Anda di halaman 1dari 19

A.

Definisi Herpes

Herpes berasal dari bahasa yunani yang artinya merayap. Penyakit


herpes disebabkan oleh Virus Herpes Simpleks (HSV). Virus ini memiliki
karakteristik bergerak dari satu saraf kecil ke saraf kecil dengan cara
merayap. Pergerakannya akan berakhir ketika virus-virus tersebut sampai
di kumpulan saraf. Herpes simpleks adalah infeksi virus yang
menyebabkan lesi atau lepuh pada serviks, vagina, dan genitalia
eksterna.( Smeltzer, Suzanne C; 2001). Herpes simpleks adalah suatu
penyakit virus menular dengan afinitas pada kulit,selaput lender, dan
sistem saraf. (Price ; 2006). Herpes simplex adalah infeks akut yang
disebabkan oleh virus herpes simplex (virus herpes hominis) tipe I atau
tipe II yang ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok diatas kulit
yang eritematosa didaerah mukokutan. Sedangkan infeksi dapat
berlangsung baik primer maupun rekurens. ( Adhii Djuanda, Ilmu penyakit
kulit dan kelamin, 2000 : 355)

 Herpes Simpleks Penyakit herpes simpleks tersebar kosmopolit dan


menyerang baik pria maupun wanita dengan frekuensi yang tidak berbeda.
Infeksi primer oleh herpes simpleks virus (HSV) tipe I biasa pada usia
anak-anak, sedangkan infeksi HSV tipe II biasa terjadi pada dekade II atau
III dan berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual (Handoko,
2010). Infeksi genital yang berulang 6 kali lebih sering daripada infeksi
berulang pada oral-labial; infeksi HSV tipe II pada daerah genital lebih
sering kambuh daripada infeksi HSV tipe I di daerah genital; dan infeksi
HSV tipe I pada oral-labial lebih sering kambuh daripada infeksi HSV tipe
II di daerah oral.Walaupun begitu infeksi dapat terjadi di mana saja pada
kulit dan infeksi pada satu area tidak menutup kemungkinan bahwa infeksi
dapat menyebar ke bagian lain (Habif, 2004). Herpes simpleks adalah
infeksi akut yang disebabkan oleh herpes simpleks virus (HSV) tipe I atau
tipe II yang ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit
yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan (Handoko,
2010).

Jadi, dapat disimpulkan herpes simpleks adalah infeksi akut virus


HSVtipe I atau tipe II, yang ditandai dengan adanya vesikel dan eritema,
juga menyebabkan lesi, lepuh sekitar vagina.

B. Etiologi Herpes Simplek

Herpes simpleks virus (HSV) tipe I dan II merupakan virus herpes


hominis yang merupakan virus DNA. Pembagian tipe I dan II
berdasarkan karakteristik pertumbuhan pada media kultur, antigenic
marker dan lokasi klinis tempat predileksi (Handoko, 2010). HSV tipe I
sering dihubungkan dengan infeksi oral sedangkan HSV tipe II
dihubungkan dengan infeksi genital. Semakin seringnya infeksi HSV tipe
I di daerah genital dan infeksi HSV tipe II di daerah oral kemungkinan
disebabkan oleh kontak seksual dengan cara oral-genital (Habif, 2004).

Menurut Wolff (2007) infeksi HSV tipe I pada daerah labialis 80-
90%, urogenital 10-30%, herpetic whitlow pada usia< 20 tahun, dan
neonatal 30%. Sedangkan HSV tipe II di daerah labialis 10-20%,
urogenital 70-90%, herpeticwhitlow pada usia> 20 tahun, dan neonatal
70%.

Virus Herpes Simpleks Tipe I (HSV I)

Penyakit kulit/selaput lendir yang ditimbulkan biasanya disebut


herpes simplek ssaja, atau dengan nama lain herpes labialis, herpesfebrilis.
Biasanya penderita terinfeksi virus ini pada usia kanak-kanak melalui
udara dan sebagian kecil melalui kontak langsung seperti ciuman,
sentuhan atau memakai baju/handuk mandi bersama. Lesi umumnya
dijumpai pada tubuh bagian atas termasuk mata dengan rongga mulut,
hidung dan pipi; selain itu, dapat juga dijumpai di daerah genitalia, yang
penularannya lewat koitusoro genital (oral sex).
Virus Herpes SimpleksTipe II (HSV II)
Penyakit ditularkan melalui hubungan seksual, tetapi dapat juga
terjadi tanpa koitus, misalnya dapat terjadi pada dokter gigi dan tenaga
medik. Lokalisasi lesi umumnya adalah bagian tubuh di bawah pusar,
terutama daerah genitalia lesi ekstra-genital dapat pula terjadi akiba
thubungan seksual orogenital.
Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi dari virus varicella zoster .
Infeksiositas virus ini dengan cepat dihancurkan oleh bahan organic,
deterjen, enzim proteolitik, panas dan suasana Ph yang tinggi. Masa
inkubasinya 14–21 hari.
a. Faktor Resiko Herpes zoster.
1) Usia lebih dari 50 tahun, infeksi ini sering terjadi pada usia ini akibat
daya tahan tubuhnya melemah. Makin tua usia penderita herpes
zoster makin tinggi pula resiko terserang nyeri.
2) Orang yang mengalami penurunan kekebalan
(immunocompromised) seperti HIV dan leukimia. Adanya lesi pada
ODHA merupakan manifestasi pertama dari immunocompromised.
3) Orang dengan terapi radiasi dan kemoterapi.
4) Orang dengan transplantasi organ mayor seperti transplantasi
sumsum tulang.
1) Stress
Secara umum, penyebab dari terjadinya herpes simpleks ini adalah sebagai
berikut, Herpes Virus Hominis (HVH), Herpes Simplex Virus (HSV),
Varicella Zoster Virus (VZV), Epstein Bar Virus (EBV) dan Citamoga
lavirus (CMV)

Namun yang paling sering herpes simpleks disebabkan oleh virus herpes
simpleks tipe I dan tipe II. Cara penularan melalui hubungan kelamin, tanpa
melalui hubungan kelamin seperti melalui alat-alat tidur, pakaian, handuk
atau sewaktu proses persalinan/partus pervaginaan pada ibu hamil dengan
infeksi herpes pada alat kelamin luar.

C. Epidemiologi herpes simplek

D. Klasifikasi tabel herpes

 Herpes simplex virus (HSV) tergolong anggota virus herpes yang primer
menimbulkan penyakit pada manusia. Herpes simplex virus tipe 1 (HSV-
1) dan HSV-2 termasuk sub family alphaherpesvirinae dengan ciri-ciri
spektrum sel pejamu bervariasi, siklus replikasi yang relatif cepat,
mudahnya infeksi menyebar di biakan sel, menimbulkan kerusakan sel
yang cepat, dan kemampuan menimbulkan infeksi laten khususnya pada
ganglion sensorik.
 Episode pertama (infeksi pertama) dari infeksi HSV adalah yang paling
berat dan dimulai setelah masa inkubasi 4-6 hari. Gelala yang timbul,
meliputi nyeri, inflamasi dan kemerahan pada kulit (eritema) dan diikuti
dengan pembentukan gelembung-gelembung yang berisi cairan. Cairan
bening tersebut selanjutnya dapat berkembang menjadi nanah, diikuti
dengan pembentukan keropeng atau kerak (scab).
 Klasifikasi Ilmiah :

-Famili : Herpesviridae

-Subfamili : Alphaherpesvirinae

-Genus : Simpleksvirus

-Spesies : Virus Herpes Simpleks Tipe 1 dan Virus Herpes Simpleks Tipe 2

Human Name Sub family Target cell type Latency transmission


herpes
type
1. Herpes simplex--1 Alphaherpesvirinae Mucoepithelia Neuron Close contact
(HSV--1)
2. Herpes simplex--2 Alphaherpesvirinae Mucoepithelia Neuron Close contact
(HSV--2) usually sexual
3. Varicella Zoster Alphaherpesvirinae Mucoepithelia Neuron Contact or
virus (VSV) respiratory
route
4. Epstein--Barr Virus ) B lymphocyte, B lymphocytes Saliva
(EBV) Gammaherpesvirinae epithelia
5. Cytomegalovirus Betaherpesvirinae Epithelia, Monocytes, Contact, blood
(CMV) monocytes, lymphocytes transfusions,
lymphocytes and transplantation,
possibly others congenital
6. Herpes lymphotropic Betaherpesvirinae T lymphocytes T lymphocytes Contact,
virus and and others respiratory
others route
7. Human herpes Betaherpesvirinae T lymphocytes T lymphocytes Unknown
virus--7 (HHV--7) and and
others Others
8. Human herpes Gammaherpesvirinae Endothelial Unknow Exchange of
virus--8 (HHV-- cells body
8)Kaposi's sarcoma-- fluids?
associated herpes
virus (KSHV)

E. Patofisiologi Herpes simpleks

HSV disebarkan melalui kontak langsung antara virus dengan


mukosa atau setiap kerusakan di kulit. Virus herpes tidak dapat hidup di luar
lingkungan yang lembab dan penyebaran infeksi melalui cara selain kontak
langsung kecil kemungkinannya terjadi. HSV memiliki kemampuan untuk
menginvasi beragam sel melalui fusi langsung dengan membrane sel. Pada infeksi
aktif primer, virus menginvasi sel pejamu dan cepat berkembang dengan
biak, menghancurkan sel pejamu dan melepaskan lebih banyak virion untuk
menginfeksi sel-sel disekitarnya. Pada infeksi aktif primer, virus menyebar
melalui saluran limfe ke kelenjar limfe regional dan menyebabkan limfa denopati

Tubuh melakukan respon imun seluler dan humoral yang menahan infeksi
tetapi tidakd apat mencegah kekambuhan infeksi aktif. Setelah infeksi awal timbul
fase laten. Selama masa ini virus masuk ke dalam sel-sel sensorik yang
mempersarafi daerah yang terinfeksi dan bermigrasi disepanjang akson untuk
bersembunyi di dalam ganglion radiks dorsalis tempat virus berdiam tanpa
menimbulkan sitotoksisitas atau gejala pada manusia

Infeksi HSV dapat menyebar ke bagian kulit mana saja, misalnya : mengenai
jari-jari tangan (herpetic whitlow) terutama pada dokter gigi dan perawat yang
melakukan kontak kulit dengan penderita. Tenaga kesehatan yang sering terpapar
dengan sekresi oral merupakan orang yang paling sering terinfeksi (Habif, 2004).
Bisa juga mengenai para pegulat (herpes gladiatorum) maupun olahraga lain yang
melakukan kontak tubuh (misalnya rugby) yang dapat menyebar ke seluruh
anggota tim (Sterry, 2006).
.....Herpes zoster bermula dari Infeksi primer dari VVZ (virus varisells
zoster) ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring. Disini virus
mengadakan replikasi dan dilepas ke darah sehingga terjadi viremia
permulaan yang sifatnya terbatas dan asimptomatik. Keadaan ini diikuti
masuknya virus ke dalam Reticulo Endothelial System (RES) yang
kemudian mengadakan replikasi kedua yang sifat viremianya lebih luas dan
simptomatik dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa. Sebagian virus
juga menjalar melalui serat-serat sensoris ke satu atau lebih ganglion
sensoris dan berdiam diri atau laten didalam neuron. Selama antibodi yang
beredar didalam darah masih tinggi, reaktivasi dari virus yang laten ini
dapat dinetralisir, tetapi pada saat tertentu dimana antibodi tersebut turun
dibawah titik kritis maka terjadilah reaktivasi dari virus sehingga terjadi
herpes zoster.

Patofisiologi herpes simpleks masih belum jelas, ada kemungkinan :


a. Infeksi primer akibat transmisi virus secara langsung melalui jalur neuronal
dari perifer ke otak melalui saraf Trigeminus atau Offactorius.
b. Reaktivitas infeksi herpes virus laten dalam otak.
c. Pada neonatus penyebab terbanyak adalah HSV-2 yang merupakan infeksi
dari secret genital yang terinfeksi pada saat persalinan.

F. Manifestasi Kliniks Herpes Simplek

 Infeksi herpes simpleks virus berlangsung dalam tiga tahap: infeksi primer,
fase laten dan infeksi rekuren. Pada infeksi primer herpes simpleks tipe I
tempat predileksinya pada daerah mulut dan hidung pada usia anak-anak.
Sedangkan infeksi primer herpes simpleks virus tipe II tempat
predileksinya daerah pinggang ke bawah terutama daerah genital. Infeksi
primer berlangsung lebih lama dan lebih berat sekitar tiga minggu dan
sering disertai gejala sistemik, misalnya demam, malaise dan anoreksia.
Kelainan klinis yang dijumpai berupa vesikel berkelompok di atas kulit
yang sembab dan eritematosa, berisi cairan jernih dan menjadi
seropurulen, dapat menjadi krusta dan dapat mengalami
ulserasi (Handoko, 2010). Pada fase laten penderita tidak ditemukan
kelainan klinis, tetapi herpessimpleks virus dapat ditemukan dalam
keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis (Handoko, 2010).
 Pada tahap infeksi rekuren herpes simpleks virus yang semula tidak aktif
di ganglia dorsalis menjadi aktif oleh mekanisme pacu (misalnya: demam,
infeksi, hubungan seksual) lalu mencapai kulit sehingga menimbulkan
gejala klinis yang lebih ringan dan berlangsung sekitar tujuh sampai
sepuluh hari disertai gejala prodormal lokal berupa rasa panas, gatal dan
nyeri. Infeksi rekuren dapat timbul pada tempat yang sama atau tempat
lain di sekitarnya (Handoko, 2010).
 Inokulai kompleks primer (primary inoculation complex). Infeksi primer
herpes simpleks pada penderita usia muda yang baru pertama kali
terinfeksi virus ini dapat menyebabkan reaksi lokal dan sistemik yang
hebat. Manifestasinya dapat berupa herpes labialis. Dalam waktu 24 jam
saja, penderita sudah mengalami panas tinggi (39-40oC), disusul oleh
pembesaran kelenjar limfe submentalis, pembengkakan bibir, dan
lekositosis di atas12.000/mm3, yang 75-80%nya berupa
elpolimorfonuklear. Terakhir, bentuk ini di ikutirasa sakit pada
tenggorokan. Insidens tertinggi terjadi pada usiaantara 1-5 tahun. Waktu
inkubasinya 3-10 hari. Kelainan akan sembuh spontan setelah 2-6 minggu.

1.Gejala prodomal

a. Keluhan biasanya diawali dengan gejala prodomal yang berlangsung


selama 1 – 4 hari.
b. Gejala yang mempengaruhi tubuh : demam, sakit kepala, fatige,
malaise, nusea, rash, kemerahan, sensitive, sore skin ( penekanan kulit),
neri, (rasa terbakar atau tertusuk), gatal dan kesemutan. Nyeri bersifat
segmental dan dapat berlangsung terus menerus atau hilang timbul.
Nyeri juga bisa terjadi selama erupsi kulit.
c. Gejala yang mempengaruhi mata : Berupa kemerahan, sensitive
terhadap cahaya, pembengkakan kelopak mata. Kekeringan mata,
pandangan kabur, penurunan sensasi penglihatan dan lain – lain.
1. Timbul erupsi kulit
a. Kadang terjadi limfadenopati regional
b. Erupsi kulit hampir selalu unilateral dan biasanya terbatas pada daerah
yang dipersarafioleh satu ganglion sensorik. Erupsi dapat terjadi di
seluruh bagian tubuh, yang tersering di daerah ganglion torakalis.
c. Lesi dimulai dengan macula eritroskuamosa, kemudian terbentuk
papul–papul dan dalam waktu 12–24 jam lesi berkembang menjadi
vesikel. Pada hari ketiga berubah menjadi pastul yang akan mengering
menjadi krusta dalam 7–10 hari. Krusta dapat bertahan sampai 2–3
minggu kemudian mengelupas. Pada saat ini nyeri segmental juga
menghilang
d. Lesi baru dapat terus muncul sampai hari ke 4 dan kadang–kadang
sampai hari ke 7
e. Erupsi kulit yang berat dapat meninggalkan macula hiperpigmentasi
dan jaringan parut (pitted scar)
f. Pada lansia biasanya mengalami lesi yang lebih parah dan mereka lebih
sensitive terhadap nyeri yang dialami.

G. Penatalaksanaan Medis Herpes Simpleks

Beberapa obat antivirus telah terbukti efektif melawan infeksi HSV. Semua
obat tersebut menghambat sintesis DNA virus. Obat-obat ini dapat menghambat
perkembangbiakan herpesvirus. Walaupun demikian, HSV tetap bersifat laten di
ganglia sensorik, dan angka kekambuhannya tidak jauh berbeda pada orang yang
diobati dengan yang tidak diobati.
Salah satu obat yang efektif untuk infeksi Herpes Simpleks Virus adalah Asiklofir
dalam bentuk topikal, intravena, dan oral yang kesemuanya berguna untuk
mengatasi infeksi primer.
• Nama Generik : Acyclovir
• Nama Dagang : Clinovir (Pharos)
• Indikasi : Untuk mengobati Herpes Simplex Virus, herpes labialis, herpes zoster,
HSV encephalitis, neonatal HSV, mukokutan HSV pada pasien yang memiliki
respon imun yang diperlemah (immunocompromised), varicella-zoster.
• Kontraindikasi : Hipersensitifitas pada acyclovir, valacyclovir, atau komponen
lain dari formula.
• Bentuk Sediaan : Tablet 200 mg, 400 mg.
• Dosis dan Aturan Pakai : Pengobatan herpes simplex: 200 mg (400 mg pada
pasien yang memiliki respon imun yang diperlemah/immunocompromised atau
bila ada gangguan absorbsi) 5 kali sehari, selama 5 hari. Untuk anak dibawah 2
tahun diberikan setengah dosis dewasa. Diatas 2 tahun diberikan dosis dewasa.
Pencegahan herpes simplex kambuhan, 200 mg 4 kali sehari atau 400 mg 2 kali
sehari, dapat diturunkan menjadi 200 mg 2atau 3 kali sehari dan interupsi setiap 6-
12 bulan. Pencegahan herpes simplex pada pasien immunocompromised, 200-400
mg 4 kali sehari. Anak dibawah 2 tahun setengah dosis dewasa. Diatas 2 tahun
dosis sama dengan dosis orang dewasa.
• Efek Samping : Pada sistem saraf pusat dilaporakan terjadi malaise (perasaan
tidak nyaman) sekitar 12% dan sakit kepala (2%).pada system pencernaan
(gastrointestinal) dilaporkan terjadi mual (2-5%), muntah (3%) dan diare (2-3%).
• Resiko Khusus : Penggunaan Acyclovir pada wanita hamil masuk dalam
kategori B. Efek teratogenik dari Acyclovir tidak diteliti pada studi dengan hewan
percobaan. Acyclovir terbukti dapat melewati plasenta manusia.Tidak ada
penelitian yang cukup dan terkontrol pada wanita hamil. pada tahun 1984-1999
diadakan pendaftaran bagi wanita hamil, dan dari hasil yang terlihat tidak ada
peningkatan kelahiran bayi yang cacat karena penggunaan Acyclovir . tetapi
karena tidak semua wanita hamil mendaftarkan diri dan kurangnya data dalam
jangka waktu yang panjang, maka direkomendasikan penggunaan acyclovir untuk
wanita hamil disertai peringatan dan diberikan jika benar-benar-benar diperlukan.
Acyclovir juga dapat masuk ke dalam air susu ibu, karena itu penggunaan pada
ibu menyusui harus disertai peringatan.
•Penggunaan obatlain
• Vidarabin
• Idoksuridin topical (untuk Herpes Simpleks pada selaput bening mata)
• Trifluridin

• Pengobatan Alami
 Adapun Cara Mengobati Penyakit Herpes secara Alami yaitu dengan jelly
Gamat Gold G, Untuk terapi sakit ringan, minumlah 1 sendok makan 3
kali sehari sebelum makan dan Untuk sakit sedang, minumlah 2 sendok
makan 3 kali sehari sebelum makan serta Untuk sakit berat, minumlah 3
sendok makan 3 kali sehari sebelum makan. apabila anda sedang
mengkonsumsi obat dari dokter tidak perlu khawatir karena jelly gamat
gold g bisa juga di kombinasikan dengan obat dari dokter.

Ramuan Herbal Obat Jelly Gamat Gold G terbuat Dari Ektrak Teripang Laut,
hewan yang hidup di dasar laut Meski terdapat banyak teripang dengan berbagai
jenisnya yang mencapai 1000 jenis teripang namun hanya beberapa diantaranya
saja yang berkhasiat untuk mengobati berbagai penyakit. Satu diantara teripang
yang terbaik tersebut adalah Stichopus Variegatus, jenis teripang dengan
keistimewaan memiliki kandungan gamapeptide dan satu satunya teripang yang
mengandung gamapeptide. teripang inilah yang menjadi komposisi utama dari
jelly gamat gold g.
Gamapeptide yang bermanfaat untuk mencegah inflamasi dan mengurangi rasa
sakit, mempercepat penyembuhan luka (3 kali lebih cepat), mengaktifkan
pertumbuhan dan aktifitas sel sel, Antiseptik Alamiah bermanfaat untuk
mencegah bakteri, jamur, infeksi dan Saponin bermanfaat untuk antioksidan, anti
mikroba dan anti kanker. Satu kandungan dengan berbagai manfaat tersebut
membuat stichopus Variegatus lebih unggul di banding spesies lain, sehingga tak
heran apabila cara mengobati penyakit herpes pada kulit secara Alami jelly gamat
gold g menjadi rekomendasi terbaik.

 Solusi yang tepat pengobatan herpes adalah dengan Obat herbal penyakit
herpes Ace Maxs.Karena Ace Maxs keseluruhannya terbuat dari bahan
alami yaitu perpaduan antara kulit manggis dan daun sirsak yang mana
telah dipercaya untuk mengatasi dan mengobati berbagai macam penyakit
termasuk penyakit hepres. Ace Maxs sangat aman dan tidak menimbulkan
efekksamping yang negatif. Ace Maxs merupakan obat herbal multikhasiat
dalam mengobati berbagai macam penyakit yang salah satunya penyakit
herpes. Tidak hanya mengobati penyakit ,namun juga mencegah timbulnya
penyakit. Obat herbal penyakit herpes

Menurut Dr.Ir. Raffi Paramawati, M.Si, dari Balai Besar Pengembangan


Mekanisasi Pertanian, di dalam kulit manggis terdapat daya antioksidan luar
biasa yang mampu menangkal radikal bebas. Kulit manggis memiliki
kandungan xanthone yang bermanfaat sebagai antioksidan alpha mangostin
dan gamma mangostin yang berperan sebagai imunitas,antibiotik (ampisilin
dan minosin), anti jamur,antivirus,antikanker, Menurut hasil penelitian bahwa
daun sirsak mampu menyerang dan mengfhancurkan sel-sel kanker,demikian
hasil penelitian tentang khasiat sirsak sebagai antitumor dan antikanker yang
dilakukan The National Cancer Institute tahun 1976. Seperti itulah khasiat
dalam kandungan Ace Maxs Obat herbal penyakit herpes. Dan sangat terbukti
Ace Maxs mampu mengobati berbagai penyakit termasuk penyakit herpes.

...Herpes zoster biasanya sembuh sendiri setelah beberapa minggu. Biasanya


pengobatan hanya diperlukan untuk meredakan nyeri dan mengeringkan
inflamasi.

1. Pada stadium vesicular diberi bedak salicyl 2% atau bedak kocok kalamin
untuk mencegah vesikel pecah.
2. Bila vesikel pecah dan basah, diberikan kompres terbuka dengan larutan
antiseptik atau kompres dingin dengan larutan burrow 3 x sehari selama 20
menit.
3. Pereda nyeri. Salah satu masalah terbesar herpes zoster adalah rasa nyeri.
Nyeri ini kadang-kadang sangat keras. Parasetamol dapat digunakan untuk
meredakan sakit. Jika tidak cukup membantu, silakan tanyakan kepada dokter
Anda untuk meresepkan analgesik yang lebih kuat.
4. Antivirus. Penggunaan obat antivirus diberikan 72 jam setelah terbentuk
ruam akan mempersingkat durasi terbentuknya ruam dan meringankan rasa
sakit. Apabila gelembung telah pecah, maka penggunaan antivirus tidak
efektif lagi.
5. Steroid. Steroid membantu mengurangi peradangan dan mempercepat
penyembuhan lepuhan. Namun, penggunaan steroid untuk herpes
zoster masih kontroversial. Steroid juga tidak mencegah neuralgia pasca
herpes.

Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostic pada Herpes zoster. Tes diagnostic ini untuk


membedakan dari impetigo, kontak dermatitis dan herps simplex :
1. Tzanck Smear : mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak dapat
membedakan herpes zoster dan herpes simplex.
2. Kultur dari cairan vesikel dan tes antibody : digunakan untuk membedakan
diagnosis herpes virus
3. Immunofluororescent : mengidentifikasi varicella di sel kulit
4. Pemeriksaan histopatologik
5. Pemerikasaan mikroskop electron
6. Kultur virus
7. Identifikasi anti gen / asam nukleat VVZ (virus varisela zoster)
8. Deteksi antibody terhadap infeksi virus:
a. Virologi:
1) Mikroskop cahaya.
2) Pemeriksaan antigen langsung (imunofluoresensi).
3) PCR,
4) Kultur Virus,
b. Serologi
1) ELISA,
2) Western Blot Test,
3) Biokit HSV-II.

A. Definisi Herpes Zoster

Herpes zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti
gerombolan vesikel unilateral, sesuai dengan dermatomanya
(persyarafannya).Herpes zoster adalah sutau infeksi yang dialami oleh
seseorang yang tidak mempunyai kekebalan terhadap varicella
(misalnya seseorang yang sebelumnya tidak terinfeksi oleh varicella
dalam bentuk cacar air).

B. Epidemiolgi

Herpes zoster dapat muncul disepanjang tahun karena tidak


dipengaruhi oleh musim dan tersebar merata di seluruh dunia, tidak
ada perbedaan angka kesakitan antara laki-laki dan perempuan, angka
kesakitan meningkat dengan peningkatan usia. Di negara maju seperti
Amerika, penyakit ini dilaporkan sekitar 6% setahun, di Inggris 0,34%
setahun sedangkan di Indonesia lebih kurang 1% setahun.Herpes
zoster terjadi pada orang yang pernah menderita varisela sebelumnya
karena varisela dan herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama
yaitu virus varisela zoster. Setelah sembuh dari varisela, virus yang
ada di ganglion sensoris tetap hidup dalam keadaan tidak aktif dan
aktif kembali jika daya tahan tubuh menurun. Lebih dari 2/3 usia di atas
50 tahun dan kurang dari 10% usia di bawah 20 tahun. Kurnia Djaya
pernah melaporkan kasus hepes zoster pada bayi usia 11 bulan.

C. Etiologi

Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ)


dan tergolong virus berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang
termasuk subfamili alfa herpes viridae. Berdasarkan sifat biologisnya
seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat hidup
laten diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma.
VVZ dalam subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi
primer pada sel epitel yang menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya
setelah infeksi primer, infeksi oleh virus herpes alfa biasanya menetap
dalam bentuk laten didalam neuron dari ganglion. Virus yang laten ini
pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik. Secara
in vitro virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas
dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta mempunyai enzim
yang penting untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase
dan virus spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis di
dalam sel yang terinfeksi.

D. Patogenesis

Infeksi primer dari VVZ ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring.
Disini virus mengadakan replikasi dan dilepas ke darah sehingga
terjadi viremia permulaan yang sifatnya terbatas dan asimptomatik.
Keadaan ini diikuti masuknya virus ke dalam Reticulo Endothelial
System (RES) yang kemudian mengadakan replikasi kedua yang sifat
viremia nya lebih luas dan simptomatik dengan penyebaran virus ke
kulit dan mukosa. Sebagian virus juga menjalar melalui serat-serat
sensoris ke satu atau lebih ganglion sensoris dan berdiam diri atau
laten didalam neuron. Selama antibodi yang beredar didalam darah
masih tinggi, reaktivasi dari virus yang laten ini dapat dinetralisir, tetapi
pada saat tertentu dimana antibodi tersebut turun dibawah titik kritis
maka terjadilah reaktivasi dari virus sehingga terjadi herpes zoster.

E. Gambaran Klinis

Gejala prodromal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan


parestesi pada dermatom yang terkena. Gejala ini terjadi beberapa
hari menjelang timbulnya erupsi. Gejala konstitusi, seperti sakit kepala,
malaise, dan demam, terjadi pada 5% penderita (terutama pada anak-
anak) dan timbul 1-2 hari sebelum terjadi erupsi.Gambaran yang paling
khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan unilateral.
Jarang erupsi tersebut melewati garis tengah tubuh. Umumnya lesi
terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi oleh salah satu ganglion
saraf sensorik.Erupsi mulai dengan eritema makulopapular. Dua belas
hingga dua puluh empat jam kemudian terbentuk vesikula yang dapat
berubah menjadi pustula pada hari ketiga. Seminggu sampai sepuluh
hari kemudian, lesi mengering menjadi krusta. Krusta ini dapat
menetap menjadi 2-3 minggu.Keluhan yang berat biasanya terjadi
pada penderita usia tua. Pada anak-anak hanya timbul keluhan ringan
dan erupsi cepat menyembuh. Rasa sakit segmental pada penderita
lanjut usia dapat menetap, walaupun krustanya sudah
menghilang.Frekuensi herpes zoster menurut dermatom yang
terbanyak pada dermatom torakal (55%), kranial (20%), lumbal (15%),
dan sakral (5%).

Menurut lokasi lesinya, herpes zoster dibagi menjadi:

1. Herpes zoster oftalmikus

Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes


zoster yang mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima
serabut saraf dari cabang ophtalmicus saraf trigeminus (N.V),
ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah
disertai gejala konstitusi seperti lesu, demam ringan. Gejala
prodromal berlangsug 1 sampai 4 hari sebelum kelainan kulit
timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata, kelopak mata bengkak
dan sukar dibuka.

2. Herpes zoster fasialis

Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster


yang mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut
saraf fasialis (N.VII), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

1. Herpes zoster brakialis

Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes


zoster yang mengenai pleksus brakialis yang ditandai erupsi
herpetik unilateral pada kulit.
2. Herpes zoster torakalis
Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes
zoster yang mengenai pleksus torakalis yang ditandai erupsi
herpetik unilateral pada kulit.

5. Herpes zoster lumbalis

Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes


zoster yang mengenai pleksus lumbalis yang ditandai erupsi
herpetik unilateral pada kulit.

6. Herpes zoster sakralis

Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster


yang mengenai pleksus sakralis yang ditandai erupsi herpetik
unilateral pada kulit.

F. Diagnosis

Diagnosis herpes zoster pada anamnesis didapatkan keluhan


berupa neuralgia beberapa hari sebelum atau bersama-sama
dengan timbulnya kelainan kulit.3 Adakalanya sebelum timbul
kelainan kulit didahului gejala prodromal seperti demam, pusing dan
malaise.9 Kelainan kulit tersebut mula-mula berupa eritema
kemudian berkembang menjadi papula dan vesikula yang dengan
cepat membesar dan menyatu sehingga terbentuk bula. Isi vesikel
mula-mula jernih, setelah beberapa hari menjadi keruh dan dapat
pula bercampur darah. Jika absorbsi terjadi, vesikel dan bula dapat
menjadi krusta.

Dalam stadium pra erupsi, penyakit ini sering dirancukan


dengan penyebab rasa nyeri lainnya, misalnya pleuritis, infark
miokard, kolesistitis, apendisitis, kolik renal, dan sebagainya.4
Namun bila erupsi sudah terlihat, diagnosis mudah ditegakkan.
Karakteristik dari erupsi kulit pada herpes zoster terdiri atas vesikel-
vesikel berkelompok, dengan dasar eritematosa, unilateral, dan
mengenai satu dermatom.

Secara laboratorium, pemeriksaan sediaan apus tes Tzanck


membantu menegakkan diagnosis dengan menemukan sel datia
berinti banyak. Demikian pula pemeriksaan cairan vesikula atau
material biopsi dengan mikroskop elektron, serta tes serologik.4,9
Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan sebukan sel limfosit yang
mencolok, nekrosis sel dan serabut saraf, proliferasi endotel
pembuluh darah kecil, hemoragi fokal dan inflamasi bungkus
ganglion. Partikel virus dapat dilihat dengan mikroskop elektron dan
antigen virus herpes zoster dapat dilihat secara imunofluoresensi.

Apabila gejala klinis sangat jelas tidaklah sulit untuk menegakkan


diagnosis. Akan tetapi pada keadaan yang meragukan diperlukan
pemeriksaan penunjang antara lain:
1. Isolasi virus dengan kultur jaringan dan identifikasi morfologi
dengan mikroskop elektron.
2. Pemeriksaan antigen dengan imunofluoresen
3. Test serologi dengan mengukur imunoglobulin spesifik.

G. Komplikasi

1. Neuralgia paska herpetik


Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada
daerah bekas penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung
selama berbulan-bulan sampai beberapa tahun. Keadaan ini
cenderung timbul pada umur diatas 40 tahun, persentasenya 10 -
15 % dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Semakin tua umur
penderita maka semakin tinggi persentasenya.

2. Infeksi sekunder
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa
komplikasi. Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas,
infeksi H.I.V., keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai
komplikasi. Vesikel sering manjadi ulkus dengan jaringan nekrotik.

3. Kelainan pada mata


Pada herpes zoster oftatmikus, kelainan yang muncul dapat
berupa: ptosis paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioratinitis dan
neuritis optik.

4. Sindrom Ramsay Hunt


Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus
fasialis dan otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka
(paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat
persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus,
nausea, dan gangguan pengecapan.

5. Paralisis motorik

Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat
perjalanan virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke
sistem saraf yang berdekatan. Paralisis ini biasanya muncul dalam
2 minggu sejak munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi
seperti: di wajah, diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika
urinaria dan anus. Umumnya akan sembuh spontan.

H. Penatalaksanaan

Penatalaksaan herpes zoster bertujuan untuk:

1. Mengatasi infeksi virus akut


2. Mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster
3. Mencegah timbulnya neuralgia pasca herpetik.
DAFTAR PUSTAKA

Handoko RP. Penyakit Virus. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-4.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005; 110-2.

Martodihardjo S. Penanganan Herpes Zoster dan Herpes Progenitalis.


Ilmu Penyakit kulit dan Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press,
2001.

Hartadi, Sumaryo S. Infeksi Virus. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates,


2000; 92-4.

Anda mungkin juga menyukai