Referat Sindrome Batang Otak Dina
Referat Sindrome Batang Otak Dina
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Anatomi suplai darah pada batang otak
4
Gambar 4. Anatomi suplai darah pada medulla oblongata.
Arteri vertebralis timbul dari arteri subklavia dan ketika mereka melewati
foramina costotransverse dari C6 ke C2. Mereka memasuki tengkorak melalui
foramen magnum dan bergabung di persimpangan pontomedullary untuk
membentuk arteri basilar. Setiap arteri vertebralis biasanya bercabang menjadi
arteri serebelar posterior inferior (PICA). Di bagian atas pons, arteri basilari
terbagi menjadi 2 arteri serebral posterior.
Arteri basilaris bercabang menjadi arteri sereblar superior yang memasok
bagian lateral pons dan otak tengah, serta permukaan superior dari otak kecil.
Otak kecil dipasok oleh arteri sirkumfleksan, arteri serebelar anterior inferior dan
arteri superior sereblar dari arteri basilar. Medulla diperdarahi oleh PICA dan
cabang kecil dari arteri vertebralis. Pons diperdarahi oleh cabang-cabang dari
arteri basilaris. PCA memperdarahi otak tengah, thalamus dan korteks oksipital.
6
Etiologi
a) Penyumbatan pada pembuluh darah cabang samping yang berinduk pada ramus
perforantes medialis arteria basilaris. Oklusi ramus interpendikularis arteri
serebri posterior dan arteri khoroidalis posterior.
b) Insufisiensi perdarahan yang mengakibatkan lesi pada batang otak.
c) Lesi yang disebabkan oleh proses neoplasmatik sebagai akibat invasi dari
thalamus atau serebelum. Lesi neoplasmatik sukar sekali memperlihatkan
keseragaman oleh karena prosesnya berupa pinealoma, glioblastoma dan
spongioblastoma dari serebelum. Penyebab yang jarang adalah tumor (glioma).
d) Lesi yang merusak bagian medial pedunkulus serebri.
e) Stroke (hemoragik atau infark) di pedunkulus serebri.
f) Hematoma epiduralis.
Manifestasi Klinis
Lesi ini biasanya bersifat unilateral dan mempengaruhi beberapa struktur dalam
otak tengah.3,4
Tabel 2. Kerusakan struktur batang otak dan efeknya.
KERUSAKAN STRUKTUR EFEK
Substansia nigra Kontralteral parkinsonism
Serabut kortikospinalis Kontralateral hemiparesis
Traktus kortikobulbaris Kerusakah pada otot-otot wajah bagian
bawah yang kontralateral dan fungsi
nervus hipoglosus (N.XII)
Serabut nervus okulomotorius (N.III) Kelumpuhan nervus okulomotorius
ipsilateral yang menyebabkan kelopak
mata terkulai dan pupil yang melebar.
Hal ini menyebabkan diplopia.
Diagnosa
Diagnosa Sindrom Weber dapat ditegakkan dengan melakukan anmnesis
tentang riwayat penyakit, termasuk juga riwayat keluhan berapa lama keluhan
sudah dirasakan dan apakah keluhan tersebut terjadi pada satu sisi atau dua sisi.
Pemeriksaan saraf biasanya dapat dilakukan dan sangat membantu untuk
menentukan adanya Sindrom Weber. Pemeriksaan nervus okulomotorius (nervus
III) biasanya dilakukan bersama-sama dengan pemeriksaan nervus troklearis
(nervus IV) dan nervus abdusen (nervus VI).3
Pemeriksaan tersebut terdiri atas:
a) Pemeriksaan celah kelopak mata
Pasien diminta untuk memandang lurus ke depan, kemudian dinilai kedudukan
kelopak mata terhadap pupil dan iris.
b) Pemeriksaan pupil, yang perlu diperiksa adalah:
Ukuran: apakah normal diameternya, miosis, midriasis, pin-point pupil
Bentuk: apakah normal, isokor, anisokor
Posisi: apakah sentral atau eksentrik
Refleks pupil
8
Refleks cahaya langsung cahaya diarahkan pada satu pupil; reaksi yang
tampak adalah kontraksi pupil homolateral
Refleks cahaya tidak langsung cahaya diarahkan pada satu pupil
Refleks akomodasi- Pasien diminta melihat jauh kemudian melihat
konvergensi ke tangan pemeriksan yang diletakkan 30cm di
depan hidung pasien. Pada saat melihat tangan
pemeriksa, kedua bola mata pasien bergerak
secara konvergensi (kearah nasal) dan tampak
pupil mengecil. Refleks ini negatif pada
kerusakan saraf simpatikus leher.
Refles siliospinal (refleks Refleksi reaksi nyeri dilakukan dalam ruangan
nyeri) dengan penerangan yang samar-samar. Dengan
cara merangsang nyeri pada daerah leher dan
sebagai reaksi pupil akan melebar pada sisi
ipsilateral. Refleks ini terjadi bila ada benda
asing pada kornea atau intraokuler atau pada
cedera mata/ pelipis.
Refleks okulosensorik Refleks nyeri ini adalah terjadinya konstriksi
atau dilatasi disusul konstriksi, sebagai respons
rangsang nyeri di daerah mata atau sekitarnya.
9
2.2.2 Sindrom Benedickt
Definisi
Sindrom Benedickt merupakan sindrom neurologi paralisis nervus
okulomotorius (N.III) karena trauma pada N.III dan nukleus ruber. Hal ini terjadi
disebabkan tersumbatnya cabang-cabang interpedunkularis dari arteri basilaris
atau serebralis posterior atau keduanya pada otak tengah. Ini digambarkan sebagai
suatu kelumpuhan n. okulomorius ipsilateral yang disertai oleh tremor berirama
atau ritmik pada tangan kanan atau kaki bagian kontralateral yang ditingkatkan
oleh adanya gerakan mendadak atau tanpa disengaja, dan menghilang ketika
istirahat. Yang merupakan akibat dari kerusakan pada nukleus ruber yang menuju
keluar dari sisi yang berlawanan ada hemisfer serebelum. Bisa juga terdapat
hiperestesia kontralateral. Selain itu, adanya gangguan sensasi raba, posisi, getar
kontralateral serta diskriminasi dua titik (keterlibatan lemniskus medialis);
hiperkinesia kontralateral (tremor, korea, atetosis) akibat keterlibatan pada
nukleus ruber; rigiditas kontralateral (substansia nigra). 1,2
Patofisiologi
Sindrom Benedickt terjadi bila salah satu cabang dari rami perforantes para
medial arteri basilaris yang tersumbat maka infark akan ditemukan di daerah yang
mencakup 2/3 bagian lateral pedunkulus serebri dan daerah nucleus ruber. Maka
hemiparesis alternans yang ringan sekali saja disertai oleh hemiparesis ringan
nervus III akan tetapi dilengkapi juga dengan adanya gerakan involunter pada
lengan dan tungkai yang paretik ringan (di sisi kontralateral) itu.
Sindrom Benedict terjadi jika lesi menduduki kawasan nukleus ruber sesisi
yang ikut rusak bersama-sama radiks nervus okulomotorius ialah neuron-neuron
dan serabut-serabut yang tergolong dalam susunan ekstrapiramidal. Pada sindrom
ini, lesi pada area nucleus ruber memotong saraf fasikuler dari nervus III pada saat
mereka melewati otak tengah bagian ventral, beberapa lesi menyebabkan
kelumpuhan okulomotorius, dengan hiperkinesia kontralateral (tremor, khorea,
atetosis). 1,2
10
Sindrom Benedict merupakan hasil dari penggabungan dan pelunakan
fasikuler dari satu nervus okulomotorius pada region nukleus ruber ipsilateral.
Maka pasien akan mengalami kelumpuhan nervus III tipe perifer dengan
diskinesia (hiperkinesia dan ataksia) kontralateral dan tremor yang menetap pada
lengan. Sindrom Benedickt adalah bila pada otak tengah tingkat kerusakan sampai
di nukleus ruber atau di fasikulus nervus III akan menyebabkan kelumpuhan pada
nervus III yang komplit atau parsial. Kerusakan sampai pada nukleur ruber (diluar
dari sisi lain hemisfer serebelum) juga akan menyebabkan tremor kontralateral.
Etiologi
Adanya lesi pada nukleus ruber dan nervus okulomotorius karena oklusi
pada ramus interpedunkularis arteri basilaris atau arteri serebri posterior atau
keduanya pada otak tengah, trauma atau tumor. 1,2
Manifestasi klinis
Kelumpuhan nervus III ipsilateral dengan midrasis dan terfiksasi (gangguan
serabut radiks nervus III)
Gangguan sensasi raba, posisi dan getar kontralateral
Gangguan diskriminasi dua titik (keterlibatan lemnikus medialis dan traktus
spino talamikus)4
Hiperkinesia kontralateral (tremor, khorea, atetosis), akinesia kontralateral
Rigiditas kontralateral (substansia nigra).
Tabel 3. Kerusakan struktur batang dan efek yang terjadi3 :
Struktur yang terlibat Efek klinis
Lemnikus medialis Gangguan sensasi raba, posisi dan getar
kontralateral.
Nukleus ruber Hiperkinesia kontralateral (korea atetosis)
Substansia nigra Akinesia (parkinsomnisme) kontralateral
Radiks n. okulomotorius Kelumpuhan n. okulomotorius ipsilateral dengan
pupil yang berdilatasi dan terfiksasi
11
Gambar 5. Letak lesi pada sindrom Weber dan Benedict.
Etiologi
Sindrom ini terjadi disebabkan oklusi ramus interpedunkularis arteri
basilaris dan arteri serebri posterior. Sindrom Millard Gubler dan sindrom Foville
termasuk juga ke dalam bagian dari sindrom hemiplegia alternans pons. Sindrom
ini disebabkan akibat terbentuknya suatu lesi vaskuler yang bersifat unilateral.
Selaras dengan pola percabangan arteri-arteri, maka lesi vaskular di pons dapat
dibagi ke dalam:
Lesi paramedian akibat penyumbatan salah satu cabang dari rami perforantes
medialis a.basilaris
Lesi lateral, yang sesuai dengan kawasan perdarahan cabang sirkumferens yang
pendek
Lesi di tegmentum bagian rostral pons akibat penyumbatan a. serebeli superior
12
Lesi di tegmentum bagian kaudal pons, yang seesuai dengan kawasan
perdarahan sirkumferens yang panjang.
Penyumbatan parsial terhadap salah satu cabang dari rami perforantes
medialis arteri basilaris sering disusul oleh terjadinya lesi-lesi paramedian. Jika
lesi paramedian itu bersifat unilateral dan luas adanya, maka jaras kortikobulbar
atau kortikospinal berikut dengan inti-inti pes pontis serta serabut-serabut
pontoserebelar akan terusak. Tegmentum pontis tidak terlibat dalam lesi
tersebut.1,2,4
Manifestasi klinik
Tabel 4. Pada sindrom Foville, lesi mengenai bagian dorsal pons sehingga
menyebabkan:
Struktur yang terlibat Efek klinis
Lemnikus medialis Gangguan sensasi raba, posisi dan getar
kontralateral.
Lemnikus lateralis Tuli
Nucleus n. fasialis Kelumpuhan n. fasialis perifer ipsilateral
Traktus spinitalamikus Analgesia dan termanestesia setengah tubuh
lateralis kontralateral
Traktus piramidalis Hemiplegia spastic kontralateral
N. abdusens Kelumpuhan n. abdusens perifer ipsilateral
13
Gambar 6. Sindrom Foville- Millard Gubler
14
Tabel 5. Pada sindrome Millard-Gubler, lesi mengenai bagian ventral pons dan
menyebabkan:
Struktur yang terlibat Efek klinis
Traktus kortikospinalis Hemiplegia kontralateral
N. fasialis Kelumpuhan wajah ipsilateral
N. abdusens Kelumpuhan melirik ke lateral ipsilateral
15
2.2.4 Sindrom Tegmentum Pontis Kaudale
Etiologi
Sindrom ini terjadi disebabkan oleh oklusi cabang arteri basilaris (ramus
sirkumferensialis longus dan brevis).4
Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah kelumpuhan nuclear abdusen
dan fasialis ipsilateral, nistagmus (fasikulus longitudinalis medialis), paresis
tatapan kearah sisi lesi; hemiataksia dan asinergia ipsilateral (pedunkulus
serebralis medialis); analgesia dan termanestesia kontralateral (traktus
spinotalamikus lateralis); hipestesia dan gangguan sensasi posisi dan getar sisi
kontralateral (lemniskus medialis); mioritmia palatum dan faring ipsilateral
(traktus tegmentalis sentralis).
Manifestasi klinis
16
Traktus piramidalis Hemiplagia spastic kontralateral
N. abdusen Kelumpuhan n. VI perifer ipsilateral
Manifestasi klinis
17
Tabel 6. Kerusakan struktur batang dan efek yang terjadi:
Kerusakan struktur Efek
Pedunkulus serebelaris Hemiataksia
superior Intention tremor
Adiadokokinesi
Disarteria serebelar
Nukleus prinsipalis sensorik Gangguan sensasi epikritik wajah ipsilateral
n. trigeminus
Nukleus traktus spinalis n. Analgesia dan termanestesia wajah ipsilateral
trigeminus
Nucleus motoric n. Paralisis flaksid (nuklear) otot-otot pengunyah
trigeminus ipsislateral
Traktus tegmentalis sentralis Mioritmia palatum dan faring
Traktus tektospinalis Hilangnya reflex kedip
Traktus spinotalamikus Analgesia dan termanestesia separuh tubuh
lateral kontralateral
Lemnikus lateralis Tuli
Lemnikus medialis Gangguan sensasi raba, getar, dan posisi
separuh tubuh kontralateral
Ataksia
Traktus kortikonuklearis Kelumpuhan n. fasialis, n. glosofaringeus, n.
(serabut yang keluar) vagus, n. hipoglosus
18
Manifestasi klinis
Gambaran klinis adalah hemianestesi semua modalitas sensorik ipsilateral,
paralisis flasid otot pengunyah ipsilateral, hemiataksia, intention termor,
adiadokokinesi, disatria sereblar dan hemiparesis spastik kontralateral.4
19
2.2.7 Sindrom Wallenberg (Sindrom Medularis Dorsolateralis)
Definisi
Sindroma Wallenberg atau memiliki nama lain Sindroma medula lateral
atau Sindroma arteri cerebelar posterior inferior (PICA syndrome) merupakan
suatu penyakit dimana pasien memiliki gejala neurologis dengan onset yang
mendadak disebabkan oklusi atau embolisme di teritori arteria inferior posterior
atau arteria vertebralis. Adanya oklusi ini menyebabkan terjadinya infark pada
bagian lateral dari medula oblongata. Oklusi sering berasal dari arteri vertebralis
yang merupakan ibu cabang dari arteri serebeli posterior inferior. Hal ini sering
disebabkan oleh trauma pada leher, contoh kegiatan ciropractic, yoga dan trauma
kepala leher. Arteri vertebralis melintas di sepanjang leher sebelum masuk ke
dalam kepala dan bercabang menjadi arteri cerebeli posterior inferior. 6,7
Patofisiologi
Penyebab utama kelainan vaskular yang menyerang ke sistem
vertebrobasilar adalah aterosklerosis, dimana terbentuk plak di dinding pembuluh
darah yang menyebabkan lumennya menyempit dan dapat terjadi oklusi.
Aterosklerosis ini terjadi pada pembuluh darah yang besar. Kejadian tersebut
berbeda dimana menyerang pembuluh darah kecil yaitu pada diameter 50 – 200
µm. Pada pembuluh darah kecil prosesnya bernama lipohyalinosis yang sering
terjadi berhubungan dengan hipertensi. Oklusi dari pembuluh darah kecil ini akan
20
membentuk infark kecil dan melingkar bernama lakuna dimana dapat muncul
soliter ataupun multiple di daerah subkorteks dan batang otak. 1,2,4
Lipohyalinosis melemahkan dinding pembuluh darah dan pada penderita
hipertensi rupturnya arteri dapat terjadi dan menyebabkan hemoragik fokal.
Hampir seluruh perdarahan intraserebral berasal dari rupturnya arteri kecil yang
merupakan penghubung.
Karena didapatkannya kedekatan secara anatomi antara arteri vertebral dan
servikal, maka bentuk-bentuk manipulasi pada leher dapat mencederai arteri
vertebral di leher dan akhirnya membentuk oklusi dari trauma yang ditimbulkan
tersebut. Oklusi emboli dari sistem vertebrobasilar tidaklah umum terjadi. 6,7
Plak aterotrombotik yang terjadi pada pembuluh darah ekstrakranial dapat
lisis akibat mekanisme fibrinotik pada dinding arteri dan darah, yang
menyebabkan terbentuknya emboli, yang akan menyumblat arteri yang lebih
kecil, distal dari pembuluh darah tersebut. Trombus dalam pembuluh darah juga
dapat terjadi akibat kerusakan atau ulserasi endotel, sehingga plak menjadi tidak
stabil dan mudah lepas membentuk emboli. Emboli dapat menyebabkan
penyumbatan pada satu atau lebih pembuluh darah. Emboli tersebut akan
mengandung endapan kolesterol, agregasi trombosit dan fibrin. Emboli akan lisis,
pecah atau tetap utuh dan menyumbat pembuluh darah sebelah distal, tergantung
pada ukuran, komposisi, konsistensi dan umur plak tersebut, dan juga tergantung
pada pola dan kecepatan aliran darah. 4
Sumbatan pada pembuluh darah tersebut (terutama pembuluh darah di otak)
akan menyebabkan matinya jaringan otak, dimana kelainan ini tergantung pada
adanya pembuluh darah yang adekuat. Otak yang hanya merupakan 2% dari berat
badan total, menerima perdarahan 15% dari cardiac output dan memerlukan 20%
oksigen yang diperlukan tubuh manusia, sebagai energi yang diperlukan untuk
menjalankan kegiatan neuronal. Energi yang diperlukan berasal dari metabolisme
glukosa, yang disimpan di otak dalam bentuk glukosa atau glikogen untuk
persediaan pemakaian selama 1 menit, dan memerlukan oksigen untuk
metabolisme tersebut, lebih dari 30 detik gambaran EEG akan mendatar, dalam 2
menit aktifitas jaringan otak berhenti, dalam 5 menit maka kerusakan jaringan
21
otak dimulai, dan lebih dari 9 menit, manusia akan meninggal. Bila aliran darah
jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa yang diperlukan untuk
pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi penurunan Na-K ATP ase,
sehingga membran potensial akan menurun. K+ berpindah ke ruang CES
sementara ion Na dan Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan
permukaan sel menjadi lebih negatif sehingga terjadi membran depolarisasi. Saat
awal depolarisasi membran sel masih reversibel, tetapi bila menetap terjadi
perubahan struktural ruang menyebabkan kematian jaringan otak. Keadaan ini
terjadi segera apabila perfusi menurun dibawah ambang batas kematian jaringan,
yaitu bila aliran darah berkurang hingga dibawah 10 ml/100 gr.menit. 4
Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan gangguan
fungsi enzim-enzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya asidosis menimbulkan
edema serebral yang ditandai pembengkakan sel, terutama jaringan glia, dan
berakibat terhadap mikrosirkulasi. Oleh karena itu terjadi peningkatan resistensi
vaskuler dan kemudian penurunan dari tekanan perfusi sehingga terjadi perluasan
daerah iskemik.4
Peranan ion Ca pada sejumlah proses intra dan ekstra seluler pada keadaan
ini sudah makin jelas, dan hal ini menjadi dasar teori untuk mengurangi perluasan
daerah iskemi dengan mengatur masuknya ion Ca. Komplikasi lebih lanjut dari
iskemia serebral adalah edema serbral. Kejadian ini terjadi akibat peningkatan
jumlah cairan dalam jaringan otak sebagai akibat pengaruh dari kerusakan lokal
atau sistemis. Segera setelah terjadi iskemia timbul edema serebral sitotoksik.
Akibat dari osmosis sel cairan berpinda dari ruang ekstraseluler bersama dengan
kandungan makromolekulnya. Mekanisme ini diikuti dengan pompa Na/K dalam
membran sel dimana transpor Na dan air kembali keluar ke dalam ruang ekstra
seluler. Pada keadaan iskemia, mekanisme ini terganggu dan neuron menjadi
bengkak. Edema sitotoksik adalah suatu intraseluler edema. Apabila iskemia
menetap untuk waktu yang lama, edema vasogenic dapat memperbesar edema
sitotoksik. Hal ini terjadi akibat kerusakan dari sawar darah otak, dimana cairan
plasma akan mengalir ke jaringan otak dan ke dalam ruang ekstraseluler
22
sepanjang serabut saraf dalam substansia alba sehingga terjadi pengumpalan
cairann sehingga vasogenik edema serbral merupakan suatu edema ekstraseluler. 4
Pada stadium lanjut vasigenic edema serebral tampak sebagai gambaran
fingerlike pada substansia alba. Pada stadium awal edema sitotoksik serbral
ditemukan pembengkakan pada daerah disekitar arteri yang terkena. Halini
menarik bahwa gangguan sawar darah otak berhungan dengan meningkatnya
resiko perdarahan sekunder setelah rekanalisasi (disebut juga trauma reperfusi).
Edema serbral yang luas setelah terjadinya iskemia dapat berupa space occupying
lesion. Peningkatan tekanan tinggi intrakranial yang menyebabkan hilngnya
kemampuan untuk menjaga keseimbangan cairan didalam otak akan
menyebabkan penekanan sistem ventrikel, sehingga cairan serebrospinalis akan
berkurang. Bila hal ini berlanjut,maka akan terjadi herniasi kesegala arah, dan
menyebabkan hidrosephalus obstruktif. Akhirnya dapat menyebabkan iskemia
global dan kematian otak.
Manifestasi klinik
Gejala dan tanda klinis yang muncul pada sindrom ini tergantung pada
tempat lesi yang terkena. Gejala klinis pada sindroma Wallenberg terbentuk
karena adanya trombosis yang membentuk plak ateromatosa di bagian a.
Vertebralis. Hanya sekitar 25 % sindroma ini yang berasal benar-benar oklusi dari
arteri cerebeli posterior inferior. 4
23
Tabel 8. Struktur batang otak yang terlibat dan efek klinis pada Sindroma
Wallenberg3 :
Struktur yang terlibat Efek klinis
Nistagmus dan kecenderungan jatuh ke sisi
Nucleus vestibularis inferior
ipsilateral.
Nucleus dorsalis n. vagus Takikardia dan dyspnea
Pedunkulus serebelaris inferior Ataksia dan asinergia ipsilateral
Nucleus traktus solitaries Ageusia (kehilangan rasa)
Paresis palatum, laring dan faring ipsilateral;
Nucleus ambigus
suara serak
Nucleus n. kokhlearis Tuli
Nucleus traktus spinalis n. Analgesi dan termanestesia wajah ipsilateral;
trigeminus reflex kornea menghilang
Sindrom Horner; hipohidrosis; vasodilator
Jaras simpatis sentral
wajah ipsilateral
Traktus spinoserebelaris
Ataksia; hipotonia ipsilateral
anterior
Traktus spinotalamikus Analgesi dan teranestesi setengah tubuh
lateralis kontralateral
Traktus tegmentalis sentralis Mioritma palatum dan faring
Formasio retikularis Cegukan (singultus)
Pengobatan
Tidak ada pengobatan yang khas dalam menangani kasus ini melainkan terapi
secara simptomatis seperti menghilangkan gejala dan melakukan rehabilitasi aktif
untuk memulihkan kegitan sehari-hari pada mereka yang diserang stroke. ada
pasien yang sulit menelan, sangat dianjurkan untuk memasang selang makanan
yang dimasukkan melalui mulut atau gastrostomy mengingat risiko aspirasi
pneumonia bisa terjadi. Dalam beberapa kasus, pengobatan mungkin digunakan
untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit. Beberapa dokter melaporkan
24
bahwa anti-epilepsi yaitu obat gabapentin tampaknya menjadi obat yang efektif
untuk individu dengan nyeri kronis. Baclofen mungkin efektif dalam mengobati
cegukan persisten. 8
Manifestasi Klinis
25
Hemiplagia kontralateral (bukan spastik) tetapi
Traktus piramidalis
terdapat refleks Babinski
27
Disfonia
Singultus (cegukan)
Kelumpuhan flasid
N. XII ipsilateral
Hemiplagia
Oklusia ramus
kontralateral dan
Sindrom Medulla paramedianus arteri
tanda babinski
Dejerine oblogata vertebralis atau arteri
basilaris Hipestesia kolumna
posterior
kontralateral
Nistagmus
28
BAB III
KESIMPULAN
29
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
30