Anda di halaman 1dari 29

RHEOLOGY DAN PERILAKU

MIKROSKOPIS TANAH

ALBERT ALLOWENDA PS
03111950010004

PROGRAM STUDI PASCASARJANA

BIDANG KEAHLIAN GEOTEKNIK

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER


2019
1) Apabila tanah jenuh air, maka korelasi antara kadar air, kadar lempung, angka
pori, dan density material granular adalah :

w C  C  eG
  1  
100 100GSC  100  GSG

Cari suatu persamaan apabila tanahnya tidak jenuh air (Sr ≠1), dengan arti
terdapat ruang pori terisi udara. Maka, skema yang didapat sebagai berikut :
A W

i a

r =
0

Gambar 1. Hubungan Antara Berat dan Volume Tanah

Kondisi Tanah Tidak Jenuh (Unsaturated)

Keterangan :

Va = Volume Air (Volume Udara)

Vw = Volume Water (Volume Air)

VGS = Volume Granular Soil

Ww = Weight Water (Berat Air)

Wa = Weight Air (Berat Udara)

Ws = Weight Solid (Berat Padat)

Sr = Saturated Ratio (Derajat Kejenuhan)

C = Prosentase (%) Berat Lempung


w = Water Content (Kadar Air) (%)

GsG = Specific Gravity untuk Partikel Granular

Gsc = Specific Gravity untuk Partikel Lempung (Clay)

γw = Berat Volume Water (Air)

Dari Gambar 1 diperoleh :

W
w w x100%
W
s
w
W  xW
w 100 s
W
γ  w
w V
W
W
V  w
w γ
w

Sehingga, diperoleh :

w Ws
Vw  x ..…………………………........................................(1)
100 γ w

Vw V x100
Sr  x100%  w
Vv Va  Vw
Sr
Vw  (Va  Vw )
100

Sr  S 
Vw  Vw x Vw 1  r 
Va  100   100  .................................................(2)
Sr Sr
100 100

Masukkan Persamaan (1) ke Persamaan (2), sehingga menjadi :

Sr  S   S 
Vw  Vw x Vw 1  r  1  r 
Va  100   100   w x Ws x  100 
Sr Sr 100 γ w Sr
100 100 100
Sehingga,

 S 
1  r 
Va  w x s x 
W 100 
..….……………………………………….(3)
γw Sr

Volume Void Phase Granular, (VVG)

 C  WS
VVG  eG xVGS  eG 1  x
 100  GSG x W

Udara, Air, dan Lempung (Clay) akan menyusup masuk antara fase granular,
sehingga :

Va + VW + VG = VVG

Va + VW + VG = eG . VGS

 S 
1  r 
 C  Ws
w. s . 
W 100  w Ws C Ws
 .  .  eG .1  .
w Sr 100  w 100 GSC . w  100  GSG . w
100

Jadi, untuk : Sr ≠ 100 %, adalah :

𝑆𝑟
𝑤 𝐶 (1 − 100 ) 𝐶 𝑒𝐺
+ + 𝑤. = (1 − )
100 100𝐺𝑆𝐶 𝑆𝑟 100 𝐺𝑆𝐺
100

Dan, untuk : Sr = 100 %, adalah :

𝒘 𝑪 𝑪 𝒆𝑮
+ = (𝟏 − )
𝟏𝟎𝟎 𝟏𝟎𝟎𝑮𝑺𝑪 𝟏𝟎𝟎 𝑮𝑺𝑮
2) Faktor-faktor penyebab Expansive Soil (Swelling Soil) ditinjau dari aspek
mineralogi, phisik, dan mekanik. Serta bagaimana metoda penanggulangan
Expansive Soil (Swelling Soil).

Faktor-faktor penyebab Expansive Soil (Swelling Soil), antara lain :

a. Soil Fabric
b. Clay Mineralogy
c. Clay Content and Specific Surface Area
d. Soil Moisture Content
e. Confining Pressure
f. Electrolyte Concentration and Specification
g. Soil Thickness
h. Micro Climate and Management Factor
i. Defisiensi Muatan
j. Liquid Limit and Specific Surface (Ss)
k. Plasticity Index (PI)
l. Aktivitas Tanah (A)
m. Organic Content
n. Vegetation
o. Frequency of Desiccation / Rewetting Cycles
p. Pengaruh Cation Exchange Capacity (CEC) and Specific Surface (Ss)

a. Soil Fabric

Berkurangnya sifat kembang susut disebabkan adanya komponen kimia


dan fisik, seperti organic matter, carbonates, sesguloxides (Fe dan Al),
silica, low activity clay, dan cement in the soil fabric. Komponen-
komponen ini berpengaruh dalam peningkatan cohession force.
Disamping itu, interlocking of soil skeleton grains (sand and silt) akan
meningkatkan the frictional force, tetapi menurunkan sifat kembang
susut. Orientasi dari clay particles atau clay aggregates in the fabric
mempengaruhi kembang susut dan shear failure dari tanah.
b. Clay Mineralogy

Greene - Kelly (1974) mengobservasi bahwa susut secara positif


berhubungan dengan mineral content. Tanah dengan komposisi
kaolinite dan montmorillonite adalah sama dengan tanah
montmorillonite sendiri dalam hal pengaruhnya terhadap kembang
susut. Kembang susut terbesar pada jenis montmorillonite atau smectite.
Clay mineralogy properties sangat mempengaruhi kembang susut,
seperti layer change, water of hydration, inter layer properties,
microstructure, inter particle porosity, dan clay particle flexibility and
extensibility. Microstructure dari clay/water system tampak mengontrol
shrink-swell properties. Pada lempung kaolinite, tidak terdapat air
dalam ruang inter layer-nya, sebaliknya pada lempung
montmorillonite, air dapat terpenetrasi ke dalam pori inter layer
didalam sebuah partikel seperti terlihat pada Gambar 3 berikut ini.

Gambar 3. Skema Struktur Primer Lempung Montmorillonite


Dari hasil penelitian oleh Tessier, membuktikan bahwa kadar air atau
humiditas berpengaruh hingga ke skala inter layer-nya. Semakin
rendah kadar airnya, maka semakin kecil jarak inter layer-nya (d001)
dan semakin besar jumlah layer dalam sebuah partikel (Gambar 4).

Gambar 4. Swelling Pada Sebuah Montmorillonite (Nom'sh, 1954)

Bentuk partikel lempung juga berpengaruh sangat besar terhadap


shrink-swell potential pada Montmorillonite dengan bentuk-bentuk
partikel seperti "Daun atau Bunga" dan mempunyai tendensi lebih
fleksibel atau berkembang susut lebih besar bila dibandingkan dengan
partikel Kaolinite.

c. Clay Content and Specific Surface Area

Fenomena kembang susut dalam tanah berhubungan langsung dengan "fine


clay content" khususnya pada 2:1 dan 2:2 dalam layer mineral system.
Apabila kadar lempung membesar maka fenomena kembang susut
membesar, sehingga bila prosentase (%) fine clay mineral naik, surface area
akan naik, liquid limit (LL) naik, plasticity index (PI) naik, maka kembang
susut potensial akan naik.

d. Soil Moisture Content

Swelling pressure terbesar terjadi apabila tanah berubah secara maksimum


dari kondisi kering (dry) ke kondisi basah (wet). Kadar air berperan sangat
besar, khususnya pada Montmorillonite. Hubungan atau pengaruh kadar air
terhadap fenomena kembang susut adalah sebagai berikut :

a) Makin besar kadar air yang masuk dalam tanah, maka makin besar
jarak antar layer-nya (d 001).
b) Kehilangan awal kadar air dari makropori yang stabil
menghasilkan perubahan volume yang kecil atau bahkan tidak ada,
kondisi ini disebut structural porosity.
c) Kehilangan air antara batas mengembang dan batas susut
merupakan perubahan volume dari ruang pori antar partikel.
d) Periode kehilangan air yang ketiga, merupakan perubahan
pada inter layer matter dan matter of cation solution. Kondisi
ini disebut "residual shrinkage".

Gambar 5. Schematic Shrinkage Curve

a) Structural Porosity
b) Normal Shrinkage Porosity
c) Residual Shrinkage

e. Confining Pressure

McCormac & Willing (1975) mengobservasi bahwa :

a) Kenaikan overburden confining pressure sebesar 10% dari


swelling pressure dapat mereduksi prosentase swelling sebesar
separuhnya (50%).
b) Penurunan overburden confining pressure sebesar 10% dari
swelling pressure dapat menaikkan 2 (dua) kali lipat
prosentase swelling.

f. Electrolyte Concentration & Specification

Partikel lempung dapat saling tolak menolak antara satu dengan yang
lainnya secara elektrik, tetapi prosesnya tergantung pada konsentrasi ion,
jarak antar partikel, dan faktor-faktor lainnya. Hubungan tarik menarik antar
partikel terjadi akibat pengaruh ikatan hidrogen, gaya Van der Walls,
ikatan kimia, dan organiknya. Gaya antar partikel berkurang dengan
bertambahnya jarak dari permukaan mineral lempung, sehingga akan
berakibat swelling meningkat, seperti terlihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Efek Konsentrasi Elektrolit Pada Potential Double Layer

g. Soil Thickness

Apabila lapisan suatu tanah cukup tebal, maka potensi untuk mengembang
(swelling) cenderung lebih besar dibandingkan dengan lapisan tanah yang
tipis.
h. Microclimate and Management Factor

Kondisi mikroklimatik antar elemen mempengaruhi aktifitas kembang susut.


Ciri-ciri di lapangan : crack yang lebar dan dalam, terjadi maksimum
swelling pressure, sickest frequency of slickenside.

i. Defisiensi Muatan

Lempung yang mempunyai defisiensi muatan yang rendah akan


mempunyai derajat hidrasi yang tinggi. Bila muatan layer < 0,45 maka
kation-kation pada semua inter layer adalah exchangeable. Maka, lempung
yang memiliki partikel lempung fleksibel yang banyak mengalami
potensi kembang susut yang besar.

j. Liquid Limit (LL) and Specific Surface (Ss)

Jika nilai specific surface (Ss) naik, butiran-butiran partikel semakin


kecil. Dengan naiknya nilai specific surface (Ss) akan mengakibatkan nilai
liquid limit (LL) meningkat (Gambar 7), maka potensial kembang susut
naik.

Gambar 7. Hubungan Antara Liquid Limit Dengan Surface Specific


k. Plasticity Index (PI)

Nilai plasticity index (PI) yang besar dan diakibatkan oleh kandungan %
organic carbon, % clay, % Montmorillonite pada lempung akan
menyebabkan fenomena kembang susut. Nilai PI naik sejalan dengan
naiknya kadar kandungan % organic carbon, % clay, dan % Montmorillonite
pada lempung. Hubungan ini dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Hubungan Antara Atterberg Limit Dengan Kandungan


Organic Carbon, Clay, dan Montmorillonite

l. Aktifitas Tanah (A)

Naiknya nilai PI mengakibatkan nilai aktifitas (A) juga naik. Tanah


dengan aktifitas tinggi sangat berpengaruh terhadap sifat fraksi
lempung, dimana kation dan komposisi air porinya mudah berubah.
Tanah dengan nilai aktifitas (A) besar mengakibatkan tanah tersebut
mudah mengalami swelling (Gambar 9).

Tabel I. Aktifitas Berbagai Mineral

Jenis Mineral Activity

Smectites 1,0 – 7,0

Illite 0,5 – 1,0

Kaolinite 0,5

Attapulgite 0,5 – 1,2

Gambar 9. Hubungan Antara PI Dengan % Fraksi Lempung

m. Organic Content

Bahan organic dapat dikelompokkan sebagai : karbohidrat, protein, fat,


resin dan wax, hidrokarbon, dan karbon. Partikel organik umumnya
berukuran < 0,1 μm dan teradsorbsi dengan kuat pada permukaan
mineral lempung serta dapat merubah sifat mineral lempung maupun
sifat bahan organik itu sendiri yang juga dapat mempengaruhi ikatan
antar partikel. Pada kadar air tinggi, pembusukan bahan organik dapat
menyebabkan terjadinya pengembangan (swelling), sebaliknya pada
musim kemarau akan terjadi penyusutan (shrinkage).

n. Vegetation

Vegetation berupa tanaman dan akar-akaran, dapat memperkecil


density (kepadatan) tanah yang berakibat tanah tersebut mudah mengalami
swelling.

o. Frequency of Desiccation / Rewetting Cycles

Fenomena kembang susut (shrink-swell) berpengaruh hingga ke skala


mikroskopik (antar layer) dan dapat dilihat dari evaluasi jarak inter layer (d001)
sesuai dengan proses "desiccation" dan "humidification" yang terlihat
pada Gambar 10. Pada Gambar 10A terlihat bahwa jarak antar layer dalam
lempung Montmorillonite bertambah kecil setelah harga pF mencapai lebih
besar dari 4,5 sedangkan jumlah lembarannya (layer) meningkat dalam
sebuah partikel bila harga pF membesar. Pada Gambar 10B harga pF
membesar berarti terjadi proses "desiccation" (pengeringan) dan
sebaliknya bila harga pF mengecil berarti proses humidifikasi berlangsung
(peningkatan kadar air atau kejenuhan) yang berarti fenomena "swelling"
(mengembang) terjadi. Gambar 10C menyajikan fenomena "swelling" dari
lempung Montmorillonite. Tampak bahwa makin tinggi prosentase kadar air
di dalam lempung, makin tinggi jarak inter layer atau nilai d001. Jadi,
kembang susut tanah yang tampak gejalanya di permukaan tanah, terjadi juga
pada skala mikro atau struktur primernya.
Gambar 10. Evolusi Jarak Antar Lembar (Inter Layer) Lempung-
Montmorillonite Mengacu Pada "Shrink-Swell Phenomena"
(TESSlER)

A) Jarak Inter Layer d 001 (Angstrom) versus pF

B) Jumlah Layer Dalam Sebuah Partikel versus pF

C) Jarak Inter Layer versus Kadar Air Dalam Lempung

p. Pengaruh Cation Exchange Capacity (CEC) and Specific Surface (Ss)

DESOV membuktikan adanya korelasi linear langsung antara CEC


dengan specific surface. Makin besar harga CEC maka makin besar pula
specific surface (Ss). Jadi, jika harga CEC makin tinggi, makin tinggi pula
harga specific surface (Ss) dan berarti makin tinggi potensi terjadi swelling.
Gambar 11. Hubungan Antara CEC Dengan Specific Surface

Metode Penanggulangan Swelling Soil adalah :

A. Mencegah Perubahan Kadar Air Dalam Tanah

1. Dengan menutup permukaan atau lapisan di bawah permukaan


tanah dengan lapisan atau bangunan kedap air, seperti :

a) Mengurangi kandungan montmorillonite, clay, dan organic


carbon
b) Penggunaan Geomembrane
c) Penggunaan drainase pheripherique
d) Pemakaian aspal emulsi
e) Pemadatan
f) Hindari vegetation
g) Dan Lain-Lain
Gambar 12. Contoh Penggunaan Geomembrane

Tujuan utama dari perlakuan diatas adalah untuk mencegah


infiltrasi langsung air ke dalam tanah, sehingga dapat
memperkecil variasi volume air yang keluar masuk dari
tanah "expansive".

2. Menjaga kadar air tanah selalu basah (sedapat mungkin jenuh air
sepanjang tahun). Cara ini dilakukan dengan sistem "ponding",
yaitu dengan mengalirkan air ke dalam tanah sedemikian rupa
sehingga tanah selalu terendam air (basah). Cara lainnya adalah
gabungan dan perkembangan dari kedua cara tersebut diatas.
Seperti menggunakan "drainage pheripherique" (Gambar 13).

Gambar 13. Metode Drainage Pheripherique

B. Memperbaiki Sifat-sifat dari Tanah Dasar

1. Stabilisasi Kimia

a) Lime Stabilization (pencampuran dengan kapur);


kation-kation Ca2++ dan Mg2+ dan kapur dapat
berfungsi sebagai penetralisir dari sifat mengembang
tanah. Disamping itu, kapur juga menyebabkan terjadinya
proses sementasi antar butiran tanah sehingga
membentuk gumpalan partikel yang lebih besar dan
muatan permukaan yang relatif kecil. Akibatnya,
plastisitas berkurang dan kembang susut tanah
berkurang.
b) Salt Stabilization; dengan menambahkan garam-garam
kepada tanah, garam dapur (NaCl) banyak mengandung
kation-kation Na.
c) Cement Stabilization; semen disamping memberikan
tambahan kation-kation ke tanah juga untuk sementasi
butiran tanah, sehingga tanah menjadi lebih kaku,
butiran membesar, plastisitas turun, dan swelling turun.
d) Aspal atau Bahan Bitumen; aspal atau bahan bitumen
berfungsi untuk menutup permukaan pori-pori di dalam
tanah sehingga air tidak masuk ke pori-pori tanah
tersebut. Dengan demikian mekanisme swelling pada
tanah tidak dapat berlangsung.

2. Stabilisasi Mekanis

a) Mengurangi kandungan Montmorillonite, lempung,


dan organik karbon yang ada dalam tanah. Jadi,
langsung mengurangi atau menghilangkan sumber
utama penyebab kembang susut diganti atau dicampur
dengan material lain yang non-expansive seperti pasir.
b) Memadatkan tanah dasar (soil compaction); tanah
yang padat dengan susunan yang lebih kokoh
mengurangi swelling pada tanah. Walaupun misalnya,
tegangan kapiler dan osmosis yang terjadi tetap sama
besar.

c) Memperbaiki tanah sampai intensitas tekanan yang


mencukupi untuk mengimbangi gaya angkat. Metode
ini dapat digunakan di bawah bangunan baik dengan
menggunakan pondasi tapak dengan intensitas tekanan
tinggi maupun dengan menggali tanah lempung sampai
pada kedalaman tertentu dan mengurugnya kembali
dengan tanah yang kualitasnya lebih baik.
d) Mengendalikan arah ekspansi dengan memberikan
kesempatan tanah berekspansi ke rongga-rongga yang
dibangun di dalam pondasi agar pergerakan pondasi
dapat direduksi ke suatu jumlah yang dapat ditolerir.
Salah satu metode yang sering digunakan adalah
membangun plat "wafel". Tanah diberi ruang untuk
berekspansi ke arah rongga wafel, sehingga tekanan
pengembangan tanah pada pondasi semakin berkurang.

3. Perbedaan peran antara Tegangan Total (σ) dan Tegangan Efektif (σ'). Sejauh mana
peran dari tipe tegangan tersebut terhadap kekuatan mekanik tanah ?

a) Tegangan Total (σ)

Tegangan normal yang bekerja ditahan oleh segumpal tanah melalui


penambahan gaya antar butirnya, yaitu gaya-gaya yang timbul karena
persinggungan antar partikel. Jika tanah dalam keadaan jenuh
sempurna, air yang mengisi ruang pori dapat juga menahan tegangan
normal dan akibatnya akan terjadi penambahan tekanan air porinya.
Tekanan air pori bekerja secara bersamaan dalam segala arah dan akan
bekerja pada seluruh bidang permukaan butiran, tapi dianggap tidak
mengubah volume butirannya (Gambar 14.a). Tegangan total (σ)
pada bidang di dalam massa tanah, yaitu tegangan yang dihasilkan
dari beban akibat berat tanah total termasuk air dalam ruang pori per
satuan luas yang arahnya tegak lurus.

Gambar 14.

(a) Kontak Antar


Butiran;

(b) Gaya Antar Butiran


Pada Segumpal Tanah
Ditinjau suatu bidang A-A di dalam tanah yang jenuh sempurna
(Sr=100%), Gambar 14.b. Bidang ini melewati titik-titik pada
bidang singgung diantara butirannya. Gaya normal P diberikan pada
luasan A, ditahan oleh gaya antar butiran dan sebagian lagi oleh
tekanan air pori. Besar dan arah gaya-gaya yang bekerja pada bidang
kontak butirannya sangatlah acak. Secara pendekatan untuk setiap titik
bidang singgungnya pada bidang A-A, gaya-gaya tersebut dapat
dipisahkan menurut komponen arah normal (p') dan axial horizontal
(T) pada arah bidang nyatanya yang secara pendekatan sama
dengan bidang A-A.

Tegangan Normal Efektif (Tegangan Vertikal Efektif) :

 '

p '

Tegangan Normal Total :

p
 
A

Jika titik singgung dianggap terletak diantara butirannya, tekanan air


pori akan bekerja pada bidang di seluruh luasan A. Persamaan
kesetimbangan dalam arah normal A-A adalah :

P   P'  UA

atau

P

P '


UA
A A A

   ' U
Dimana :

σ = Tegangan Total

σ’ = Tegangan Efektif

U = Tegangan Air Pori

b) Tegangan Efektif (σ’)

Besarnya pengaruh gaya-gaya yang menjalar dari partikel-partikel


lainnya dalam kerangka tanah telah diketahui ketika Terzaghi
(1923) mengemukakan prinsip tegangan efektif yang hanya berlaku
untuk tanah jenuh sempurna. Sisa dari tegangan total akan dipikul oleh
butiran tanah pada titik-titik seutuhnya. Penjumlahan komponen
vertikal dari gaya-gaya yang terbentuk pada titik-titik seutuhnya
butiran tanah tersebut per satuan luas penampang melintang massa
tanah dinamakan "tegangan efektif (σ’)". Pada butiran mineral
lempung, mungkin tidak terjadi kontak langsung akibat partikel
yang terselubung oleh lapisan air serapan. Dianggap bahwa gaya antar
partikel dapat diteruskan lewat kekentalan yang tinggi dari air
serapan yang mengelilingi butirannya. Bila ujung partikel dan
permukaan diletakkan berlawanan akan timbul daya tarik menarik yang
disebabkan interaksi antara double layer.

c) Peran Tipe Tegangan Total Terhadap Kekuatan Mekanik Tanah

Apabila tegangan normal total yang bekerja pada tanah dikurangi,


kerangka tanah akan cenderung mengembang sampai batas tertentu
dan khususnya pada tanah dengan proporsi mineral lempung
Montmorillonite yang cukup besar. Sebagai akibatnya, tekanan air
pori akan turun dan juga tegangan air pori yang berlebihan akan
bernilai negatif. Tekanan air pori akan naik secara bertahap menuju
kondisi lunak, dimana terjadi aliran ke dalam tanah yang disertai
dengan penurunan tegangan efektif dan penambahan volume. Jika
tanah mempunyai permeabilitas yang rendah dapat menyebabkan
swelling.

d) Peran Tipe Tegangan Efektif Terhadap Kekuatan Mekanik Tanah

Parameter kuat geser tanah diperlukan untuk analisis daya dukung


tanah, stabilitas lereng, dan tegangan dorong untuk dinding penahan
tanah. Berdasarkan konsep Terzaghi, tegangan geser pada tanah hanya
dapat ditahan oleh tegangan partikel-partikel padatnya atau disebut
tegangan efektif. Kekuatan geser tanah dapat juga dinyatakan sebagai
fungsi dari tegangan normal efektif, yakni sebagai berikut :

 '  C '   ' tan  '

Dimana :

C' = Kohesi Tanah Efektif

σ' = Tegangan Normal

φ' = Sudut Geser Dalam Efektif

e) Besarnya Force Yang Terjadi Antara Butiran-Butiran Tersebut

Besarnya pengaruh gaya-gaya yang menjalar dari satu partikel ke


partikel lainnya dalam kerangka tanah telah diketahui ketika
Terzaghi (1923) mengemukakan prinsip tegangan efektif yang
hanya berlaku untuk tanah jenuh sempurna. Sisa dari tegangan
total akan dipikul oleh butiran tanah pada titik sentuhnya.
Penjumlahan komponen vertikal dari gaya-gaya yang terbentuk
pada titik sentuh butiran tanah tersebut per satuan luas penampang
massa tanah dinamakan "tegangan efektif".
P1 (V )  P2 (V )  P3 (V )  P4 (V )
' 
A

Dimana :

A = Luas Penampang (mm2)

P = Gaya Vertikal (kN/mm2)

V = Potensial Partikel (millivolt)

Pada butiran mineral lempung, mungkin tidak terjadi kontak langsung


akibat partikel yang terselubung oleh lapisan air serapan. Dianggap
bahwa gaya antar partikel dapat diteruskan lewat kekentalan yang
tinggi dari air resapan yang mengelilingi butirannya. Bila ujung
partikel dan permukaan diletakkan berlawanan akan timbul gaya tarik
menarik yang disebabkan interaksi antara double layer. Partikel halus
seringkali diselidiki kekuatannya bila kering. Tarikan elektrostatik
antara permukaan pada potensial yang berbeda adalah sebagai
penyebabnya. Tegangan efektif (inter-particle atau inter-granular
stress) yang diakibatkan adanya inter-particle attractive force :

4,4 x10 6 (V1  V2 ) 2


F 2
( N / m2 )
d

Dimana :

F = σ' = Tensile Strength

V1, V2 = Potensial dari Partikel 1 dan 2 (millivolts)

d = Jarak Antara 2 Partikel Paralel (μm)

Suatu analisa tentang strength of cemented bonds mempertimbangkan 2 hal,


yakni kegagalan pada cement atau partikel dan kegagalan pada cement-
particle interface. Persamaan tensile strength per unit area (Ingles,
1962) :
 1  n
  P.k  
 1  e  n2 Ai

Dimana :

P = The Bond Strength Per Contact Zone (Kekuatan Ikat Daerah Kontak)

k = Coordination Number Of A Grain (Rata-Rata Jumlah Titik Kontak)

e = Void Ratio (Angka Pori)

n = Number Of Grain

A= Total Surface Area

k .e
Secara eksperimental :  3,1
1 e

Untuk isotropic assembly of spheres of diameter “d” yang seragam :

P.k

3,1.d 2 (1  e)

Bila butiran diameter ”d” dan panjang l :

P.k

d
3,1.d (1  )(1  e)
2

Hubungan Tegangan Total dan Tegangan Efektif

Gambar 15. Force Acting On Inter Particles Contact A


Persamaan arah vertikal :

 a  Aa  A' ac  U a  Cac

Jika semua dibagi dengan ’a’, akan menjadi :

ac
  (C  A' ) U  A
a

Jika :  '    U maka :  '    A  U

Dimana :

σ’1 = Inter Granular Pressure

σ’ = Force Transmitted By The Applied Stress

ac = Effective Area Dari Kontak Antar Partikel

a = Cross Sectional Rata-Rata Total Sepanjang Bidang Kontak Horizontal

U(a-ac) = Force Akibat Hidrostatic Pressure u, karena a > ac

A(a-ac) = Aa = Force Akibat Long Range Attractive Stress A

A’ac = Force Akibat Short Range Attractive Stress A, akibat Primary

Valence Bonding dan Cementation

Cac = Force Akibat Short Range Repulsive Stress C, akibat Hydration

(C  A' )ac
= Menggambarkan Net Force Across The Contact / Total Cross
a

Sectional Area (Soil + Water)


4. Prinsip Tegangan Efektif dari Terzaghi (σ ' = σ - U) untuk kondisi tanah tidak jenuh
air (unsaturated soil)

Bila tanah tidak jenuh air (Sr ≠ 100 %) atau tidak jenuh sempurna, maka rongga-
rongga tanah akan terisi oleh air dan udara. Tekanan air pori (Uw) harus selalu lebih
kecil daripada tegangan yang terjadi didalam udaranya (Ua), akibat tarikan
permukaan.

Bila : ac = 0 → aw + aa = a

Dimana :

aw = Water Area (Area Air)

aa = Air Area (Area Udara)

a = Cross Section Sepanjang Bidang Kontak Horizontal

Maka, persamaan menjadi :

aw
 '    A Ua  (U w  U a )
a

Dimana :

Uw = Tekanan Air Pori (Water Pressure)

Ua = Tekanan Udara Pori (Air Pressure)

Bishop (1960), membuat persamaan untuk tanah jenuh sebagian (partially


saturated soil) :

 '    U a  x(U w  U a )

Dimana :

aw
x
a

Untuk tanah jenuh (Sr =1), nilai x = 1


Sehingga :

 '    U a  1(U w  U a )

 '   Ua  Uw Ua

 '    U a → Ua = Tekanan Air Pori

Kondisi tegangan efektif dituangkan ke persamaan Coulomb tentang drained


shear strength (  ' ). Menurut teori Coulomb, tegangan geser (shear strength) total
adalah : τ = c + σ tan φ (τ = τ total)

Jika : σ' = σ - U

Maka,

τ ’ = c’ + (σ – U) tan φ’

τ ‘ = c’ + σ ‘ tan φ’

Dimana :

τ' = Tegangan Geser Efektif

C’ = Kohesi Kondisi Efektif

σ’ = Tegangan Normal Efektif

φ‘ = Sudut Geser Dalam Efektif

5. Perbedaan mikroorganisasi partikel yang terjadi pada variasi tes apabila


dikaitkan dengan Tegangan (σ) dan Regangan (ε).

a. σ2 = σ3 = 0 (Unconfined Compression)

• Merupakan percobaan uniaxial compression of unconfined test.


• Benda uji dibebani hanya pada arah salah satu sumbu saja,
dalam hal ini beban yang diberikan adalah σ1 saja.
• Tidak terjadi tegangan arah horizontal, σ2 = 0 dan σ3 = 0.
• Susunan partikel yang dihasilkan adalah Anisotrop (searah).

Gambar 16. (a) Diagram Percobaan dan (b) Potongan Vertikal

b. σ1 = σ2 = σ3 = σ (Unconfined Compression)

• Merupakan tes isotropic compression.


• Benda uji diberi tegangan dari arah σ1 = σ2 = σ3 = σ : sama besar.
• Strain (ε), ε1 = ε2 = ε3, sehingga εv = 1/3ε.
• Susunan partikelnya adalah Isotrop (acak).

Gambar 17. (a) Diagram Percobaan Isotropic Compression


(b) Potongan Vertikal 1
(c) Potongan Vertikal 2
(d) Potongan Horizontal

c. ε1 = ε2 = 0 (One Dimensional Compression)

• Merupakan tes oedometer (one dimensional compression).


• Strain (ε) didefinisikan sebagai perbandingan antara perubahan
panjang dengan panjang awal.
d
1 
d

• Beban yang dikenakan hanya pada σ1 dan regangan yang


diizinkan juga pada ε1 (vertical strain).
• Susunan partikel yang dihasilkan adalah Anisotrop (searah).

Gambar 18. (a) Diagram One-Dimensional Compression (Oedometer) Test

(b) Potongan Vertikal

d. σ1 ≠ σ2 ≠ σ3 (True Triaxial)

• Merupakan tes True Triaxial.


• Tegangan σ1, σ2, dan σ3 tidak sama besarnya dan biasanya
σ1>σ2>σ3.
• Susunan partikel yang dihasilkan adalah Isotrop & Anisotrop.

Gambar 19. Diagram Pengujian True Triaxial


a. Diagram Percobaan
b. Potongan Vertikal 2 (V.2)
c. Potongan Vertikal 1
d. Potongan Horizontal
Untuk pembebanan triaxial secara Anisotrop pada Bentonite-OC terjadi
penggelembungan ruang pori inter-agregat dan ruang pori inter-particulaire.
Sesuai dengan perilaku mekanik, fenomena mikroskopik ini ternyata cocok
dengan adanya proses ”dilatance”, yaitu membesarnya angka pori (e) selama
pembebanan. Berarti disini terjadi proses delaminasi dengan modifikasi
terutama pada ruang pori inter-agregat dan ruang pori inter-particulaire yang
membesar. Apabila ruang pori inter-agregat dan ruang pori inter-particulaire
membesar, maka akan mengakibatkan menurunnya kontinuitas antara partikel-
partikel solid lempung, sehingga ketahanan mekanik lempung tersebut juga
menurun.

Anda mungkin juga menyukai