Anda di halaman 1dari 10

SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA GUNUNG API GAMALAMA DI

PERMUKIMAN KAMPUNG TUBO KOTA TERNATE


Annastasia Gadis Pradiptasari1, Dr. Judy O. Waani, ST. MT2, Windy Mononimbar, ST. MT3
1
Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Universitas Sam Ratulangi Manado
2&3
Staf Pengajar Jurusan Arsitektur, Universitas Sam Ratulangi Manado

ABSTRAK
Kota Ternate terdapat gunung api Gamalama yang termasuk gunung api aktif dan menjadi salah satu
sumber bencana di Kota tersebut. Untuk dapat mengatasi permasalahan yang ada di permukiman
Kampung Tubo, Pemerintah telah membuat zonasi kawasan rawan bencana I, II dan III agar
masyarakat tidak membangun rumah didaerah rawan bencana, sehingga apabila terjadi bencana
masyarakat tidak terkena material gunung api Gamalama. Kondisi jalan di permukiman Kampung
Tubo telah diaspal tetapi ada beberapa jalan lingkungan yang masih berbatu-batu dan berlubang.
Adapula jalur-jalur evakuasi sudah sangat baik sehingga apabila terjadi bencana masyarakat dapat
menyelamatkan diri mereka. Dan ada beberapa infrastruktur yang tidak dibuat oleh pemerintah
contohnya bunker dan papan peringatan bahaya gunung api Gamalama. Sistem penanggulangan
bencana di Kelurahan (kampung) Tubo sudah cukup efektif. Terlihat dari pembagian zonasi kawasan
rawan bencana, pola permukiman, infrastruktur, kondisi bangunan dan sistem sosialisasi pada
masyarakat akan bahaya bencana.
Kata kunci: Sistem, Penanggulangan Bencana, Gunung Api Gamalama, Permukiman,
Kelurahan Tubo Kota Ternate

PENDAHULUAN Berdasarkan data dari kantor Kelurahan


Latar Belakang Tubo tahun 2014 bencana yang diakibatkan
Indonesia merupakan negara yang oleh gunung api Gamalama berdasarkan
wilayahnya memiliki banyak daerah rawan sejarah gunung api Gamalama sudah lebih dari
bencana. Menurut Badan Nasional 60 kali meletus sejak letusannya pertama kali
Penanggulangan Bencana tahun 2010 tercatat pada tahun 1538. Kerugian yang telah
setidaknya ada 13 jenis bencana yang selalu disebabkan oleh bencana tersebut yaitu korban
mengancam negeri kepulauan ini yaitu jiwa setidaknya sudah empat kali terjadi,
bencana geologi (gempa bumi, tsunami, erupsi dengan korban terbanyak jatuh pada tahun
gunung berapi), bencana hidrometeorologi 1775. Erupsi terakhir dari gunung api
(banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran Gamalama terjadi pada tahun 2003. Letusan
lahan dan hutan, puting beliung dan tersebut tidak besar dan tidak menimbulkan
gelombang pasang) bencana biologi korban jiwa, namun selama lebih dari satu
(epidemic, wabah penyakit) dan bencana sosial pekan, letusan tersebut menyemburkan abu
(konflik sosial dan teror) dalam Ariyadi vulkanik yang menutupi langit Ternate.
Nugroho Susilo dan Iwan Rudiarto (2014). Letusan gunung api Gamalama pada tahun
Salah satu bencana yang melanda Indonesia 2011 lalu seakan-akan menghentikan kegiatan
akhir-akhir ini yaitu bencana erupsi gunung yang ada di sekitar gunung api Gamalama
api. khususnya Kota Ternate. Dampak yang
ditimbulkan tidak begitu seberapa tapi mampu
Dalam upaya mencegah dan mengurangi melumpuhkan kegiatan di berbagai sektor dan
dampak dari bencana yang terjadi, diperlukan seakan - akan letusan gunung api Gamalama
sebuah sistem penanggulangan bencana. menjadi sebuah ancaman bagi masyarakat
Sistem penanggulangan bencana yang mampu yang berdomisili di sekitar kaki gunung api
menangani bencana erupsi gunung api baik Gamalama, termasuk salah satunya di
berupa zonasi kawasan rawan bencana, Kelurahan (Kampung) Tubo. Menurut data
infrastruktur hingga sosialisasi kepada Kelurahan tahun 2014, letusan terjadi terakhir
masyarakat yang berada di kawasan rawan kali pada tahun 2011 yang telah menyebabkan
bencana. Sehingga meningkatkan pengetahuan kerusakan parah pada area permukiman antara
masyarakat dalam kesiap-siagaan dan lain, 3 orang meninggal dunia, 3 orang luka
mengambil tindakan untuk meyelamatkan diri. berat, 29 rumah rusak berat dan 49 rumah
rusak ringan.

33
Upaya penanggulangan telah dilakukan suatu sistem menunjukkan ruang
oleh pemerintah antara lain telah dibangun lingkup dari sistem tersebut.
tanggul penahan lahar di area permukiman 3. Lingkungan luar sistem
pada tahun 1990. Namun kejadian letusan Lingkungan luar sistem dari suatu
terakhir masih saja terjadi kerusakan parah sistem adalah apapun diluar batas
pada area permukiman seperti yang di sistem yang mempengaruhi
paparkan diatas. Hal ini mendorong untuk operasi.lingkungan luar sistem dapat
ditelitinya bentuk-bentuk atau upaya apa saja bersifat menguntungkan dana dapat
yang telah dilakukan maupun yang perlu di juga bersifat menguntungkan sistem
lakukan kedepan dalam rangka menanggulangi tersebut. Lingkungan luar yang
bencana gunung api Gamalama di Kampung menguntungkan berupa energidari
Tubo. sistem dan dengan demikian harus
tetap dijaga dan dipelihara. Sedangkan
Rumusan Masalah
lingkungan luar yang merugikan harus
Bagaimanakah upaya atau sistem ditahan dan dikendalikan, kalau tidak
penanggulangan bencana gunung api di maka akan mengganggu kelangsungan
permukiman Kampung Tubo ? hidup dari sistem.
4. Penghubung sistem
Tujuan Penelitian Penghubung merupakan media
Menganalisis sistem penanggulangan penghubung antara satu subsistem
bencana gunung api Gamalama di dengan subsistem yang lainnya.
Kampung Tubo. Melalui penghubung ini
memungkinkan sumber-sumber daya
TINJAUAN PUSTAKA mengalir dari satu subsistem ke
Sistem subsistem yang lainnya. Dengan
Sistem adalah adalah kumpulan dari penghubung satu subsistem dapat
elemen-elemen yang berinteraksi untuk berintegrasi dengan subsistem yang
mencapai suatu tujuan tertentu. sistem ini lainnya membentuk satu kesatuan.
menggambarkan suatu kejadian-kejadian dan Penanggulangan Bencana / Mitigasi
kesatuan yang nyata adalah suatu objek nyata, Bencana
seperti tempat, benda, dan orang-orang yang Menurut Undang-Undang Nomor 24
betul-betul ada dan terjadi (Jogianto, 2006). Tahun 2007, penanggulangan bencana adalah
Menurut Jogiyanto (2006) Sistem peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mempunyai karakteristik atau sifat-sifat mengancam dan mengganggu kehidupan dan
tertentu, yakni : penghidupan masyarakat yang disebabkan,
baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam
1. Komponen maupun faktor manusia sehingga
Suatu sistem terdiri dari sejumlah mengakibatkan timbulnya korban jiwa
komponen yang saling berinteraksi, manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
yang saling bekerja sama membentuk harta benda, dan dampak psikologis. Bencana
satu kesatuan. Komponen-komponen dapat pula didefinisikan sebagai situasi krisis
sistem atau elemen-elemen sistem yang jauh diluar kapasitas manusia untuk
dapat berupa suatu subsistem atau menyelamatkan diri. Artinya, suatu kejadian
bagian-bagian dari sistem. setiap alam ekstrim tidak akan disebut bencana
subsistem mempunyai sifat-sifat dari apabila dampak atau kerugian yang
sistem untuk menjalankan suatu fungsi ditimbulkannya tidak dirasakan oleh manusia.
tertentu mempengaruhi proses sistem Menurut Undang-Undang Nomor 24
secara keseluruhan. Tahun 2007, mitigasi merupakan upaya
2. Batasan sistem penanggulangan bencana dengan tujuan dapat
Batasan sistem merupakan daerah meminimalkan dampak kerusakan yang
yang membatasi antara suatu sistem ditimbulkan akibat terjadinya bencana serta
dengan sistem yang lainnyaatau untuk menimimalkan jumlah korban. Oleh
dengan lingkungan luarnya. Batasan karena itu diperlukan suatu upaya untuk
menyelesaikan permasalahan-permasalahan

34
tersebut, terutama bagi warga yang kehilangan secara bersama-sama. Di lain pihak manusia
tempat tinggalnya. juga tidak suka untuk diisolasi secara total dari
kehidupan sosialnya.
Permukiman
Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun Menurut Wohwill terdapat tiga kategori
2011 Permukiman adalah bagian dari hubungan perilaku dan lingkungan yang harus
lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari disesuaikan untuk mendapatkan tingkat
satu satuan perumahan yang mempunyai adaptasi yang optimum, yaitu; rangsang
prasarana, sarana, utilitas umum, serta sensori, rangsang sosial dan rangsang
mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di perubahan. Terlalu banyak dan terlalu sedikit
kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. rangsang sensori adalah tidak menyenangkan,
Permukiman merupakan kelompok tempat serta terlalu banyak dan terlalu sedikit
tinggal manusia, atau sering disebut pula perubahan lingkungan juga tidak akan
dengan kompleks perumahan. Hal ini berarti menyenangkan.
pada permukiman tersebut terdiri dari
beberapa rumah tinggal. METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini, metode yang
Permukiman akan memberikan gambaran digunakan yaitu metode kualitatif.
pada orang lain, bahwa di daerah perumahan Pengumpulan data didapat dengan survey
tersebut memiliki berbagai fasilitas, dalam lapangan pada lokasi penelitian, wawancara,
buku psikologi lingkungan hal 1. Kantor Kelurahan Tubo, Masyarakat di
Kelurahan Tubo dan Badan Penanggulangan
Sistem Penanggulangan Bencana Gunung Bencana Daerah Kota Ternate (BPBD),
Api Pada Permukiman sehingga mendapat data primer dan sekunder.
Menurut Permen PU nomor Sementara teknik analisis data dilakukan
21/PRT/M/2007 tentang pedoman penataan dengan menggunakan teknik analisis
ruang kawasan rawan letusan gunung berapi deskriptif, yaitu dengan mengumpulkan data,
dan kawasan rawan gempa bumi, menguraikan mengelola, menyajikan dan menjabarkan hasil
kerentanan sebagai kondisi atau karakteristik penelitian sebagaimana adanya.
biologis, geografis, sosial, ekonomi, politik,
budaya, dan teknologi masyarakat di suatu HASIL DAN PEMBAHASAN
wilayah untuk jangka waktu tertentu yang Lokasi Penelitian
mengurangi kemampuan mencegah, meredam, Lokasi penelitian berada di Kelurahan
mencapai kesiapan, dan menanggapi dampak Tubo (disebut Kampung Tubo), Kecamatan
bahaya/bencana alam tertentu. Beberapa Ternate Utara, Kota Ternate, Propinsi Maluku
karakteristik lingkungan permukiman kota Utara. Jumlah penduduk di Kampung Tubo
yang mempertinggi tingkat risiko bencana menurut data dari kantor Kelurahan Tubo
diantaranya, keberadaan lokasi permukiman yaitu 2519 jiwa dengan jumlah kepala
tersebut yang berada pada kawasan rawan keluarga 87 KK. Kampung Tubo memiliki
bencana, kepadatan bangunan yang tinggi, luas wilayah 5,5 Ha dan berjarak 7 Km dari
konstruksi bangunan yang berkualitas tidak pusat Kota Ternate.
memadai, dan minimnya pengetahuan atau
kurang relevannya upaya pengurangan risiko Gambar 4.1 Peta Kelurahan (Kampung)
bencana yang dilakukan dengan ancaman Tubo
bencana yang dihadapi.

Tingkat Adaptasi
Teori tingkat adaptasi terhadap
rangsangan lingkungan dikemukakan oleh
Wohwill (1974) dalam buku Dasar-dasar
Psikologi Lingkungan hal 44-46. Wohwill
berasumsi bahwa manusia pada dasarnya tidak
menyukai kepadatan/kesesakan, namun pada
suatu situasi tertentu manusia mencoba
mempunyai keinginan untuk berrkumpul

35
Sumber : RTRW Kota Ternate, 2012

Sumber : RTRW Kota Ternate, 2012


Akan tetapi berdasarkan RTRW Kota
Zonasi Kawasan Rawan Bencana Di Ternate Tahun 2012 kawasan rawan
Kampung Tubo bencana I berjarak 4,5 km dari sumber
Kawasan rawan bencana gunung api letusan, untuk itu kawasan ini
yaitu suatu kawasan yang memiliki tingkat diperbolehkan untuk permukiman dan
resiko terkena bencana apabila terjadi letusan kawasan budidaya. Kawasan rawan
gunung api tersebut. Kampung Tubo adalah
bencana II berjarak 3,5 km dari pusat
salah satu daerah rawan bencana, karena di
kawasan ini terdapat aliran massa dari dalam
erupsi, karena tingkat resikonya tidak
perut gunung api Gamalama. Berdasarkan data terlalu tinggi tetapi resiko untuk
RTRW Kota Ternate Tahun 2012 kawasan menyelamatkan diri pada saat letusan
rawan bencana gunung api Gamalama tingkat cukup sulit untuk itu kawasan ini hanya
kerawanan yang paling rendah (I) hingga dimanfaatkan sebagai kawasan pertanian,
tingkat kerawanan yang tertinggi (III). perkebunan atau hutan produksi. Selain
tingkat resikonya yang masih tergolong
Berdasarkan data penelitian yang tidak terlalu tinggi dan sedang, kawasan
diperoleh dari Badan Penanggulangan rawan I dan II masih diperbolehkan untuk
Bencana Daerah Kota Ternate tahun 2015, membangun rumah. Tetapi kawasan rawan
kawasan rawan bencana di kampung Tubo bencana III berjarak 2,5 km dari pusat
dibagi menjadi tiga bagian. Kawasan erupsi, tingkat resiko bencana yang sangat
rawan bencana I berjarak 5,5 km dari pusat besar sehingga tidak diperbolehkan untuk
erupsi dengan permukiman dan kawasan daerah bermukim dan hanya untuk
ini diperbolehkan untuk bermukim, karena kawasan lindung. Sehingga pada kawasan
tingkat resikonya sangat rendah. rawan bencana pada Kampung Tubo
Sedangkan kawasan rawan bencana II mengambil acuan dari RTRW Kota
berjarak 4,5 km dari pusat erupsi dengan Ternate Tahun 2012.
permukiman warga, karena kawasan ini
tidak terlalu beresiko terkena material Pola Permukiman Di Kawasan Rawan
lahar panas akan tetapi material abu Bencana Gunung Api Gamalama
vulkanik. Dan untuk kawasan rawan Kelurahan Tubo
bencana III juga berjarak 2,5 km dari pusat Pola pemukiman warga daerah lereng
erupsi dengan permukiman, karena pegunungan umumnya menyebar dan tidak
kawasan ini tingkat resikonya sangat teratur. Tetapi berdasarkan data observasi pola
berbahaya untuk bermukim sehingga permukiman di kampung Tubo yaitu menyebar
dan cukup teratur. Adanya permukiman
kawasan ini hanya untuk kawasan hutan
kampung Tubo karena kondisi tanahnya yang
lindung. subur sehingga lahan di kampung Tubo
Gambar 4.2 Peta Zonasi Kawasan Rawan digunakan sebagai lahan pertanian warga.
Bencana Kelurahan Tubo Dengan adanya lahan pertanian ini, membuat

36
warga membangun rumah agar berdekatan
lahan pertanian mereka.

Peraturan Pemerintah PU nomor


21/PRT/M/2007 untuk membangun
bangunan dengan melihat pola
permukiman. Permukiman Kampung Tubo
yang berada di lereng gunung api
Gamalama membuat masyarakat dapat
bercocok tanam di Kampung Tubo.
Kampung Tubo yang tadinya hanya lahan
untuk pertanian, perkebunan dan aliran
lahar dingin kini menjadi lahan 2. Sistem Sirkulasi Di Permukiman
permukiman bagi masyarakat sehingga Kampung Tubo
yang terjadi bencana banjir lahar dingin Berdasarkan data observasi, sistem
yang mengalir dari hulu sungai Tugurara sirkulasi pada permukiman kampung Tubo
ke bantaran sungai, melewati aliran baru sudah sangat baik. Akses jalan untuk
dimana sudah terdapat rumah-rumah menuju kampung Tubo sudah sangat baik.
masyarakat Kampung Tubo sehingga Hal ini disebabkan oleh banyaknya jalan
rumah-rumah tersebut menjadi rusak. yang dapat diakses dan kondisi jalan yang
memadai. Selain itu jalur evakuasi telah
Gambar 4.3 Peta Pola Permukiman
dibuat oleh pemerintah untuk
Kelurahan (kampung) Tubo
Sumber : RTRW Kota Ternate, 2012 mempermudah masyarakat dalam
mengevakuasi diri mereka bila terjadi
bencana.
Menurut Undang-undang No 1 tahun 2011
Tentang Perumahan Dan Permukiman dalam
membangun suatu permukiman harus ada
aksesibilitas yang dapat memungkinan
pencapaian ke kawasan tersebut. Aksesibilitas
dalam kenyataannya berwujud jalan dan
transportasi.

Gambar 4.5 Peta Sistem Sirkulasi


Sumber : data observasi, 2014
1. Pola Penyebaran Permukiman
Kampung Tubo
Berdasarkan hasil observasi pola
persebaran bangunan di Kampung Tubo ada
yang memanjang mengikuti jalan dan ada
yang tidak memanjang. Pola persebaran
bangunan tersebut terbentuk dan tersebar
diseluruh kelurahan Tubo.

Gambar 4.4 Peta Pola Sebaran


Bangunan

1) Kondisi Jalan ( Jumlah, Lebar


Dan Kondisi / Material )
Sumber : data observasi 2014 Berdasarkan data yang diperoleh
infrastruktur jalan di permukiman kampung

37
Tubo telah diaspal. Jalan lokal primer dari dengan cepat dengan menggunakan kendaraan
kampung Tubo ini tidak mengalami kerusakan roda dua atau beroda empat.
dan dapat dilalui oleh kendaraaan baik motor,
mobil dan juga truk. Sehingga apabila ada Menurut Undang-undang nomor 24 tahun
terjadi bencana gunung meletus maupun banjir 2007 tentang penanggulangan bencana,
lahar dingin masyarakat dapat menyelamatkan penyiapan jalur evakuasi dilakukan untuk
diri mereka. memastikan upaya yang cepat dan tepat dalam
menghadapi kejadian bencana. Berdasarkan
Infrastruktur jalan merupakan akses yang peta perencanaan titik-titik jalur evakuasi perlu
sangat penting untuk masyarakat untuk dapat ditambah sepanjang 1 km menuju barak
melakukan aktivitas ekonomi di dalam pengungsian sehingga dapat memakan waktu
ataupun luar Kampung. Jalan utama di 10 menit untuk tiba di barak pengungsian.
Kampung Tubo sekarang kondisi jalannya Untuk perencanaan ini dapat digunakan untuk
sangat baik sehingga masyarakat di Kampung mengevakuasi masyarakat Kampung Tubo
Tubo dapat melakukan aktivitas dengan baik. apabilaterjadi bencana gunung api.
Jalan tersebut merupakan jalan utama yang
Gambar 4.7 Peta Jalur Evakuasi
menghubungkan beberapa kelurahan serta Sumber : data observasi, 2014
jalan yang dilewati angkutan umum dan
angkutan pribadi serta truk-truk untuk Infrastruktur Di Permukiman Kampung
mengangkat material gunung api Gamalama Tubo
yang berada di aliran sungai Tugurara yang Berdasarkan data yang diperoleh
sedang di normalisasi.

Gambar 4.6 Kondisi Jalan di Permukiman


Kampung Tubo
Sumber : data observasi, 2014

2) Jalur Evakuasi
Berdasarkan data observasi, jalur evakuasi

infrastruktur berupa barak pengungsian, sirine


dan tanggul telah dibuat pemerintah Kota
Ternate, sehingga bila terjadi bencana
masyarakat Kampung Tubo langsung di
evakuasi ke barak-barak pengungsian terdekat.
Perencanaan daerah penampungan sementara
dilakukan di bagian utara dari kampung Tubo. jika terjadi bencana yaitu daerah yang relative
Karena dibagian utara kampung Tubo tidak aman dan diarahkan ke utara karena tidak
terkena material dari gunung api Gamalama terkena erupsi. Tetapi bunker dan papan
hanya akan terkena abu vulkanik dan itu peringatan tidak dibuat oleh pemerintah Kota
tergantung dari tiupan angin. Jalur evakuasi di Ternate. Hal ini dapat menyusahkan
permukiman kampung Tubo telah dibuat titik- masyarakat dalam menghadapi bencana
titik evakuasinya sehingga apabila terjadi ataupun untuk menyelamatkan diri.
bencana masyarakat dengan mudah untuk Menurut Undang-undang Nomor 24
mengungsi. Jalur evakuasi dibuat pemerintah Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana,
agar dapat memudahkan masyarakat dalam untuk mengurangi risiko bencana bagi
menyelamatkan diri dari bahaya gunung api masyarakat yang berada pada kawasan rawan
Gamalama untuk menuju barak pengungsian dilakukanlah pembangunan infrastruktur baik
yang dibangun dengan lebar dan permukaan berupa barak pengungsian, sirine dan tanggul.
jalan aspal yang cukup dan baik serta Hal ini telah dilakukan pemerintah Kota
menjamin untuk pergerakan orang dan barang Ternate dalam menanggulangi bencana. Tetapi

38
yang dibuat pemerintah Kota Ternate hanya Gambar 4.9 Bunker yang berada di gunung
barak pengungsian, sirine dan tanggul. Merapi, Yogyakarta
Sedangkan papan peringatan dan bunker tidak Sumber : google
dibuat pemerintah Kota Ternate.
3. Sirine
1. Barak Pengungsian Sistem peringatan dilakukan untuk
Berdasarkan data observasi barak memastikan upaya yang cepat dan tepat
pengungsian di arahkan ke bagian utara dalam menghadapi kejadian bencana.
kampung Tubo untuk sementara apabila Menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun
terjadinya bencana yang tiba-tiba. Pemerintah 2007 tentang penanggulangan pengujian
kota Ternate melalui BPBD telah sistem peringatan dini harus di uji coba
mempersiapkan barak-barak pengungsian
untuk masyarakat kampung Tubo ini berada di
ruang terbuka yang sewaktu-waktu dapat
digunakan untuk penyelamatan atau
menampung penduduk yang mengungsi.
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 24
Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana,
pembangunan infrastruktur dilakukan untuk
mengurangi resiko dan kesiapsiagaan bencana.

Gambar 4.8 Barak Pengungsian


Sumber : data observasi, 2014

2. Bunker Di Permukiman Kampung


Tubo
Berdasarkan data observasi bunker di agar masyarakat dapat memahami bila
permukiman kampung Tubo tidak dibuat oleh sirine berbunyi itu tandanya akan terjadi
pemerintah untuk dapat menampung atau bencana.
menyelamatkan diri masyarakat yang tinggal
Gambar 4.10 Sirine Yang Berada Di
Permukiman Kampung Tubo
Sumber: data observasi, 2014
4. Papan Peringatan
Berdasarkan data observasi papan
peringatan untuk menunjukkan daerah bahaya
gunung api Gamalama di permukiman
kampung Tubo tidak ada. Hal ini dapat
berbahaya bagi masyarakat kampung Tubo
maupun masyarakat lainnya. Sehingga apabila
masyarakat dari luar daerah maupun

di lereng gunung api Gamalama, agar tidak


terkena material dari gunung api Gamalama.

Menurut Undang-undang Nomor 24


Tahun 2007 tentang penanggulangan
bencana, pembangunan infrastruktur
penunjang harus dibuat oleh pemerintah
untuk mengurangi bencana yang akan
terjadi. Kota yang mempunyai bunker
yaitu gunung Merapi yang berada di Kota masyarakat Kota Ternate yang berkunjung
Yogyakarta. untuk melihat kondisi permukiman Kampung

39
Tubo, merasa kebingungan karena tidak ada
petunjuk untuk dapat mengarah maupun
melihat bagian-bagian yang tidak bisa

Sumber : data observasi, 2014

Kondisi Bangunan Di Permukiman


Kampung Tubo (Material Bangunan,
Jumlah Jenis Bangunan Permanen, Semi
Permanen Dan Non Permanen, Kepadatan
Bangunan)

Diagram 4.1 Material Bangunan

dilewati.

Gambar 4.11 Papan Peringatan Sumber : Kantor Lurah Tubo 2014


sumber : google
Berdasarkan dari data observasi,
5. Tanggul
Berdasarkan data observasi tanggul untuk material hunian beton bertulang di
menahan lahar panas maupun banjir lahar Kampung Tubo yaitu 361 bangunan
dingin telah dibuat pemerintah tahun 1990. dengan persentase sebesar 76 %.
Akan tetapi pada akhir tahun 2011 kemarin Sedangkan untuk material papan yakni 115
terjadi bencana gunung meletus tanggul bangunan dengan persentase sebesar 24%.
tersebut rusak karena dibawa oleh material Berdasarkan Permen PU nomor
banjir lahar dingin sehingga tanggul tersebut 21/PRT/M/2007 konstruksi bangunan
rusak.Tanggul yang rusak akibat banjir lahar beton bertulang dan atau tidak bertulang
dingin pada tahun 2011 lalu telah dibangun (papan) telah memenuhi standar yang
kembali oleh pemerintah Kota Ternate melalui dibuat oleh Pemerintah dan tidak dapat
dinas Pekerjaan Umum (PU). Tanggul dibuat
direlokasi.
dengan maksud untuk mencegah air banjir
keluar dari sungai yang dapat merusak lahan
Diagram 4.2 Jumlah Jenis Bangunan
pertanian atau permukiman penduduk.
Permanen, Semi Permanen Dan Non
Permanen
Gambar 4. 12 Tanggul Yang Rusak Dan Sumber : Kantor Lurah Tubo 2014
Yang Telah Diperbaiki Pemerintah

Diagram 4.3 Jumlah Bangunan


Sumber : Kantor Lurah Tubo 2014

40
Berdasarkan data observasi jumlah bangunan atau rumah yang rusak dan
keseluruhan bangunan di permukiman infrastruktur-infrastruktur.
kampung Tubo yaitu 476 bangunan. Menurut
Permen PU nomor 21/PRT/M/2007, 2. Adaptasi Kondisi Fisik Masyarakat
permukiman penduduk di kawasan rawan Kampung Tubo
bencana gunung api di bagi menjadi tiga tipe. Erupsi dan banjir lahar dingin yang terjadi
Tetapi permukiman Kampung Tubo termasuk pada tahun 2011 lalu membuat permukiman
dalam tipe satu, dimana tipe ini harus masyarakat, rumah masyarakat, lahan
berkonstruksi bangunan beton bertulang pertanian masyarakat dan infrastruktur yang
maupun tidak bertulang, berkepadatan ada di Kampung Tubo rusak. Sehingga
bangunan tinggi (>60 unit/Ha), dan pola diperlukan adaptasi kondisi fisik pada
pemukiman dapat mengelompok maupun masyarakat Kampung Tubo dalam
menyebar. Sedangkan dilihat dari hasil membangun kembali rumah masyarakat, lahan
perhitungan antara jumlah bangunan per luas pertanian dan infrastruktur yang rusak baik
wilayah, Kampung Tubo tingkat kepadatan rumah yang material beton bertulang maupun
bangunannya tinggi dimana 87 unit/Ha. yang material papan. Rehabilitasi dan
rekonstruksi kembali pada permukiman,
Sistem Sosialisasi Di Permukiman rumah masyarakat, lahan pertanian dan
Kampung Tubo infrastruktur sehingga masyarakat dapat
Sosialisasi dilakukan Pemerintah atau beradaptasi dengan lingkungannya.
Lembaga Swadaya Masyarakat pada
masyarakat tentang bencana alam berupa KESIMPULAN
bahaya gunung api dan banjir lahar dingin. Sistem penanggulangan bencana Gunung
Sosialisasi dilakukan agar masyarakat dapat Api Gamalama di Kelurahan (kampung) Tubo
mengetahui langkah-langkah untuk dapat sudah cukup efektif, ditinjau berdasarkan
menyelamatkan diri apabila terjadi bencana. aspek-aspek (variabel-variabel) yang
Seperti halnya di Kampung Tubo, Pemerintah dilakukan dalam penelitian ini. Sistem ini telah
Kota Ternate melalui dinas BPBD telah dilaksanakan oleh pemerintah Kota Ternate
melakukan penyuluhan atau sosialisasi dan telah memenuhi standar undang-undang
bencana baik mitigasi, tanggap darurat dan dan RTRW Kota Ternate Tahun 2012.
pasca bencana. Sistem sosialisasi yang ada di
permukiman Kampung Tubo sudah berjalan
1. Adaptasi Kondisi Sosial Masyarakat
sangat baik. Melalui BPBD Kota Ternate
Tubo
sosialisasi dilakukan pada saat sebelum terjadi
Erupsi gunung api Gamalama telah
bencana sehingga apabila terjadi bencana
merusak lahan pertanian dan permukiman
masyarakat Kampung Tubo dapat
yang berada disekitar lereng gunung api
menyelamatkan diri mereka. Pada pasca terjadi
Gamalama serta prasarana dan sarana
bencana dilakukan sosialisasi untuk
pertanian masyarakat kampung Tubo. Jalan
mengurangi trauma pada masyarakat. Selain
yang menghubungkan antar kelurahan tertutup
itu adaptasi masyarakat terhadap kondisi sosial
abu vulkanik. Perubahan sistem ekonomi dan
dan kondisi fisik dalam menghadapi bencana
sosial masyarakat sebagai akibat erupsi
gunung api Gamalama yaitu adanya modal
gunung api Gamalama menyebabkan sumber
daya produksi rusak baik tanaman jagung, ubi
sosial (gotong-royong dan tolong
dan pala maupun peternakan warga. Kondisi menolong) yang tinggi dapat membantu
sosial masyarakat ditata kembali pasca masyarakat dalam kegiatan tanggap
bencana sehingga tidak dapat membuat beban darurat dan rekonstruksi pasca bencana.
psikologis yang berat pada masyarakat Upaya pemulihan atau rekonstruksi
Kampung Tubo. Menurut dinas BPBD Kota hendaknya memegang azas partisipasi dan
Ternate setiap setelah terjadi bencana ada solidaritas sosial. Sehingga pembangunan
sosialisasi tentang rehabilitasi mental kembali dapat berjalan dan adaptasi
psikologis masyarakat ini dilakukan untuk masyarakat terhadap hunian dan
mengurangi trauma yang dirasakan masyarakat lingkungan baru dapat berjalan baik.
Kampung Tubo dan juga rekonstruksi kembali
DAFTAR PUSTAKA

41
Anonim. 2007. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 24 Tahun
2007 Tentang
Penanggulangan Bencana.
Anonim. 2007. Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum 21/PRT/M/2007
Tentang Pedoman Penaatan
Ruang Kawasan Rawan
Letusan Gunung Berapi dan
Kawasan Rawan Gempa
Bumi.
Anonim. 2011. Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2011 Tentang
Perumahan dan Kawasan
Permukiman.
Anonim. 2012-2032. Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Ternate.
Badan Perencanaan Daerah
Kota Ternate.
Hartono, Jogiyanto. 2006. Analisis Dan
Desain Sistem Informasi :
Pendekatan Terstruktur
Teori Dan Praktek Aplikasi
Bisnis. Pernerbit
Andi.Yogyakarta.
Sukmana, Oman, 2003, Dasar-Dasar
Psikologi Lingkungan. Bayu
Media dan UMM. Malang.

Susilo, Nugroho Ariyadi dan Rudiarto, Iwan.


2014. Analisis Tingkat
Resiko Erupsi Gunung
Merapi Terhadap
Permukiman Di Kecamatan
Kemalang, Kabupaten
Klaten. Fakultas Teknik.
Perencanaan Wilayah dan
Kota. Universitas
Diponegoro.

42

Anda mungkin juga menyukai