Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

I. Kasus (Masalah Utama)


Halusinasi

II. Proses Terjadinya Masalah


A. Definisi
Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan
(stimulus) misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya
padahal tidak ada sumber dari suara bisikan itu (Hawari, 2001).
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca
indera (Isaacs, 002).
Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi pancaindera tanpa
adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada respon penginderaan
dimana terjadi pada saat kesadaranin dividuitu penuh dan baik. Maksudnya
rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari
luar dan dari dalam diri individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap
rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat
dibuktikan (Nasution, 2003).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami
suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu
(Maramis, 2005).

B. Etiologi
Menurut Stuart (2007), faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah:
1. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian yang berikut:
a. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih
luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal
dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
b. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan
dengan terjadinya skizofrenia.
c. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak
klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel,
atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan
kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
2. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan
kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien.
3. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.

Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan


setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor
dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan
(Keliat, 2006). Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi adalah:
1. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

C. Tanda Gejala
1. Fase Pertama / comforting / menyenangkan
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah,
kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang
menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini menolong
untuk sementara. Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya dan mengenal
pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan
bibir tanpa bersuara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika
sedang asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
2. Fase Kedua / comdemming
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan
eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi. Pemikiran
internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa
bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang lain mendengar dan klien
merasa tak mampu mengontrolnya. Klien membuat jarak antara dirinya dan
halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang
lain.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan
halusinasinya dan tidak bisa membedakan dengan realitas.
3. Fase Ketiga / controlling
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi
terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Termasuk dalam gangguan
psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai
dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap
halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya
beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor
dan tidak mampu mematuhi perintah.
4. Fase Keempat / conquering/ panik
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi
mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan
orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada dalam dunia
yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini
menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap
perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.
Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk
terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara
sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang oranglain, gelisah, melakukan
gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari klien sendiri
tentang halusinasi yang dialaminya ( apa yangdilihat, didengar atau dirasakan).
Berikut ini merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat,
1999) :
1. Tahap I : halusinasi bersifat menyenangkan
Gejala klinis :
a. Menyeringai/ tertawa tidak sesuai
b. Menggerakkan bibir tanpa bicara
c. Gerakan mata cepat
d. Bicara lambat
e. Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
2. Tahap 2 : halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis :
a. Cemas
b. Konsentrasi menurun
c. Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
3. Tahap 3 : halusinasi yang bersifat mengendalikan
Gejala klinis :
a. Cenderung mengikuti halusinasi
b. Kesulitan berhubungan dengan orang lain
c. Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
d. Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk)
4. Tahap 4 : halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis :
a. Pasien mengikuti halusinasi
b. Tidak mampu mengendalikan diri
c. Tidak mampu mengikuti perintah nyata
d. Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
D. Rentang Respon

ResponAdaptif ResponMaladaptif

E.
- Pikiranlogis - Gangguan pikir
- Distorsi pikiran
- Persepsikuat - Halusinasi
- Ilusi
- Emosi konsisten - Sulit berespon
- Reaksi emosi
dengan emosi
berlebihan
pengalaman - Perilaku
- Perilaku aneh
- Perilaku social disorganisasi
- Menarik diri
- Berhubungan sosial - Isolasisosial

E. Macam- Macam Halusinasi


1. Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara
berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas
berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara
dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana
klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan
sesuatu kadang dapat membahayakan.
2. Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,gambar
kartun,bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias
menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
3. Pembau
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya
bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat
stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
4. Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
5. Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa
tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
6. Cenesthetic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,
pencernaan makan atau pembentukan urine
7. Kinisthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

III. Pohon Masalah dan Masalah Keperawatan


A. Pohon Masalah

B. Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji


1. MasalahKeperawatan
a. Risiko tinggi perilaku kekerasan
b. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
c. Isolasi sosial
d. Harga diri rendah kronis
2. Masalah Dan Data Yang Perlu Dikaji

Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji

Perubahan persepsi Subjektif:


sensori: halusinasi
· Klien mengatakan mendengar sesuatu

· Klien mengatakan melihat bayangan putih

· Klien mengatak dirinya seperti disengat listrik

· Klien mencium bau-bauan yang tidak sedap,


seperti feses.

· Klien mengatakan kepalanya melayang di udara


· Klien mengatakan dirinya merasakan ada sesuatu
yang berebda pada dirinya

Objektif:

· Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri saat


dikaji

· Bersikap seperti mendengarkan sesuatu

· Berhenti bicara di tengah- tengah kalimat unutk


menfengarkan sesuatu

· Disorientasi

· Kosentrasi rendah

· Pikiran cepat berubah-ubah

· Kekacauan alur pikiran

IV. Diagnosa Keperawatan


Gangguan sensori persepsi: halusinasi
RUFA TINDAKAN KEPERAWATAN
DOMAIN INTENSIF I INTENSIF II INTENSIF III INTENSIF I INTENSIF II INTENSIF III
1-10 11-20 21-30
PIKIRAN Sangat dikendalikan Lebih dikendalika Masih bisa  Dengarkan ungkapan  Dengarkan keluhan  Dengar keluhan
oleh halusinasi oleh halusinasi, mengendalikandiri
tanpa membantah atau pasien pasien
kadang-kadang
masih bisa memdukung  Latih cara  Latih cara
mengendalikandiri
 Yakinkan pasien dalam mengontrol mengontrol
PERASAAN Takut, marah “lucu” Takut, marah “lucu” Takut, marah “lucu”
(tergantung (tergantung (tergantunghalusinasi) keadaan aman halusinasi dengan halusinasi dengan
halusinasi) halusinasi)  Kolaborasi pemberian menghardik cakap-cakap bersama
TINDAKAN  Perilaku terteror  Perilaku lebih  Meningkatnya
semacam panic dikendalikan oleh tanda-tanda sistim psikofarmaka  Kolaborasi orang lain,
 Resiko bunuh diri halusinasi syaraf terhadap parenteral : antipsikotik pemberian melakukan aktifitas
atau membunuh  Kesulitan ansietas :
orang lain berhubungan (meningkatnya psikofarmaka  Kolaborasi
 Aktifitas fisik dengan orang lain denut jantung, parenteral : mempertahankan
merefleksikan  Rentang harian pernafasan dan
halusinasi hanya bebrapa tekanan darah) antipsikotik oral pemberian
(kekerasan, agitasi, menit atau detik  Perhatian mulai psikofarmaka oral :
menarik diri,  Gejala fisik sedikit menyempit
katatonia) seperti ansietas  Asyik dengan anti psikotik
 Tak mampu berat ( keringat pengalaman sensori
berespon terhadap dingin, tremor, dan belum mampu
perintah yang tak mampu membedakan
kompleks) megikuti halusinasi dan
 Tak mampu perintah) kenyataan
berespon terhadap
lebih dari pada satu
orang
DAFTAR PUSTAKA

Boyd, M.A & Nihart, M.A, 1998. Psychiatric Nuersing cotemporary


Practice,Edisi 9th. Philadelphis: Lippincott Raven Publisrs.
Carpenito, L.J, 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan (terjemahan). Edisi 8,
Jakarta: EGC.
Keliat, B.A. 1997. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Keliat, B.A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Kusuma, W.1997. Dari A sampai Z Kedaruratan Psiciatric dalam Praktek,
Edisi I. Jakarta: Profesional Books.
Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya:Airlangga
University Press.
Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatrik Terintegrasi
Dengan Keluarga, Edisi I. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Rawlins, R.P & Heacock, PE. 1998. Clinical Manual of Pdyshiatruc Nursing,
Edisi 1. Toronto: the C.V Mosby Company.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 1998. Buku Saku Keperawatan
Jiwa(Terjemahan). Edisi 3, EGC, Jakarta.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan
Jiwa(Terjemahan). Jakarta: EGC.
Townsend, M.C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan
Psikiatri (terjemahan), Edisi 3. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai