Anda di halaman 1dari 8

Sebuah studi yang diterbitkan Selasa, 25 April 2017 lalu mengungkap kesuksesan rahim buatan yang

diciptakan para ilmuwan, untuk membantu para bayi yang lahir prematur.

Para ilmuwan berusaha keras untuk mengurangi tingkat kematian bayi prematur. Sebuah studi yang
diterbitkan hari selasa lalu melaporkan, ilmuwan telah menciptakan rahim buatan yang diklaim bisa
menyelamatkan bayi prematur.

Seperti diketahui, bayi yang lahir prematur angka harapan hidupnya cenderung kecil. Bahkan lahir
prematur adalah salah satu penyebab kematian bayi yang paling tinggi. Hal inilah yang memicu para
ilmuwan untuk terus bereksperimen dalam mencoba mengurangi angka kematian bayi prematur.

Seperti diberitakan oleh Futurism, para dokter di Philadelphia mengembangkan sebuah rahim
buatan berbentuk biobag yang mampu menopang janin domba, tidak lama setelah pembuahan
terjadi.

Para ilmuwan yang mengembangkan teknologi ini mengklaim bahwa rahim buatan ini juga bisa
digunakan untuk janin manusia.

Biobag yang telah dibuat sempurna lantas dimasukkan janin domba yang berusia 105 hari setelah
pembuahan. Usia janin domba ini setara dengan janin manusia berumur 22 minggu.

Pada usia itu, baik janin domba maupun janin manusia belum memiliki kemampuan bertahan hidup
sendiri di luar rahim sang ibu.

Janin domba yang dijadikan objek penelitian, disimpan dalam biobag selama empat minggu. dalam
kurun waktu tersebut, bayi domba pun berkembang. Seperti tumbuhnya bulu, paru-parunya
berkembang, dan kondisi tubuhnya matang hingga bisa bertahan hidup sendiri.

Secara menakjubkan, 8 janin domba yang dimasukkan ke dalam biobag bisa berkembang secara
normal. Dan kedelapan bayi domba tersebut bisa bertahan hidup. Ini membuktikan bahwa teknologi
biobag telah sukses meniru kondisi alami di dalam rahim.

Anda bisa melihat video bayi domba yang berkembang dalam biobag berikut ini.

Ko
Alan Flake, ahli bedah janin di Rumah Sakit Anak Philadelphia memimpin studi yang diterbitkan pada
Jurnal Nature Communications ini. Dia mengaku timnya telah sukses menggantikan kondisi rahim
asli, sehingga subjek bayi domba bisa berkembang dengan sempurna di dalam rahim buatan.

“Bayi domba memiliki perkembangan yang normal, kematangan paru-paru dan otak mereka juga
normal. Kami telah mengukur semua perkembangan organ dalam dan luar, semuanya tumbuh
dengan normal,” ungkap Alan Flake seperti dikutip dari NPR.

Alan menambahkan, tim penelitinya berharap bahwa teknologi ini bisa diujikan kepada bayi yang
terlahir sangat prematur, dalam jangka waktu tiga atau lima tahun ke depan.

Advertisement

Apa yang ada di dalam rahim buatan?

Alat yang disebut biobag ini, terdiri dari kantung plastik berisi cairan ketuban sintesis. Ada sebuah
mesin di luar kantung, yang terhubung dengan tali pusar. Mesin ini berfungsi seperti ari-ari, yang
memberikan nutrisi dan oksigen ke dalam darah, serta menghilangkan karbondioksida.

“Ide dari penelitian ini ialah untuk mendukung tumbuh kembang janin secara normal. Kami
menciptakan teknologi yang bisa meniru keajaiban rahim ibu, untuk mendukung janin berkembang
dan matang,” kata Alan Flake.

Hasil penelitian ini mendapat pujian dari para ilmuwan lainnya, mereka berharap teknologi rahim
buatan bisa menyelamatkan banyak bayi yang lahir prematur setiap tahunnya. Namun, hal itu
bergantung pada keberhasilan teknologi ini diujicobakan pada bayi manusia.

Rahim buatan ini, memang belum bisa menopang kebutuhan hidup bayi selama 9 bulan. Namun,
biobag bisa menjadi metode inkubasi baru yang lebih canggih daripada inkubator yang digunakan
sekarang.

Tim dokter yang mengembangkan teknologi ini telah meminta ijin resmi dari Lembaga Kesehatan di
Amerika, untuk bisa melakukan uji klinis pada rahim buatan ini.

Perkembangan ilmu pengetahuan memang hebat ya Parents. Semoga bisa bermanfaat bagi
kelangsungan hidup umat manusia.
HOME

TERPOPULER

TOPIK PILIHAN

PILKADA 2018

NEWS

BISNIS

BOLA

SPORT

LIFESTYLE

ENTERTAINMENT

OTOMOTIF

TEKNO

HEALTH

FOTO

VIDEO

YOUR SAY

OUR PARTNER

INDEKS

X
Suara.com

PT Arkadia Media Nusantara

FREE - In Google Play

VIEW

TEKNO / SAINS Senin, 12 Maret 2018

Rahim Buatan Berhasil Diuji Coba pada Domba, Akankah ke Manusia?

Rahim buatan yang diuji coba pada domba mirip kantung plastik.

Ririn Indriani | Risna Halidi

Rabu, 26 April 2017 | 19:46 WIB

Ilustrasi domba. (Shutterstock)

Suara.com - Para ilmuwan mengembangkan rahim buatan yang terlihat mirip dengan kantung plastik
dan mampu menopang kehidupan anak domba prematur di dalamnya selama berminggu-minggu.
Plastik 'rahim' yang diciptakan oleh peneliti terbuat dari campuran air hangat dan garam tambahan,
mirip dengan cairan amnion yang bertugas mendukung dan melindungi janin.

Dalam perkembangan yang luar biasa, penemuan ini mungkin bisa berjalan jauh dalam praktik medis
dan mengubah parameter kelahiran prematur pada manusia.

Rahim buatan dikatakan sama seperti rahim asli dan menyediakan semua nutrisi penting yang akan
diberikan rahim seorang ibu kepada bayinya, termasuk persediaan darah yang kaya nutrisi dan
kantung pelindung cairan ketuban.

Para ahli berharap bahwa pendekatan ini berpotensi meningkatkan kemungkinan kelangsungan
hidup bayi prematur, juga mengatakan bahwa percobaan manusia dapat dilakukan dalam beberapa
tahun. Namun, lebih banyak tes pada hewan sangat diperlukan untuk meningkatkan kemanjuran
dan keamanan.

Menurut BBC, tim Rumah Sakit Anak Philadelphia menegaskan bahwa pihaknya tidak ingin
menggantikan ibu atau memperpanjang batas kelangsungan hidup. Mereka hanya ingin menemukan
cara yang lebih baik untuk mendukung bayi yang lahir terlalu dini.
Saat ini, bayi yang sangat prematur, lahir sekitar usia kehamilan 23 minggu, ditempatkan di
inkubator dan memakai ventilator untuk membantu mereka bernafas, namun hal ini dapat merusak
perkembangan paru-paru mereka.

BBC menjelaskan cara kerja dari rahim 'plastik' di mana cairan ini terhirup dan ditelan oleh janin
yang sedang tumbuh, seperti yang biasanya terjadi di dalam rahim. Campuran itu terus-menerus
disiram melalui tas setiap hari untuk memastikan pasokan segar selalu tersedia.

Anak domba yang menjadi uji penelitian tidak mendapatkan pasokan oksigen dan nutrisi dari ibunya
melalui plasenta. Sebagai gantinya, ia terhubung ke mesin khusus dengan tali pusarnya. Jantung si
bayi domba melakukan semua pekerjaan pemompaan dan mengirim darah ke mesin untuk diisi
ulang sebelum kembali ke tubuhnya.

Seluruh sistem dirancang untuk meniru alam dan membiarkan bayi baru lahir mengembangkan paru-
paru dan organ tubuh lainnya selama beberapa minggu. (Zeenews)

BACA JUGA

Kaki-kaki janin domba itu bergetar pada usia 4 bulan. Setelah 107 hari tinggal di kandungan
induknya, ia dipindahkan ke kantong plastik steril. Akhir april lalu, ia sukses bertahan selama 28 hari.

Alan Flake, seorang dokter yang memimpin eksperimen tersebut, mengatakan "Kami mencoba
mengembangkan suatu sistem yang semirip mungkin dengan rahim … pada dasarnya ini rahim
buatan."

Temuan tim yang dipimpin Flake ini merupakan terobosan termutakhir dari eksperimen rahim
buatan yang dilakukan di berbagai tempat di dunia sepanjang dua puluh tahun terakhir. Kendati
cetak birunya sudah dipatenkan pada 1955, eksperimen baru dilakukan tahun 1996 di Universitas
Juntendo, Tokyo.

Pada 2014, seorang ibu berusia 36 tahun melahirkan anak dari rahim hasil transplantasi yang
didonasikan oleh kawannya yang berusia 60an. Dua tahun kemudian, sebuah eksperimen Universitas
Cambridge sukses membuat embrio manusia bertahan selama 13 hari dalam cawan petri.
Umumnya, embrio hanya mampu bertahan sampai 7 hari di luar rahim. Pada tahun yang sama,
pelajar jepang berhasil membesarkan embrio ayam di luar telur hingga lahir dan besar.
Teknologi yang dihasilkan dari eksperimen-eksperimen ini diproyeksikan mampu mengurangi risiko
kematian dan cacat pada bayi prematur. Jika berhasil diterapkan pada domba, mengapa tidak pada
manusia?

Imajinasi Kultural

Eksperimen rahim buatan sebenarnya pun bukan sesuatu yang sungguh-sungguh baru dalam
imajinasi kebudayaan. Hal ini berbarengan dengan mekarnya eksplorasi atas fungsi organ-organ
tubuh manusia dalam Ilmu kedokteran dan biologi, yang pada puncaknya, pada abad 15 di Eropa,
menganalogikan organisme hidup seperti mesin yang berproses secara mekanis—termasuk ketika
hamil.

Pada abad ke-8, ilmuwan Persia Abu Musa Jabir ibn Hayyan menulis tentang kemungkinan-
kemungkinan membesarkan organisme hidup—dari kalajengking hingga manusia—di dalam lab
berdasarkan rumus-rumus alkemi yang dia tulis. Pada abad 15, alkemis Jerman Paracelsus menulis
sebuah resep untuk menciptakan manusia mini (homunculus) dengan cara memasukkan janin
manusia di dalam rahim kuda selama beberapa minggu. Janin tersebut, menurut Paracelsus, “harus
diberi asupan darah manusia”. Resep Paracelsus berpijak pada gagasan praformasi (preformation)
yang dianut sebagian biolog pada masanya, yang beranggapan bahwa kepala sperma mengandung
anatomi manusia sempurna sehingga kecuali dalam hal ukuran, tidak terjadi evolusi tubuh dalam
janin.

Imajinasi tentang rahim buatan juga hadir dalam masa-masa pergolakan politik di Barat lima puluh
tahun silam. Penulis Shulamith Firestone dalam bukunya Dialectic of Sex (1970) memimpikan sebuah
masa depan, di mana rahim buatan akan membebaskan perempuan dari kerja-kerja reproduksi
seksual yang selama ini dilekatkan pada fungsi organ-organ tubuh perempuan. Dalam kapitalisme
modern, pembagian kerja membuat banyak perempuan menanggung beban kerja ganda (domestik
dan non-domestik)—dan ini sudah dirasakan sejak masa kehamilan. Dengan rahim buatan,
reproduksi manusia tetap berjalan tanpa harus mengekang perempuan dengan belenggu kehamilan.

Problem Etis

Dalam karya fiksi, imajinasi yang sama menunjukkan gejala ketakutan atas semakin berkuasanya
rekayasa teknologis pada tiap proses-proses biologis manusia. Film The Matrix, misalnya,
menggambarkan situasi masa depan, di mana manusia tidak dilahirkan, melainkan dihasilkan dari
kantung berisi cairan yang mirip dengan rahim buatan. Sebelum The Matrix, ilustrasi serupa dapat
ditemukan dalam banyak karya fiksi ilmiah yang mengisahkan masa depan di bawah rezim totaliter,
yang tidak saja mengontrol pendapat dan tindakan warganegara, tetapi juga jeroan tubuh dan
pikiran manusia.
Tak jarang, penolakan terhadap intervensi atas proses fisiologis didasari oleh ketakutan seperti di
atas, yang dalam beberapa kasus bisa tercermin dalam argumen etis. Menyinggung eksperimen
flake, Barbara Katz Rothman, sosiolog City University of New York, menyatakan ada banyak hal yang
bisa dilakukan guna mencegahdibaca normal 2 menit

Home Teknologi

Rahim Buatan untuk Manusia

Reporter: Windu Jusuf

13 Mei 2017

Eksperimen janin domba yang dibesarkan di luar rahim induknya baru-baru ini, sukses bertahan
selama 28 hari. Namun, Eksperimen rahim buatan sebenarnya pun bukan sesuatu yang sungguh-
sungguh baru

tirto.id - Kaki-kaki janin domba itu bergetar pada usia 4 bulan. Setelah 107 hari tinggal di kandungan
induknya, ia dipindahkan ke kantong plastik steril. Akhir april lalu, ia sukses bertahan selama 28 hari.

Alan Flake, seorang dokter yang memimpin eksperimen tersebut, mengatakan "Kami mencoba
mengembangkan suatu sistem yang semirip mungkin dengan rahim … pada dasarnya ini rahim
buatan."

Temuan tim yang dipimpin Flake ini merupakan terobosan termutakhir dari eksperimen rahim
buatan yang dilakukan di berbagai tempat di dunia sepanjang dua puluh tahun terakhir. Kendati
cetak birunya sudah dipatenkan pada 1955, eksperimen baru dilakukan tahun 1996 di Universitas
Juntendo, Tokyo.

Pada 2014, seorang ibu berusia 36 tahun melahirkan anak dari rahim hasil transplantasi yang
didonasikan oleh kawannya yang berusia 60an. Dua tahun kemudian, sebuah eksperimen Universitas
Cambridge sukses membuat embrio manusia bertahan selama 13 hari dalam cawan petri.
Umumnya, embrio hanya mampu bertahan sampai 7 hari di luar rahim. Pada tahun yang sama,
pelajar jepang berhasil membesarkan embrio ayam di luar telur hingga lahir dan besar.

Teknologi yang dihasilkan dari eksperimen-eksperimen ini diproyeksikan mampu mengurangi risiko
kematian dan cacat pada bayi prematur. Jika berhasil diterapkan pada domba, mengapa tidak pada
manusia?

Imajinasi Kultural
Eksperimen rahim buatan sebenarnya pun bukan sesuatu yang sungguh-sungguh baru dalam
imajinasi kebudayaan. Hal ini berbarengan dengan mekarnya eksplorasi atas fungsi organ-organ
tubuh manusia dalam Ilmu kedokteran dan biologi, yang pada puncaknya, pada abad 15 di Eropa,
menganalogikan organisme hidup seperti mesin yang berproses secara mekanis—termasuk ketika
hamil.

Pada abad ke-8, ilmuwan Persia Abu Musa Jabir ibn Hayyan menulis tentang kemungkinan-
kemungkinan membesarkan organisme hidup—dari kalajengking hingga manusia—di dalam lab
berdasarkan rumus-rumus alkemi yang dia tulis. Pada abad 15, alkemis Jerman Paracelsus menulis
sebuah resep untuk menciptakan manusia mini (homunculus) dengan cara memasukkan janin
manusia di dalam rahim kuda selama beberapa minggu. Janin tersebut, menurut Paracelsus, “harus
diberi asupan darah manusia”. Resep Paracelsus berpijak pada gagasan praformasi (preformation)
yang dianut sebagian biolog pada masanya, yang beranggapan bahwa kepala sperma mengandung
anatomi manusia sempurna sehingga kecuali dalam hal ukuran, tidak terjadi evolusi tubuh dalam
janin.

Imajinasi tentang rahim buatan juga hadir dalam masa-masa pergolakan politik di Barat lima puluh
tahun silam. Penulis Shulamith Firestone dalam bukunya Dialectic of Sex (1970) memimpikan sebuah
masa depan, di mana rahim buatan akan membebaskan perempuan dari kerja-kerja reproduksi
seksual yang selama ini dilekatkan pada fungsi organ-organ tubuh perempuan. Dalam kapitalisme
modern, pembagian kerja membuat banyak perempuan menanggung beban kerja ganda (domestik
dan non-domestik)—dan ini sudah dirasakan sejak masa kehamilan. Dengan rahim buatan,
reproduksi manusia tetap berjalan tanpa harus mengekang perempuan dengan belenggu kehamilan.

Problem Etis

Dalam karya fiksi, imajinasi yang sama menunjukkan gejala ketakutan atas semakin berkuasanya
rekayasa teknologis pada tiap proses-proses biologis manusia. Film The Matrix, misalnya,
menggambarkan situasi masa depan, di mana manusia tidak dilahirkan, melainkan dihasilkan dari
kantung berisi cairan yang mirip dengan rahim buatan. Sebelum The Matrix, ilustrasi serupa dapat
ditemukan dalam banyak karya fiksi ilmiah yang mengisahkan masa depan di bawah rezim totaliter,
yang tidak saja mengontrol pendapat dan tindakan warganegara, tetapi juga jeroan tubuh dan
pikiran manusia.

Tak j

Anda mungkin juga menyukai