4.1. Karbonasi
Beton dapat mengalami dua tipe karbonasi yang berbeda, yaitu karbonasi
pelapukan (weathering carbonation) dan dini karbonasi (early age carbonation).
Karbonasi pelapukan terjadi pada beton keras yang telah berumur cukup lama
(hardened concrete) dan terjadi reaksi dengan karbon dioksida (CO2) di atmosfir.
Sedangkan karbonasi dini terjadi pada saat beton masih berusia sangat dini pada beton
segar. Karbonasi dini dapat terjadi sejak tahap pencampuran beton dan dapat berakhir
sebelum, atau bersama-sama dengan berakhirnya proses rawatan keras sekitar 48 jam
kemudian.
Tahap kedua:
Ca(OH)2 + 2H+ + CO32- CaCO3 + 2H2O
Setelah Ca (OH) 2 telah terkarbonasi dan terurai dari pasta semen, kalsium-silikat-
hidrat gel (C-S-H) dapat mengalami dekalsifikasi (hilangannya senyawa garam kalsium)
sehingga memungkinkan pembebasan CaO untuk proses karbonat menurut reaksi kimia
berikut
H2CO3 + CaO CaCO3 + H2O
Karbonasi pada beton dapat diketahui dengan adanya zona berubah warna di
permukaan beton. Perubahan warna yang terjadi dapat bervariasi dari abu-abu terang
dan yang sulit untuk dikenali warnanya ke warna oranye yang kuat dan mudah dikenali.
Karbonasi dapat selidiki dengan menggunakan indikator fphenolphthalein (kertas
lakmus). Kertas lakmus dapat di tempelkan pada permukaan beton. Jika warna
indikator berubah ungu, maka pH beton di atas 8,6. Namun jika indikator tidak
mengalami perubahan warna, maka, pH betonnya di bawah 8,6, yang menunjukkan
telah terjadinya karbonasi (Gambar 1). Suatu pasta beton yang telah sepenuhnya
mengalami karbonasi memiliki pH sekitar 8,4. Secara mikroskopis, karbonasi dapat
dikenali dengan adanya kristal kalsit dan tidak adanya kalsium hidroksida, ettringite
dan butiran semen tak-terhidrasi. Secara umum, terjadinya karbonasi menyebabkan
penurunan sifat pasivitas beton dalam mencegah terjadinya korosi baja, sehingga baja
tulangan yang berada pada bagian beton yang mengalami karboasi terancam korosi.
Proses korosi baja tulangan akan menghasilkan ettringite yang dapat merusak matrik
beton karena spalling (Gambar 2).
Gambar 2. Korosi pada beton yang terjadi di permukaan bagian bawah lantai
dermaga. Korosi pada beton terjadi akibat terbentuknya ettringite akibat
reaksi kimia antara unsur kalsium di dalam beton dengan garam sulfat dari
luar. Sama seperti karat pada besi, ettringite yang terjadi menyebabkan
pengembangan volume beton sehingga menyebabkan massa beton terdesak
dan pecah.
4.1.2. Karbonasi dini (early age carbonation)
Karbonasi dini terjadi jika reaksi karbonasi terjadi bersamaan dengan terjadinya
reaksi hidrasi semen dimana campuran beton segar terekspos langsung ke CO2.
Karbonasi terjadi secara cepat dan berkontribusi pada kepadatn beton serta kekuatan
beton yang lebih tinggi. Hasil reaksi karbonasi akan mempengaruhi perkembangan
pertumbuhan kekuatan beton.
Mekanisme reaksi kimia karbonasi dini berbeda dengan karbonasi pelapukan.
Secara umum rekasi yang terjadi adalah antara karbon dioksida dan trikalsium silikat
serta dikalsium silikat dalam semen.
Setelah beberapa jam, satu atau paling lama dua hari, permukaan beton segar
akan bereaksi dengan CO2 dari udara. Secara bertahap, proses ini akan terjadi semakin
dalam di dalam beton dengan kecepatan sebanding dengan akar kuadrat dari waktu.
Setelah sekitar satu tahun atau lebih, kedalaman dapat mencapai sekitar 1 mm untuk
beton padat yang permeabilitasnya yang rendah dan dibuat dengan rasio air / semen
rendah, atau dapat mencapai sampai dengan 5 mm atau lebih untuk beton lebih porous
yang dibuat menggunakan rasio air semen yang tinggi.
Pasta semen mengandung persentase berat kalsium hidroksida (Ca(OH) 2) sekitar
25-50%. Larutan dalam pori beton normal terdiri dari kalsium hidroksida, natrium dan
kalium hidroksida memiliki pH sekitar 13-14. Beton dengan larutan pori pada pH 10-12
tergolong kurang alkali. PH pasta semen pada beton yang telah sepenuhnya mengalami
karbonasi dapat mencapai sekitar 7. Beton akan mengalami karbonasi jika CO 2 dari
udara atau dari air memasuki beton, reaksinya bersifat spontan dan eksotermik.
Pengamatan lebih detil pada reaksi kimia karbonasi dini dari beton segar menunjukkan
adanya beberapa tahapan reaksi kimia sebagai berikut (ilustrasi Gambar 3):
1. Gas CO2 mengalir di udara dan mencapai beton.
2. Karbon dioksida menembus beton melalui pori-pori beton yang terisi air penuh.
3. Penguraian CO2 (g) menjadi CO2 (air) yang terjadi pada tahapan beton segar.
4. Hidrasi CO2 (cair) menjadi H2CO3 (reaksi yang lamban).
5. Ionisasi H2CO3 menjadi H+, HCO3-, CO32-
Reaksi karbonasi dini dapat melibatkan kalsium, pada kondisi keseimbangan, akan
terhidrasi membentuk kalsium hidroksida dan berkontribusi pada pH tinggi. Namun,
karbonasi dini tidak menghambat pengembangan struktur mikro beton selanjutnya
hingga beton mencapai umur rencana. Oleh karena itu, kalsium hidroksida akan
berkembang selama proses hidrasi selanjutnya dan PH pori beton tetap normal hingga
proses karbonasi berakhir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses karbonasi dini
pengaruhnya sangat kecil (minor) terhadap PH cairan dalam pori beton dewasa (mature
concrete).
4.2. Klorida/Chloride
Klorida, terutama kalsium klorida, telah digunakan untuk mempersingkat waktu
seting time (pengerasan) beton. Namun, kalsium klorida dan (untuk tingkat yang lebih
rendah) natrium klorida telah terbukti melarutkan kalsium hidroksida dan menyebabkan
terjadinya perubahan kimia dalam semen Portland dan hilangannya kekuatan beton.
Senyawa klorida juga menyerang tulangan baja dalam beton. Serangan klorida adalah
salah satu aspek yang paling penting untuk dipertimbangkan yang berhubungan dengan
daya tahan beton/durabilitas. Serangan klorida menjadi sangat penting karena potensi
terhadap korosi tulangan. Statistik telah menunjukkan bahwa lebih dari 40 persen dari
kegagalan struktur ini disebabkan korosi tulangan.
Karena alkalinitas tinggi maka pada permukaan beton terbentuk lapisan oksida
pelindung pada permukaan baja tulangan. Namun lapisan pasif pelindung ini dapat
hilang apabila beton mengalami karbonasi (Gambar 6). Lapisan pelindung ini juga dapat
hilang karena adanya klorida yang terlarut dalam air dan oksigen. Pada kenyataannya
serangan klorida yang dapat menyebabkan korosi tulangan lebih sering terjadi dan lebih
serius daripada kerusakan beton akibat alasan lain. Sekarang dapat dipahami bahwa
Sulfat menyerang beton sedangkan klorida menyerang baja tulangan.
4.3. Sulfat
Ini adalah jenis kerusakan beton yang banyak terjadi di mana air yang mengandung
sulfat terlarut menembus beton keras. Sulfat yang terlarut dalam air bereaksi dengan
hasil hidrasi CSH pada beton atau pasta sehingga menjadi ettringite yang lunak. Reaksi
akibat sulfat dapat dengan mudah dikenali pada permukaan beton normal. Hal ini
terjadi karena komposisi dan struktur mikro dari beton mengalami perubahan.
Perubahan yang terjadi bervariasi dalam jenis atau tingkat kerusakan yang ditimbulkan.
Struktur beton yang mengalami serangan sulfat terutama adalah untuk
bangunan-bangunan beton yang didirikan di daerah bertanah liat atau lempung yang
mengandung senyawa-senyawa sulfat ( SO42 ), seperti sodium (Sd), kalsium (Ca) atau
magnesium (Mg) sulfat. Beton yang mengalami serangan sulfat dalam matrik betonnya
akan terbentuk ettringite yang sangat ekspansif dimana volume ettringite mencapai
lebih dari 2 kali bahan pembentuknya.
Batas kandungan senyawa sulfat dalam beton telah diatur oleh ACI 3018 seperti
disajikan pada Tabel 4.3.1 ACI 318.
4.3.1. Proses terbentuknya Ettringite
Beton merupakan kumpulan agregat yang disatukan dengan kalsium karbonat
(Ca(OH)2) yang mengeras dan membentuk satu kesatuan masa yang kokoh. Keberadaan
senyawa sulfat dalam beton akan mampu melarutkan senyawa kalsium karbonat dan
membentuk kalsium sulfat (gypsum) dan kalsium sulfoaluminat (ettringite).
Terbentuknya ettringite pada beton menyebabkan sifat beton yang keras akan menjadi
melunak sehingga hilang kekuatan tekannya. Disamping itu, sifat ekspansif ettringite
menyebabkan beton menjadi mengembang atau menggelembung.
Serangan sulfat pada beton dapat terjadi melalui 2 cara, yaitu serangan
eksternal dan serangan internal. Serangan sulfat secara eksternal dimungkinkan oleh
beberapa hal berikut:
1) porositas beton yang relatif tinggi,
2) struktur beton berada pada lingkungan dengan kandungan sulfat yang tinggi,
serta
3) adanya media air.
Serangan sulfat secara internal terjadi karena terbentuknya ettringite pada beton
merupakan katalis terbentuknya semakin banyak ettringite pada beton tersebut
sehingga kerusakan beton akan semakin besar dan menyebar.
Senyawa sulfat dapat menyerang beton terhadap senyawa-senyawa
pembentuknya, yaitu: trikalsium silikat (C3S), dikalsium silikat (C2S) atau trikalsium
aluminat (C3A), tergantung senyawa yang paling dominan.
1) Serangan senyawa sulfat pada senyawa silikat hidrat (CSH) akan membentuk
gipsum (CaSO4.2H2O).
CH atau CSH + SO42- + H2O CSH2 (Gipsum)
2) Serangan senyawa sulfat pada senyara silikat aluminat hidrat (CAH) akan
membentuk ettringite.
CAH + CSH2 + H2O C3A.CS.H32 (ettringite)
Pada serangan ini meskipun tidak terbentuk ettringite namun telah menyebabkan
beton kehilangan kekuatan dan lekatan sehingga melunak.
a) Proses Kimia
senyawa sulfat + hasil hidrasi kalsium alumina dan / atau komponen kalsium hidroksida
dari pasta semen yang mengeras + air = ettringite (kalsium sulphoaluminate hidrat)
Kedua fenomena kimia dan fisika yang diamati pada permukaan beton merupakan bukti
telah terjadinya serangan sulfat, dan keduanya tidak dapat saling dipisahkan (Gambar
10) dan Gambar 11).
Gambar 12. Hasil foto electron pada permukaan beton yang mengalami serangan
sulfat.
5.3.3. Sumber-sumber senyawa sulfat
Sumber-sumber sulfat dapat dikelompokkan sebagai sumber internal dan
eksternal, sebagai berikut:
a) Sumber internal:
Kerusakan akibat sulfat dari sumber internal relative jarang terjadi. Sumber
sulfat internal berasal dari bahan susun beton, seperti semen hidrolik, fly ash,
agregat, dan proses pencampuran.
Semen portland mungkinmengandung terlalu banyak sulfat.
adanya gipsum alami dalam agregat.
Bahan tambah (Admixtures) juga dapat mengandung sejumlah kecil sulfat.
b) Sumber Eksternal
Kerusakan beton akibat sulfat dari sumber eksternal lebih banyak terjadi dan
biasanya sulfat berasal dari tanah yang kandungan sulfatnya tinggi, dan air tanah
yang mengandung sulfat, atau sulfat hasil dari polusi udara di atmosfer atau
industri.
Tanah dapat mengandung jumlah gypsum atau sulfat yang berlebihan
air tanah mengalir melalui pori bton menuju ke pondasi, dinding penahan
tanah, dan struktur bawah lainnya.
Hasil limbah industri.
Untuk melindungi tulangan baja dalam beton, ACI 318 mengatur tentang batasan
minimum untuk tebal selimut beton (concrete cover). Hal ini dimaksudkan untuk
mencegah terjadinya serangan kimia, baik itu karbonasi atau serangan dapat mencapai
tulangan baja yang dapat berpotensi menyebabkan korosi baja tulangan. Batas
minimum selmut beton sesuai ACI 318 ditunjukkan pada Tabel 2.
4. Ion Klorida
Faktor-faktor lain:
Tingkat permukaan air dan variasi musiman
Aliran air tanah dan porositas tanah
Bentuk konstruksi
Kualitas beton
2). Penggunaan jenis semen yang tahan sulfat akan memberikan keamanan tambahan
terhadap serangan sulfat, misalnya semen Tipe II dan Tipe V.
konsentrasi konsentrasi
kondisi lingkungan senyawa sulfat senyawa sulfat
terhadap sulfat terlarut dalam terlarut dalam air
tanah (%) (ppm)
rendah < 0.1 < 150
sedang 0.1 - 0.2 150 - 1500
tinggi 0.2 - 2 1500 - 10000
sangat tinggi >2 > 10000
Pengaruh komposisi semen pada DEF belum dipahami dengan baik. Beberapa faktor
terlihat berkorelasi kuat akan tetapi penyebabnya tidak jelas. Dalam tes laboratorium,
ekspansi DEF telah terbukti berkorelasi positif dengan faktor yang berhubungan dengan
semen, termasuk:
a) kadar sulfat tinggi
b) kadar alkali yang tinggi
c) kadar MgO tinggi
d) kehalusan semen
e) kadar C3A tinggi
f) kadar C3S tinggi
Gambar 17. Kerusakan beton di saluran sanitasi limbah perkotaan yang sangat
akut, salah satunya akibat bakteri asam.
7. Efflorescence dan Leaching
Pengkristalan garam (Efflorescence) adalah terminology untuk deposit dari garam-
garaman, yang terbentuk di dekat atau di permukaan bahan yang berpori, sebagai
akibat dari penguapan air dari larutan dan meninggalkan garam-garaman tersebut di
permukaan bahan.
Gambar 20. Titik-titik terjadinya leaching pada permukaan bervaiasi tergantung dari
kualitas beton dan gaya infiltasi air.
Pengkristalan awal dapat dihilangkan dengan sikat dan air. Deposito kapur yang
lebih berat mungkin memerlukan penggunaan senyawa asam pada permukaan beton.
Asam yang digunakan adalah HCl diencerkan dari bentuk terkonsentrasi dalam
perbandingan 1:20 atau 1:10. Reaksi pada penggunaan asam berhenti ketika telah
bereaksi dengan kapur, tapi beton harus dicuci untuk menghilangkan garam yang telah
terbentuk.
Efflorescence dan Leaching pada beton sangat berbahaya. Selain menodai dan
mebuat kondisi penampilan yang buruk, juga telah terjadi proses karbonasi beton yang
lebih cepat. Dalam beton bertulang, kemungkinan korosi baja meningkat karena
karbonasi dan permeabilitas yang lebih tinggi dari beton. Oleh karena itu perlu
pembuatan bahan beton harus berkualitas baik, mineral dan pencampuran bahan kimia
sebaiknya menggunakan proporsional yang benar (rencana campuran yang baik) yang
diperlukan untuk membuat beton yang durabilitasnya tinggi. Semua tahapan
pembuatan beton harus benar, baik menyangkut bahan, proses pencampuran,
pencoran, pemadatan serta rawatan keras.
Gambar 21. Retak-retak dengan pola acak sebagai indikasi terjadinya ASR.
Gambar 22. Serangan ASR pada struktur jembatan (kiri) dan bendung (kanan).
Berikut ini adalah kategori jenis batuan utama yang dikelompokkan dalam jenis non-
reaktif dan reaktif.
Agregat diketahui non-reaktif dari pengalaman lapangan dan pengujian adalah:
Greywacke
Salah satu tipe dari batu pasir yang 15% atau lebih komposisinya adalah matrix
yang terbuat dari lempung, sehingga menghasilkan sortasi yang jelek dan batuan
menjadi berwarna abu-abu gelap atau kehijauan.
Sekis
Typical dari jenis batuan metamorf, batuan ini terbentuk pada saat batuan
sediment atau batuan beku yang terpendam pada tempat yang dalam mengalami
tekanan dan temperatur yang tinggi.
Basalt <50% SiO2
batuan beku yang ekstrusif, terbentuk dari solidifikasi magma yang terjadi di
permukaan bumi. Biasanya basalt berwarna abu-abu atau hitam, karena
pembekuannya cepat di permukaan bumi.
quartz Sands
Phonolite
apung rhyolitic
Granit
Perlite
Vermiculite
Batu kapur
Agregat atau mineral yang diketahui berpotensi reaktif baik dari pengalaman lapangan
atau pengujian laboratorium:
Basalt > 50% SiO2
Christobalite
andesit
tridimit
dasit
Kuarsit
riolit
Amorf dan Criptocrystalline silica (Termasuk Opal & Chalcedony)
kaca vulkanik
Pengaruh ASR
Kualitas Beton
Hilangnya kekuatan, kekakuan, impermeabilitas
Mempengaruhi daya tahan beton dan penampilan
Kegagalan Prematur struktur beton
Biaya Ekonomi
Biaya pemeliharaan meningkat
Kehidupan struktur beton berkurang
Hasil keseluruhan
Tidak ada struktur beton telah runtuh akibat kerusakan ASR
Beberapa struktur beton / anggota dihancurkan karena ASR