ABSTRAK
Kota Ternate terdapat gunung api Gamalama yang termasuk gunung api aktif dan menjadi salah satu
sumber bencana di Kota tersebut. Untuk dapat mengatasi permasalahan yang ada di permukiman
Kampung Tubo, Pemerintah telah membuat zonasi kawasan rawan bencana I, II dan III agar
masyarakat tidak membangun rumah didaerah rawan bencana, sehingga apabila terjadi bencana
masyarakat tidak terkena material gunung api Gamalama. Kondisi jalan di permukiman Kampung
Tubo telah diaspal tetapi ada beberapa jalan lingkungan yang masih berbatu-batu dan berlubang.
Adapula jalur-jalur evakuasi sudah sangat baik sehingga apabila terjadi bencana masyarakat dapat
menyelamatkan diri mereka. Dan ada beberapa infrastruktur yang tidak dibuat oleh pemerintah
contohnya bunker dan papan peringatan bahaya gunung api Gamalama. Sistem penanggulangan
bencana di Kelurahan (kampung) Tubo sudah cukup efektif. Terlihat dari pembagian zonasi kawasan
rawan bencana, pola permukiman, infrastruktur, kondisi bangunan dan sistem sosialisasi pada
masyarakat akan bahaya bencana.
Kata kunci: Sistem, Penanggulangan Bencana, Gunung Api Gamalama, Permukiman,
Kelurahan Tubo Kota Ternate
33
Upaya penanggulangan telah dilakukan suatu sistem menunjukkan ruang
oleh pemerintah antara lain telah dibangun lingkup dari sistem tersebut.
tanggul penahan lahar di area permukiman 3. Lingkungan luar sistem
pada tahun 1990. Namun kejadian letusan Lingkungan luar sistem dari suatu
terakhir masih saja terjadi kerusakan parah sistem adalah apapun diluar batas
pada area permukiman seperti yang di sistem yang mempengaruhi
paparkan diatas. Hal ini mendorong untuk operasi.lingkungan luar sistem dapat
ditelitinya bentuk-bentuk atau upaya apa saja bersifat menguntungkan dana dapat
yang telah dilakukan maupun yang perlu di juga bersifat menguntungkan sistem
lakukan kedepan dalam rangka menanggulangi tersebut. Lingkungan luar yang
bencana gunung api Gamalama di Kampung menguntungkan berupa energidari
Tubo. sistem dan dengan demikian harus
tetap dijaga dan dipelihara. Sedangkan
Rumusan Masalah
lingkungan luar yang merugikan harus
Bagaimanakah upaya atau sistem ditahan dan dikendalikan, kalau tidak
penanggulangan bencana gunung api di maka akan mengganggu kelangsungan
permukiman Kampung Tubo ? hidup dari sistem.
4. Penghubung sistem
Tujuan Penelitian Penghubung merupakan media
Menganalisis sistem penanggulangan penghubung antara satu subsistem
bencana gunung api Gamalama di dengan subsistem yang lainnya.
Kampung Tubo. Melalui penghubung ini
memungkinkan sumber-sumber daya
TINJAUAN PUSTAKA mengalir dari satu subsistem ke
Sistem subsistem yang lainnya. Dengan
Sistem adalah adalah kumpulan dari penghubung satu subsistem dapat
elemen-elemen yang berinteraksi untuk berintegrasi dengan subsistem yang
mencapai suatu tujuan tertentu. sistem ini lainnya membentuk satu kesatuan.
menggambarkan suatu kejadian-kejadian dan Penanggulangan Bencana / Mitigasi
kesatuan yang nyata adalah suatu objek nyata, Bencana
seperti tempat, benda, dan orang-orang yang Menurut Undang-Undang Nomor 24
betul-betul ada dan terjadi (Jogianto, 2006). Tahun 2007, penanggulangan bencana adalah
Menurut Jogiyanto (2006) Sistem peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mempunyai karakteristik atau sifat-sifat mengancam dan mengganggu kehidupan dan
tertentu, yakni : penghidupan masyarakat yang disebabkan,
baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam
1. Komponen maupun faktor manusia sehingga
Suatu sistem terdiri dari sejumlah mengakibatkan timbulnya korban jiwa
komponen yang saling berinteraksi, manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
yang saling bekerja sama membentuk harta benda, dan dampak psikologis. Bencana
satu kesatuan. Komponen-komponen dapat pula didefinisikan sebagai situasi krisis
sistem atau elemen-elemen sistem yang jauh diluar kapasitas manusia untuk
dapat berupa suatu subsistem atau menyelamatkan diri. Artinya, suatu kejadian
bagian-bagian dari sistem. setiap alam ekstrim tidak akan disebut bencana
subsistem mempunyai sifat-sifat dari apabila dampak atau kerugian yang
sistem untuk menjalankan suatu fungsi ditimbulkannya tidak dirasakan oleh manusia.
tertentu mempengaruhi proses sistem Menurut Undang-Undang Nomor 24
secara keseluruhan. Tahun 2007, mitigasi merupakan upaya
2. Batasan sistem penanggulangan bencana dengan tujuan dapat
Batasan sistem merupakan daerah meminimalkan dampak kerusakan yang
yang membatasi antara suatu sistem ditimbulkan akibat terjadinya bencana serta
dengan sistem yang lainnyaatau untuk menimimalkan jumlah korban. Oleh
dengan lingkungan luarnya. Batasan karena itu diperlukan suatu upaya untuk
menyelesaikan permasalahan-permasalahan
34
tersebut, terutama bagi warga yang kehilangan secara bersama-sama. Di lain pihak manusia
tempat tinggalnya. juga tidak suka untuk diisolasi secara total dari
kehidupan sosialnya.
Permukiman
Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun Menurut Wohwill terdapat tiga kategori
2011 Permukiman adalah bagian dari hubungan perilaku dan lingkungan yang harus
lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari disesuaikan untuk mendapatkan tingkat
satu satuan perumahan yang mempunyai adaptasi yang optimum, yaitu; rangsang
prasarana, sarana, utilitas umum, serta sensori, rangsang sosial dan rangsang
mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di perubahan. Terlalu banyak dan terlalu sedikit
kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. rangsang sensori adalah tidak menyenangkan,
Permukiman merupakan kelompok tempat serta terlalu banyak dan terlalu sedikit
tinggal manusia, atau sering disebut pula perubahan lingkungan juga tidak akan
dengan kompleks perumahan. Hal ini berarti menyenangkan.
pada permukiman tersebut terdiri dari
beberapa rumah tinggal. METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini, metode yang
Permukiman akan memberikan gambaran digunakan yaitu metode kualitatif.
pada orang lain, bahwa di daerah perumahan Pengumpulan data didapat dengan survey
tersebut memiliki berbagai fasilitas, dalam lapangan pada lokasi penelitian, wawancara,
buku psikologi lingkungan hal 1. Kantor Kelurahan Tubo, Masyarakat di
Kelurahan Tubo dan Badan Penanggulangan
Sistem Penanggulangan Bencana Gunung Bencana Daerah Kota Ternate (BPBD),
Api Pada Permukiman sehingga mendapat data primer dan sekunder.
Menurut Permen PU nomor Sementara teknik analisis data dilakukan
21/PRT/M/2007 tentang pedoman penataan dengan menggunakan teknik analisis
ruang kawasan rawan letusan gunung berapi deskriptif, yaitu dengan mengumpulkan data,
dan kawasan rawan gempa bumi, menguraikan mengelola, menyajikan dan menjabarkan hasil
kerentanan sebagai kondisi atau karakteristik penelitian sebagaimana adanya.
biologis, geografis, sosial, ekonomi, politik,
budaya, dan teknologi masyarakat di suatu HASIL DAN PEMBAHASAN
wilayah untuk jangka waktu tertentu yang Lokasi Penelitian
mengurangi kemampuan mencegah, meredam, Lokasi penelitian berada di Kelurahan
mencapai kesiapan, dan menanggapi dampak Tubo (disebut Kampung Tubo), Kecamatan
bahaya/bencana alam tertentu. Beberapa Ternate Utara, Kota Ternate, Propinsi Maluku
karakteristik lingkungan permukiman kota Utara. Jumlah penduduk di Kampung Tubo
yang mempertinggi tingkat risiko bencana menurut data dari kantor Kelurahan Tubo
diantaranya, keberadaan lokasi permukiman yaitu 2519 jiwa dengan jumlah kepala
tersebut yang berada pada kawasan rawan keluarga 87 KK. Kampung Tubo memiliki
bencana, kepadatan bangunan yang tinggi, luas wilayah 5,5 Ha dan berjarak 7 Km dari
konstruksi bangunan yang berkualitas tidak pusat Kota Ternate.
memadai, dan minimnya pengetahuan atau
kurang relevannya upaya pengurangan risiko Gambar 4.1 Peta Kelurahan (Kampung)
bencana yang dilakukan dengan ancaman Tubo
bencana yang dihadapi.
Tingkat Adaptasi
Teori tingkat adaptasi terhadap
rangsangan lingkungan dikemukakan oleh
Wohwill (1974) dalam buku Dasar-dasar
Psikologi Lingkungan hal 44-46. Wohwill
berasumsi bahwa manusia pada dasarnya tidak
menyukai kepadatan/kesesakan, namun pada
suatu situasi tertentu manusia mencoba
mempunyai keinginan untuk berrkumpul
35
Sumber : RTRW Kota Ternate, 2012
36
warga membangun rumah agar berdekatan
lahan pertanian mereka.
37
Tubo telah diaspal. Jalan lokal primer dari dengan cepat dengan menggunakan kendaraan
kampung Tubo ini tidak mengalami kerusakan roda dua atau beroda empat.
dan dapat dilalui oleh kendaraaan baik motor,
mobil dan juga truk. Sehingga apabila ada Menurut Undang-undang nomor 24 tahun
terjadi bencana gunung meletus maupun banjir 2007 tentang penanggulangan bencana,
lahar dingin masyarakat dapat menyelamatkan penyiapan jalur evakuasi dilakukan untuk
diri mereka. memastikan upaya yang cepat dan tepat dalam
menghadapi kejadian bencana. Berdasarkan
Infrastruktur jalan merupakan akses yang peta perencanaan titik-titik jalur evakuasi perlu
sangat penting untuk masyarakat untuk dapat ditambah sepanjang 1 km menuju barak
melakukan aktivitas ekonomi di dalam pengungsian sehingga dapat memakan waktu
ataupun luar Kampung. Jalan utama di 10 menit untuk tiba di barak pengungsian.
Kampung Tubo sekarang kondisi jalannya Untuk perencanaan ini dapat digunakan untuk
sangat baik sehingga masyarakat di Kampung mengevakuasi masyarakat Kampung Tubo
Tubo dapat melakukan aktivitas dengan baik. apabilaterjadi bencana gunung api.
Jalan tersebut merupakan jalan utama yang
Gambar 4.7 Peta Jalur Evakuasi
menghubungkan beberapa kelurahan serta Sumber : data observasi, 2014
jalan yang dilewati angkutan umum dan
angkutan pribadi serta truk-truk untuk Infrastruktur Di Permukiman Kampung
mengangkat material gunung api Gamalama Tubo
yang berada di aliran sungai Tugurara yang Berdasarkan data yang diperoleh
sedang di normalisasi.
2) Jalur Evakuasi
Berdasarkan data observasi, jalur evakuasi
38
yang dibuat pemerintah Kota Ternate hanya Gambar 4.9 Bunker yang berada di gunung
barak pengungsian, sirine dan tanggul. Merapi, Yogyakarta
Sedangkan papan peringatan dan bunker tidak Sumber : google
dibuat pemerintah Kota Ternate.
3. Sirine
1. Barak Pengungsian Sistem peringatan dilakukan untuk
Berdasarkan data observasi barak memastikan upaya yang cepat dan tepat
pengungsian di arahkan ke bagian utara dalam menghadapi kejadian bencana.
kampung Tubo untuk sementara apabila Menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun
terjadinya bencana yang tiba-tiba. Pemerintah 2007 tentang penanggulangan pengujian
kota Ternate melalui BPBD telah sistem peringatan dini harus di uji coba
mempersiapkan barak-barak pengungsian
untuk masyarakat kampung Tubo ini berada di
ruang terbuka yang sewaktu-waktu dapat
digunakan untuk penyelamatan atau
menampung penduduk yang mengungsi.
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 24
Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana,
pembangunan infrastruktur dilakukan untuk
mengurangi resiko dan kesiapsiagaan bencana.
39
Tubo, merasa kebingungan karena tidak ada
petunjuk untuk dapat mengarah maupun
melihat bagian-bagian yang tidak bisa
dilewati.
40
Berdasarkan data observasi jumlah bangunan atau rumah yang rusak dan
keseluruhan bangunan di permukiman infrastruktur-infrastruktur.
kampung Tubo yaitu 476 bangunan. Menurut
Permen PU nomor 21/PRT/M/2007, 2. Adaptasi Kondisi Fisik Masyarakat
permukiman penduduk di kawasan rawan Kampung Tubo
bencana gunung api di bagi menjadi tiga tipe. Erupsi dan banjir lahar dingin yang terjadi
Tetapi permukiman Kampung Tubo termasuk pada tahun 2011 lalu membuat permukiman
dalam tipe satu, dimana tipe ini harus masyarakat, rumah masyarakat, lahan
berkonstruksi bangunan beton bertulang pertanian masyarakat dan infrastruktur yang
maupun tidak bertulang, berkepadatan ada di Kampung Tubo rusak. Sehingga
bangunan tinggi (>60 unit/Ha), dan pola diperlukan adaptasi kondisi fisik pada
pemukiman dapat mengelompok maupun masyarakat Kampung Tubo dalam
menyebar. Sedangkan dilihat dari hasil membangun kembali rumah masyarakat, lahan
perhitungan antara jumlah bangunan per luas pertanian dan infrastruktur yang rusak baik
wilayah, Kampung Tubo tingkat kepadatan rumah yang material beton bertulang maupun
bangunannya tinggi dimana 87 unit/Ha. yang material papan. Rehabilitasi dan
rekonstruksi kembali pada permukiman,
Sistem Sosialisasi Di Permukiman rumah masyarakat, lahan pertanian dan
Kampung Tubo infrastruktur sehingga masyarakat dapat
Sosialisasi dilakukan Pemerintah atau beradaptasi dengan lingkungannya.
Lembaga Swadaya Masyarakat pada
masyarakat tentang bencana alam berupa KESIMPULAN
bahaya gunung api dan banjir lahar dingin. Sistem penanggulangan bencana Gunung
Sosialisasi dilakukan agar masyarakat dapat Api Gamalama di Kelurahan (kampung) Tubo
mengetahui langkah-langkah untuk dapat sudah cukup efektif, ditinjau berdasarkan
menyelamatkan diri apabila terjadi bencana. aspek-aspek (variabel-variabel) yang
Seperti halnya di Kampung Tubo, Pemerintah dilakukan dalam penelitian ini. Sistem ini telah
Kota Ternate melalui dinas BPBD telah dilaksanakan oleh pemerintah Kota Ternate
melakukan penyuluhan atau sosialisasi dan telah memenuhi standar undang-undang
bencana baik mitigasi, tanggap darurat dan dan RTRW Kota Ternate Tahun 2012.
pasca bencana. Sistem sosialisasi yang ada di
permukiman Kampung Tubo sudah berjalan
1. Adaptasi Kondisi Sosial Masyarakat
sangat baik. Melalui BPBD Kota Ternate
Tubo
sosialisasi dilakukan pada saat sebelum terjadi
Erupsi gunung api Gamalama telah
bencana sehingga apabila terjadi bencana
merusak lahan pertanian dan permukiman
masyarakat Kampung Tubo dapat
yang berada disekitar lereng gunung api
menyelamatkan diri mereka. Pada pasca terjadi
Gamalama serta prasarana dan sarana
bencana dilakukan sosialisasi untuk
pertanian masyarakat kampung Tubo. Jalan
mengurangi trauma pada masyarakat. Selain
yang menghubungkan antar kelurahan tertutup
itu adaptasi masyarakat terhadap kondisi sosial
abu vulkanik. Perubahan sistem ekonomi dan
dan kondisi fisik dalam menghadapi bencana
sosial masyarakat sebagai akibat erupsi
gunung api Gamalama yaitu adanya modal
gunung api Gamalama menyebabkan sumber
daya produksi rusak baik tanaman jagung, ubi
sosial (gotong-royong dan tolong
dan pala maupun peternakan warga. Kondisi menolong) yang tinggi dapat membantu
sosial masyarakat ditata kembali pasca masyarakat dalam kegiatan tanggap
bencana sehingga tidak dapat membuat beban darurat dan rekonstruksi pasca bencana.
psikologis yang berat pada masyarakat Upaya pemulihan atau rekonstruksi
Kampung Tubo. Menurut dinas BPBD Kota hendaknya memegang azas partisipasi dan
Ternate setiap setelah terjadi bencana ada solidaritas sosial. Sehingga pembangunan
sosialisasi tentang rehabilitasi mental kembali dapat berjalan dan adaptasi
psikologis masyarakat ini dilakukan untuk masyarakat terhadap hunian dan
mengurangi trauma yang dirasakan masyarakat lingkungan baru dapat berjalan baik.
Kampung Tubo dan juga rekonstruksi kembali
DAFTAR PUSTAKA
41
Anonim. 2007. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 24 Tahun
2007 Tentang
Penanggulangan Bencana.
Anonim. 2007. Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum 21/PRT/M/2007
Tentang Pedoman Penaatan
Ruang Kawasan Rawan
Letusan Gunung Berapi dan
Kawasan Rawan Gempa
Bumi.
Anonim. 2011. Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2011 Tentang
Perumahan dan Kawasan
Permukiman.
Anonim. 2012-2032. Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Ternate.
Badan Perencanaan Daerah
Kota Ternate.
Hartono, Jogiyanto. 2006. Analisis Dan
Desain Sistem Informasi :
Pendekatan Terstruktur
Teori Dan Praktek Aplikasi
Bisnis. Pernerbit
Andi.Yogyakarta.
Sukmana, Oman, 2003, Dasar-Dasar
Psikologi Lingkungan. Bayu
Media dan UMM. Malang.
42