Pendamping :
Kapten Kes dr. Irwan, SpAn, M.Kes
Lettu Kes dr. Anton Aryawan
OBYEKTIF PRESENTASI
o Keilmuan o Ketrampilan o Penyegaran o TinjauanPustaka
o Diagnostik o Manajemen o Masalah o Istimewa
1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
KU: tampak kesakitan; regio suprapubik tampak bulging dan nyeri tekan akibat 12 jam urine tertahan di VU
sehingga urine perlu segera dievakuasi; riwayat sering kambuh (ditandai dengan riwayat sering pasang
DC), dan dari RT terdapat pembesaran prostat, yang artinya bila pembesaran prostat tetap dibiarkan,
maka kekambuhan tetap akan sering terjadi. Pemasangan DC tidak berhasil.
2. Riwayat Pengobatan: Beberapa kali dipasang DC di Puskesmas karena keluhan serupa.
Px Laboratorium: darah rutin: dalam batas normal; urine rutin: tidak dilakukan
DATAR PUSTAKA
Hasil Pembelajaran:
SOAP
1. SUBJEKTIF:
Laki-laki, 62 tahun, tidak dapat BAK sejak ±12jam SMRS disertai rasa nyeri pada perut
bawah. Riwayat beberapa kali dipasang DC di puskesmas karena keluhan serupa. Riwayat
sering mengejan saat memulai BAK, BAK tidak tuntas, air kencing menetes pasca BAK, dan
anyang-anyangan atau peningkatan frekuensi BAK beberapa bulan sebelumnya. Riwayat
kencing batu, trauma, dan BAK disertai darah disangkal. Pemasangan DC untuk evakuasi
urine gagal.
2. OBJEKTIF:
Diagnosis BPH ditegakkan berdasarkan anamnesis, dimana sebelum terjadi retensio urin
total, pasien sering menunjukkan gejala prostatismus/LUTS (Lower Urinary Tract Syndrome),
seperti mengejan bila memulai BAK (hesitensi), BAK tidak puas, tidak tuntas, kencing
menetes, serta peningkatan frekuensi BAK. Diagnosis diperkuat dengan pemeriksaan rectal
toucher, dimana ditemukan pembesaran prostat secara simetris, dengan konsistensi kenyal,
tidak nyeri tekan dan tidak berbenjol yang mengindikasikan adanya BPH (bukan keganasan
prostat). Regio suprapubik yang sangat bulging dan keadaan umum pasien yang sangat
kesakitan akibat 12 jam urine tertahan di VU serta kegagalan pemasangan DC
mengindikasikan perlunya dilakukan evakuasi urine segera dengan pungsi suprapubik. Selain
itu, perlu dicari apakah ada komplikasi lain di luar saluran kemih terkait efek hesitensi (sering
mengejan), seperti munculnya hernia dan hemorrhoid. Pada pasien ini, tidak ditemukan.
Sementara itu, hasil laboratorium tidak mengindikasikan adanya infeksi bakterial (AL normal)
yang dapat mengarahkan ke prostatitis atau ISK lainnya. Hasil foto polos abdomen juga tidak
menunjukkan adanya batu opak sebagai penyebab retensio urine. Diagnosis BPH juga dapat
ditunjang dengan pemeriksaan USG, dalam hal ini, dilakukan oleh dokter spesialis bedah.
3. ASSESSMENT :
Semakin tua usia seorang laki-laki, risiko untuk terjadinya BPH semakin meningkat. Beberapa
penjelasan untuk hal ini antara lain: peningkatan kadar 5-α reduktase yang mengubah
testosteron menjadi dihidrotestosteron (DHT). DHT berikatan dengan reseptor-reseptor
androgen prostat, dan berperan dalam aktivasi suatu Growth Factor yang efeknya
merangsang lebih banyak lagi pertumbuhan sel-sel prostat. Selain itu, pada usia tua,
apoptosis pada sel-sel prostat berkurang, sehingga tidak ada keseimbangan antara
proliferasi sel dan apoptosis, akibatnya, jumlah sel prostat semakin bertambah. Pembesaran
prostat pada akhirnya memperkecil diameter uretra, sehingga aliran urin dari ginjal-ureter-
VU menuju uretra terhambat. Hambatan aliran urin berperan besar terhadap peningkatan
tekanan intravesika. Dalam jangka panjang, struktur VU menjadi berubah, seperti munculnya
selula atau divertikel pada dinding VU yang berefek pada ketidakmampuan VU dalam
mengeluarkan urine secara adekuat. Pada kondisi kompensasi, gejala yang biasa ditemukan
pada pasien adalah gelaja LUTS/prostatimus yang telah dijelaskan di atas (Objektif). Namun,
bila VU tidak mampu lagi mengeluarkan urin karena fatigue (fase dekompensasi), terjadilah
retensio urine seperti yang dialami oleh pasien. Terkait simptom, evakuasi urine harus
segera dilakukan, baik dengan DC, metal kateter, ataupun pungsi suprapubik. Evakuasi urine,
selain bertujuan mengurangi penderitaan pasien, juga bertujuan mencegah terjadinya
komplikasi lebih lanjut, seperti hidroureter, hidronefrosis, maupun gagal ginjal.
4. PLAN
Diagnosis:
Besar kemungkinan keluhan pada pasien ini disebabkan oleh BPH. Pengobatan
Pengobatan awal ditujukan untuk menghilangkan gejala, dalam hal ini retensio urine. Karena
DC gagal terpasang, maka dilakukan alternatif lain, yaitu dengan pungsi suprapubik.
Sementara itu, untuk pengobatan etiologi, ada beberapa hal yang dapat dipertimbangkan.
Medikamentosa dapat dilakukan pada penderita BPH dengan syarat, gejala prostat masih
dalam rentang ringan-sedang. Pengobatan dengan medikamentosa antara lain dengan obat-
obatan golongan penghambat 5-α-reduktase (finasteride selama 6 bulan) atau penghambat
α-adrenergik. Dengan pengobatan, tentunya pasien harus bersabar karena jangka waktu
pengobatan cukup lama. Selain itu, pengobatan tidak menjamin prostat kembali ke ukuran
semula, dan masih ada kemungkinan prostat membesar kembali. Terkait kondisi pasien,
disarankan untuk rujuk ke bidang yang lebih kompeten, yaitu spesialis bedah, untuk
dilakukan prostatektomi.
Pendidikan
Edukasi bertujuan untuk memotivasi pasien menjalani terapi bedah. Karena
berdasarkan anamnesis, pasien lebih memilih hanya diobati kondisi retensio urin-nya
dengan DC berulang. Edukasi juga bertujuan untuk menjelaskan bahwa pemasangan DC
berisiko menyebabkan infeksi saluran kemih dan juga tidak akan menghilangkan gejala
dalam jangka panjang.
Konsultasi
Dijelaskan perlunya konsultasi dengan dokter spesialis penyakit bedah. Hal ini
bertujuan agar pasien dapat memahami kondisinya dari segi bedah. Rujukan Pasien
dimasukkan ke bangsal bedah dengan tujuan pelimpahan wewenang ke pihak yang lebih
kompeten (dokter spesialis bedah). Selain untuk memastikan diagnosis (melihat volume
prostat) dengan dilakukan pemeriksaan penunjang berupa USG transabdominal, juga
bertujuan agar pasien dapat berkonsultasi langsung dengan dokter spesialis bedah terkait
kondisi penyakitnya dan mendapatkan edukasi tentang tindakan bedah berikutnya.