Anda di halaman 1dari 35

PENGARUH PELAYANAN PRIMA TERHADAP TINGKAT KEPUASAN

MAHASISWA DI LINGKUNGAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVRSITAS BRAWIJAYA

MALANG

Andi Setiawan

201810102

Makalah ini disusun sebagai Tugas calon Tenaga Kependidikan

Universitas Brawijaya

Tahun 2018
DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG………………………………………………………….1.1
B. TUJUAN……………………………………………………………………......1.2
C. RUANG LINGKUP MATERI…………………………………………………1.3

BAB II : DASAR TEORI / LANDASAN TEORI

BAB III : PEMBAHASAN

BAB 1V : PENUTUP

D. KESIMPULAN..……………………………………………………………… 4.1
E. USUL DAN SARAN…………………………………………………………..4.2

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelayanan publik pada dasarnya menyangkut aspek kehidupan yang sangat luas.
Dalam kehidupan bernegara, maka pemerintah memiliki fungsi memberikan berbagai
pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat, mulai dari pelayanan dalam bentuk
pengaturan atau pun pelayanan-pelayanan lain dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat
dalam bidang pendidikan, kesehatan, utlilitas, dan lainnya. Berbagai gerakan reformasi publik
( public reform) yang dialami negara-negara maju pada awal tahun 1990-an banyak diilhami
oleh tekanan masyarakat akan perlunya peningkatan kualitas pelayanan publik yang diberikan
oleh pemerintah.
Semakin meningkat kebutuhan masyarakat terhadap pendidikan, khususnya
pendidikan tinggi, menjadikan perguruan tinggi sebagai sektor strategis yang diharapkan dapat
menghasilkan sumber daya manusia yang bermutu. Keadaan persaingan yang cukup kompetitif
antar perguruan tinggi menuntut lembaga pendidikan memperhatikan mutu pendidikan dan
kelembagaan sehingga mampu serta unggul dalam persaingan tersebut. Perguruan tinggi harus
melakukan langkah antisipasi guna menghadapi persaingan yang semakin kompetitif serta
bertanggung jawab untuk menggali dan meningkatkan segala aspek pelayanan yang dimiliki,
karena sebuah pelayanan yang dimiliki oleh lembaga tertentu akan menjadi gambaran dari
kualitas lembaga tersebut, jika pelayanan yang diberikan menurut konsumen itu baik maka
sebuah lembaga tersebut bisa dikatakan baik. Tapi sebaliknya jika pelayanan yang dimiliki
suatu lembaga buruk maka lembaga tersebut akan dikatakan buruk. Termasuk juga pelayanan
dalam sebuah lembaga pendidikan. Penelitian mengenai berbagai permasalahan yang dihadapi
perguruan tinggi dalam kaitannya dengan pengukuran mutu jasa, penilaian dengan pendekatan
akreditasi serta penilaian yang sifatnya langsung seperti tingkat gagal studi (DO), masa studi
dan lainnya dianggap tidak cukup sehingga diperlukan paradigma baru sebagai indikator
pengukuran mutu pendidikan.
1.2 TUJUAN

1. Untuk mengetahui bentuk – bentuk pelayanan di Fakultas Kedokteran


2. Memahami seberapa besar kepuasan mahasiswa mengenai pelayan publik di
Fakultas Kedokteran Universitas brawijaya
3. Merumuskan strategi yang harus di lakukan untuk meningkatkan kepuasan
mahasiswa dalam pelayanan di Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
4. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud pelayanan prima.
5. Untuk mengetahui konsep pelayanan prima.
6. Untuk mngetahui dasar-dasar pelayanan Nasabah.
7. Untuk mengetahui Bagaimana sikap melayani Nasabah.
8. Untuk mengetahui kualitas pelayanan Bank.
1.3 RUANG LINGKUP

Pelayanan prima merupakan terjemahan istilah ”excellent service” yang secara harfiah
berarti pelayanan terbaik atau sangat baik. Disebut sangat baik atau terbaik karena sesuai
dengan standar pelayanan yang berlaku atau dimiliki instansi pemberi pelayanan.
Jika pelayanan prima dikaitkan dengan pelayanan publik, berarti pemberian pelayanan
prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai
abdi masyarakat. Nurhasyim menyebut beberapa perilaku pelayanan prima pada sektor publik
sebagai berikut:
a. Pelayanan yang terbaik dari pemerintah kepada pelanggan atau pengguna jasa.
b. Pelayanan prima ada bila ada standar pelayanan.
c. Pelayanan prima bila melebihi standar atau sama dengan standar. Sedangkan yang
belum ada standar pelayanan yang terbaik dapat diberikan pelayanan yang mendekati
apa yang dianggap pelayanan standar dan pelayanan yang dilakukan secara maksimal.
d. Pelanggan adalah masyarakat dalam arti luas masyarakat eksternal dan internal.
Apabila pelayanan prima dikaitkan dengan pelayanan umum, maka pelayanan prima
dapat diartikan sebagai suatu proses pelayanan kepada masyarakat, baik berupa barang atau
jasa melalui tahapan, prosedur, persyaratan-persyaratan, waktu dan pembiayaan yang
dilakukan secara transparan untuk mencapai kepuasan sebagaimana visi yang telah ditetapkan
dalam organisasi.
Pelayanan prima sebagaimana tuntutan pelayanan yang memuaskan pelanggan atau
masyarakat memerlukan persyaratan, bahwa setiap pemberi layanan harus memiliki kualitas
kompetensi yang professional. Oleh sebab itu kualitas kompetensi profesional menjadi aspek
penting dan wajar dalam setiap transaksi. Pelayanan prima dikembangkan berdasarkan konsep
A3, yaitu Attitude (sikap), Attention (perhatian), Action (tindakan).
Pelayanan prima berdasarkan konsep sikap (attitude) meliputi tiga prinsip berikut ini:
1. Melayani pelanggan berdasarkann penampilan yang sopan dan serasi
2. Melayani pelanggan dengan berpikiran positif, what dan logis.
3. Melayani pelanggan dengan sikap menghargai.
Pelayanan prima berdasarkan attention ( perhatian) meliputi tiga prinsip berikut ini.
1. Mendengarkan dan memahami secara sungguh-sungguh kebutuhan para pelanggan.
2. Mengamati dan menghargai perilaku para pelanggan.
3. Mencurahkan perhatian penuh kepada para pelanggan.
Pelayanan prima berdasarkan action (tindakan) meliputi lima prinsip berikut ini.
1. Mencatat setiap pesanan para pelanggan.
2. Mencatat kebutuhan para pelanggan.
3. Menegaskan kembalii kebutuhan para pelanggan.
4. Mewujudkan kebutuhan para pelanggan.
5. Menyatakan terima kasih dengan harapan pelanggan mau kembali.
Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan konsep Pelayanan Prima adalah
sebagai berikut.
1. Apabila dikaitkan dengan tugas pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat maka pelayanan prima adalah pelayanan yang terbaik dari pemerintah
kepada masyarakat.
2. Pelayanan prima didasarkan pada standar pelayanan yang terbaik.
3. Untuk instansi yang sudah mempunyai standar pelayanan maka pelayanan prima
adalah yang memenuhi standar.
4. Apabila pelayanan selama ini sudah memenuhi standar maka pelayanan prima berarti
adanya terobosan baru, yaitu pelayanan yang melebihi standarnya.
5. Untuk instansi yang belum mempunyai standar pelayanan maka pelayanan prima
adalah pelayanan yang terbaik dari instansi yang bersangkutan. Usaha selanjutnya
adalah menyusun standar pelayanan.
BAB II : DASAR TEORI / LANDASAN TEORI

Pelayanan adalah suatu bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi
pemerintah baik di pusat, di daerah, BUMN, dan BUMD dalam bentuk barang maupun jasa
dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku (KEPMENPAN No. 81 tahun 1993).
Berkaitan dengan pelayanan, ada dua istilah yang perlu diketahui, yaitu melayani dan
pelayanan. Pengertian melayani adalah membantu menyiapkan (mengurus) apa yang
diperlukan seseorang sedangkan pengertian pelayanan adalah Usaha melayani kebutuhan orang
lain (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995). Menurut Wasistiono (2003) dalam Sagita (2010)
pelayanan adalah pemberian jasa baik oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah
ataupun pihak swasta kepada masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi
kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Menurut S. Lukman (2004) dalam Sagita (2010),
pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung
antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan
pelanggan. Menurut Batinggi (2005), disebut pelayanan umum lahir karena adanya
kepentingan umum.
Pelayanan umum bukanlah tujuan, melainkan suatu proses untuk mencapai sasaran
tertentu yang ditetapkan. Pelayanan menurut Batinggi (2005) terdiri atas empat faktor, yaitu:
1. Sistem, prosedur, metode.
2. Personal, terutama ditekankan pada perilaku aparatur.
3. Sarana dan prasarana.
4. Masyarakat sebagai pelanggan.

Pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata
(tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan
karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang
dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen atau pelanggan. Sedangkan
menurut Moenir pelayanan adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain
secara langsung. Pelayanan yang diperlukan manusia pada dasarnya ada dua jenis, yaitu
layanan fisik yang sifatnya pribadi sebagai manusia dan layanan administratif yang diberikan
oleh orang lain selaku anggota organisasi, baik itu organisasi massa atau negara.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pelayanan adalah usaha untuk melayani kebutuhan
oranglain.
Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang
atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok
dan tata cara yang telah ditetapkan. Mengenai pelayanan adalah sebagai berikut:
a. Pelayanan Publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh
penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima
pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan Peraturan Perundang–undangan.
b. Penyelenggaraan adalah pelayanan Publik adalah Instansi Pemerintah.
c. Instansi Pemerintah adalah sebutan kolektif meliputi satuan kerja satuan organisasi
Kementrian, Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara, dan
instansi Pemerintah lainnya, baik pusat maupun Daerah termasuk Badan Usaha Milik
Daerah.
d. Unit penyelenggara pelayanan publik adalah unit kerja pada instansi Pemerintah yang
secara langsung memberikan pelayanan kepada penerima pelayanan publik.
e. Pemberi pelayanan publik adalah pejabat/ pegawai instansi pemerintah yang
melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
f. Penerima pelayanan publik adalah orang, masyarakat, instansi pemerintah dan badan
hukum yang menerima pelayanan dari instansi pemerintah.

Pelayanan di masa datang itu hendaknya, makin lama makin baik (better), makin lama
makin cepat (faster), makin lama makin diperbaruhi (newer), makin lama makin murah
(cheaper), dan makin lama makin sederhana (more simple). W. Edwards Deming telah
mengembangkan apa yang disebut “Total Quality Management” (Gaspersz, 1970) telah
berhasil mengatasi berbagai permasalahan di perusahaan, sehingga dapat meningkatkan mutu
dan sekaligus menekan biaya serta mengatasi permasalahan lainnya. Pada awalnya TQM
diterapkan didunia usaha oleh karena keberhasilannya, maka instansi pemerintah kemudian
mencoba menerapkannya, misalnya TQM di terapkan di angkatan Udara Amerika Serikat
(Creech, 1996 dalam Sagita, 2010). TQM merupakan paradigma baru dalam manajemen yang
berusaha memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan secara berkesinambungan
atas mutu barang, jasa, manusia dan lingkungan organisasi.

TQM hanya dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal berikut ini :


a. Berfokus pada pelanggan
b. Obsesi terhadap mutu
c. Pendekatan ilmiah
d. Komitmen jangka panjang
e. Kerjasama tim
f. Perhatikan sistem secara berkesinambungan
g. Pendidikan dan pelatihan dalam organisasi yang Menerapkan TQM

Dukungan kepada pelanggan dapat bermakna sebagai suatu bentuk pelayanan yang
memberikan kepuasan bagi pelanggannya, selalu dekat dengan pelanggannya sehingga kesan
yang menyenangkan senantiasa diingat oleh para pelanggannya. Bahwa pelayanan merupakan
usaha apa saja yang mempertinggi kepuasan pelanggan. Selain itu membangun kesan yang
dapat memberikan citra positif di mata pelanggan karena jasa pelayanan yang diberikan dengan
biaya yang terkendali/terjangkau bagi pelanggan yang membuat pelanggan terdorong atau
termotivasi untuk bekerjasama dan berperan aktif dalam pelaksanaan pelayanan yang prima.
Tujuan dari pelayanan publik adalah memuaskan keinginan masyarakat atau pelanggan
pada umumnya. Untuk mencapai hal ini diperlukan kualitas pelayanan yang sesuai dengan
kebutuhan dan keinginan masyarakat. Kualitas pelayanan adalah kesesuaian antara harapan
dan kenyataan.
Hakikat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang
merupakan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Jika membahas mengenai
pelayanan publik ini maka, kata kuncinya ialah kemampuan pemerintah. kepada mengatur
penyediaan beragam pelayanan publik yang responsif, kompotitif dan berkualiats kepada
rakyatnya. Tuntutan politik yang berkembang di arus global sejak dasawarsa 1980-an memang
menunjukkan bahwa pemberian pelayanan publik yang semakain baik pada sebagian besar
rakyat merupakan salah satu tolak ukur bagi legitimasi kredibilitas dan sekaligus kapasitas
politik pemerintah di mana pun.
Karena ini diperlukan kritis untuk mencari alternatif solusi yang dianggap cocok dan
mampu memenuhi berbagi kebutuhan baru akan pelayanan publik yang efisien dan berkualitas.
Inti dari pendekatan ini ialah bahwa sejalan dengan pesatnya perkembangan masyarakat dan
kian kompleknya isu yang harus segera diputuskan, beragamnya institusi pemerintah serta
kekuatan masyarakat madani (civil society) yang berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan
(policy making), maka hasil akhir (outcome) yang memuaskan dari kebijakan publik tidak
mungkin dicapai jika hanya mengandalkan sektor pemerintah. Kebijakan publik yang efektif
dari sudut pandang teori Governance adalah produk sinergi interaksional dari beragam aktor
atau institusi. Di negara-negara maju, konsep pemberdayaan (empowering) terhadap para
pengguna pelayanan publik telah cukup lama menjadi tema sentral dari gerakan-gerakan
penyadaran hal-hak konsumen (consumerism) atau gerakan yang memperjuangkan pelayanan
publik yang berkualitas. Bentuk-bentuk penyadaran hak-hak konsumen itu bervariasi, mulai
dari yang sekedar bersifat “kosmetik” seperti yang dilakukan oleh banyak instansi pemerintah
(di Pusat dan daerah) dengan cara menyediakan informasi kepada para konsumen atau
menyediakan kotak saran, sehingga partisipasi langsung konsumen dalam proses pembuatan
keputusan yang menyangkut konteks dan konten pelayanan itu sendiri. Pada contoh yang
disebut terakhir itu, sesungguhnya tersirat makna “berbagi kekuasaan” (sharing of power).
Menarik kiranya untuk mencermati komitmen politik dan komitmen politik dan komitmen
profesional yang kini tengah. berkembang dalam studi kebijakan publik yang keduanya
mencoba memrdefinisi konsep pelayanan publik (recepient of public service) sebagai
pelanggan atau konsumen itu.
Pengguna nomenklatur pelanggan atau konsumen dalam konteks pelayanan publik
mengandung makna bahwa hakikat dan pendekatan dalam pemberian pelayanan publik yang
semua berkiblat pada kepentingan birokrasi (bureacratif-oriented) atau berorientasi pada
produsen (producer-oriented) berubah menjadi berorientasi pada konsumen (counsumer-
driven approach)., menegaskan bahwa tujuan utamanya bukan sekedar untuk menyenangkan
hati para penerima pelayanan publik, melainkan untuk memberdayakan mereka. Sebab,
orientasi ke arah pelayanan publik yang lebih baik (better public service delivery) juga
mencerminkan penegasan akan arti penting posisi dan prespektif para pengguna dalam sistem
pelayanan publik tersebut. Tetapi juga sebagai warganegara yang aktif (active citizen). Bagi
pembuat kebijakan dan administrator publik (pada semua level) perspektif demikian membawa
konsekuensi mendasar atau berupa kewajiban ganda yang harus mereka pikul sebagai
perwujudan akuntabilitas kepada publik
Kewajiban ganda yang diembani oleh pejabat publik tersebut dapat dijelaskan sebagai
warganegara yang aktif, Para pengguna jasa pelayanan publik sesungguhnya memiliki
sejumlah hak-hak untuk memperoleh pelayanan yang bai,hak untuk mengetahui bagaimana
keputusan-keputusan mengenai jenis pelayanan tertentu dibuat dan yang tak kalah penting hak
untuk didengar dan diperhatikan pendapat- pendapatnya. Namun, amat disayangkan sejumlah
hak penting ini, sering hanya ada di atas kertas. Di kebanyakan negara sedang berkembang (tak
terkecuali Indonesia) hak-hak itu justru kerap ditelikung oleh birokrasi, bahkan dikebiri.
Karena posisinya yang monopolistik dan meluasnya kekuasaan administrasi serta diskresi,
maka oleh para pejabat birokrasi setiap jengkat prosedur administrasi pada mata rantai
birokrasi pelayanan publik itu (terutama di bidang perijinan dan pekerjaan umum) sering
dijadikan sebagai lahan subur untuk mencari tambahan penghasilan ini membenarkan hasil
observasi bahwa: “....regulations, together eith increased bureaucratic discreation, have
provided and invective for corruption, since regulations goveming acces to good and service
can be exploited by civil service charges from the need fuli”. Dalam spektrum yang lebih luas,
salah satu, sumber penyebab timbulnya fenomena the high cost economy (ekonomi biaya
tinggi) di Indonesia adalah masih bercokolnya kartel, monopoli, favoritisme, praktik standart
ganda dan masih merajalelanya berbagai bentuk pungutan mulai dari yang setengah resmi
hingga tak resmi yang menyertai pemberian pelayanan publik oleh dinas-dinas pemerintah.
Memang kita sudah sering mendengar propaganda yang dilancarkan oleh pemerintah Orde
Baru maupun pemerintah transisional Habibie yang kurang lebih berkaitan dengan reformasi
birokrasi pelayanan publik Beberapa contoh, misalnya, kampanye tentang pendayagunaan
aparatur negara yang bersih dan bewibara, perang melawan ekonomi biaya tinggi, gerakan
efisiensi nasional, gerakan penegakan disiplin nasional, pelayanan prima.

BAB 111 : PEMBAHASAN

Pengertian Pelayanan Prima


Menurut kamus besar bahasa Indonesia pengertian melayani adalah membantu
menyiapkan apa yang diperlukan seseorang. Sedangkan pengertian pelayanan adalah usaha
melayani kebutuhan orang lain. Pelayanan pada dasarnya adalah kegiatan yang ditawarkan oleh
organisasi atau perorangan kepada konsumen, yang bersifat tidak berwujud dan tidak dapat
dimiliki. Sementara itu pelayanan prima merupakan terjemahan dari istilah excellent service
yang secara harfiah berarti pelayanan yang sangat baik atau pelayanan yang terbaik.
Disebut sangat baik atau terbaik, karena sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku
atau dimiliki oleh instansi yang memberikan pelayanan serta memuaskan pelanggan. Standar
pelayanan adalah ukuran yang telah ditentukan sebagai suatu penbakuan pelayanan yang baik.
Pelayanan nasabah adalah rangkaian kegiatan sikap dan perilaku petugas bank dalam
menerima kehadiran atau berkomunikasi dengan nasabah secara langsung maupun tidak
langsung. Dapat disimpulkan dari pengertian diatas sebagai berikut: adanya rangkaian kegiatan
sikap dan perilaku petugas bank, adanya komunikasi dengan nasabah, dan bertujuan untuk
membantu menolong dan menyenangkan konsumen (nasabah) atau memenuhi kebutuhan dan
keinginan nasabah.
Salah satu kualitas pelayanan yang banyak dijadikan acuan dalam riset pemasaran
adalah modal servqual ( service quality). Pelayanan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok,
yaitu:
1) Core service adalah pelayanan yang ditawarkan kepada pelanggan yang
merupakan produk utamanya.
2) Facilitating service adalah fasilitas layanan tambahan kepada pelanggan.
3) Supporting service merupakan pelayanan tambahan untuk meningkatkan nilai
pelayanan atau untuk membedakan dengan pelayanan-pelayanan dari pihak
“pesaing”.
Dalam proses pelayanan ada tiga hal penting yang harus diperhatikaan yaitu :
1. Penyedia layanan, adalah pihak yang dapat memberikan suatu layanan tertentu
kepada konsumen, baik berupa layanan dalam bentuk penyediaan barang atau jasa.
2. Penerima layanan, adalah mereka yang disebut sebagai konsumen atau pelanggan
yang menerima layanan dari para penyedia layanan. Penerima layanan atau biasa
disebut konsumen atau nasabah dapat dibedakan menjadi dua kelompok :
 Konsumen internal, adalah orang-orang yang terlibat dalam proses penyediaan jasa
atau proses produk barang sejak dari perencanaan sampai dengan pemasaran,
penjualan dan pengadministrasian.
 Konsumen eksternal, adalah semua orang yang berada diluar perusahaan, yang
menerima layanan penyerahan barang atau jasa dari perusahaan.
3. Jenis dan bentuk layanan, yang dapat diberikan oleh penyedia layanan kepada pihak
yang membutuhkan layanan terdiri dari beberapa macam yaitu :
a. Pemberian jasa-jasa
b. Layanan yang berkaitan dengan penyediaan dan distribusi barang-barang saja
c. Layanan yang berkaitan dengan kedua-duanya.
Tujuan pelayanan prima adalah memberikan pelayanan yang dapat memenuhi dan
memuaskan pelanggan atau masyarakat serta memberikan focus pelayanan kepada
pelanggan.Dalam etika pelayanan ada beberapa karakter yang harus dimiliki oleh petugas bank
dalam melakukan pelayanan kepada nasabah, yaitu :
a. Tidak melakukan perbuatan tercela
b. Memegang teguh amanah
c. Menjaga nama baik bank dan nasabah
d. Beriman dan mempunyai rasa tanggung jawab moral
e. Sabar tapi tegas dalam menghadapi permasalahan
f. Memiliki integritas, artinya bertindak jujur dan benar
g. Manners, artinya tidak egois, disiplin dan tidak kasar.
Ciri-ciri etika pelayanan perbankan yang prima adalah :
1. Memiliki personil yang professional dan bermoral
2. Memiliki sarana dan prasarana yang meyakinkan
3. Responsive (tanggap)
4. Komunikatif
5. Memiliki perilaku dan penampilan simpatik

Konsep Pelayanan Prima


Ada enam factor dalam pelayanan prima, yaitu Ability (kemampuan), attitude (sikap),
appearance (penampilan), attention (perhatian), action (tindakan), dan accountability
(pertanggung jawaban). Untuk dapat memberikan pelayanan prima dan menjalin hubungan
yang baik dengan nasabah maka yang menjadi kunci keberhasilannya adalah orang (human),
karena pelayanan dan menjalin hubungan dengan nasabah merupakan interaksi antara
pegawai/pekerja perusahaan dengan masyarakat diluar perusahaan yang disebut nasabah.
1. Kemampuan (Ability)
Kemampuan tertentu yang meliputi kemampuan kerja di bidang kerja yang ditekuni
yang dibutuhkan untuk menunjang program layanan prima (excellent service) seperti:
melaksanakan komunikasi yang efektif, mengembangkan motivasi, dan menggunakan
humas sebagai alat untuk membina hubungan ke dalam dan ke luar oraganisasi /
perusahaan.
2. Sikap (Attitude)
Perilaku tertentu yang harus ditonjolkan ketika berhadapan dengan pelanggan.
Keberhasilan bisnis industri jasa pelayanan akan sangat tergantung pada orang-orang
yang terlibat di dalamnya. Sikap pelayanan yang diharapkan tertanam pada diri para
karyawan adalah sikap yang baik, ramah, penuh simpatik, dan mempunyai rasa
memiliki yang tinggi terhadap perusahaan. Pelanggan akan menilai perusahaan dari
kesan pertama dalam berhubungan dengan orang-orang yang terlibat dalam perusahaan
tersebut. Sikap yang diharapkan berdasarkan konsep pelayanan prima adalah:
1) Sikap pelayanan prima berarti mempunyai rasa kebanggaan terhadap pekerjaan.
2) Memiliki pengabdian yang besar terhadap pekerjaan.
3) Senantiasa menjaga martabat dan nama baik perusahaan.
4) Sikap pelayanan prima adalah: ”benar atau salah tetap perusahaan saya “(right or
wrong is my corporate)”.
3. Penampilan (Apprearance)
Penampilan fisik ataupun non-fisik yang merefleksikan kredibilitas kepada
pelanggan.

4. Perhatian (Attention)
Kepedulian penuh terhadap pelanggan, yang berkaitan dengan kebutuhan dan
keinginan pelanggan, maupun memahami saran dan kritiknya. Dalam melakukan
kegiatan layanan,
seorang petugas pada perusahaan industri jasa pelayanan harus senantiasa
memperhatikan dan mencermati keinginan pelanggan. Apabila pelanggan sudah menunjukkan
minat untuk membeli suatu barang/jasa yang kita tawarkan segera saja layani pelanggan
tersebut dan tawarkan bantuan, sehingga pelanggan merasa puas dan terpenuhi keinginannya.
Hal-hal lain yang perlu diperhatikan menyangkut bentuk-bentuk pelayanan berdasarkan konsep
perhatian adalah sebagai berikut:
1) Mengucapkan salam pembuka pembicaraan.
2) Menanyakan apa saja keinginan pelanggan.
3) Mendengarkan dan memahami keinginan pelanggan.
4) Melayani pelanggan dengan cepat, tepat dan ramah.
5) Menempatkan kepentingan pelanggan pada nomor urut 1.
5. Tindakan (Action)
Kegiatan nyata yang dilakukan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan.
Pada konsep perhatian, pelanggan “menunjukkan minat” untuk membeli produk
yang kita tawarkan. Pada konsep tindakan pelanggan sudah ”menjatuhkan pilihan”
untuk membeli produk yang diinginkannya. Terciptanya proses komunikasi pada
konsep tindakan ini merupakan tanggapan terhadap pelanggan yang telah
menjatuhkan pilihannya, sehingga terjadilah transaksi jual-beli. Bentuk-bentuk
pelayanan berdasarkan konsep tindakan adalah sebagai berikut:
1) Segera mencatat pesanan pelanggan.
2) Menegaskan kembali kebutuhan/pesanan pelanggan.
3) Menyelesaikan transaksi pembayaran pesanan pelanggan.
4) Mengucapkan terimakasih diiringi harapan pelanggan akan kembali lagi.
6. Tanggung jawab (Accountability)
Sikap keberpihakan kepada pelanggan sebagai bentuk kepedulian, untuk meminimalkan
ketidakpuasan pelanggan.
Saat ini telah cukup banyak ahli manajemen yang mengkaji pentingnya pelayanan prima
terhadap pelanggan, seperti Deming, Stephen Usela, Collier, Vincent Gaspersz, Fandy
Tjiptono, dan lain-lain. Mereka telah mengembangkan berbagai konsep tentang pelayanan
prima, seperti konsep VINCENT, Siklus Deming, TQS (Total Quality Service), TQM (Total
Quality Management), dan lain-lain. Vincent Gasperasz mengembangkan suatu konsep
manajemen perbaikan mutu yang disebut VINCENT. Konsep ini terdiri tujuh strategi
perbaikan kualitas pelayanan. Ketujuh konsep tersebut, yaitu:
a) Visionary transformation (transformasi visi)
b) Infrastructure (kebutuhan akan sarana prasarana)
c) Need for improvement (kebutuhan untuk perbaikan)
d) Costumer focus (focus pada pelanggan)
e) Empowerment (pemberdayaan potensi)
f) New views of quality (pandangan baru tentang mutu)
g) Top management (komitmen manajemen puncak)
Perlu ditetapkan konsep diri dalam member pelayanan dan menjalin hubungan dengan nasabah
berupa :
1. Sikap mental positif
Sikap mental ini merupakan landasan dalam melaksanakan interaksi dengan nasabah. Ada
tujuh perwujudan dari sikap mental positif, yaitu keinginan untuk maju, belajar dari orang lain,
terbuka dan menerima ide-ide baru, kritis, aktif bertanya dan diskusi, partisipasi dalam
kegiatan, komitmen mau mencoba sampai sukses, dan cermat mencatat hal-hal penting.
2. Orientasi kepuasan nasabah dan mengenal nasabah
Pencapaian kepuasan nasabah hanya dapat dicapai dengan adanya sinergi dalam perusahaan
yang pada akhirnya pegawai dapat memberikan kepuasan yang berkesinambungan kepada
nasabah yang akan memberikan keuntungan jangka panjang kepada stake holder dan
selanjutnya pemilik perusahaan dapat meningkatkan kesejahteraan pegawainya.
3. Penghayatan terhadap waktu
Sebagai pegawai perusahaan terkadang belum terdapat persepsi yang sama diantara para
petugas mengenai waktu, sehingga tidak jarang kita bahwa terdapat pegawai yang masih
menganggap remeh kepada nasabah, seolah-olah tidak menghargai waktu yang telah
dikorbankan. Untuk itu perlu adanya persepsi yang sama terhadap waktu dalam kaitannya
dalam pelayanan. Kunci kebehasilan pelayanan adalah bagaimana kita dapat membagi waktu-
waktu tersebut bersama dengan nasabah dan menempatkan waktu tersebut sesuai dengan
proporsinya masing-masing sehingga dapat memuaskan nasabah.

Anda mungkin juga menyukai