Anda di halaman 1dari 4

Nama: Mia Fitri Aurilia

NIM: 114160047
Mineralogi Petrologi Lingkungan / A

Asbes Sebagai Faktor Risiko Mesotelioma Pada Pekerja Yang Terpajan Asbes

Asbes merupakan mineral fibrosa yang secara luas banyak dipakai bukan
hanya di negara berkembang melainkan juga di negara yang sudah maju seperti di
Amerika. Di Amerika asbes dipakai sebagai bahan penyekat. Terdapat banyak jenis
serat asbes tetapi yang paling umum dipakai adalah krisotil, amosit dan krokidolit,
semuanya merupakan silikat magnesium berantai hidrat kecuali krokidolit yang
merupakan silikat natrium dan besi. Karena sifat inilah maka asbes banyak dipakai di
industri konstruksi dan pabrik. Lebih dari 30 juta ton asbes digunakan di dalam
konstruksi dan pabrik di Amerika. Selain itu asbes relatif sukar larut, daya regang
tinggi dan tahan asam (hanya amfibol). Asbes dapat menjadi kering atau rapuh bila
keberadaannya digangggu (misal: perbaikan penyekat pipa) atau oleh karena
termakan usia. Akibatnya serat mikroskopis yang tidak terlihat oleh mata tersebut
dapat terpecah dan melayang di udara. Sekali terdapat di udara, serat asbes akan
menetap dalam jangka waktu yang panjang dan kemudian terhirup oleh manusia yang
berada di lingkungan tersebut. Ukuran dan bentuknya yang kecil menyebabkan serat
asbes ini terperangkap di dalam paru-paru. Sejak tahun 1940 di Amerika ditemukan
bahwa antara 8-11 juta orang terpajan asbes dalam pekerjaannya. Pekerjaan-pekerjaan
yang menimbulkan risiko terpajan asbes tersebut antara lain: penyekat asbes, pekerja-
pekerja asbes yang terlibat dalam pertambangan dan proses bahan mentah asbes, ahli
mekanik automobil, pekerja perebusan, ahli elektronik, pekerja pabrik, ahli mekanik
atau masinis, armada niaga, personil militer, pekerja kilang minyak, tukang cat,
pembuat pipa, tukang ledeng/pipa, pekerja bangunan, pembuat jalan raya, pekerja atap
rumah, pekerja lembaran metal, pekerja galangan kapal, tukang pipa uap, pekerja
baja, pekerja di industri tekstil. Kongres Amerika Serikat menyatakan bahwa tidak
ada batas minimum yang aman bagi individu untuk terpajan serat asbes.
PATOLOGI DAN PATOFISIOLOGI ASBES DALAM PARU-PARU
Serat asbes dapat terinhalasi masuk ke dalam parenkim paru dan bila
tersimpan dan tertahan di situ, maka akan berkembang menjadi fibrosis interstisial
dan alveolar yang difus. Di dalam jaringan paru serat asbes dapat dibungkus atau
tidak dibungkus oleh kompleks besi-protein. Bila serat dibungkus oleh kompleks besi-
protein, maka keadaannya kurang berbahaya. Jika tidak terdapat gambaran fibrosis di
dalam paru, keberadaan serat di dalam jaringan paru hanya mengindikasikan adanya
pajanan, bukan penyakit. Mekanisme kerja asbes dalam saluran pernapasan : Serat-
serat dengan diameter kurang dari 3 milimikron yang terinhalasi akan menembus
saluran napas dan tertahan dalam paru-paru. Sebagian besar serat yang masuk ke
paru-paru dibersihkan dari saluran napas melalui ludah dan sputum. Sedangkan dari
serat-serat yang tertahan dalam saluran napas bawah dan alveoli, sebagian serat
pendek akan difagosit oleh makrofag dan dibawa ke kelenjar limfe, limpa, dan
jaringan lain. Sebagian serat yang menetap pada saluran napas kecil dan alveoli
(khususnya amfibol) akan dilapisi oleh kompleks besi-protein dan menjadi badan-
badan asbes atau badan feruginosa. Orang-orang yang terpajan debu serat-serat asbes
dapat tertelan bersama ludah atau sputum. Kadangkala air, minuman atau makanan
dapat mengandung sejumlah kecil serat tersebut. Sebagian serat yang tertelan agaknya
menembus dinding usus, tetapi migrasi selanjutnya dalam tubuh tidak diketahui.

MESOTELIOMA
Mesotelioma adalah kanker sel yang terjadi di garis luar paru-paru, terletak di
dalam pleura atau dalam rongga peritoenum. Kelainan ini biasanya berkaitan dengan
pajanan asbes pada pekerjaan dan mulai meningkat di beberapa negara. Pleura
mesotelioma terdiri dari dua jenis: difus dan maligna (kanker), dan terlokalisir dan
jinak. Gejala mulai muncul 20 tahun setelah terpajan. Mesotelioma pleura maligna
adalah tumor yang jarang, namun secara epidemiologi insidensnya meningkat tajam.
Beberapa laporan menunjukkan bahwa mesotelioma yang terkait dengan pajanan
asbes ditemukan sebanyak 60 - 80% kasus. Hanya ada sedikit data tentang penyakit
ini.
Mesotelioma jarang dilaporkan sebagai akibat pajanan krisolit murni, tetapi
disertai oleh pajanan terhadap krokidolit, amosit, atau campuran yang mengandung
mineral-mineral tersebut. Mesotelioma bertanggung jawab atas sekitar 2-16%
kematian. Risiko mesotelioma tidak dipengaruhi oleh merokok pada pekerja yang
terpajan asbes. Mesotelioma kadang-kadang terdiagnosa secara tidak sengaja,
sebelum muncul gejala. Kadang tumor ditemukan pada pemeriksaan rutin rontgen
toraks. Namun, bila gejala sudah ada, maka tampak nafas pendek, lemah, berat badan
menurun, nafsu makan hilang, dada sakit, nyeri pungung bawah, batuk yang menetap,
sulit menelan, dimana gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri atau gabungan
dengan yang lain. Pada pemeriksaan fisik ditemukan efusi pleura. Cairan yang berasal
dari efusi pleura umumnya dapat di lihat dengan rontgen toraks dan auskultasi pada
pemeriksaan fisik paru. Tumor menyebar secara invasif langsung kejaringan di
sekitarnya. Penanganan klasik seperti pembedahan, kemoterapi dan radioterapi tidak
terlalu berefek terhadap penyembuhan penyakit dan kemampuan hidup. Pembedahan
radikal seperti pleuropneumonektomi; sebagai single-modality treatment, juga tidak
menunjukkan perbaikan terhadap kemampuan hidup. Namun tindakan
radikal ini hanya ditujukan untuk penderita tertentu. Radioterapi tidak mampu
menyembuhkan, namun biasanya digunakan untuk mencegah infiltrasi tumor lebih
lanjut dan mengobati rasa sakit pada dada. Kemoterapi juga tidak berhasil, baik secara
tindakan sendiri atau kombinasi dengan tindakan yang lain. Untuk memperbaiki
kemampuan hidup penderita mesotelioma pleura maligna, strategi terapi terbaru coba
digunakan dengan dasar imunoterapi atau terapi gen.
World Health Organization (WHO) memberikan beberapa pengarahan
mengenai pengendalian terhadap pajanan asbes sebagai berikut:
1. Peraturan Banyak negara industri telah menentukan batas pajanan 2 serat/ml
udara (beberapa negara menentukan 1 serat/ml) sebagai batas maksimum kadar rata-
rata setiap saat yang diperbolehkan untuk krisotil. Penyemprotan asbes kini dilarang
di banyak tempat, dan beberapa negara tidak membuat perbedaan antar tipe-tipe serat.
Namun demikian keprihatinan menetap, karena bahaya tersebut tidak tuntas tercermin
melalui hitung serat dengan mikroskopik optik, disebabkan seratserat yang lebih halus
dan lebih berbahaya, tidak terdeteksi dengan metode ini. Akibatnya, bahaya tersebut
dapat sangat berbeda pada berbagai proses industri kendatipun kadar asbes dalam
lingkungan yang dinilai secara optik adalah sama.
2. Perekayasaan Pengendalian debu yang berhasil dimulai dengan menutup
mein-mesin dan membuat ventilasi pembuangan lokal pada lubang-lubang yang tak
dapat dihindari. Metode pengendalian debu lainnya antara lain:
a. Isolasi pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan debu asbes
b. Mengurangi jumlah pekerja yang terpajan
c. Mengubah metode proses produksi (misal membuat benang-benang asbes
dengan suspensi dan kondisi basah). Substitusi asbes dengan bahan-bahan alternatif
yang lebih aman hendaknya juga dipertimbangkan. Lebih lanjut, bilamana mungkin
asbes hendaknya dibuat basah sebelum bekerja dengan bahan tersebut.
Asbes juga dapat diproses dengan agen anti debu dan benang-benang asbes
dapat dilapisi dengan polimer. Perawatan gedung dan penggunaan pembersih vakum
(vacum cleaner) sangat perlu. Pemakaian respirator dan pakaian pelindung perlu
dianjurkan bilamana pajanan tidak mungkin dihindari. Fasilitas pancuran mandi dan
cuci pakaian hendaknya disediakan bagi pekerja agar dapat menjamin mereka
meninggalkan pabrik tanpa tercemar. Semua pekerja hendaknya diberitahu
tentang sifat-sifat bahaya tersebut dan tentang metode perlindungannya.
Upaya preventif yang dilakukan pada pekerjayang berisiko terpajan asbes
adalah tindakan 95 J Kedokter Trisakti Vol.21 No.3 pemeriksaan sebelum ia mulai
bekerja dan pemeriksaan berkala selama ia bekerja di tempat yang berisiko terpajan
asbes.
1. Pemeriksaan sebelum penempatan Pemeriksaan penempatan hendaknya
meliputi riwayat medis, pemeriksaan fisik, foto rontgen toraks dan uji fungsi paru
untuk menentukan data dasar guna pengawasan, dan mencegah orang-orang dengan
penyakit pernapasan terhadap pajanan asbes.
2. Pemeriksaan berkala Dalam hal medis pemeriksaan berkala adalah sama
seperti pemeriksaan sebelum penempatan. Hendaknya dilakukan selang waktu sesuai
tingkat pajanan di tempat kerja tersebut, usia pekerja, dan hasil pemeriksaan
kesehatan sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai