Anda di halaman 1dari 6

UTS ILMU FIKIH

USHUL FIKIH

Disusun Oleh:

FITRI WULANSARI (1132050030)

PENDIDIKAN MATEMATIKA KELAS A

TAHUN 2015
1. Kemukakan oleh saudara secara singkat sejarah pertumbuhan dan perkembangan fikih
dan usul fikih!
Jawab
Pada abad 3 H, di bawah pemerintahan abasiah wilayah islam semakin meluas
kewilayah timur. Pada masa ini islam mengalami kebangkitan ilmiah dikalangan
islam, yang dimulai pada masa pemerintahan khalifah Ar-Rasyid. Salah satu hasil
daei kebangkitan berpikir dan semangat keilmuan islam ketika itu adalah
berkembangnya bidang fikih, yang pada gilirannya mendorong untuk disusunnya
metode berpikir fikih yang disebut Ushul Fikih. Namun perlu diketahui pada
umumnya kitab-kitab ushul fikih yang ada pada abad 3 H ini tidak mencerminkan
pemikiran-pemikiran ushul fikih yang utuh dan mencakup segala aspeknya, kecuali
kitab Ar-Risalah itu sendiri.
Ushul fiqh tumbuh bersama-sama dengan fiqh, meskipun ilmu fiqh dibukukan
terlebih dahulu dari pada ushul fikih. Karena dengan tumbuhnya fikih, tentu ada
metode yang dipakai untuk menggali ilmu tersebut.
Zaman Rasulullah ilmu ini sudah digunakan oleh beliau sendiri sebagai Syari’,
yang tentunya bersumber dari wahyu Allah swt. Setelah beliau wafat, para sahabat
yang yang dikenal sebagai pakar (fuqaha) seperti ibni Mas’ud, Ali bin Abi Thalib
dan Umar bin Khattab tidak mungkin menetapkan hukum tanpa adanya dasar dan
batasan.
Pada masa tabiin, penggalian hukum syara’ semakin meluas, lantaran banyak
permasalahan yang terjadi pada saat itu, dan banyak para ulama tabiin yang
memberikan fatwa dengan dasar-dasar yang mereka pegang adalah Al-qur’an,
Hadis dan Fatwa sahabat.
Setelah periode tabi’in tepatnya pada masa imam-imam mujtahid, metode
penetapan hukum syara’ bertambah banyak corak dan ragamnya.
Dalam suasana pesatnya ilmu, ushul fiqh muncul menjadi satu disiplin ilmu
tersendiri. Bahkan terdapat dua aliran dalam penulisan ushul fikih, yaitu aliran
jumhur dan aliran Hanafiyah.

2. Bagaimana hubungan antara fikih, usul fikih dan kaidah-kaidah fikih, kemudian
tunjukkan contoh konkritnya!
Jawab:
Hubungan fikih, usul fikih, dan kaidah-kaidah fikih adalah seperti hubungan
ilmu manthiq (logika) dengan filsafat, bahwa manthiq merupakan kaidah berpikir
yang memelihara akal, agar tidak terjadi kerancuan dalam berfikir. Juga seperti
hubungan ilmu nahwu dengan bahasa arab, ilmu nahwu sebagai ramatika yang
menghindarkan kesalahan seseorang di dalam menulis dan mengucapkan bahasa
Arab. Demikian ushul fiqh diumpamakan dengan ilmu manthiq atau ilmu mahwu,
sedangkan fikih seperti ilmu filsafat atau bahasa Arab. Sehingga ushul fiqh
berpungsi menjaga agar tidak terjadi kesalahan dalam mengistimbath hukum.
Kaidah-kaidah fikih yaiyu aturan aturan yang sudah di tentukan dalam ilmu fikih
3. Kemukakan oleh saudara apa yang dimaksud dengan hukum, hakim, mahkum fiih dan
mahkum alaih!
Jawab;
a. Hukum menurut ulama ushul mendefinisikan hukum sebagai kalam Allah
yang menyangkut perbuatan orang dewasa dan berakal sehat, baik bersifat
imperatif, fakultatif atau menempatkan sesuatu sebagai sebab, syarat dan
penghalang.
b. Hakim secara etimologi berarti orang yang memutuskan hukum. Dalam istilah
fikih kata hakim sebagai orang yang memutuskan hukum di pengadilan yang
sama maknanya dengan qadhi.
c. Mahkum fiih menurut ulama usul fikih yaitu perbuatan seorang mukallaf yang
terkait dengan perintah syari’(Allah dan Rosul-Nya), baik yang bersifat
tuntutan mengerjakan; tuntutan meninggalkan; memilih suatu pekerjaan dan
yang bersifat syarat, sebab, halangan, azimah, rukhsah, sah serta batal.
d. Mahkum alaih menurut ulama ushul fiqih telah sepakat bahwa mahkum alaih
adalah seseorang yang perbuatannya dikenai khitab Allah ta’ala, yang disebut
mukallaf, mukallaf diartikan sebagai orang yang dibebani hukum.
4. Apa yang saudara ketahui tentang sumber hukum islam yang bersifat illahy dan
Ijtihady, kemudian sebutkan macam-macam keduanya!
a. Hukum islam yang bersifat Illahy
Islam memiliki sumber hukum dari Allah Dzat yang maha mengetahui
yaitu Al-Quran. Hukum yang ada dalam AL-Quran selalu teraplikasi dalam
segala sikaf dan perbuatan Rasul yang disebut Hadis dan Sunnah.
Macam-macam hukum illahy yaitu Al-Qur’an dan setelah Al-Quran yaitu
Assunah. Al-Qur’an dari segi bahasa berasal dari kata qaraa yang berarti
“bacaan” atau apa yang tertulis padanya seperti terungkap dalam surat Al-
Qiyamah (75;17-18)
  
  
  

“Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan
(membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai
membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu” (QS. Al-Qiyamah:17-18)
Al-Quran merupakan petunjuk bagi semua umat manusia, semua orang
dari berbagai macam profesinya membutuhkan petunjuk dari Al-Quran, ahli
ekonomi, politik, saience dan sebagainya membutuhkan petunjuk dari Al-
Quran mampu memberikan jalan dan solusi bagi semua problematika yang
dihadapi oleh umat manusia.
Sumber hukum illahiyah yang kedua yaitu Sunnah. Sunnah secara bahasa
berarti “ perilaku seseorang tertentu, baik perilaku yang baik ataupun perilaku
yang buruk”. Sunnah merupakan sumberhukum kedua setekah Al-Quran
sebagai penjelas dan memperinci ayat Al-Quran yang mujmah.

b. Hukum islam yang bersifat Ijtihady


Kata ijtihady menurue etimologi berarti bersungguh-sungguh dalam
menggunakan tenaga baik fisik maupun pikiran. Secara istilah dari kalangan
Hanafiyah mendefinisikan sebagai:”pengerahan kemampuan untuk
menemukan kesimpulan hukum-hukum syara’ sampai ketingkat zhanni
(dugaan keras) sehingga mujtahid itu merasakan tidak bisa lagi berupaya lebih
dari itu.
Hukum ijtihady terbagi kepada fardu ‘ain, fardu kifayah, mandud dan
haram. Fardu ‘ain dilakukan oleh setiap orang yang mencukupi syarat-syarat
bilamana terjadi pada dirinya sesuatu yang membutuhkan jawaban hukumnya.
Hukum fardu kifayah apabial ada salah satu mujtahid lain yang akan
menjelaskan hukumnya.

Macam-macam ijtihady dilihat dari sisi pelakunya dibagi menjadi dua


 Ijtihady fardi adalah ijtihad yang dilakukan oleh perorangan atau hanya
beberapa orang mujtahid.
 Ijtihady jama’I apa yang dikenal dengan ijma dalam kitab-kitab usul
fikih, yaitu kesepakatan para mujtahid dari umat Muhammad saw
setelah wafat beliau btwrhadap masalah tertentu.

Macam-macam Ijtihady menurut Dr.Dawali membagi Ijtihady menjadi tiga


bagian yaitu:
 Ijtihady Al-Batani, yaitu ijtihad untuk menjelaskan hukum-hukum
syara dan nash.
 Ijtihady Al-qiyasi, yaitu ijtihad terhadap permasalahan yang tidak
terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunah dengan menggunakan metode
qiyas.
 Ijtihady Al-Istishlah, yaitu ijtihad terhadap permasalahan yang tidak
terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunah dengan menggunakan ra’yu
berdasarkan kaidah istishlah.

5. a. Apa yang dumaksud dengan hukum taklifi!


Jawab:
Hukum taklifi adalah khitab syari’ yang mengandung tuntutan untuk
dikerjakan oleh mukallaf atau untuk ditinggalkannya atau yang mengandung pilihan
antara dikerjakan dan ditinggalkan.
b. Jelaskan oleh saudara tentang ; Sebab, syarat dan mani, lalu berikan contohnya!
Jawab:
1. Sebab menurut bahasa berarti sesuatu yang bisa menyampaikan seseorang
kepada sesuatu yang lain. Menurut istilah ushul sebab yaitu sesuatu yang
dijadikan syariat sebagai tanda bagi adanya hukum, dan tidak adanya sebab
sebagai tanda bagi tidak adanya hukum. Sebab adalah suatu yang dijadikan
pokok pangkal bagi adanya musabbab hukum.
Contoh: Sebab diwajibkannya puasa Ramadhan karena telah didatangkannya
bulan Ramadhan. Firman Allah Swt.
     ….

“…karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya)
di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu…”(Al-Baqarah:185)
2. Syarat menurut bahasa berarti sesuatu yang menghendaki adanya sesuatu yang
lain atau sebagai tanda. Menurut istilah, Abdul Karim Zaidan mendefinisikan
syarat yaitu sesuatu yang tergantung padanya ada sesuatu yang lain, dan
berada di luar hakikat itu. Dengan arti bahwa syarat itu masuk hakikat
masyrut, sehingga tidaklah mesti dengan adanya syarat itu ada masyrut.
Contoh: Seperti syarat shalat adalah wudhu, wudhu bukan masuk hakikat
shalat karena shalat dari mulai takbir sampai salam, dan wudhu tidak meski
harus shalat atau tidak semua orang wudhu harus shalat. Firman Allah Swt:
   
   
   
....
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat,
Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku,…”(QS.Al-
Maidah:6)
3. Mani secara etimologi berarti “penghalang dari sesuatu” secara istilah menurut
Abdul Karim Zaidan, mani berarti sesuatu yang ditetapkan syariat sebagai
penghalang bagi adanya hukum atau penghalang bagi berfungsinya suatu
sebab. Dengan demikian, mani berarti sesuatu yang karena adanya tidak ada
hukum atau membatalkan sebab hukum.
Contoh: Seperti akad pernikahan menjadi sebab waris mewaris, dan waris
menjadi terhalang karena pembunuhan. Sehingga membunuh menjadi
penghalang seseorang untuk saling mewarisi.

Anda mungkin juga menyukai