PENDAHULUAN
Pergaulan antar umat di dunia yang semakin intensif akan melahirkan budaya-budaya baru,
baik berupa pencampuran budaya, penerimaan budaya oleh salah satu pihak atau keduanya,
dominasi budaya, atau munculnya budaya baru.Keseluruhan proses ini tentu saja dipengaruhi
oleh proses pendidikan di masyarakat.
Pemunculan kebudayaan baru tidak sepenuhnya memberikan efek positif terhadap
perkembangan suatu bangsa, tetapi ada juga yang berdampak negative. Untuk menghindari
hal-hal negatif dari suatu kebudayaan baru, diperlukan berbagai upaya untuk mengadakan
saringan kebudayaan yang dianggap paling tepat untuk diterapkan . Oleh karena ,
pemahaman terhadap kebudayaan menjadi penting bagi seorang pendidik agar pendidik
memahami secara persis kebudayaan dan pengaruhnya terhadap perkembangan masyarakat.
1.2 Sistem Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
BAB II : PEMBAHSAN
BAB III : PENUTUP
BAB II
PEMBAHASAN
1. Nilai itu suatu relitas abstrak dan ad dalam kehidupan manusia. Nilai yang bersifat
abstrak tidak dapat diindra. Hal yang dapat diamati hanyalah objek yang bernilai itu.
Misalnya orang yang memiliki kejujuran. Kejujuran adalah nilai, tetapi kita tidak bias
menindra kejujuran itu.
2. Nilai memiliki sifat normative, artinya nilai mengandung harapan, cita-cita dan suatu
keharusan sehingga nilai memiliki sifat ideal das sollen. Nilai diwujudkan dalam
bentuk norma sebagai landasan manusia dalam bertindak. Misalnya nilai keadilan.
Semua orang berharap manusia dan mendapatkan dan berperilaku yang
mencerminkan nilai keadilan.
3. Niliai berfungsi sebagai daya dorong dan manusia adalah pendukung nilai. Manusia
bertindak berdasar dan didorong oleh nilai yang diyakininya. Misalnya nilai
ketakwaan. Adanya nilai ini menjadikan semua orang terdorong untuk bisa mencapai
derajat ketakwaan.
1. Nilai menampilkan diri dalam aspek positif dan aspek negatif yang sesuai polaritas
seperti baik dan buruk; keindahan dan kejelekan.
2. Nilai tersusun secara hierarkis yaitu hierarki urutan pentingnya.
Nilai (value) biasanya digunakan untuk menunjuk kata benda abstrak yang dapat
diartikan sebagai keberhargaan (worth) atau kebaikan (goodness). Notonagoro
membagi hierarki nilai pokok yaitu:
3. Nilai material yaitu sesuatu yang berguna bagi unsur jasmani manusia.
4. Nilai vital yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan
kegiatan atau aktivitas.
5. Nilai kerohanian yaitu sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.
1. Nilai kebenaran yang bersumber pada unsur akal atau rasio manusia
2. Nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur perasaan estetis manusia
3. Nilai kebaikan moral yang bersumber pada kehendak atau karsa manusia
4. Nilai religius yang bersumber pada kepercayaan manusia dengan disertai penghayatan
melalui akal budi dan nuraninya
Hal-hal yang mempunyai nilai tidak hanya sesuatu yang berwujud (benda material) saja,
bahkan sesuatu yang immaterial seringkali menjadi nilai yang sangat tinggi dan mutlak bagi
manusia seperti nilai religius.
Nilai juga berkaitan dengan cita-cita, keinginan, harapan, dan segala sesuatu pertimbangan
internal (batiniah) manusia. Dengan demikian nilai itu tidak konkret dan pada dasarnya
bersifat subyektif. Nilai yang abstrak dan subyektif ini perlu lebih dikonkretkan serta
dibentuk menjadi lebih objektif. Wujud yang lebih konkret dan objektif dari nilai adalah
norma/kaedah. Norma berasal dari bahasa latin yakni norma, yang berarti penyikut atau siku-
siku, suatu alat perkakas yang digunakan oleh tukang kayu.
Dari sinilah kita dapat mengartikan norma sebagai pedoman, ukuran, aturan atau kebiasaan.
Jadi norma ialah sesuatu yang dipakai untuk mengatur sesuatu yang lain atau sebuah ukuran.
Dengan norma ini orang dapat menilai kebaikan atau keburukan suatu perbuatan.
Ada beberapa macam norma/kaedah dalam masyarakat, yaitu:
Dari norma-norma yang ada, norma hukum adalah norma yang paling kuat karena dapat
dipaksakan pelaksanaannya oleh penguasa (kekuasaan eksternal).
Nilai dan norma selanjutnya berkaitan dengan moral. Moral berasal dari bahasa latin yakni
mores kata jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia
moral diartikan dengan susila. Sedangkan moral adalah sesuai dengan ide-ide yang umum
diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan mana yang wajar. Istilah moral
mengandung integritas dan martabat pribadi manusia. Derajat kepribadian seseorang sangat
ditentukan oleh moralitas yang dimilikinya. Makna moral yang terkandung dalam
kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap dan tingkah lakunya. Bisa dikatakan manusia
yang bermoral adalah manusia yang sikap dan tingkah lakunya sesuai dengan nilai-nilai dan
norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
2.6 Hubungan Manusia dengan Moral
Moral memiliki arti yang hampir sama dengan etika. Etika berasal daribahasa kuno yang
berarti ethos dalam bentuk tunggal ethos memiliki banyak artiyaitu tempat tinggal biasa,
padang rumput, kebiasaan, adat, watak sikap , dan caraberfiki. Dalam bentuj jamak ethos (ta
etha) yang artinya adat kebiasaan. Moralberasal dari bahsa latin yaitu mos (jamaknya mores)
yang berarti adat, cara, dantampat tinggal. Dengan demikian secara etismologi kedua kata
tersebut bermaknasama hannya asal uasul bahasanya yang berbeda dimana etika dari bahasa
yunanisementara moral dari bahasa latin.
Moral yang pengertiaannya sama dengan etika dalam makna nilai-nilaidan orma-norma yang
menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalammengatur tingkah lakunya. Dalam
ilmu filsafat moral banyak unsur yang dikajisecara kritis, di landasi rasionalitas manusia
seperti sifat hakiki manusia, prinsipkebaikan, pertimbangan etis dalam pengambilan
keputusan terhadap sesuatu dansebagainya. Moral lebih kepada sifat aplikatif yaitu berupa
nasehat tentang hal-halyang baik.
Ada beberapa unsur dari kaidah moral yaitu :
Hati nurani merupakanpenghayatan tentang baik atau buruk mengenai perilaku manusia dan
hati nuraniini selalu dihubunngkan dengan kesadaran manusia dan selalu terkait dalamdengan
situasi kongkret. Dengan hati nurani manusia akan sanggupmererfleksikandirinya terutama
dalam mengenai dirinya sendiri atau juga mengenal orang.
Kebebasan adalah milik individu yang sangat hakiki dan manusiawi dankarena manusia pada
dasar nya adal;ah makhluk bebas. Tetapi didalam kebebasanitu juga terbatas karena tidak
boleh bersinggungan dengan kebebasan orang lainketika mereka melakukan interaksi. Jadi,
manusia itu adalah makhluk bebas yang dibatasi oleh lingkungannya sebagai akibat tidak
mampunya ia untuk hidupsendiri.
Nilai dan moral akan muncul ketika berada pada orang lain dan ia akanbergabung dengan
nilai lain seperti agama, hukum, dan budaya. Nilai moralterkait dalam tanggung jawab
seseorang.
Antara hukum dan moral terdapat hubungan yang erat sekali. Ada pepatah roma yang
mengatakan “quid leges sine moribus?” (apa artinya undang-undang jika tidak disertai
moralitas?). Dengan demikian hukum tidak akan berarti tanpa disertai moralitas. Oleh karena
itu kualitas hukum harus selalu diukur dengan norma moral, perundang-undangan yang
immoral harus diganti. Disisi lain moral juga membutuhkan hukum, sebab moral tanpa
hukum hanya angan-angan saja kalau tidak di undangkan atau di lembagakan dalam
masyarakat.
Meskipun hubungan hukum dan moral begitu erat, namun hukum dan moral tetap berbeda,
sebab dalam kenyataannya ‘mungkin’ ada hukum yang bertentangan dengan moral atau ada
undang-undang yang immoral, yang berarti terdapat ketidakcocokan antara hukum dan moral.
Untuk itu dalam konteks ketatanegaraan indonesia dewasa ini. Apalagi dalam konteks
membutuhkan hukum.
Kualitas hukum terletak pada bobot moral yang menjiwainya. Tanpa moralitas hukum
tampak kosong dan hampa (Dahlan Thaib,h.6). Namun demikian perbedaan antara hukum
dan moral sangat jelas.
Perbedaan antara hukum dan moral menurut K.Berten :
1. Dilihat dari dasarnya, hukum memiliki dasar yuridis, konsesus dan hukum alam
sedangkan moral berdasarkan hukum alam.
2. Dilihat dari otonominya hukum bersifat heteronom (datang dari luar diri manusia),
sedangkan moral bersifat otonom (datang dari diri sendiri).
3. Dilihat dari pelaksanaanya hukum secara lahiriah dapat dipaksakan,
4. Dilihat dari sanksinya hukum bersifat yuridis. moral berbentuk sanksi kodrati,
batiniah, menyesal, malu terhadap diri sendiri.
5. Dilihat dari tujuannya, hukum mengatur kehidupan manusia dalam kehidupan
bernegara, sedangkan moral mengatur kehidupan manusia sebagai manusia.
6. Dilihat dari waktu dan tempat, hukum tergantung pada waktu dan tempat, sedangkan
moral secara objektif tidak tergantung pada tempat dan waktu (1990,119).
1. Prof. Subekti, SH: Hukum itu mengabdi pada tujuan negara yaitu mencapai
kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya dengan cara menyelenggarakan keadilan.
Keadilan itu menuntut bahwa dalam keadaan yang sama tiap orang mendapat bagian
yang sama pula.
2. Prof. Mr. Dr. LJ. van Apeldoorn: Tujuan hukum adalah mengatur hubungan antara
sesama manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian antara sesama.
Dengan menimbang kepentingan yang bertentangan secara teliti dan seimbang.
3. Geny : Tujuan hukum semata-mata ialah untuk mencapai keadilan. Dan ia
kepentingan daya guna dan kemanfaatan sebagai unsur dari keadilan.
4. Roscoe Pound berpendapat bahwa hukum berfungsi sebagai alat merekayasa
masyarakat (law is tool of social engineering).
5. Muchatr Kusumaatmadja berpendapat bahwa tujuan pokok dan utama dari hukum
adalah ketertiban. Kebutuhan akan ketertiban ini merupakan syarat pokok bagi adanya
suatu masyarakat manusia yang teratur.
Tujuan hukum menurut hukum positif Indonesia termuat dalam pembukaan UUD 1945 alinea
keempat yang berbunyi “..untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial”.
Pada umumnya hukum bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat.
Selain itu, menjaga dan mencegah agar tiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri,
namun tiap perkara harus diputuskan oleh hakim berdasarkan dengan ketentuan yang sedang
berlaku.
2.9 Penegakan Hukum
Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat), bukan berdasarkan
kekuasaan (machstaat) apalagi bercirikan negara penjaga malam (nachtwachterstaat). Sejak
awal kemerdekaan, para bapak bangsa ini sudah menginginkan bahwa negara Indonesia harus
dikelola berdasarkan hukum.
Ketika memilih bentuk negara hukum, otomatis keseluruhan penyelenggaraan negara ini
harus sedapat mungkin berada dalam koridor hukum. Semua harus diselenggarakan secara
teratur (in order) dan setiap pelanggaran terhadapnya haruslah dikenakan sanksi yang
sepadan.
Penegakkan hukum, dengan demikian, adalah suatu kemestian dalam suatu negara hukum.
Penegakan hukum adalah juga ukuran untuk kemajuan dan kesejahteraan suatu negara.
Karena, negara-negara maju di dunia biasanya ditandai, tidak sekedar perekonomiannya
maju, namun juga penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia (HAM) –nya
berjalan baik. Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang harus diperhatikan yaitu
kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan.
Friedmann berpendapat bahwa efektifitas hukum ditentukan oleh tiga komponen, yaitu:
1. Substansi hokum yaitu materi atau muatan hukum. Dalam hal ini peraturan haruslah
peraturan yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat untuk mewujudkan
ketertiban bersama.
2. Aparat Penegak Hukum agar hukum dapat ditegakkan, diperlukan pengawalan yang
dilaksanakan oleh aparat penegak hukum yang memiliki komitmen dan integritas
tinggi terhadap terwujudnya tujuan hukum.
3. Budaya Hukum yaitu budaya hukum yang dimaksud adalah budaya masyarakat yang
tidak berpegang pada pemikiran bahwa hukum ada untuk dilanggar, sebaliknya
hukum ada untuk dipatuhi demi terwujudnya kehidupan bersama yang tertib dan
saling menghargai sehingga harmonisasi kehidupan bersama dapat terwujud.
Banyak pihak menyoroti penegakan hukum di Indonesia sebagai ‘jalan di tempat’
ataupun malah ‘tidak berjalan sama sekali.’ Pendapat ini mengemuka utamanya dalam
fenomena pemberantasan korupsi dimana tercipta kesan bahwa penegak hukum
cenderung ‘tebang pilih’, alias hanya memilih kasus-kasus kecil dengan ‘penjahat-
penjahat kecil’ daripada buronan kelas kakap yang lama bertebaran di dalam dan luar
negeri.
Pendapat tersebut bisa jadi benar kalau penegakan hukum dilihat dari sisi korupsi saja.
Namun sesungguhnya penegakan hukum bersifat luas. Istilah hukum sendiri sudah luas.
Hukum tidak semata-mata peraturan perundang-undangan namun juga bisa bersifat
keputusan kepala adat. Hukum-pun bisa diartikan sebagai pedoman bersikap tindak ataupun
sebagai petugas.
Dalam suatu penegakkan hukum, sesuai kerangka Friedmann, hukum harus diartikan sebagai
suatu isi hukum (content of law), tata laksana hukum (structure of law) dan budaya hukum
(culture of law). Sehingga, penegakan hukum tidak saja dilakukan melalui perundang-
undangan, namun juga bagaimana memberdayakan aparat dan fasilitas hukum. Juga, yang tak
kalah pentingnya adalah bagaimana menciptakan budaya hukum masyarakat yang kondusif
untuk penegakan hukum.
Contoh paling aktual adalah tentang Perda Kawasan Bebas Rokok misalnya. Peraturan ini
secara normatif sangat baik karena perhatian yang begitu besar terhadap kesehatan
masyarakat. Namun, apakah telah berjalan efektif? Ternyata belum. Karena, fasilitas yang
minim, juga aparat penegaknya yang terkadang tidak memberikan contoh yang baik. Sama
halnya dengan masyarakat perokok, kebiasaan untuk merokok di tempat-tempat publik
adalah suatu budaya yang agak sulit diberantas.
Oleh karenanya, penegakan hukum menuntut konsistensi dan keberanian dari aparat. Juga,
hadirnya fasilitas penegakan hukum yang optimal adalah suatu kemestian. Misalnya, perda
kawasan bebas rokok harus didukung dengan memperbanyak tanda-tanda larangan merokok,
atau menyediakan ruangan khusus perokok, ataupun memasang alarm di ruangan yang
sensitif dengan asap.
Masyarakatpun harus senantiasa mendapatkan penyadaran dan pembelajaran yang kontinyu.
Maka, program penyadaran, kampanye, pendidikan, apapun namanya, harus terus menerus
digalakkan dengan metode yang partisipatif. Karena, adalah hak dari warganegara untuk
mendapatkan informasi dan pengetahuan yang tepat dan benar akan hal-hal yang penting dan
berguna bagi kelangsungan hidupnya.
2.10 Problematika Hukum
Problema paling mendasar dari hukum di Indonesia adalah manipulasi atas fungsi hokum
oleh pengemban kekuasaan.
Problem akut dan mendapat sorotan lain adalah:
1. Aparatur penegak hukum ditengarai kurang banyak diisi oleh sumber daya manusia
yang berkualitas. Padahal SDM yang sangat ahli serta memiliki integritas dalam
jumlah yang banyak sangat dibutuhkan.
2. Peneggakkan hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya karena sering mengalami
intervensi kekuasaan dan uang. Uang menjadi permasalahan karena negara belum
mampu mensejahterakan aparatur penegak hukum.
3. Kepercayaan masyarakat terhadap aparatur penegak hukum semakin surut. Hal ini
berakibat pada tindakan anarkis masyarakat untuk menentukan sendiri siapa yang
dianggap adil.
4. Para pembentuk peraturan perundang-undangan sering tidak memerhatikan
keterbatasan aparatur. Peraturan perundang-undangan yang dibuat sebenarnya sulit
untuk dijalankan.
5. Kurang diperhatikannya kebutuhan waktu untuk mengubah paradigma dan
pemahaman aparatur. Bila aparatur penegak hukum tidak paham betul isi peraturan
perundang-undangan tidak mungkin ada efektivitas peraturan di tingkat masyarakat.
Problem berikutnya adalah hukum di Indonesia hidup di dalam masyarakat yang tidak
berorientasi kepada hukum. Akibatnya hukum hanya dianggap sebagai representasi
dan simbol negara yang ditakuti. Keadilan kerap berpihak pada mereka yang memiliki
status sosial yang lebih tinggi dalam masyarakat. Contoh kasus adalah kasus ibu Prita
Mulyasari.
Pekerjaan besar menghadang bangsa Indonesia di bidang hukum. Berbagai upaya perlu
dilakukan agar bangsa dan rakyat Indonesia sebagai pemegang kedaulatan dapat merasakan
apa yang dijanjikan dalam hukum.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hakikatnya manusia adalah makhluk moral. Untuk menjadi makhluk sosial yang
memiiki kepribadian baik serta bermoral tidak secara otomatis, perlu suatu usaha yang
disebut pendidikan. Menurut pandangan humanisme manusia memiliki kemampuan untuk
mengarahkan dirinya ketujuan yang positif dan rasional. Manusia dapat mengarahkan,
mengatur, dan mengontrol dirinya. Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan ialah upaya
untuk memajukan perkembangan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek), dan jasmani
(Slamet Sutrisno, 1983, 26). Perkembangan kepribadian seseorang tidak lepas dari pengaruh
lingkungan sosial budaya tempat tumbuh dan berkembangnya seseorang (cultural backround
of personality).
Setiap orang pasti akan selalu berusaha agar segala kebutuhan hidupnya dapat
terpenuhi dengan baik sehingga dapat mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Kebutuhan
hidup manusia selain ada kesamaan juga terdapat banyak perbedaan bahkan bertentangan
antara satu dengan yang lain. Agar dalam usaha atau perjuangan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya tidak terjadi tabrakan antara yang satu dengan yang lain dalam masyarakat, maka
diperlukan adanya suatu aturan, norma atau kaidah yang harus dipatuhi oleh segenap warga
masyarakat. Oleh sebab itu di negara Indonesia, kehidupan manusia dalam bermasyarakat
diatur oleh hukum juga diatur oleh norma-norma agama, kesusilaan, dan kesopanan, serta
kaidah-kaidah lainnya. Kaidah-kaidah sosial itu mengikat dalam arti dipatuhi oleh anggota
masyarakat di mana kaidah itu berlaku. Hubungan antara hukum dan kaidah-kaidah sosial
lainnya itu saling mengisi.
Di Indonesia sendiri, penegakan hukum selalu menjadi suatu kewajiban yang mutlak harus
diadakan dalam negara hukum yang berdasarkan Pancasila. Kewajiban tersebut bukan hanya
dibebankan pada petugas resmi yang telah ditunjuk dan diangkat oleh Pemerintah akan tetapi
adalah juga merupakan kewajiban dari pada seluruh warga masyarakat. Bukan merupakan
rahasia umum lagi bahwa kadang-kadang terdapat noda hitam dalam praktek penegakan
hukum yang perlu untuk dibersihkan sehingga hukum dan keadilan benar-benar dapat
ditegakkan. Sebagai salah satu pilar yang sangat penting dalam sistem ketatanegaraan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), penyelesaian berbagai permasalahan hukum yang
dihadapi oleh bangsa Indonesia harus diakui tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Mengetahui pentingnya hukum dan moralitas dalam kehidupan bermasyarakat.
2. Mengetahui hubungan norma, etika, dan hukum dalam kehidupan bermasyarakat.
3. Mengetahui apa saja hambatan-hambatan yang terjadi dalam penegakan hukum di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pentingnya Moral dan Hukum
Manusia dan hukum adalah dua identitas yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan dalam
ilmu hukum, terdapat adagium yang terkenal yang berbunyi: “Ubi societas ibi jus” (di mana
ada masyarakat di situ ada hukumnya). Artinya bahwa dalam setiap pembentukan suatu
bangunan struktur sosial yang bernama masyarakat, maka selalu akan dibutuhkan bahan yang
bersifat sebagai “semen perekat” atas berbagai komponen pembentuk dari masyarakat itu,
dan yang berfungsi sebagai “semen perekat” tersebut adalah hukum.Untuk mewujudkan
keteraturan, maka mula-mula manusia membentuk suatu struktur tatanan (organisasi) di
antara dirinya yang dikenal dengan istilah tatanan sosial (social order) yang bernama
masyarakat. Guna membangun dan mempertahankan tatanan sosial masyarakat yang teratur
ini, maka manusia membutuhkan pranata pengatur yang terdiri dari dua hal: aturan (hukum)
dan si pengatur (kekuasaan).
Nilai moral dan hukum mempunyai keterkaitan yang sangat erat sekali. Nilai
dianggap penting oleh manusia itu harus jelas, harus semakin diyakini oleh individu dan
harus diaplikasikan dalam perbuatan. Moralitas diidentikan dengan perbuatan baik dan
perbuatan buruk(etika) yang mana cara mengukurannya adalah melalui nilai- nilai yang
terkandung dalam perbuatan tersebut.
Pada dasarnya nilai, moral, dan hukum mempunyai fungsi yaitu untuk melayani
manusia. pertama, berfungsi mengingatkan manusia untuk melakukan kebaikan demi diri
sendiri dan sesama sebagai bagian dari masyarakat. kedua, menarik perhatian pada
permaslahan-permasalahan moral yang kurang ditanggapi manusia. Ketiga, dapat menjadi
penarik perhatian manusia kepada gejala “Pembiasaan emosional”
Selain itu fungsi dari nilai, moral dan hukum yaitu dalam rangka untuk pengendalian
dan pengaturan. Pentingnya system hukum ialah sebagai perlindungan bagi kepentingan-
kepentingan yang telah dilindungi agama, kaidah kesusilaan dan kaidah kesopanan karena
belum cukup kuat untuk melindungi dan menjamin mengingat terdapat kepentingan-
kepentingan yang tidak teratur. Untuk melindungi lebih lanjut kepentingan yang telah
dilindungi kaidah-kaidah tadi maka diperlukanlah system hukum.
K. Bertens menyatakan ada setidaknya empat perbedaan antara hukum dan moral,
pertama, hukum lebih dikodifikasikan daripada moralitas (hukum lebih dibukukan daripada
moral), kedua, meski hukum dan moral mengatur tingkah laku manusia, namun hukum
membatasi diri pada tingkah laku lahiriah saja, sedangkan moral menyangkut juga sikap
bathin seseorang, ketiga, sanksi yang berkaitan dengan hukum berbeda dengan sanksi yang
berkaitan dengan moralitas, keempat, hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan
akhirnya atas kehendak negara sedangkan moralitas didasarkan pada norma-norma moral
yang melebihi para individu dan masyarakat.
a. Nilai Norma
Setiap orang pasti akan selalu berusaha agar segala kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi
dengan baik sehingga dapat mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Kebutuhan hidup
manusia selain ada kesamaan juga terdapat banyak perbedaan bahkan bertentangan antara
satu dengan yang lain. Agar dalam usaha atau perjuangan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya tidak terjadi tabrakan antara yang satu dengan yang lain dalam masyarakat, maka
diperlukan adanya suatu aturan, norma atau kaidah yang harus dipatuhi oleh segenap warga
masyarakat. Pengetian dari norma itu sendiri adalah ketentuan yang berisi perintah-perintah
atau larangan-larangan yang harus dipatuhi warga masyarakat demi terwujudnya nilai-nilai.
Norma merupakan suatu aturan-aturan yang berisi perintah, larangan, dan sanksi-sanksi
bagi yang melanggarnya. Pada dasarnya norma merupakan nilai, tetapi disertai dengan sanksi
yang tegas terhadap pelanggarnya. Norma merupakan aturan-aturan dengan sanksi-sanksi
yang dimaksudkan untuk mendorong bahkan menekan perorangan, kelompok, atau
masyarakat secara keseluruhan untuk mencapai nilai-nilai sosial.
Secara umum kita dapat membedakan norma menjadi dua norma yaitu: norma khusus
dan norma umum.
a. Norma Khusus adalah aturan yang berlaku dalam kegiatan atau kehidupan khusus, misalnya
aturan olahraga, aturan pendidikan, atau aturan sekolah dan sebagainya.
b. Norma Umum adalah norma yang bersifat umum atau universal.
Didalam kehidupan masyarakat terdapat norma-norma (aturan-aturan) yang mengatur
perilaku anggota masyarakat, yaitu sebagai berikut.
1. Norma Agama
Norma agama bersumber dari ajaran agama. Nilai-nilai yang bersumber dari ajaran gama
bersifal absolut karena berasal dari Tuhan. Agama adalah suatu keyakinan yang
kebenarannya bersifat mutlak, tidak tergantung pada cara berfikir dan cara merasa manusia.
Ajaran agama berisi perintah, larangan dan kebolehan yang disampaikan kepada umat
manusia melalui Malaikat dan Rasul-Nya. Sanksi dari norma agama berupa siksa di akhirat
kelak. Contoh dari moral agama adalah beribadah, dilarang berbohong, harus berbakti pada
orang tua, dan lain-lain.
2. Norma Kesusilaan
Adalah aturan hidup yang bersumber dari suara hati manusia tentang mana perbuatan yang
baik dan mana perbuatan tidak baik. Norma kesusilaan mendorong manusia untuk memiliki
akhlak mulia, dan sebaliknya bagi manusia yang melanggar norma kesusilaan dapat menyeret
manusia melakukan perbuatan yang nista. Sanksi terhadap norma kesusilaan berupa rasa
penyesalan diri. Contohnya adalah berlaku jujur, berbuat baik terhadap sesama, dan lain-lain.
3. Norma Kesopanan
Adalah aturan hidup bermasyarakat yang landasannya berupa kepatutan, kepantasan serta
kebiasaan yang berlaku di masyarakat. Horma kesopanan sering disebut juga dengan tata
krama. Norma kesopanan ditunjukkan kepada sikap lahiriah setiap anggota masyarakat emi
ketertiban dan suasana keakraban dalam pergaulan hidup bermasyarakat. Sanksi bagi yang
melanggar adalah celaan dari masyarakat. Contohnya adalah maka tidak boleh sambil bicara,
orang muda harus menghormati orang yang lebih tua, dan lain-lain
4. Norma Hukum
Norma hukum adalah seperangkat peraturan yang dibuat oleh negara atau badan yang
berwenang.norma hukum berisi perintah negara yang dilaksanakan dan larangan-larangan
yang tidak boleh dilakukan oleh warga negara.sifat dari norma ini adalah tegas dan memaksa.
Sifat ”memaksa” dengan sanksinya yang tegas inilah yang merupakan kelebihan dari norma
hukum,jika dibandingkan dengan norma-norma yang lainnya.demi tegaknya hukum,negara
mempunyai lembaga beserta aparat-apratnya di bidang penegakan hukum seperti
polisi,jaksa,dan hakim.bila seseorang melanggar hukum, ia akan menerima sanksinya berupa
hukuman misalnya hukuman mati,penjara,kurungan,dan denda. Contohnya adalah mematuhi
rambu lalu lintas, dilarang membunuh, dan lain-lain.
b. Hubungan Antar-Norma
Kehidupan manusia dalam bermasyarakat, selain diatur oleh hukum juga diatur oleh
norma-norma agama, kesusilaan, dan kesopanan, serta kaidah-kaidah lainnya. Kaidah-kaidah
sosial itu mengikat dalam arti dipatuhi oleh anggota masyarakat di mana kaidah itu berlaku.
Hubungan antara hukum dan kaidah-kaidah sosial lainnya itu saling mengisi. Artinya kaidah
sosial mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat dalam hal-hal hukum tidak
mengaturnya. Selain saling mengisi, juga saling memperkuat. Suatu kaidah hukum, misalnya
“kamu tidak boleh membunuh” diperkuat oleh kaidah sosial lainnya. Kaidah agama,
kesusilaan, dan adat juga berisi suruhan yang sama.
Dengan demikian, tanpa adanya kaidah hukum pun dalam masyarakat sudah ada
larangan untuk membunuh sesamanya. Hal yang sama juga berlaku untuk “pencurian”,
“penipuan”, dan lain-lain pelanggaran hukum. Hubungan antara norma agama, kesusilaan,
kesopanan dan hukum yang tidak dapat dipisahkan itu dibedakan karena masing-masing
memiliki sumber yang berlainan. Norma Agama sumbernya kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa. Norma kesusilaan sumbernya suara hati (insan kamil). Norma kesopanan
sumbernya keyakinan masyarakat yang bersangkutan dan norma hukum sumbernya peraturan
perundang – undangan.
Fungsi norma sosial di dalam kehidupan bermasyarakat adalah sebagai pedoman
hidup yang berlaku bagi semua anggota masyarakat pada wilayah tertentu; memberikan
stabilitas dan keteraturan dalam kehidupan bermasyarakat; mengikat warga masyarakat,
karena norma disertai dengan sanksi dan aturan yang tegas bagi para pelanggarnya;
menciptakan kondisi dan suasana yang tertib dalam masyarakat; dan adanya sanksi yang
tegas akan memberikan efek jera kepada para pelanggarnya, sehingga tidak ingin mengulangi
perbuatannya melanggar norma.
Berdasarkan kekuataan daya pengikatnya,norma-norma sosial dibagi menjadi tata
cara (usage), kebiasaan (folkways), tata kelakuan (mores), adat-istiadat(customs), dan hukum
(laws).
a. Tata cara (usage)
Proses interaksi yang terus-menerus akan melahirkan pola-pola tertentu yang
dinamakan tata cara(usage). Tata cara merupakan norma yang menunjukan pada suatu
bentuk perbuatan dengan sanksinya ringan terhadap pelanggarnya dibandingkan norma
lainnya. Misalnya, pada waktu makan bersendawa atau mendecak, tidak mencuci tangan
sebelum makan. Pelanggaran terhadap norma ini tidak akan mengakibatkan sanksi berat,
melainkan hanya sekedar celaan atau dinyatakan tidak sopan oleh orang lain.
b. Kebiasaan (folkways)
Kebiasaan adalah perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama. Kebiasaan
memiliki kekuatan yang lebih besar daripada tata cara, misalnya memberikan salam pada
waktu bertemu, membungkukan badan sebagai tanda penghormatan kepada orang yang lebih
tua. Sanksinya yang akan diterima bagi pelanggarannya dapat berupa teguran, sindiran,
digunjingkan, dan dicemooh.
c. Tata Kelakuan (mores)
Tata kelakuan merupakan norma yang bersumber pada ajaran agama, filsafat, nilai
kebudayaan atau ideologi yang dianut oleh masyarakat. Tata kelakuan adalah aturan yang
berlandaskan pada apa yang baik dan seharusnya dilakukan manusia. Apabila orang
melanggar kebiasaan akan dianggap aneh, tetapi kalau melanggar tata kelakuan akan disebut
jahat. Contohnya adalah larangan berzinah, berjudi, minum-minuman keras ,penggunaan
narkoba. Pelanggaran terhadap tata kelakuan ini mengakibatkan sanksi yang berat, misalnya
diusir dari kampungnya sehingga mores juga disebut norma berat.
d. Adat – Istiadat (customs)
Adat istiadat merupakan norma yang tidak tertulis namun sangat kuat mengikatnya
sehingga anggota-anggota masyarakat yang melanggar adat-istiadat akan menderita yang
kadang-kadang secara tidak langsung dikenakan. Contohnya adat istiadat yang berlaku di
masyarakat lampung, seorang suami tidak boleh menceraikan istrinya apabila terjadi
perceraian maka tidak hanya bersangkutan yang tercemar namanya, tetapi seluruh
keluarganya bahkan sukunya. Sanksinya berupa pengucilan, dikeluarkan dari
masyarakat/sukunya atau harus memenuhi persyaratan tertentu, seperti upacara adat.
e. Hukum(laws)
Hukum merupakan norma yang bersifat formal,berupa aturan tertulis yang dibuat oleh
lembaga yang berwenang dan memiliki sanksi yang tegas dan memaksa.
c. Nilai Etika
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos
sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu : tempat
tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap,
cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan. Filsafat etika adalah salah satu
cabang filsafat yang mengkaji tentang hakikat baik buruk tingkah laku manusia. Oleh karena
itu etika diartikan filsafat tingkah laku atau lebih tepatnya ilmu yang membahas atau
mempelajari perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh
pikiran manusia. Etika berupa aturan – aturan, misalnya etika pergaulan yaitu aturan
bagaimana bergaul yang baik, kode etik guru, kode etik dokter, kode etik jaksa, dan lain-lain.
Tujuan untuk mempelajari etika adalah Untuk mendapatkan konsep yang sama mengenai
penilaian baik dan buruk bagi semua manusia dalam ruang dan waktu tertentu.
Etika memberi pegangan atau orientasi dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Ini
berarti tindakan manusia selalu mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapainya. Etika ada
dua yaitu etika deontologi dan etika teleologi. Etika deontologi menekankan manusia untuk
bertindak secara baiki. Suatu tindakan itu baik bukan dinilai dan dibenarkan berdasakan
akibat atau tujuan baik pada dirinya sendiri. Tindakan itu bernilai moral karena tindakan itu
dilaksanakn berdasarkann kewajiban yang memang harus dilaksanakan terlepas dari tujuan
atau akibat dari tindakan itu. Etika deontologi sangat menekankan motivasi, kemauan baik
dan watak yang kuat dari pelaku. Kemauan baik harus dinilai baik pada dirinya sendiri
terlepas dari apapun juga.n maka, dalam menilai seluruh tindakan, kemauan baik harus selalu
dinilai9 pertama dan menjadi kondisi dari segalanya.
Etika teleologi mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang akan
dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan nakibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu.
Suatu tindakan dinilai baik, kalau bertujuan mencapai sesuatu yang baik, atau kalau akibat
yang ditimbulkannya baik dan berguna. Etika teleologi lebih situsional, karena tujuan dan
akibat suatu tindakan bisa sangat tergantung pada situasi khusus tertentu. Karena itu, setiap
norma dan kewajiban moral tidak bisa berlaku begitu saja dalam setiap situasi.
Etika secara umum dapat dibagi menjadi etika umum yang berisi prinsip serta moral
dasar dan etika khusus atau etika terapan yang berlaku khusus. Etika khusus ini masih dibagi
lagi menjadi etika individual dan etika sosial. Etika sosial ada enam yaitu sikap terhadap
sesama; etika keluarga; etika profesi misalnya untuk pustakawan; arsiparis; dokumentalis;
pialang; informasi; etika politik; etika lingkungan hidup; dan kritik ideologi.
d. Nilai Moral
Ditinjau dari sudut etimologis, kata moral berasal dari kata mos, bentuk jamaknya
mores yang berarti adal istiadat atau kebiasaan. Moral (Bahasa Latin Moralitas) adalah istilah
manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang memiliki nilai positif.
Moral juga dapat diartikan sebagai sikap, perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan
seseorang pada saat mencoba melakukan sesuatu berdasarkan pengalaman, tafsiran, suara
hati, serta nasihat, dan lain-lain. Moral merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan
perilaku manusia yang terkait dengan nilai-nilai baik dan buruk.
Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak
memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus
dimiliki oleh manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses
sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral
dalam zaman sekarang memiliki nilai implisit karena banyak orang yang memiliki moral atau
sikap amoral itu dari sudut pandang yang sempit.
Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia harus memiliki
moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam
kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan
masyarakat setempat.Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber
interaksi dengan manusia. Apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa
yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan
masyarakatnya, maka orang itu dinilai memiliki moral yang baik, begitu juga sebaliknya.
Moral adalah produk dari budaya dan Agama. Setiap budaya memiliki standar moral yang
berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku dan telah terbangun sejak lama.
Ciri manusia bermoral atau manusia tidak bermoral, jika dilihat dari pengertian dan
beberapa istilah terkait pengertian moral ciri orang bermoral dan tidak bermoral adalah jika
seseorang melakukan tindakan sesuai dengan nilai rasa dan budaya yang berlaku ditengah
masyarakat tersebut dan dapat diterima dalam lingkungan kehidupan sesuai aturan yang
berlaku maka orang tersebut dinilai memiliki moral. Kata moral atau akhlak sering kali
digunakan untuk menunjukkan pada suatu perilaku baik atau buruk, sopan santun dan
kesesuaiannya dengan nilai-nilai kehidupan pada seseorang.
Moral berkaitan dengan masalah perbuatan manusia, pikiran serta pendirian tentang apa
yang baik dan apa yang tidak baik, mengenai apa yang patut dan tidka patut untuk dilakukan
seseorang. Dikatakan moralnya baik apabila sikap, tingkah laku dan perbuatannya sesuai
dengan pedoman sebagaimana digariskan oleh ajaran Tuhan. Sanksi moral itu sendiri berupa
sanksi dari Tuhan yang ditimpakan kelak diakhirat, sanksi pada diri sendiri yang bersifat
kejiwaan (sedih, resah, malu,dsb), dan sanksi yang berasal dari keluarga atau masyarakat
(dicemooh, dicela, dikucilkan,dsb).
A. Kesimpulan
Nilai moral dan hukum mempunyai keterkaitan yang sangat erat sekali. Pada dasarnya
nilai, moral, dan hukum mempunyai fungsi yaitu untuk melayani manusia. pertama,
berfungsi mengingatkan manusia untuk melakukan kebaikan demi diri sendiri dan sesama
sebagai bagian dari masyarakat. kedua, menarik perhatian pada permasalahan-permasalahan
moral yang kurang ditanggapi manusia. Ketiga, dapat menjadi penarik perhatian manusia
kepada gejala “Pembiasaan emosional”.
Nilai-nilai moral mengandung nasihat, wejangan, petuah, peraturan, dan perintah
turun temurun melalui suatu budaya tertentu. Sedangkan etika merupakan refleksi kritis dan
rasional mengenai nilai dan norma manusia yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan
perilaku hidup manusia. Karena etika dan moral saling mempengaruhi, maka keduanya tentu
memiliki hubungan yang erat dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Norma
sebagai bentuk perwujudan dari etika dan moral yang tumbuh dan berkembang di
masyarakat.
Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan hukum di Indonesia antara lain:
Kurang optimalnya komitmen para pemegang fungsi pembentukan perundang-undangan
dalam mematuhi Program Legislasi Nasional (Prolegnas), Lemahnya koordinasi
antarinstansi/lembaga dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan, Kinerja
lembaga peradilan dan lembaga penegak hukum yang masih belum memperlihatkan kinerja
yang menggembirakan. Kurangnya pengetahuan aparat penegak hukum terhadap
perkembangan kejahatan yang sifatnya sudah dalam lingkup kejahatan antarnegara
(transnational crime) terutama mengenai tindakan pencucian uang termasuk uang dari hasil
korupsi. Kurangnya tenaga perancang peraturan perundang-undangan (legal drafter) yang
berkualitas. Upaya untuk meningkatkan kesadaran hukum dan pemahaman terhadap
pelindungan dan penghormatan HAM masih belum memberikan dampak yang
menggembirakan dalam masyarakat. Rendahnya moral penegak hukum di Indonesia.
B. Saran
Dalam praktek ketatanegaraan Indonesia dewasa ini, telah banyak orang-orang
intelektual seperti para pejabat tinggi Indonesia saat ini. Namun ketika intelektual tersebut
tidak diimbangi dengan moralitas maka yang terjadi adalah banyaknya kasus-kasus beramoral
seperti korupsi yang menyeret mereka ke dalam pengadilan. Oleh sebab itu, kita sebagai
penerus muda yang akan menggantikan posisi pejabat tinggi Indonesia saat ini, sebaiknya
mulai berbenah diri, tidak hanya menuntut ilmu saja, namun juga harus diimbangi dengan
pendidikan moral agar kelak kita bisa menjadi pemimpin negara yang bermoral. Karena apa
artinya hukum jika tidak disertai moralitas. Hukum dapat memiliki kekuatan jika dijiwai oleh
moralitas. Kualitas hukum terletak pada bobot moral yang menjiwainya. Tanpa moralitas,
hukum tampak kosong dan hampa.
DAFTAR PUSTAKA
Kartohadiprodjo, Sudiman. 1977. Pengantar Tata Hukum Di Indonesia.
Tim ISBD Unesa. 2008. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Surabaya: UNESA University Press.
http://anton44n.wordpress.com/2009/02/01/hubungan-antara-etika-norma-dan-hukum/
http://massofa.wordpress.com/2008/11/17/pengertian-etika-moral-dan-etiket/
http://pondok24.wordpress.com/2010/04/13/catatan-kritis-pelaksanaan-hukum-di-indonesia/
http://wiki.answers.com/Q/Perbezaan_dan_persamaan_antara_akhlak_etika_dan_moral
http://zridoangk.blogspot.com/2009/03/manusia-moralitas.html
Etika Profesi, Kode Etik dan Etos Kerja Profesi Arsitek
Didalam praktek pada hakikatnya, profesi adalah keahlian tertentu yang diabdikan sebagai
suatu pengikatan janji(komitmen) oleh ahlinya dalam mencari nafkah dengan berkarya.
Berprofesi adalah lebih dari sekedar bekerja ( okupasi ), peofesi juga lebih dari sekedar
panggilan ( vokasi ). Profesi bersifat, dipresentasikan dengan bekerja dan berkarya secara
penuh purna waktu dengan penuh pengabdian ( dedikasi ) dan kecintaan yang dalam ( devosi
).
Jadi profesi itu bersumber pada bagian yang terdalam dalam diri manusia yang kemudian
dimanivestasikan dalam bentuk panggilan nurani, untuk berkarya dengan pengabdian,
pengamalan ilmu dan keahlian untuyk kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Profesi pada akhirnya mempunyai arti baku sebagai suatu pekerjaan ( occupation ) dengan
cirri-ciri suatu pengakuan di depan umum mengenai keahlian ( skill ), keilmuan ( learning )
dan kepakaran ( expertise ) yang ditawarkan sebagai jasa yang menyangkut kepentingan
orang lain.
Proses menyatakan diri tidak dapat langsung begitu saja, tetapi melalui tahapan dalam suatu
proses. Harus ada yang menyatakan bahwa seseorang itu “ ahli ‘ dan tidak bias lain, yang
berhak menyatakan adalah ‘kelompok’ yang juga memiliki keahlian dibidang yang sama dan
kelompok ini merupakan embrio kelahiran ‘organisasi profesi’. Organisasi ini yang kemudian
menetapkan criteria dan syarat untuk menyatakan seseorang adalah ahli dan dapat menjadi
anggota kelompoknya. Dalam konteks ini kelompok ini adalah Ikatan Arsitek Indonesia ( IAI
).
Menghayati bahwa profesi adalah panggilan nurani, maka praktek berprofesi menuntut
dijalankannya kwajiban etis terhadap masyarakat. Kwajiban-kwajiban etis yang dirasakan
dan disepakati olehkomunitas profesi dibidangnya masing-masing, secara formal diujudkan
menjadi ‘Kode Etik’ dan disepakati kekuatan hukumnya oleh kelompok itu.
IAI menyusun etika profesinya kedalam kode etik arsitek dan tata laku profesi arsitek yang
wajib dipatuhi dan dijunjung tinggi oleh anggota-anggotanya dalam menjalankan profesi.
Penerapan Etika Profesi memberikan konsekuensi langsung pada tiga tanggung jawab, yaitu:
Responsibility, tanggung jawab moreal.
Liabilitry, tanggung jawab pada ikatan janji.
Accountability, tanggung jawab pada kontrak perjanjian.
Bahwa pengertian professional adalah seorang yang mencari nafkah dengan berprofesi yang
berciri utama sebagai berikut :
Mandiri-independent
Bekerja penuh, purna waktu
Berorientasi pada pelayanan, mengabdi pada kepentingan umum
Memiliki keahlian khusus yang berlatar belakang pendidikan tertentu
Tereus menerus mengembangkan ilmu dan keahliannya
Profesional juga berarti cara kerja yang tertib, bertanggung jawab, bertanggung bayar dan
bertanggung gugat.
Praktek berprofesi berarti melaksanakan janji komitmen bagi si-profesional, untuk berkarya
sebaik-baiknya melalui hubungan antara dia dan masyarakat yang membutuhkan keahliannya
dan mempercayainya. Interaksi dalam hubungan kerja ini merupakan hal yang terpenting
dalam praktek berprofesi. Hubungan kerja ini terutama didasarkan oleh saling percaya.
Aturan hubungan kerja professional harus diwujudkan dalam bentuk pegangan yang disatu
pihak berbentuk landasan hokum untuk menjamin perlindungan terhadap masyarakat yang
menggunakan jasa professional itu, serta untuk menjamin nafkah bagi dan dapat
dihasilkannya karya yang terbaik oleh siprofesional. Dilain pihak berbentuk kode etik dan
kaidah tata laku profesi, untuk menjamin terhindarnya tindakan kesewenang-wenangan.
Esensi dari peraturan/perundangan tentang profesi adalah mengatur seluk beluk interaksi
dalam praktek berprofesi, untuk tujuan sebesar-besarnya memperoleh hasil karya yang
terbaik dan jaminan perlindungan kepada masyarakat.
LEGALITAS SEORANG ARSITEK SECARA HUKUM
Seperti halnya dokter, akuntan dan pengacara, arsitek adalah profesi yang menjual jasanya
kepada masyarakat. Keberadaan arsitek diakui untuk mengurusi segala permasalahan
mengenai rancang bangun, mulai dari penyusunan konsep perancangan hingga pengawasan
berkala sampai akhirnya menjadi sebuah produk arsitektural. Selain itu, seorang arsitek juga
mempunyai tanggung jawab secara moral seumur hidup terhadap karya-karyanya. Peran
arsitek di dalam kehidupan masyarakat sangat penting karena arsitek sebagai salah satu
komponen masyarakat yang berperan di dalam pembentukan peradaban kehidupan manusia.
Arsitek sebagai profesi yang menciptakan ruang bagi aktifitas dan kelangsungan hidup
manusia dituntut selalu peka terhadap perkembangan zaman dan teknologi serta sedapat
mungkin selalu membela kepentingan masyarakat umum.
Kode Etik dan Kaidah Tata Laku Arsitek, Ikatan Arsitek Indonesia (IAI)
Sebagai satu profesi, Arsitek tentu memiliki kode etik yang pada dasarnya mengatur hal-hal
yang tidak terjangkau oleh hukum positif yang ada (KUHP). Sifatnya berupa kesepakatan-
kesepakatan yang harus diikuti dalam menjalankan profesinya (berpraktik arsitek). Berikut
kutipan sebagian dari naskahnya (yang dianggap penting/perlu) :
MUKADIMAH
Menyadari profesinya yang luhur, arsitek membaktikan diri kepada bidang perencanaan,
perancangan dan pengelolaan lingkungan binaan dengan segenap wawasan, kepakarannya,
dan kecakapannya.
Arsitek, di dalam berkarya, selalu menerapkan taraf profesional tertinggi disertai integritas
dan kepeloporannya untuk mempersembahkan karya terbaiknya kepada pengguna jasa dan
masyarakat, memperkaya lingkungan, dan khasanah budaya.
Profesi arsitek mengacu ke masa depan dan bersama anggota profesi lainnya selalu
memelihara dan memacu perkembangan kebudayaan dan peradabannya demi keberlanjutan
habitatnya.
Sebagai profesional, Arsitek selalu menaati perangkat etika, yang bersumber pada nilai
luhur keyakinan spiritual yang dianutnya, sebagai pedoman berpikir, bersikap, dan
berperilaku dalam menunaikan kewajiban dan tanggung jawab profesionalnya.
Demikianlah Ikatan Arsitek Indonesia dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab
merumuskan kode etik dan kaidah tata laku sebagai berikut:
”Tersirat dalam mukadimah ini aspek-aspek moral seorang profesional dalam menjalankan
praktiknya. Ukurannya lebih bersifat subyektif, kualitatif atau “relatif”. Disini memang
dituntut dalamnya kepekaan seorang arsitek dalam menyikapi setiap penugasan yang
diterimanya.”
Pekerjaan arsitektur melibatkan pihak pihak : arsitek, klien, penyandang dana (investor),
konsultan profesi lain yang terkait, penduduk dan lingkungannya. Melalui kode etik, diatur
hak dan kewajiban dari seorang arsitek secara umum. Hak dan kewajiban arsitek terhadap
publik, klien, profesi, rekan seprofesi, dan lingkungan. Di Indonesia, atau di IAI pada
khususnya, kode etik ini diatur dalam Kode Etik Arsitek dan Kaidah Tata Laku Profesi
Arsitek, kode etik ini pertama kali dibuat dan disepakati pada tahun 1992 di Kaliurang,
kemudian diperbaharui melalui kongres di Jakarta pada tahun 2005. Kode Etik Arsitek dan
Kaidah Tata Laku Profesi Arsitek ini terdiri dari beberapa bagian, yaitu:
Kaidah Dasar, merupakan kaidah pengarahan secara luas sikap beretika seorang
Arsitek.
Standar Etika, merupakan tujuan yang lebih spesifik dan baku yang harus ditaati dan
diterapkan oleh anggota dalam bertindak dan berprofesi.
Kaidah Tata Laku, bersifat wajib untuk ditaati, pelanggaran terhadap kaidah tata laku
akan dikenakan tindakan, sanksi keorganisasian IAI.
Untuk etika berprofesi, IAI melengkapi diri dengan Dewan Kehormatan Profesi, sebuah
badan yang beranggotakan anggota profesional yang memiliki integrasi profesi dan
menjunjung tinggi Kode Etik Arsitek dan Kaidah Tata Laku Profesi Arsitek. Dewan ini
berfungsi untuk melakukan tinjauan atas kode etik yang sudah ada untuk kemudian membuat
usulan penyempurnaan, memberikan edukasi etika profesi kepada anggota, dan menjadi
badan tempat menyelesaikan permasalah dan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh
anggota IAI.
Profesi arsitek mengacu ke masa depan dan selalu memelihara perkembangan kebudayaan
dan peradabannya demi keberlanjutan habitatnya. Profesi arsitek selalu menaati perangkat
etika, yang bersumber pada nilai luhur keyakinan spiritual yang dianutnya, sebagai pedoman
berpikir, bersikap, dan berperilaku dalam menunaikan kewajiban dan tanggung jawab
profesionalnya.
Secara umum, para arsitek memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk selalu menjunjung
tinggi dan meningkatkan nilai-nilai budaya dan arsitektur, serta menghargai dan ikut berperan
serta dalam mempertimbangkan segala aspek sosial dan lingkungan untuk setiap kegiatan
profesionalnya, dan menolak hal-hal yang tidak profesional.
Pengabdian Diri
Arsitek melakukan tugas profesinya sebagai bagian dari pengabdiannya kepada Tuhan Yang
Maha Esa, dengan mengutamakan kepentingan negara dan bangsa.
Standar Keunggulan
Arsitek selalu berupaya secara terus menerus untuk meningkatkan mutu karyanya, antara lain
melalui pendidikan, penelitian, pengembangan, dan penerapan arsitektur.
Arsitek sebagai budayawan selalu berupaya mengangkat nilai-nilai budaya melalui karya,
serta wajib menghargai dan membantu pelestarian, juga berupaya meningkatkan kualitas
lingkungan hidupnya yang tidak semata–mata menggunakan pendekatan teknis-ekonomis
tetapi juga menyertakan asas pembangunan berkelanjutan.
Arsitek mengusahakan penggunaan sumber daya secara efisien, meningkatkan mutu sumber
daya manusia, mempertahankan dan memperkaya keanekaan hayati, serta kelestarian
lingkungan, khususnya pembangunan berkelanjutan.
Arsitek bersikap terbuka dan sadar untuk memadukan arsitektur dengan seni-seni terkait dan
selalu berusaha menumbuh-kembangkan ilmu dan pengetahuan dalam memajukan proses dan
produk industri konstruksi.
Para arsitek memiliki kewajiban kemasyarakatan untuk mendalami semangat dan inti
hukum–hukum serta peraturan terkait, dan bersikap mendahulukan kepentingan masyarakat
umum.
Tata Laku
Wajib menjunjung tinggi tatanan hukum dan peraturan terkait dalam menjalankan kegiatan
profesinya.
Dalam menjalankan kegiatan profesinya, arsitek mematuhi hukum serta tunduk pada kode
etik dan kaidah tata laku profesi, yang berlaku di Indonesia dan di negara tempat mereka
bekerja. Arsitek tidak dibenarkan bertindak ceroboh dan mencemarkan integritas dan
kepentingan profesi.
Arsitek tidak akan menyampaikan maupun mempromosikan dirinya atau jasa profesionalnya
secara menyesatkan, tidak benar, atau menipu. Arsitek tidak dibenarkan untuk memasang
iklan atau sarana promosi yang menyanjung atau memuji diri sendiri, apalagi yang bersifat
menyesatkan dan mengambil bagian dari kegiatan publikasi dengan imbal jasa, yang
mempromosikan/merekomendasikan bahan–bahan bangunan atau perlengkapan/peralatan
bangunan.
Arsitek selayaknya melibatkan diri dalam berbagai kegiatan masyarakat, sebagai bentuk
pengabdian profesinya, terutama dalam membangun pemahaman masyarakat akan arsitektur,
fungsi, dan tanggung jawab arsitek.
Arsitek selalu menunaikan penugasan dari pengguna jasa dengan seluruh kecakapan dan
kepakaran yang dimilikinya dan secara profesional menjaga kemandirian berpikir dan
kebebasan bersikap.
Kompetensi
Tugas arsitek harus dilaksanakan secara profesional dengan penuh tanggung jawab,
kecakapan, dan kepakaran.
Arsitek harus melengkapi diri dengan sertifikat profesi arsitek sesuai dengan undang-undang
yang berlaku, dan selalu memerhatikan peraturan dan perundangan-undangan pada setiap
tahap pelaksanaan tugas perencanaan dan perancangan.
Arsitek hanya akan menerima penunjukan akan suatu pekerjaan, jika ia mempunyai
kualifikasi dan meyakini memiliki cukup kecakapan serta kepakaran, sumber pendanaan dan
sumber daya ketrampilan teknis yang mendukung pelaksanaan setiap bagian kewajiban dari
penugasan.
Dengan tetap menjaga kemandirian berpikir dan kebebasan bersikap, arsitek mempunyai
kewajiban membaktikan seluruh kecakapan dan kepakarannya dengan penuh ketekunan dan
kehati-hatian, mengikuti “Baku Minimum Penyajian” (Minimum Standard of Performance)
yang direkomendasikan/dipujikan IAI, dan berdasarkan ikatan hubungan kerja yang jelas
meliputi antara lain:
- Lingkup Penugasan
– Pembagian wewenang dan tanggung jawab, hak dan kewajiban
– Batas-batas wewenang dan tanggung jawab, hak dan kewajiban
– Perhitungan Imbalan Jasa
– Tata cara penyelesaian penugasan.
Arsitek berkewajiban menjaga dan menjunjung tinggi integritas dan martabat profesinya dan
dalam setiap keadaan bersikap menghargai dan menghormati hak serta kepentingan orang
lain.
Arsitek wajib menjalankan profesinya dengan menjunjung tinggi nilai kejujuran dan
keadilan.
Arsitek yang mengetahui adanya kelalaian ataupun pelanggaran kode etik yang dilakukan
oleh rekan arsitek lain yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kejujuran, kebenaran, atau
kemampuan arsitek, wajib menyampaikan/melaporkannya kepada Dewan Kehormatan IAI.
Arsitektur adalah sebuah disiplin ilmu yang berkaitan langsung dengan kehidupan sehari-hari
manusia dan bagaimana ia berhubungan dengan lingkungannya. Dalam hal ini, ilmu
arsitektur dipandang telah ada bahkan sejak dahulu kala, sebelum Vitruvius dinyatakan
sebagi arsitek di Roma pada masanya. Karena pada masyarakat tradisional sebelum itu pun,
pengetahuan membangun telah dialihkan secara turun temurun dari generasi ke generasi
sebagai sebuah proses berkelanjutan, hal ini mungkin lebih kerap disebut-sebut sebagai
arsitektur vernakular.
Namun pendidikan formal arsitek sendiri, yang menghasilkan profesional di bidang arsitektur
baru muncul pada saat menjelang abad revolusi industri mulai dikenal. Dalam perjalanan
sejarah, pendidikan profesi ini sering disatukan dengan pendidikan seni rupa.
Selain itu, ilmu arsitektur juga merupakan perpaduan antara ilmu seni dan teknik bangunan
yang memenuhi keinginan praktis dan ekspresif dari peradaban manusia dari zaman ke
zaman. Kita dapat melihat dari literatur sejarah bagaimana hampir semua masyarakat yang
telah hidup menetap memiliki keteknikan membangun tersendiri yang akhirnya menghasilkan
arsitektur mereka. Dari sini, arsitektur kemudian dianggap penting bagi kekayaan sebuah
kebudayaan karena bukan hanya tentang melakukan pertahanan terhadap lingkungan alam
saja, tetapi juga terhadap lingkungan manusia, arsitektur kemudian menjadi prasyarat dan
simbol dari perkembangan peradaban dari kebudayaan tersebut. Kali ini tidak akan
diperdebatkan apakah ilmu arsitektur merupakan ilmu seni atau ilmu teknik, dan mencoba
mengkompromikan kedua sisi tersebut. Ide Vitruvius tentang venustas (keindahan), firmitas
(keterbangunan) dan utilitas(fungsi)nya disampaikan sebagai penegasan terhadap perdebatan
tersebut.
Arsitektur sebagai sebuah bidang profesi, banyak berhubungan dengan beberapa isu penting
dalam kehidupan masyarakat saat ini, misalnya seperti pengeksplorasian cara-cara baru
dalam berkehidupan, penelitian terhadap teknologi-teknologi dan material baru and
meyakinkan bahwa apa yang dibangun oleh si arsitek telah berkelanjutan terhadap
lingkungan. Tetapi berbicara secara umum tentang profesi arsitektur, ia mencakup bagaimana
merancang sesuatu yang dapat digunakan dengan baik oleh manusia namun tidak lupa juga
tetap diindah dipandang secara visual.
Hal tersebut di atas menandakan bahwa seorang arsitek harus mempelajari ranah yang cukup
luas untuk menguasai berbagai macam kemampuan yang berkaitan dengan pemenuhan
tuntutan terhadap dirinya dalam perjalanannya menuju profesi arsitektur, meski kemudian
harus melintasi dan berdiri di atas batas antara ilmu seni dan ilmu sains.
Profesi arsitek seperti telah disebutkan sebelumnya, telah ada sejak zaman Mesir dan Yunani
Kuno. Vitruvius merupakan salah satu yang terbaik yang dikenal sebagai arsitek dari Romawi
dengan aspek teorinya terhadap profesi ini bahwa pemahaman tentang liberal arts cukup
penting bagi arsitek sebagai ilmu lanjutan bagi teknologi bangunan. Sehingga banyak arsitek
di masa ini yang berlatar belakang dari pengrajin, seniman, tukang kayu, atau tukang batu
yang turut serta dalam sebuah proses konstruksi pembangunan. Kemudian perkembangan
profesi ini terus dilanjutkan di Abad Pertengahan, baik di Barat maupun Timur. Tetapi teori
Vitruvius pada praktik arsitektur di masa ini tidak lagi digunakan, melainkan diganti dengan
teori bahwa arsitek adalah seorang master-builder, seorang yang benar ahli dalam masalah
membangun. Perubahan ini secara mendasar tidak merubah poin mendasar dari tugas utama
yang dilakukan oleh arsitek, dan begitu pula hingga saat ini, yaitu melakukan konsepsi dan
pengawasan terhadap pembangunan suatu bangunan.
Untuk dapat melakukan pekerjaan utamanya mulai dari mengonsepkan rancangannya hingga
membangun rancangan tersebut, terdapat beberapa pengetahuan yang harus dikuasai oleh
seorang arsitek. Dalam proses perancangan saja, isu-isu yang dipertimbangkan bukan hanya
saja term-term yang disebutkan oleh Vitruvius: venustas, firmitas, dan utilitas, melainkan
juga isu mengenai dimensi-dimensi yang berkaitan pada manusia, seperti dimensi sosial
misalnya. Selain itu isu lingkung alam di tempat bangunan itu akan dibangun juga merupakan
satu hal yang perlu diperhatikan. Pada tahap perancangan ini, arsitek harus dapat
membayangkan bagaimana ruang dan tempat yang akan dibangun ini dapat memberikan baik
kenyamanan maupun perlindungan bagi penghuninya, bagaimana arsitektur yang
dirancangnya dapat memberikan pengaruh baik terhadap bagaimana manusia berkehidupan,
dll. Setelah pengonsepan terhadap ruang dan fungsi, perhatian dicurahkan pada pemilihan
sistem struktur yang dipilih untuk digunakan ketika merancang. Dan tentu saja pengetahuan
tentang sistem-sistem utilitas yang akan bekerja pada bangunan tersebut juga merupakan satu
hal yang perlu diketahui dengan baik oleh seorang arsitek.
Sebagai penelur para calon arsitek, institusi pendidikan formal
arsitektur hingga saat ini memang masih terus berusaha mencari format yang tepat, baik dari
metode pendidikannya maupun dari bentuk institusi pendidikannya sendiri. Masih tentang
apa yang harus dipelajari dalam arsitektur, apa yang bisa didapatkan dari pendidikan
arsitektur, dan bagaimana sejauh mana pendidikan dapat mengantarkan para mahasiswa calon
arsitek ke dunia profesi arsitektur merupakan sedikit dari beberapa pertanyaan kuno untuk
ilmu yang berbasis baik di sosial maupun keteknikan ini.
Menilik pada kajian-kajian yang dilakukan oleh Niels Prak dan Roger Lewis, ternyata banyak
permasalahan yang diutarakan oleh seorang arsitek setelah ia memasuki dunia profesi
arsitektur yang sesungguhnya, permasalahan yang sebenarnya pun dipengaruhi pula oleh
sistem pendidikan yang mereka alami sebelumnya. Lewis memaparkan ada beberapa tipe
arsitek setelah mereka menjalani dunia arsitekturalnya, dari tipe arsitek yang memiliki
semangat enterpreneurship sampai arsitek bertipe artist dan poet-philosophers yang
menguatkan diri pada basis tradisi seni dan interpretasinya, sebagai pengayaan khazanah
arsitektur. Di lain kesempatan, Prak hanya memaparkan dua tipe arsitek yaitu arsitek yang
praktisi atau fungsionalis dan arsitek yang artis atau pembaharu. Kemudian diambillah
kesimpulan bahwa seorang arsitek sejati sesungguhnya merupakan gabungan antara kedua
tipe arsitek tersebut; seraya mampu memanifestasikan pemikiran tersebut ke dalam bentuk
nyata yang dapat diterima oleh masyarakat.
Namun pola pendidikan arsitektur yang bercita-cita melahirkan arsitek ideal tersebut
kemudian menjadi dilematis, antara pendidikan arsitektur yang menampung sisi pendidikan
praksis arsitektural dan pengayaan teori arsitektur. Untuk menyelesaikan kedilematisan ini,
perlu diadakan sebuh penyeimbangan yang dilakukan secara subyektif sehingga dapat
menyeimbangkan keduanya. Namun penyeimbangan ini tergantung pada paradigma dari
institusi tersebut.
Ada beberapa ketentuan mengenai standar profesionalisme arsitek yang ditentukan oleh UIA.
Yang pertama adalah mengikuti pendidikan untuk menjadi arsitek profesional selama lima
tahun, bila di Indonesia yaitu program strata satu/S1). Yang kedua adalah menjalani magang
di kantor selama minimal dua tahun. Selanjutnya adalah mampu melewati kualifikasi
kompetensi dengan penguasaan tiga belas pengetahuan dan kemampuan dasar arsitektural.
Hal semacam ini juga dijalankan oleh Royal Institute of British Architect (RIBA), asosiasi
arsitek Inggris, namun dengan cara yang sedikit berbeda. Di Inggris, program pendidikan
(full time course in architecture) dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama, apabila
ditempuh secara normal, dapat diselesaikan selama tiga tahun dan mereka yang telah lulus
tahap ini akan mendapatkan gelasr kehormatan, untuk selanjutnya meneruskan dengan satu
tahun pengalaman magang. Pada bagian kedua, peserta yang telah menyelesaikan akan
mendapat gelar Diploma atau Bachelor of Architecture, di bagian yang berlangsung selama
dua tahun ini sering diberlakukan sela waktu antara tahun ketiga dan keempat bagi siswa
yang mengambil program magang pada biro konsultan arsitektur yang terdaftar di RIBA. Di
bagian ketiga, siswa menyelesaikan ujian praktek professional (Professional Practice
Examination), yang sering berlangsung paruh-waktu selama periode kedua pemagangan.
Setelah semua itu, di akhir masa tujuh tahun, siswa diperkenankan mendaftar secara resmi
sebagai arsitek melalui Architects Registration Council of the United Kingdom (ARCUK) dan
mengajukan keanggotan pada asosiasi professional yang diakui RIBA.
Sedangkan American Institute of Architects (AIA) sebagai asosiasi profesi arsitek di Amerika
Serikat memiliki cara yang berbeda dengan UIA dan RIBA. Di sini terdapat National Council
of Architectural Registration Boards (NCARB) yaitu dewan yang bertugas memantau
anggota AIA dalam menjalankan profesinya sebagai arsitek; serta menjaga keamanan,
kesehatan dan kesejahteraan public yang dilayani oleh arsitek. Gelar arsitek profesional itu
sendiri hanya diberikan kepada para lulusan yang berasal dari sekolah arsitektur yang telah
mendapat akreditasi dari National Architectural Accrediting Board (NAAB). Untuk
memperoleh lisensi atau sertifikasi profesi, maka diperlukan juga adanya pengalaman kerja
dengan periode tertentu dan sesudah itu harus mengikuti ujian profesi yang dilaksanakan oleh
Architect Registration Examination (ARE).
Karena Indonesia dikelilingi oleh negara-negara yang berbasis RIBA, misalnya Malaysia,
Singapura serta Australia dengan Royal Australian Institute of Architects (RAIA)-nya yang
juga bermula dari RIBA, maka pembahasan mengenai sistem dan metode yang digunakan
oleh baik UIA maupun RIBA perlu sedikit dibahas. Karena tanpa sertifikasi sebagai
pengakuan kompetensi internasional yang diberikan oleh asosiasi setempat maka seorang
arsitek tidak mempunyai hak untuk berpraktik di negara lain tersebut.
Selain itu, Indonesia juga merupakan salah satu dari sembilan puluh delapan negara anggota
UIA di Region IV (Asia dan Australia), maka menjadi wajib baginya untuk mengikuti
kualifikasi yang telah ditetapkan secara internasional, untuk mempersiapkan arsitek-
arsiteknya bersaing di kancah internasional. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya,
sistem pendidikan di Indonesia untuk program strata satu diberlakukan secara umum oleh
Departemen Pendidikan Nasional hanya berlangsung selama empat tahun, padahal tuntutan
dari UIA adalah minimal lima tahun pendidikan universitas. Bila dibandingkan, dengan
ketentuan 144-160 sks selama menjalani program strata satu tentunya dianggap tidak
memenuhi standar internasional. Karena sejak pemadatan kurikulum ini diberlakukan pada
enam tahun yang silam, terjadilah banyak pemangkasan beberapa mata kuliah dan studio.
Seyogyanya, kurikulum pendidikan arsitektur empat tahun yang kini berlaku di Indonesia
disesuaikan menjadi lima tahun seperti yang dituntut oleh UIA, sehingga studio perancangan
arsitektur dapat dilaksanakan selama sepuluh semester secara berkesimbungan dan menjadi
tulang punggung pendidikan arsitektur. Kemudian setelah itu baru pendidikan lima tahun
tersebut dilanjutkan dengan magang minimal dua tahun setelah lulus. Namun sayangnya, hal
ini masih berupa wacana yang terus diperbincangkan. Beberapa institusi pendidikan
arsitektur mencoba menyelesaikan permasalahan ini dengan mengadakan program
penambahan satu tahun yang sempat terdengar dengan nama pendidikan profesi.
Sistem penambahan satu tahun ini diserahkan kepada masing-masing institusi pendidikan
oleh legitimasi yang dilakukan oleh IAI dan Departemen Pendidikan Tinggi (Depdikti)
dengan cakupan 20-40 sks. Setelah lulus program penambahan ini, seseorang akan
memperoleh gelar Sarjana Arsitektur. Kemudian untuk mendapatkan lisensi profesi IAI,
seorang sarjana arsitektur tadi harus mengikuti ujian yang dilakukan oleh Dewan Keprofesian
Arsitek yang bisa diambil apabila telah menjalani proses pemagangan selama minimal dua
tahun. Jenis keanggotaan yang diterima pada tahap ini adalah keanggotan biasa atau lisensi
tingkat C. Setelah melewati tahun ke empat, baru dilakukan penilaian lagi untuk memperoleh
lisensi tingkat B melalui evaluasi oleh Dewan Keprofesian Arsitek dan Dewan Lisensi
Arsitek. Pada tahun ke delapan, akan dilakukan penilaian lagi untuk memperoleh
rekomendasi IAI untuk tingkat A.
Namun program penambahan ini dipandang seakan-akan diadakan hanya untuk sekedar
memenuhi tuntutan formal yang diminta UIA, sehingga akhirnya muncul isu baru, mengapa
program ini tidak langsung saja dimasukkan ke sistem pendidikan sebelumnya, yaitu sistem
pendidikan empat tahun, sehingga bisa genap menjadi pendidikan arsitektur lima tahun
dengan sistem studio perancangan arsitektur yang bisa lebih komprehensif.
Para lulusan dari sistem pendidikan saat ini yang masih menggunakan sistem empat tahun
pun sangat dianjurkan untuk menjalani program magang di biro arsitektur agar dapat
mempelajari lebih banyak dan mengenal lebih luas dunia keprofesian arsitektur, sehingga
menjadi semacam latihan dan gambaran nyata bagi para lulusan baru bagaimana dunia
arsitektur itu. Kemudian setelah pemagangan ini, serentetan proses pengujian kualifikasi
diadakan sebelum seorang lulusan baru tersebut dapat berprofesi sebagai arsitek professional.
Sertifikasi ini adalah proses penilaian untuk mendapatkan pengakuan atas kompetensi dan
kemampuan dari seseorang, untuk memenuhi persyaratan peraturan perundangan sebelum
memperoleh lisensi/SIBP, atau yang saat ini disebut dengan Surat Ijin Pelaku Teknis
Bangunan (SIPTB). Dalam hal ini sertfikasi yang dimaksud adalah Sertifikat Keahlian
Arsitek (SKA), dan peraturan perundangan adalah Undang-Undang Jasa Konstruksi no. 18
tahun 1999 dan PP no. 28, 29 & 30 tahun 2000. Proses ini sendiri bukanlah merupakan
sesuatu hal yang berat untuk diraih oleh para calon arsitek profesional tersebut, tetapi tetap
ada standar kompetensi sebanyak tiga belas butir kemampuan dasar yang harus dimiliki
arsitek profesional. Kemampuan-kemampuan dasar inilah yang akan menjadi panduan
penilaian terhadap permohonan sertifikasi. Tiga belas butir ini diturunkan dari 37
kemampuan dasar yang harus dikuasai fresh graduate menurut standar AIA, badan ikatan
profesi arsitek Amerika Serikat.
Dengan kata lain, selama proses magang yang dijalaninya begitu ia lulus, seorang lulusan
baru dari pendidikan arsitektur tidak serta merta dapat memiliki sertifikat. Dan apabila ia
ingin ke depannya dapat bekerja secara professional di bidang arsitektur, maka pada proses
magangnya ia harus bekerja pada sebuah tempat dimana ia dapat bertugas melakukan proses
desain seperti tugas seorang arsitek. Karena IAI hanya memberikan Sertifikat Keahlian
Arsitek kepada sarjana arsitektur yang bekerja sebagai arsitek-designer (yang umumnya
bekerja di biro arsitek). Ada banyak pilihan yang bisa dipilih oleh para lulusan sarjana
arsitektur baru tersebut, di antaranya adalah dengan menjadi drafter pada biro konsultan atau
pada arsitek yang lebih senior, bekerja pada developer menjadi in-house arsitek, menjadi
dosen, menjadi PNS pada bidang terkait bangunan gedung, dll.
Namun setelah melewati proses pemagangan dan telah memiliki lisensi atau SIPTB (Surat
Ijin Pelaku Teknis Bangunan) maka pilihan baginya akan semakin besar terbuka, yaitu dapat
memilih untuk berpraktek sendiri dengan membuka biro. Hal ini telah dapat dilakukan karena
dengan adanya lisensi dari asosiasi tersebut, maka ia telah mendapatkan kepercayaan bahwa
ia adalah seorang yang ahli di profesi ini.
Isu yang kemudian dihadapi oleh arsitek yang membuka biro adalah pertarungan dengan para
profesional lainnya yang berasal dari dunia internasional. Bisakah para arsitek ini, yang baru
akan mulai bertugas dengan, kalau bisa dikatakan, studio arsitekturnya?
Ada baiknya bisa sejenak melihat salah satu contoh yaitu HOK Architects Inc, sebuah biro
yang dapat dikatakan berhasil dan tetap bertahan setelah sekian lama bermain di kancah
dunia profesional arsitektur. HOK Architect didirikan oleh tiga orang, yaitu Helmuth, Obata
dan Kassabaum pada tahun 1955 di St. Louis AS. Pada saat itu mereka hanya
memperkerjakan 28 orang, namun kemudia perusahaan ini berkembang sangat pesat hingga
mampu memperkerjakan 2000 orang yang tersebar di 24 kantor cabang. Sebagai biro
arsitektur yang telah lama berdiri dan dinilai cukup sukses sehingga dinobatkan menjadi
firma arsitektur terbesar di dunia, ada beberapa poin penting yang dilakukan dalam rangka
menghadapi arus global.
Poin-poin dapat ditinjau bersama sebagai saran praktis sederhana yang bisa disikapi dengan
baik dari perspektif professionalisme arsitektur. Yang pertama adalah dengan mulai aktif
membangun jaringan, baik dengan pihak luar negeri maupun dengan para kolega di daerah-
daerah yang potensial. Kemudian melebarkan jangkauan pasar dengan memperbesar divisi
marketing secara agresif melalui berbagai media potensial agar arsitektur dapat dilihat
sebagai bisnis yang terus berkelanjutan. Teknologi informasi yang hingga saat ini sudah
berkembang begitu pesatnya dapat menjadi alat bantu sebagai sarana marketing, publikasi,
komunikasi dll. Untuk itu pemberdayaan komputer semaksimal mungkin. Menggunakan
standar-standar tertentu misalnya dalam pengerjaan drafting menggunakan software
AutoCAD, akan sangat membantu dalam hal kecepatan kerja dan mengoptimalkan delivery
time. Di masa depan kinerja profesionalitas kerja akan diukur dari kecepatan dan keoptimalan
delivery time ini. Poin lain yang tidak kalah pentingnya adalah dengan mencoba
berkonsentrasi pada kekuatan desain yang dimiliki dan mengenali pangsa pasar yang paling
diminati. Demikian, agar para professional setidaknya dapat lebih mempersiapkan diri dalam
menghadapi dunia profesional internasional.
Saat ini kita sedang menghadapi sesuatu bernama free trade zone. Maka, para arsitek asing
akan membanjiri Indonesia lagi dan lagi, menyusul arus masuk rekan-rekan mereka yang
sudah mulai berkarya di pelosok Nusantara sebelumnya. Karena akan semakin banyak proyek
perencanaan dan konstruksi yang dipercayakan untuk dikerjakan oleh perusahaan
internasional. Karena sentimen-sentimen lokal telah dikalahkan oleh profesionalisme dalam
menjadi tolak ukur yang global. Arsitek Indonesia tentu saja tidak ingin kalah menghadapi
dunia profesi internasional terutama di dalam negeri kita sendiri, untuk itu perlu baik para
arsitek senior maupun calon arsitek yang masih berada di jenjang pendidikan dapat
dipersiapkan dengan baik dengan sejak awal.
Hal ini tentu tidak hanya dibebankan kepada IAI sebagai ikatan profesi saja, karena sejauh ini
dalam hal menggiatkan diadakannya sertifikasi sebagai salah satu cara meningkatkan kinerja
profesionalitas di bidang arsitektur ini. Hal lain yang sebaiknya dilakukan adalah
diadakannya kerjasama antara IAI dan institusi pendidikan arsitektur dalam mengakreditasi
sistem pendidikan arsitektur di Indonesia sehingga pelaksana pendidikan arsitektur bisa lebih
menyadari dan tidak terjebak pada kuantitas lulusan saja melainkan pada kualitas. Persiapan
peneluran calon arsitek sebaiknya dilakukan dengan pembekalan pendidikan yang
kondisional dan proporsional, sehingga setelah lulus dari pendidikan arsitektur di tingkat
perguruan tinggi, para calon arsitek ini dapat langsung beradaptasi dan belajar kembali
dengan baik pada proses pemagangan minimal dua tahun itu.
Dimulai dari sini, arsitek dan bidang arsitektur Indonesia dalam menghadapi dunia profesi
internasional tidak lagi tergagap-gagap dalam memenuhi standar yang berlaku di tatanan
dunia global internasional tentang performa profesionalisme.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, IAI telah cukup mempersiapkan proses sertifikasi
dan penerbitan lisensi arsitek Indonesia di berbagai tempat. Selanjutnya, langkah nyata yang
sedang giat diperjuangkan adalah adanya Architect Act sebagai undang-undang yang
mengatur lingkup kerja arsitek, yang diberlakukan secara lokal, sehingga seorang arsitek tak
dapat berpraktik tanpa sertifikat setempat. Hal ini akan memperkuat posisi arsitek Indonesia
dalam menghadapi persaingan dengan dunia profesi internasional di dalam negeri kita
sendiri. Namun isu lainnya yang masih harus dipikirkan ke depannya adalah bagaimana
kinerja profesionalisme kita bila dibawa ke luar dan dibandingkan dengan standar performa
profesional yang mereka miliki. Sudah siapkah kita, arsitek Indonesia, memasuki dunia
profesi internasional dengan standar yang sejauh ini belum sepenuhnya dapat dipenuhi oleh
baik sistem pendidikan arsitektur kita maupun oleh ikatan asosiasi?
Sumber pustaka:
- Lihngkungan
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Arsitektur adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam artian yang
lebih luas, arsitektur mencakup merancang dan membangun keseluruhan
lingkungan binaan, mulai dari level makro yaitu perencanaan kota, perancangan
perkotaan,arsitektur lanskap, hingga ke level mikro yaitu desain bangunan, desain
perabot dan desain produk. Arsitektur juga merujuk kepada hasil-hasil proses
perancangan tersebut.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana dampak hubungan sosial dalam arsitektur
2. Bagaimana hasil penelitian faktor-faktor arsitektur terhadap hubungan sosial
C. Tujuan Makalah
1. Mengetahui bagaimana hubungan sosial bisa mempengaruhi hasil arsitektur
2. Mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi bagus atau tidaknya sebuah
hasil arsitektur
BAB II
PEMBAHASAN
Sebuah buku berjudul Arsitektur, Komunitas dan Modal Sosial, mengupas tuntas
tentang keterkaitan antara Arsitektur dan perilaku social. Dalam buku yang di tulis
oleh Prof. Dr. M. Syaom Barliana ini membuka cakrawala keilmuan yang sangat
penting. Buku ini mengajak kepada semua pihak yang terkait untuk memperhatikan
setiap akibat dari perencanaan.
Buku ini dibuka dengan sebuah kondisi nyata yang terjadi di masyarakat, kondisi
umum yang terjadi di kota-kota besar seperti konflik social, kekerasan, kerusuhan
social, vandalism, alienasi, anomie, apatisme social dan kriminalitas. Ini merupakan
realitas yang semakin tampak sebagai sebuah kecenderungan dan menjadi perilaku
keseharian masyarakat kota di Indonesia (hal 2). Untuk menguatkan kondisi ini,
penulis cukup banyak memberikan contoh terjadinya pergeseran perilaku
masyarakat kota dalam kehidupan bermasyarakatnya. Semua pergeseran perilaku
social ini ditarik benang merahnya terjadi karena penataan ruang dan arsitektur
perumahan yang mengalami perubahan secara signifikan.
Dengan menggunakan data-data yang cukup actual di lapangan dengan objek
perumahan, seperti di perumahan Parahyangan Rumah Villa, Sarijadi, Sanggar
Hurip Estate, Batununggal Indah, Riung Bandung, Gading Regency, Antapani,
Taman dan Golf Arcamanik Endah. Data perumahan ini mengajak pembaca untuk
mengetahui sisi-sisi lain yang jarang terungkap secara luas. Misalnya sebut saja
kualitas arsitektur perumahan, yang mencakup tata atur lingkungan, fungsi arsitektur
dan penampilan arsitektur. Dalam tata atur lingkungan, disinggung tentang
pentingnya ruang terbuka. Ruang terbuka yang baik menjadi ruang public yang
menjadi wadah bagi aktivitas khalayak untuk mengekspresikan kultur demokrasi,
interaksi, relasi social, dan pertumbuhan peradaban masyarakat. Ini yang mendasari
bahwa ketiadaan ruang terbuka bisa memberikan banyak akibat kondisi sebaliknya
dari tatanan ideal adanya ruang terbuka.
Tentang hubungannya dengan Perilaku Spasial, disini dijabarkan dalam identitas
tempat dan teritorialitas. Identitas tempat perumahan adalah karakteristik arstitektur
perumahan yang dicerap dan dipersepsi oleh komunitas penghuni. Konsep identitas
tempat ini mengadopsi konsep "citra kota" dari Kevin Linch (1981) dan teori ''Place"
Markus Zanhd (1999) yang menyatakan bahwa identitas tempat berkaitan dengan
makna dan perasaan pemakai tentang tempat dan citra (arsitektur), dimana
seseorang mengenal dan memahami lingkungannya, karena memiliki suatu cirri
khusus, keunikan, atau kejelasan tertentu. Sementara Teritorialitas adalah suatu
konsep sosio-arsitektur yang diturunkan dari konsep psikologi-lingkungan tentang
perasaan kepemilikan (psychological ownership).
Bahasan yang menarik lainnya, yang merupakan ruh dari buku ini adalah bagian
lima tentang hubungan arsitektur, perilaku spasial dan modal social. Konsep
besarnya adalah manusia membentuk ruang dan ruang membentuk manusia. Ini
menyangkut pada factor yang berpengaruh terhadap modal social antara lain:
sejarah kebudayaan, struktur social (horizontal dan vertical), keluarga, pendidikan,
lingkungan binaan, mobilitas hunian, kelas social dan kesenjangan ekonomi,
karakteristik dan kekuatan masyarakat madani (civil society), serta pola konsumsi
individu dan nilai-nilai personal. Arsitektur (lingkungan binaan) dan mobilitas
resindensial merupakan determinan dalam pengembangan social. Salahsatu contoh
yang dipaparkan dalam buku ini adalah kota Bandung hasil penelitian Lauren (2006).
Pada perumahan urban di kota Bandung, mengenai hubungan antara tipologi
bangunan dan morfologi kawasan dengan perilaku lingkungan, dilakukan dengan
pendekatan situasional atau secara spesifik dikenal sebagai "pencegahan tindak
criminal melalui perencanaan lingkungan (Crime Prevention Through Environmental
Design (CPTED). Penelitian terhadap objek studi kawasan perumahan dengan
tingkat kriminalitas tinggi, sedang, dan rendah, menyimpulkan bahwa lingkungan
dapat berperan dalam mengarungi peluang terjadinya tindak criminal. Penelitian ini
mengungkapkan bahwa lingkungan yang ditata sedemikian rupa, yang pada satu
sisi menyediakan partisipasi komunitas dan meningkatkan pengawasan pada sisi
lainnya, dapat mengurangi kemungkinan terjadinya tindak kejahatan.
Arsitektur berperan penting dalam perilaku spasial dan modal social. Hasil penelitian
menunjukan bahwa kontribusi factor-faktor arsitektural terhadap modal social pada
level perumahan menengah besar dan menengah kecil terjadi perbedaan yang
signifikan. Pada perumahan menengah besar, kontribusi factor-faktor tersebut jauh
lebih besar (54%) dibandingkan dengan pada perumahan menengah kecil (23%)
dan sisanya ditentukan oleh factor-faktor lain. Hal ini disebabkan misalnya dalam
masyarakat golongan menengah, oleh kecenderungan bersikap individualistis,
sangat mementingkan privasi, serta menciptakan relasi social yang lebih didasarkan
pada transaksi ekonomi. Sebaliknya dalam masyarakat golongan menengah ke
bawah, seperti yang diungkapkan oleh Youngentob dan Mark Hostetler (2005) –
sense of community, memelihara perasaan kebersamaan dalam komunitas, relasi
dan interaksi yang didasari oleh transaksi social daripada motif ekonomi, serta
memiliki ruang privasi yang lebih longgar. Atas dasar ini, factor pengaruh dan
kontribusi lingkungan fisik tidak terlalu dominan mendorong peningkatan modal
social. Namun demikian, seperti yang dituliskan buku ini, argument tersebut masih
sangat hipotetikal dan perlu diteliti lebih lanjut, serta tidak lalu mereduksi temuan
penelitian yang menyatakan bahwa terdapat korelasi dan pengaruh signifikan dari
factor, tata atur lingkungan, fungsi arsitektur, penampilan arsitektur, identitas tempat
dan teritorialitas arsitektur terhadap modal social.
Masjid (tempat peribadatan) memiliki peran yang baik dalam membangun relasi
social, adanya masjid memungkinkan warga penghuni saling berhubungan,
berinteraksi. Masjid memperkuat modal social dengan tipologi bonding, salahsatu ciri
khasnya adalah bahwa baik kelompok maupun anggota kelompok, lebih berorientasi
ke dalam (inward looking) dibandingkan berorientasi ke luar (outward looking) dalam
konteks ide, relasi, dan perhatian
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Arsitektur memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku social, budaya dan
lingkungan hidup. Peran arsitektur sangat besar terhadap perubahan. Baik itu
perubahan ke arah positif juga perubahan ke arah sebaliknya. Perubahan kearah
sebaliknya ini yang kadang tidak disadari oleh arstitek. Dasar pikiran yang nyata
bahwa perencanaan ruang yang semena-mena tanpa melihat karakteristik daerah,
seperti banyaknya lahan yang seharusnya menjadi lahan untuk konservasi di
habiskan oleh desain untuk kepuasan pengembang semata dan kebutuhan pasar.
Fenomena ruang terbuka hijau yang kian lama menjadi sempit membuat masyarakat
umum semakin sulit mengakses ruang bersama. Ketidakberadaan ruang publik ini
adalah bencana tidak langsung yang pada akhirnya akan mengkotak-kotakan
masyarakat dengan sikap egoistis dan individualistik, dengan sendirinya akan
menghilangkan rasa kebersamaan yang menjadi ciri masyarakat timur.
Dalam skala kecil, pembangunan rumah untuk keluarga dipengaruhi secara tidak
langsung oleh kondisi lingkungan sosial dalam skala besar. Rumah adalah
kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia selain kebutuhan akan sandang dan
pangan.manusia akan membutuhkan rumah sebagai tempat tinggal dan sebagai
tempat berlindung dari segala macam ancaman.
B. SARAN
Rumah adalah tempat tinggal sehari-hari, tempat yang seharusnya menjadi tempat
ternyaman untuk isirahat, dan cermin dari sang pemilik rumah. Jadi jika kita ingin
mendesain arsitektur, kita harus cocokan terlebih dahulu dengan minat, kepribadian,
dan terutama sosial sang pemilik rumah. Dan pilihlah hasil arsitektur rumah yang
mencerminkan sosial kita, sehingga secara tidak langsung seseorang yang bertamu
akan mengetahuinya.
Peran seorang arsitek tidak hanya terbatas membangun sebuah bangunan. Dalam merancang
sebuah bangunan , pertama-tama seorang arsitek akan melakukan analisa, salah satunya
adalah analisa terhadap linhgkungan . di bagian inilah seorang arsitek berinteraksi langsung
dengan lingkungan dan alam.
Dalam melakukan analisa ini, seorang arsitek dituntut untuk membangun sebuah bangunan
tanpa merusak potensi lingkungan yang ada. Memang benar ketika suatu bangunan didirikan
secara tidak langsung telah merusak lingkungan atau alam sekitarnya, untuk itu arsitek
dituntut untuk meminimalisir kerusakan itu.
Kepekaan seorang arsitek dengan lingkungan pada nantinya akan membentuk suatu
harmonisasi antara bangunan dengan lingkungannya. Banyak arsitek masa kini yang telah
menyadari dampak lingkungan akibat suatu pembangunan bangunan , untuk itu di era ini
muncul konsep-konsep bangunan yang disebut green arsitektur, yang meminimalisir bahkan
memperbaiki lingkungan.
Peran arsitek juga untuk membuat suatu rancangan yang memikirkan masa yang akan datang
( sustainable). Hal ini berhubungan dengan alam dan iklimnya yang selalu berubah ubah.
Rencana yang baik dan teliti saat ini dapat mencegah kemungkinan kemungkinan terburuk di
masa depan. Pengabaian aspek ini dapat berakibat fatal, misalnya kasus jebolnya Tanggul
Situgintung.
Pada kasus ini tanggul jebol karena tidak adanya sustainable, pembangunan tempat wisata
baru disekitar tidak direncanakan dari awal, juga pengaruh kestabilan tanah disekitarnya yang
sudah menurun.
Sebenarnya banyak cara yang bisa dilakukan seorang arsitek untuk mengolah lingkungan
binaan yang besahabat dengan alam. Misalnya di Indonesia dengan keadaan alam beriklim
tropis, dengan menanam pohon pelindung dengan tajuk lebar akan mengurangi suhu cukup
signifikan dalam daerah yang terlindungi/teduh. Ruang terbuka (hijau) juga penting, selain
sebagai penyerap karbon, juga merupakan ruang interaksi sosial bagi pengguna bangunan.
Penghawaan dan pencahayaan alami dapat mengurangi beban pengoperasian bangunan.
Selain itu, penyinaran panas yang berlebihan juga harus dihindari untuk mengurangi beban
pendinginan udara.
Hal ini dapat dilakukan dengan merancang sirip-sirip atau kanopi di jendela-jendela
bangunan.Air hujan yang terjadi di Indonesia dimanfaatkan secara baik untuk memenuhi
kebutuhan air penghuni bangunan.
Kesimpulan
Peran arsitek bukan hanya membangun bangunan tapi juga bertanggung jawab dengan
lingkungan binaan disekitarnya.
Pengertian Arsitektur
Arsitektur adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam artian yang
lebih luas, arsitektur mencakup merancang dan membangun keseluruhan
lingkungan binaan, mulai dari level makro yaituperencanaan kota, perencanaan
perkotaan, arsitektur lansekap, hingga ke level mikro yaitu desain bangunan, desain
parabot dan desain produk. Arsitektur juga merujuk kepada hasil-hasil proses
perancangan tersebut.
Pengertian Lingkungan
Contoh :
Taman ismail marzuki, Cikini, Jakarta Pusat.
banyaknya lingkungan hijau di site bangunan tersebut dan pembuatan taman
pada atap sehingga membuat dampak positif untuk mengurangi
dampak global warming.
sebagai makhluk sosial tentu kita tidak dapat hidup sendiri. Kita membutuhkan
orang lain baik dalam usaha memenuhi kebutuhan hidup maupun berinteraksi dalam
suatu kelompok organisasi.
Merupakan materi kuliah yang diberikan kepada Mahasiswa Teknik Sipil yang diharapkan
mengerti teknik menggambar dan penempatan posisi gambar - gambar. Yang terpenting juga
Mahasiswa Teknik Sipil dapat “membaca” gambar - gambar dari gambar arsitektur, gambar
konstruksi, gambar M.E (Mekanikal Elektrikal) sampai kepada gambar - gambar detailnya.
Rancangan Yang Harus Dikuasai Mahasiswa Sipil
Menjadi mahasiswa teknik sipil merupakan sebuah kebanggaan tersendiri bagi sebagian
pelajar SMA yang baru saja lulus di jenjang sekolah menengah atas. Selain termasuk jurusan
yang bergengsi, menjadi mahasiswa jurusan teknik sipil membutuhkan ilmu eksak dan
pengetahuan alam yang tinggi sehingga tidak semua pelajar dapat dengan mudah masuk ke
jurusan teknik sipil. Dari segi peluang kerja, menjadi sarjana teknik sipil sangat banyak
terbuka peluang kerja. Mulai dari menjadi pegawai negeri, karyawan perusahaan, kontraktor,
konsultan, bahkan menjadi dosen sekalipun. Tapi tahukah anda, bahwa dalam masa
mengenyam pendidikan di jurusan teknik sipil dituntut untuk ahli dalam menghitung dan
merencanakan?
Menghitung yang dimaksud disini adalah, seorang sarjana teknik sipil harus mampu
mengatasi masalah mengenai perhitungan-perhitungan khusus dalam merencanakan dan
membangun sebuah konstruksi, baik konstruksi secara struktural maupun non-struktural.
Pada awal masa perkuliahan, mahasiswa diberikan materi dasar tentang perhitungan-
perhitungan yang umum bahkan khusus yang diharapkan mampu mengasah ketajaman
tingkat ketelitian. Oleh karena itu, mahasiswa teknik sipil sejak awal semester sudah
mengenal mata kuliah seperti, Kalkulus, Mekanika Rekayasa, Fisika Dasar,
Statistika,Mekanika Tanah, Mekanika Fluida dll. Setelah mendalami ilmu perhitungan dasar,
maka tahap selanjutnya adalah mengenal karakteristik bahan serta analisa ilmu-ilmu
perancanangan dan teknik menggambar manual maupun menggunakan software seperti
AutoCAD, Chief Architect dll.
Kelima rancangan yang minimal harus dikuasai oleh mahasiswa teknik sipil antara lain
adalah :
Rancangan – rancangan diatas tentu saja mungkin berbeda tiap kampus, tapi pada intinya
sama saja hanya nama mungkin yang berbeda. Mari kita review rancangan-rancangan diatas
satu persatu.
Rancangan Anggaran Biaya atau lebih dikenal mahasiswa dengan singkatan RAB, adalah
perancangan kebutuhan biaya dari suatu konstruksi. Bisa rumah, gedung, jalan dan jembatan.
Komponen-komponen yang dihitung di perancangan ini antara lain: volume pekerjaan,
kebutuhan biaya material, biaya pekerja, biaya langsung, biaya tidak lansung sampai kepada
biaya pajak dan upah kontraktor/konsultan jika menggunakan jasa kontraktor dan konsultan.
Rancangan Bangunan Air dan Irigasi adalah rancangan yang menitikberatkan pad
aperencanaan pengairan suatu kawasan persawahan, mulai dari masa tanam, kondisi iklim,
kebutuhan air serta pengelolaan sumber daya air. Dalam rancangan ini juga direncanakan
bangunan air seperti bending dan bendungan.
Rancangan Jalan Raya adalah merencanakan sebuah trase jalan dari sebuah peta kontur yang
direncanakan akan dibangun konstruksi jalan diatasnya. Perancanga ini meliputi perhitungan
trase jalan, panjang jalan, penetapan lengkung horizi=ontal dan lengkung vertikal serta
kebutuhan material jalan tersebut.
Perencanaan Konstruksi Gedung adalah menghitung pemakaian konstruksi atap kayu, baja
pada bangunan lantai 2 atau lebih. Selain itu pada perancangan ini juga dihitung analisa
momen pada pekerjaan beton bertulang.