SUB TEMA
Penulis:
Iwan Wahyu Widodo
Fitria Ulfah
1
Abstrak
1
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam pelaksanaan pembangunan Bendung pengalih Rababaka dan saluran interbasin
untuk Bendungan Tanju dan Bendungan Mila (Rababaka kompleks) terdiri dari saluran
pembawa dan bangunan bangunan persilangan seperti gorong-gorong, siphon, talang dll.
Karena saluran pembawa melewati jajaran perbukitan sehingga tidak memungkinkan untuk
memutar maka didesain dua buah terowongan yang pertama terowongan I dengan panjang
636 m dan yang ke dua terowongan II dengan panjang 1.762 meter. (gambar 1)
SYPHON
SAL. INTERBASIN
SEC - II AKSES SANEO
BENDUNGAN
TANJU SAL. INTERBASIN
SEC - III
AKSES PELITA
TEROWONGAN I
BANGUNAN
BAGI (MILA)
BENDUNGAN
TEROWONGAN II
MILA
(TANJU)
Pada pelaksanaannya Terowong 1 membutuhkan waktu yang cukup lama hal ini
disebabkan karena kondisi geologi sehingga dalam pelaksanaannya membutuhkan
tambahan pekerjaan (forepoling) di beberapa tempat sepanjang terowongan selain itu
lamanya waktu pengerjaan karena dimensi terowong yang sempit sehingga ruang gerak
alat berat sangat terbatas (hanya bisa satu arah saja) terutama pada saat pembongkaran
muatan dan pemindahan bongkaran.
Karena Terowongan II (Tanju) lebih panjang sekitar 1.762 meter maka pada pelaksanaan
galian, akan lebih sulit dan waktu yang dibutuhkan akan lebih lama lagi.
2
2. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari makalah ini adalah agar pelaksanaan galian terowongan II
yang dimensinya hampir sama, tetapi lebih panjang dibandingkan dengan terowongan I
dapat diselesaikan lebih cepat dengan memilih metode pelaksanaan serta penggunaan alat
yang sesuai dengan kebutuhan di lapangan untuk mempercepat proses penggalian.
3. Rumusan Masalah
Permasalahan dalam penggalian terowongan I adalah: ada satu tahapan dalam urutan
oprasional konstruksi yang membutuhkan waktu cukup lama yakni pada saat
pembersihan/pengangkutan bongkaran karena ruang gerak wheel loader sangat terbatas
sehingga semakin dalam terowongan waktu yang dibutuhkan semakin lama.
B. METODOLOGI
Dengan mempertimbangkan kondisi geologi dan hidrologi serta dimensi terowongan maka
bisa ditentukan metode penerowongan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dan cepat
dalam pengerjaanya.
Secara umum bagan alir atau urutan kerja operasional dalam konstruksi terowongan dapat
digambarkan sebagai berikut (gambar 2):
- Dinding
Penyangga Pengangkutan
Penggalian
Sementara bongkaran - Penambalan
- Ventilasi
Dalam pengerjaan penerowongan berdasarkan variasi operasional dalam dapat
dikelompokan sebagai berikut:
1. Metode penerowongan gali penuh
2. Metode tambang atau klasik
3. Metode kombinasi gali bawah permukaan dan tutup di permukaan
4. Metode pracetak dan pembenaman
5. Metode silinder sorong
Satu metode atau variasi dari beberapa metode dapat di laksanakan dengan
memperimbangkan kondisi geologi dan aspek geoteknik di sepanjang rute terowongan.
3
Metode pelaksanaan konstruksi terowongan dapat diklasifikasikan seperti terangkum pada tabel 1.
Tabel 1.Klasifikasi Terowongan Menurut Beban Massa Batuan /Tanah Pada Atap, Jenis Batuan/Tanah & cara penggalian
4
B. PEMBAHASAN
Klasifikasi dasar terowongan II (Tanju) menurut Terzaghi,1946 (Tabel 1) jenis batuan
berblok dan sisipan spasi rekahan 20-50 cm RQD=98%-90% sehingga cara penggalian
diperlukan spaling dan penyangga atap, steel rib/bolt dan shotcrete.
Berdasarkan klasifikasi tersebut maka urutan kerja oprasional dalam pekerjaan galian
terowongan dapat digambarkan pada bagan alir berikut:
Pengukuran
Pemasangan
Blasting
steel rib
Pembersihan
bongkaran
Circle time dalam satu periode peledakan bisa di ketahui dari awal, karena pada setiap
tahapan pekerjaan waktu yang dibutuhkan bisa diketahui (terukur) sesuai alat yang
digunakan.
Dengan mempertimbangkan ukuran penampang, panjang terowongan, kondisi geologi
dan karena Terowong II (Tanju) masuk dalam kategori berdiameter sedang (1.20 m - 5,00
m) maka metode yang dipakai adalah Penggalian Tampang Penuh (Full Face) dimana
pemboran lubang ledak dapat dilakukan serentak dengan menggunakan Jumbo Drilling
Machine sehingga lebih cepat dan efisien
Dalam pelaksanaan peledakan batuan terowong II dimana proses penghancuran batuan
oleh benturan gelombang kejut peledakan bahan peledak, efektifitas peledakan sangat
tergantung dari jenis bahan peledak dan sifat batuan yang diledakan.
5
Berdasarkan sifat ledakannya pada Terowongan II masuk karegori Daya ledak tinggi
(high explosive) karena menggunakan dinamit (ammonium nitrat gelatin) yang
berkarakteristik melepas energi penghancur oleh gelombang kejut (shock wave) sesuai
dengan kondisi geologi batuan keras dan mudah hancur.
Pada tahapan pemindahan hasil bongkaran ledakan terowongan I alat yang digunakan
menggunakan Wheel Loader dan dump truck, karena di beberapa area batuan dasar mudah
hancur menyebabkan jalan didalam terowongan becek dan mengganggu kelancaran
mucking. Untuk memperlancar pekerjaan pada lantai terowongan perlu dilakukan
penimbunan dengan material sirtu yang dipadatkan, pada tahapan ini waktu yang
dibutuhkan sangat panjang sehingga dalam satu hari hanya bisa dilakukan satu kali
peledakan.
Pelaksanaan pekerjaan pada terowong II menggunakan kombinasi shovel loader yang
yang dapat langsung memindahkan bongkaran menuju dump truck tanpa harus memutar
karena dilengkapi belt conveyor sehingga waktu yang dibutuhkan sangat pendek sehingga
dalam satu hari bisa dilakukan dua kali peledakan
Terowongan I Terowongan II
No Tahapan Pekerjaan
(jam) (jam)
1 Pengukuran dan seting 1 1
2 Boring & Penanaman bahan peledak 4 2
3 Blasting & waktu tunggu 1 1
4 Pembersihan Bongkaran (mucking) 3 2
5 Perbaikan lantai 2
6 Pemasangan Steel rib 2 1
7 Shotcrete dan weremesh 2 2
Total waktu 15 9
Tabel 2: Kebutuhan waktu sesuai tahapan pekerjaan
6
- Lebih ramping dibanding kayu
- Steel rib bisa di buat permanen dan bagian dari penulangan sehingga tidak perlu di
bongkar.
Daftar Pustaka
1. Balai Keamanan Bendungan, Pedoman Umum Kriteria Bendungan, 2002, Ditjen SDA,
Dep, Kimpraswil, Jakarta
2. Kementrian PU, Dirjen SDA, Pedoman Perencanaan dan Pelaksanaan Konstruksi
Terowongan Untuk Bendungan.
3. PT. Indra Karya & Ass, Kriteria Desain Waduk Mbay, 2001, PKSA Flores, Dinas
Kimpraswil, NTT, Kupang
4. Setyo Adiwidjono, Geologi Teknik I&II, 1980, Institut Teknologi Nasional Malang