Anda di halaman 1dari 8

04.

Kedaulatan Negara atas Sumberdaya Alam


A. Pertambangan dalam Kacamata Konstitusi

Konsep kedaulatan Negara atas sumberdaya alam di Indonesia, disebutkan


dengan jelas dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Dalam ayat tersebut dinyatakan
bahwa mineral dan batubara, sebagai salah satu bentuk kekayaan Negara Indonesia
harus dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Seluruh kedaulatan
atas kekayaan nasional ini, dikuasai oleh Negara yang diejawantahkan oleh institusi-
institusi Negara baik eksekusif, legislative, yudikatif maupun Badan Usaha Milik
Negara (BUMN).

Pasal 33 ayat 3 yang berbunyi :

“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh
Negara dan di pergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyar”.

Secara umum, jenis hak kepemilikan (property right) dapat dibagi empat kategori
(feeny et al, 1990; lynch & Harwel 2002). Hak kepemilikan yan pertama adalah akses
terbuka (open access) yang berarti tidak ada hak kepemilikan atas sumberdaya .
Sumberdaya bebas dan terbuka di akses oleh siapapun. Konsep kedua akan hak
kepemilikan, adalah milik individual (private property) yang berarti bahwa
sumberdaya bukan milik Negara, melainkan dimiliki oleh organisasi atau individu.
Ada aturan yang mengatur hak-hak kepemilikan dalam memanfaatkan sumberdaya
alam. Manfaat dan biaya ditanggung sendiri oleh pemilik sumberdaya tersebut. Hak
kepemilikan dapat dipindahtangankan kepada pihak lain yang di tunjuk langsung.
Konsep ketiga adalah milik kelompok masyarakat (common property) yang berarti
bahwa sumberdaya dikuasai oleh sekelompok masyarakat, dimana para anggota
memiliki kepentingan untuk kelestarian pemanfaatan. Pihak luar bukan anggota tidak
boleh memanfaatkan sumberdaya alam tersebut. Hak kepemilikan tidak bersifat
eksklusif, dapat dipindahtangankan sepanjang sesuai aturan yang disepakati bersama.
Aturan pemanfaatan mengikat seluruh anggota kelompok di dalamnya. Yang ke
empat adalah milik Negara (state property) yang berarti hak pemanfaatan sumberdaya
alam secara eksklusif dimiliki oleh pemerintah. Pemerintah memutuskan seluruh hal
terkait akses, tingkat dan sifat eksploitasi sumberdaya alam.

Pernyataan dikuasai dan dipergunakan yang diatur dalam pasal 33 ayat 3 UUD
1945, menjadi kekuatan penguasaan Negara untuk mengelola seluruh kekayaan
sumberdaya alam, termasuk bahan galian untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. Dalam kacamata konstitusi, pengertian dikuasa Negara ditafsirkan melalui
proses judicial review sebagaimana yang menjadi peran Mahkama Konstitusi, sebagai
penafsir konstitusi (the sole interpreter of the constitution). Penafsiran pasal 33 ayat 3
1945 dilakukan oleh Mahkama Konstitusi melalui keputusan MK No.02/PUU-1/2003
mengenai pengujian UU No. 20 tahun 2002 dan putusan MK No.02/PUU-1/2003
mengenai pengujian UU No. 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi pada
tanggal 1 Desember 2004 yang pada intinya sebagai berikut :

… pengertian “dikuasai oleh Negara” haruslah diartikan mencakup makna


penguasaan oleh Negara dalam arti luas yang bersumber dan diturunkan dari
konsep kedaulatan rakyat Indonesia atas segala sumber kekayaan “bumi, air,
dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya”, termasuk pula di dalamnya
pengertian public oleh kolektivitas rakyat atas sumber-sumber kekayaan
dimaksud. Rakyat secara kolektif itu dikonstruksikan oleh UUD 1945
memberikan mandate pada Negara untuk mengadakan kebikan (beleid) dan
tindakan pengurusan (bestuurdaad). Pengaturan (regelendaad), pengelolaan
(beheersdaad), dan pengawasan (toezichthoudenddaad) untuk tujuan sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. Fungsi pengurusan (bestuurdaad) oleh Negara
dilakukan oleh pemerintah dengan kewenangannya untuk mengeluarkan dan
mencabut fasilitas perizinan (vergunning), lisensi (licentie), dan konsesi
(consessie). Fungsi pengaturan oleh Negara (regelendaad) dilakukan melalui
kewenangan legislasi oleh DPR bersama pemerintah, dan regulasi oleh
pemerintah. Fungsi (beheersdaad) dilakukan melalui mekanisme pemilikan
saham (share-holding) dan/atau melalui keterlibatan langsung dalam
manajemen Badan Usaha Milik Negara atau Badan Hukum Milik Negara,
sebagai instrument kelembagaan yang melaluinya negaraa, c.q. pemerintah,
mendayagunakan pengusahaannya atas sumber-sumber kekayaan itu untuk
digunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Demikian pula fungsi
pengawasan oleh Negara (toezichthoudenddaad) dilakukan oleh Negara, c.q.
pemerintah, dalam rangka mengawasi dan mengendalikan agar pelaksaan
penguasaan oleh Negara atas sumber-sumber kekayaan dimaksud, benar-benar
dilakukan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat … yang harus dikuasai oleh
Negara adalah jika: (i) cabang-cabang produksi itu penting bagi Negara dan
menguasai hajat hidup orang banyak; atau (ii) penting bagi Negara, tetapi tidak
menguasai hajat hidup orang banyak; atau (iii) tidak penting bagi Negara, tetapi
menguasai hajat hidup orang banyak. Ketiganya harus dikuasai oleh Negara
dan diginakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat …

Negara dalam melaksanakan hak penguasaan atas sumberdaya alam meliputi


kegiatan: (1) merumuskan kebijaksanaan (baleid), (2) melakukan tindakan
pengurusan (bestuursdaad), (3) melakukan pangaturan (regelendaad), (4)
melakukan pengelolaan (beheersdaad), dan (5) melakukan pengawasan
(toezichthoudenddaad). Fungsi pengurusan (bestuursdaad) oleh Negara dilakukan
oleh pemerintah dengan kewenangan untuk mengeluarkan dan menerbitkan fasilitas
perizinan (vergunning), lisensi (licentie), konsessie).

Konsep kedaulatan Negara atas sumberdaya alam dan makna dikuasai Negara telah
dicetuskan oleh beberapa founding fathers Indonesia seperti soepomo, Mohammad
Hatta, dan Muhammad Yamin selama penyiapan UUD Indonesia pada tahun 1945
dalam persidangan-persidangan BPUPKI dan PPKI. Di dalam pidato mengenai
filosofi pendirian Negara yang merdeka, Soepomo pada tanggal 31 Mei 1945
menyampaikan bahwa: dalam Negara yang berdasar integralistik berdasar
persatuan maka dalam lapangan ekonomi akan dipakai system sosialisme Negara
(saats socialisme). Dengan system sosialisme Negara yang dimaksud itu, maka:
dalam Negara Indonesia baru, dengan sendirinya menurut keadaan sekarang,
perusahaan-perusahaan sebagai lalu-lintas, electriciteit, perusahaan alas rimba
harus diurus oleh Negara sendiri. Begitupun tentang hal tanah. Pada hakekatnya
Negara yang menguasai tanah seluruhnya. Tambang-tambang yang penting untuk
Negara akan di urus oleh Negara sendiri. Melihat sifat masyarakat Indonesia,
sebagai masyarakat pertanian maka dengan sendirinya tanah pertanian menjadi
lapangan hidup dari kaum tani dan Negara harus menjaga supaya tanah pertanian
itu tetap dipegang oleh kaum tani. (Bahar et al, 1995:43)

Dalam lampiran risalah persidanga BPUPKI dan PPKI, terdapat penjelasan dari para
penyusun UUD 1945 berkaitan denga konstitusionalisme Agraria dengan “soal
perekonomian Negara Indonesia merdeka” yang menjelaskan hubungan antara
Negara dengan tanah sebagai factor produksi yang berbunyi: tanah, sebagai factor
produksi yang utama dalam masyarakat Indonesia, haruslah dibawah
kekuasaan Negara. Tanah tidak boleh menjadi alat kekuasaan orang-seorang
untuk menindas dan memeras hidup orang lain.

Hak penguasaan atas kekayaan nasional ini juga ditegaskan dalam UU No. 5 tahun
1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria pasal 2 yang berbunyi: (1) atas
dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar dan hal-hal sebagai
yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tinggi dikuasai oleh Negara,
sebagai organisasi kekuasaan tertinggi dari seluruh rakyat. (3) wewenang yang
brsumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada ayat 2 pasal ini di gunakan
untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan,
kesejahteraan, dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia,
yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.
B. Pandanga Bung Hatta terhadap Kedaulatan Pertambangan

Mohammad Hatta secara detail memberikan pandangannya tentang


kedaulatan Negara terhadap kekayaan alam Indonesia Bapak ekonomi kerakyatan ini
pertama kali menyampaikan pandangan dalam siding kedua Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsi Junbi chousakai pada
tanggal 10-17 juli 1945. Melalui Panitia Perancang Keuangan dan Perekonomian
yang sewaktu itu dibentuk oleh BPUPKI, Bung Hatta menyatakan bahwa penguasaan
oleh Negara atas kekayaan alam Indonesia, berimplikasi pada posisi pemerintah yang
harus menjadi pengawas (supervisor) dan pengatur (regulator) untuk keamanan
rakyat.

Pandangan Bung Hatta dikemukakan juga oleh MK pada putusan Mahkama


Konstitusi Perkara No.002/PUU-I/2003 yang memuat dalam berita Negara republic
Indonesia No.01 tahun 2005. Mahkama Konstitusi menyatakan bahwa yang di kuasai
Negara adalah cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasaihajat
hidup orang banyak, maupun dalam dua kondisi lain sesuai putusan MK. Negara
harus terlibat langsung dalam penyelenggaraan dalam berbagai cabang ekonomi
tersebut.

Bagi Bung Hatta, pengadilan kehidupan ekonomi Negara, adalah dalam bentuk
penguasaan oleh Negara atas sector-sektor besar dan strategis, sedangkan
penguasaan oleh koperasi atas sector keekonomian kerakyatan serta peranan
sector swasta, diletakkan sebagai pelengkap kegiatan ekonomi. Bung Hatta
menegaskan bahwa pinjaman luar negeri yang diberikan hanya sebatas sebagai
bantuan perkembangan, bukan bantuan politik dengan syarat tertentu. Bantuan
perkembangan ini adalah bantuan yang berdasarkan pada rencana pembangunan
Indonesia bukan mengikuti rencana dari pihak luar dan harus di dasarkan pada
persediaan dan pembawaan alamnya. Bung Hatta menyatakan lima corak bantuan
perkembangan dalam proses pembangunan Indonesia (swarsono, 1992), yaitu
bantuan untuk sumberdaya manusia dengan mendidik tenaga-tenaga ahli Indonesia
sebanyak-banyaknya diuniversitas pada berbagai industry; bantuan pembiayaan
proyek infrastruktur, seperti jalan raya, pelabuhan dan bendungan; bantuan
penyelididkan geologi yang sebagian biayanya dipikul indonesia dan tenaga ahlinya
sebagian dari luar negeri; bantuan untuk memperbesar saluran air dan waduk untuk
mendukung pertanian dan sumber energy listrik; serta bantuan untuk berbagai macam
industry dasar dan tambang, juga industry lainnya.

C. Resolusi PBB 1962

Konsep kedaulatan rakyat atas sumberdaya juga dinyatakan dengan tegas


oleh Peserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Resolusi PBB 1803 (XVIII), pada
tanggal 14 Desember 1962 tentang permanent sovereignity over natural resources.
PBB mengakui bahwa seluruh kekayaan alam suatu bangsa harus kembali pada
Negara tersebut dan bengsa berdaulat penuh atas seluruh kekayaan
nasionalnya.

Resolusi PBB 1803 (XVIII) tahun 1962 tersebut tidak hanya menetapkan kedaulatan
rakyat atas kekayaan alamnya, sebagai bagian dari pembangunan nasional dan rakyat
di dalamnya, tetapi juga menyatakan peraturan dasar dalam menanganai investor
asing dalam pengusahaan sumberdaya alam tersebut. Dalam deklarasi Resolusi ayat 1
dan 5 dinyatakan bahwa: (1) the right of people and nations to permanent sovereignty
over their natural wealth and resources must be exercised in the interest of their
national development and of the well-being of the people of the state concerned. (5)
the freee and beneficial exercise of the sovereignty of peoples and nations over their
natural resources must be furthered by the mutual respect of states based on their
sovereign equality.

Prinsip ini memberikan kedaulatan Negara untuk hak pengelola, menggunakan dan
menguasakan dengan bebas seluruh kekayaan alamnya, baik di permukaan maupun
dibawah permukaan di seluruh wilayah negaranya. Sebagai konsekuensinya, Negara
tidak hanya mengatur perekonomiannya terkait hak tersebut, tetapi juga berhak
menasionalisasi atau mengambil alih kepemilikan dari warga local maupun asing
berdasarkan hokum internasional yang berlaku.

Resolusi ini juga menegaskan bahwa setiap bentuk investasi dari pihak luar,harus
menghormati kedaulatan penuh Negara tempat investasi tersebut terhadap kekayaan
sumberdaya alamnya. Seluruh bentuk kerjasama yang dilakukan dalam pengusahaan
kekayaan alam dengan investor asing ini akan berada di bawah hokum internasional
yang berlaku dan penyelesaian dilakukan dengan arbitrase sesuai aturan Internasional
Convention Settlement of Invesment Disputes (ICSID). Kekuatan Negara tetap
menjadi lebih tinggi atas kekayaan alam yang di usahakan oleh pihak asing. Segala
bentuk pelarangan atas kedaulatan rakyat dan bangsa atas kekayaan alamnya,
dianggap melanggar piagam PBB dan menghalangi kerjasama internasional,
serta perdamaian.

Pelanggaran hak-hak masyarakat dan bangsa atas kedaulatan kekayaan alam dan
sumberdaya alam mereka adalah bertentangan dengan semangat dan prinsip-prinsip
piagam PBB dan menghambat pengembangan kerjasama internasional serta
pemeliharaan perdamaian.

D. Dukungan Teori Maksimalisasi Profit vs Revenue

Posisi kedaulatan penuh Negara atas sumberdaya alam telah di jelaskan secara
detail dari sudut pandang konstitusi. Konstitisi Indonesia cenderung mendukung
peran Negara yang sebesar-besarnya dalam pengelolaan pertambangan secara
langsung. Mahkama Konstitusi pun telah menempatkan fungsi pengelolaan
(beheersdaad), sebagai peringkat pertama yang paling penting dari lima peran Negara
dalam penguasaan sumberdaya alam. Mahkama Konstitusi juga menekankan bahwa
pengelolaan langsung sumberdaya alam oleh Negara melalui BUMN akan
memberikan manfaat yang lebih besar bagi Negara untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat.
Pemaksimalan keuntungan (provit maximization) adalah dengan menciptakan
pendapatan besih sebanyak-banyaknya atau keuntungan dengan menggunakan
sumberdaya dan dominansi pasar (market share) yang ada saat ini pemanfaatannya.

Manajer menjadi pengambil keputusan langsung atas harga, pekerja, teknis, iklan,
dan lainnya atau control penuh atas perusahaan, sedangkan para pemilik hanya
sebatas sebagai pemilik. Dengan demikian, adanya kemungkinan keputusan
manajerial, bertentangan dengan para pemilik dalam mencapai tujuan pemaksimalan
keuntungan. Akibatnya, pihak manajemen harus mendorong perusahaan untuk
menghasilkan keuntungan semaksimal mungkin sebagai tujuan.

Secara mikro, dalam tataran praktis yang terjadi di industry pertambangan


saat ini pemaksimalan penerimaan Negara dari sekian banyak IUP yang di
keluarkan pemerintah, dengan skala produksi kecil sehingga besar seharusnya
dapat di jembatani melalui fungsi BUMN dengan tujuan dominansi pasar.
Kondisi di lapangan menunjukkan, harga batubara di lokasi penambang skala kecil
seringkali dipermainkan oleh konsemen asing karena penjualan batubara mereka
layaknya spot-spot ibarat took-toko pakaian di kawasan pembelanjaan.

Anda mungkin juga menyukai