada penderita
hipertensi rupturnya arteri dapat terjadi dan menyebabkan hemoragik fokal.
Hampir seluruh perdarahan intraserebral berasal dari rupturnya arteri kecil yang
merupakan penghubung.
Karena didapatkannya kedekatan secara anatomi antara arteri vertebral dan
servikal, maka bentuk-bentuk manipulasi pada leher dapat mencederai arteri
vertebral di leher dan akhirnya membentuk oklusi dari trauma yang ditimbulkan
tersebut. Oklusi emboli dari sistem vertebrobasilar tidaklah umum terjadi. 6,7
Plak aterotrombotik yang terjadi pada pembuluh darah ekstrakranial dapat
lisis akibat mekanisme fibrinotik pada dinding arteri dan darah, yang
menyebabkan terbentuknya emboli, yang akan menyumblat arteri yang lebih
kecil, distal dari pembuluh darah tersebut. Trombus dalam pembuluh darah juga
dapat terjadi akibat kerusakan atau ulserasi endotel, sehingga plak menjadi tidak
stabil dan mudah lepas membentuk emboli. Emboli dapat menyebabkan
penyumbatan pada satu atau lebih pembuluh darah. Emboli tersebut akan
mengandung endapan kolesterol, agregasi trombosit dan fibrin. Emboli akan lisis,
pecah atau tetap utuh dan menyumbat pembuluh darah sebelah distal, tergantung
pada ukuran, komposisi, konsistensi dan umur plak tersebut, dan juga tergantung
pada pola dan kecepatan aliran darah. 4
Sumbatan pada pembuluh darah tersebut (terutama pembuluh darah di otak)
akan menyebabkan matinya jaringan otak, dimana kelainan ini tergantung pada
adanya pembuluh darah yang adekuat. Otak yang hanya merupakan 2% dari berat
badan total, menerima perdarahan 15% dari cardiac output dan memerlukan 20%
oksigen yang diperlukan tubuh manusia, sebagai energi yang diperlukan untuk
menjalankan kegiatan neuronal. Energi yang diperlukan berasal dari metabolisme
glukosa, yang disimpan di otak dalam bentuk glukosa atau glikogen untuk
persediaan pemakaian selama 1 menit, dan memerlukan oksigen untuk
metabolisme tersebut, lebih dari 30 detik gambaran EEG akan mendatar, dalam 2
menit aktifitas jaringan otak berhenti, dalam 5 menit maka kerusakan jaringan

21
otak dimulai, dan lebih dari 9 menit, manusia akan meninggal. Bila aliran darah
jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa yang diperlukan untuk
pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi penurunan Na-K ATP ase,
sehingga membran potensial akan menurun. K+ berpindah ke ruang CES
sementara ion Na dan Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan
permukaan sel menjadi lebih negatif sehingga terjadi membran depolarisasi. Saat
awal depolarisasi membran sel masih reversibel, tetapi bila menetap terjadi
perubahan struktural ruang menyebabkan kematian jaringan otak. Keadaan ini
terjadi segera apabila perfusi menurun dibawah ambang batas kematian jaringan,
yaitu bila aliran darah berkurang hingga dibawah 10 ml/100 gr.menit. 4
Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan gangguan
fungsi enzim-enzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya asidosis menimbulkan
edema serebral yang ditandai pembengkakan sel, terutama jaringan glia, dan
berakibat terhadap mikrosirkulasi. Oleh karena itu terjadi peningkatan resistensi
vaskuler dan kemudian penurunan dari tekanan perfusi sehingga terjadi perluasan
daerah iskemik.4
Peranan ion Ca pada sejumlah proses intra dan ekstra seluler pada keadaan
ini sudah makin jelas, dan hal ini menjadi dasar teori untuk mengurangi perluasan
daerah iskemi dengan mengatur masuknya ion Ca. Komplikasi lebih lanjut dari
iskemia serebral adalah edema serbral. Kejadian ini terjadi akibat peningkatan
jumlah cairan dalam jaringan otak sebagai akibat pengaruh dari kerusakan lokal
atau sistemis. Segera setelah terjadi iskemia timbul edema serebral sitotoksik.
Akibat dari osmosis sel cairan berpinda dari ruang ekstraseluler bersama dengan
kandungan makromolekulnya. Mekanisme ini diikuti dengan pompa Na/K dalam
membran sel dimana transpor Na dan air kembali keluar ke dalam ruang ekstra
seluler. Pada keadaan iskemia, mekanisme ini terganggu dan neuron menjadi
bengkak. Edema sitotoksik adalah suatu intraseluler edema. Apabila iskemia
menetap untuk waktu yang lama, edema vasogenic dapat memperbesar edema
sitotoksik. Hal ini terjadi akibat kerusakan dari sawar darah otak, dimana cairan
plasma akan mengalir ke jaringan otak dan ke dalam ruang ekstraseluler

22
sepanjang serabut saraf dalam substansia alba sehingga terjadi pengumpalan
cairann sehingga vasogenik edema serbral merupakan suatu edema ekstraseluler. 4
Pada stadium lanjut vasigenic edema serebral tampak sebagai gambaran
fingerlike pada substansia alba. Pada stadium awal edema sitotoksik serbral
ditemukan pembengkakan pada daerah disekitar arteri yang terkena. Halini
menarik bahwa gangguan sawar darah otak berhungan dengan meningkatnya
resiko perdarahan sekunder setelah rekanalisasi (disebut juga trauma reperfusi).
Edema serbral yang luas setelah terjadinya iskemia dapat berupa space occupying
lesion. Peningkatan tekanan tinggi intrakranial yang menyebabkan hilngnya
kemampuan untuk menjaga keseimbangan cairan didalam otak akan
menyebabkan penekanan sistem ventrikel, sehingga cairan serebrospinalis akan
berkurang. Bila hal ini berlanjut,maka akan terjadi herniasi kesegala arah, dan
menyebabkan hidrosephalus obstruktif. Akhirnya dapat menyebabkan iskemia
global dan kematian otak.

Manifestasi klinik
Gejala dan tanda klinis yang muncul pada sindrom ini tergantung pada
tempat lesi yang terkena. Gejala klinis pada sindroma Wallenberg terbentuk
karena adanya trombosis yang membentuk plak ateromatosa di bagian a.
Vertebralis. Hanya sekitar 25 % sindroma ini yang berasal benar-benar oklusi dari
arteri cerebeli posterior inferior. 4

Gambar 11. Sindrome Wallenberg

23
Tabel 8. Struktur batang otak yang terlibat dan efek klinis pada Sindroma
Wallenberg3 :
Struktur yang terlibat Efek klinis
Nistagmus dan kecenderungan jatuh ke sisi
Nucleus vestibularis inferior
ipsilateral.
Nucleus dorsalis n. vagus Takikardia dan dyspnea
Pedunkulus serebelaris inferior Ataksia dan asinergia ipsilateral
Nucleus traktus solitaries Ageusia (kehilangan rasa)
Paresis palatum, laring dan faring ipsilateral;
Nucleus ambigus
suara serak
Nucleus n. kokhlearis Tuli
Nucleus traktus spinalis n. Analgesi dan termanestesia wajah ipsilateral;
trigeminus reflex kornea menghilang
Sindrom Horner; hipohidrosis; vasodilator
Jaras simpatis sentral
wajah ipsilateral
Traktus spinoserebelaris
Ataksia; hipotonia ipsilateral
anterior
Traktus spinotalamikus Analgesi dan teranestesi setengah tubuh
lateralis kontralateral
Traktus tegmentalis sentralis Mioritma palatum dan faring
Formasio retikularis Cegukan (singultus)

Pengobatan
Tidak ada pengobatan yang khas dalam menangani kasus ini melainkan terapi
secara simptomatis seperti menghilangkan gejala dan melakukan rehabilitasi aktif
untuk memulihkan kegitan sehari-hari pada mereka yang diserang stroke. ada
pasien yang sulit menelan, sangat dianjurkan untuk memasang selang makanan
yang dimasukkan melalui mulut atau gastrostomy mengingat risiko aspirasi
pneumonia bisa terjadi. Dalam beberapa kasus, pengobatan mungkin digunakan
untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit. Beberapa dokter melaporkan
24
bahwa anti-epilepsi yaitu obat gabapentin tampaknya menjadi obat yang efektif
untuk individu dengan nyeri kronis. Baclofen mungkin efektif dalam mengobati
cegukan persisten. 8

2.2.8 Sindrome Dejerin (Sindrom medularis medialis)


Definisi
Sindrom Dejerin ini terjadi akibat oklusi ramus paramedianus arteria
vertebralis atau arteria basilaris, umumnya bilateral. 1,2,4

Manifestasi Klinis

Gambar 12. Sindrome Dejerin (Medularis Medialis)

Tabel 9. Kerusakan struktur batang dan efek yang terjadi: 1


Struktur yang terlibat Efek klinis
Fasikulus longitudinalis Nistagmus
Gangguan sensasi raba, getar, dan posisi
Lemnikus medialis
kontralateral
Oliva Mioritmia palatum dan posisi kontralateral
Nervus hipoglosus (nervus Kelumpuhan flasid nervus XII dengan
XII) hemiatrofi lidah

25
Hemiplagia kontralateral (bukan spastik) tetapi
Traktus piramidalis
terdapat refleks Babinski

Tabel 10. Perbandingan Sindrom Batang Otak

Sindrom Letak lesi Penyebab Gejala


 Kelumpuhan N. III
ipsilateral
 Hemiparesis spastik
kontralateral
 Rigiditas
parkinsonisme
Oklusi ramus kontralateral
Sindrom
interpedukularis  Distaksia
Mesensefalon arteri serebri kontralateral
Weber
posterior dan arteri  Defisit saraf
khoroidalis posterior kranialis
kemungkinan
akibat gangguan
persarafan
supranuklear pada
n. VII, IX, X dan
XII
 Kelumpuhan n. III
ipsilateral dengan
midrasis
Oklusi ramus  Gangguan sensasi
interpedukularis raba, posisi, dan
Sindrom
Mesensefalon arteri basilaris dan getar kontralateral
Benedikt
arteri serebri  Gangguan
posterior diskriminasi dua
titik
 Rigiditas
kontralateral
 Kelumpuhan nervus
VI (perifer) dan n.
Sindrom Oklusi ramus VII (nuklear)
Foville sirkumferensialis ipsilateral
Pons
Millard- arteri basilaris,  Hemiplagia
Gubler tumor, abses kontralateral
 Analgesia
 Termanestesia
26
 Gangguan sensasi
raba, posisi, serta
getar sisi
kontralateral
 Kelumpuhan
nuklear N. VI dan
n. VII ipsilateral
 Nistagmus
 Paresis melirik ke
lateral ipsilateral
Oklusi cabang arteri
Sindrom
basilaris (ramus  Hemiataksia dan
tegmentum Pons asinergia ipsilateral
sirkumferensialis
pontis kaudale
longus dan brevis)  Hipestesia dan
gangguan sensasi
posisi dan getar sisi
kontralateral
 Mioritmia palatum
dan faring
ipsilateral
 Hilangnya sensasi
wajah ipsilateral
 Paralisis otot-otot
Oklusi ramus
pengunyah
Sindrom sirkumferensialis
 Hemiataksia
tegmentum Pons longus arteri
pontis orale basilaris dan arteri  Intention tremor
serebelaris superior  Adiadokokinesia
 Gangguan semua
modalitas sensorik
kontralateral
 Paresis flasid otot-
otot pengunyah
ipsilateral
Oklusi ramus
 Hipestesia,
Sindrom basis sirkuferensialis
analgesia, dan
pontis bagian Pons brevis dan ramus
termanestesia wajah
tengah paramedianus arteri
basilaris  Hemiataksia dan
asinergia ipsilateral
 Hemiparesis spastic
kontralateral
Oklusia atau emboli  Vertigo
di teritori arteri  Nistagmus
Sindrom Medulla
serebeli inferior  Nausea
Wallenberg oblongata
posterior atau arteri  Muntah
vertebralis  Disartria

27
 Disfonia
 Singultus (cegukan)
 Kelumpuhan flasid
N. XII ipsilateral
 Hemiplagia
Oklusia ramus
kontralateral dan
Sindrom Medulla paramedianus arteri
tanda babinski
Dejerine oblogata vertebralis atau arteri
basilaris  Hipestesia kolumna
posterior
kontralateral
 Nistagmus

28
BAB III
KESIMPULAN

Batang otak terletak paling kaudal, terbagi menjadi medulla oblongata,


pons dan mesensefalon. Secara anatomi batang otak termasuk struktur yang
kompleks dengan fungsi yang beragam dan penting secara klinis, sehingga jika
terdapat lesi, tunggal dan sekecil apapun, lesi itu hampir selalu merusak beberapa
nukleus, pusat refleks, traktus ataupun jaras yang terletak di batang otak. Lesi
tersebut seringkali bersifat vascular degeneratif atau demielinasi dapat juga
merusak batang otak. Kumpulan dari gejala-gejala yang khas dan bersifat
alternans pada batang otak tersebut membentuk suatu sindroma yang kemudian
dikenal dengan sebutan sindrom batang otak.
Sindroma batang otak merupakan sekumpulan gejala yang ditandai dengan
terganggunya satu atau beberapa fungsi dari saraf kranial maupun jejas saraf
simpatis baik melalui proses mekanik berupa invasi maupun trauma ataupun
akibat adanya suatu gangguan vaskularisasi. Sindroma ini ditandai gejala-gejala
yang khas dan bersifat alternans. Dengan mengetahui berbagai sindrom tersebut
diharapkan bagi seorang klinisi untuk membantu menentukan letak lesi yang
terjadi berdasarkan gejala-gejala klinis yang tampak. Prognosis dari berbagai
sindrom tersebut sangat tergantung dari penyebab yang mendasari gangguan
tersebut sehingga dalam penatalaksanaanya juga didasarkan pada gangguan atau
lesi primer yang menyebabkan fungsi sebagian atau beberapa saraf kranial
tersebut.

29
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Duus P, Baehr M, Frotscher M. Duus’ Topical Diagnosis in Neurology:


Anatomy, Physiology, Signs, Symptoms. Ed 4th. EGC, Jakarta. 2005; p198 –
212.
2. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Penerbit PT. Dian Rakyat.
Jakarta; 2008. h31 – 156.
3. Joyce L, Anisa B, Katia C. Crash Course: Neurology. United Kingdom.
4. Adriani D. Sindroma Sinus Kavernosus. Departemen Neurologi FKUI.
Jakarta; 2008. h1–10.
5. Richard S. Snell. Batang otak. Dalam: Neuroanatomi Klinik untuk Mahasiswa
Kedokteran. Ed ke-5. EGC, Jakarta, 2007. h. 212-39.
6. Priguna Sidharta. Bell’s palsy. Dalam: Neurologi Klinis Dalam Praktek
Umum. Ed ke-6. Dian Rakyat, Jakarta. 2008. h. 403-4.
7. Loren A Rolak. Brainstem disease. IN: Neurology Secrets. Hanley & Belfus.
INC, Philadelphia, 1993. h. 103.
8. Judana A, Santoso D, Kusumoputro S. Saraf – Saraf Otak. Dalam: Pedoman
Praktis Pemeriksaan Neurologi. Penerbit Bagian Neurologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 1978: 10 – 21

30

Anda mungkin juga menyukai