Anda di halaman 1dari 10

PENGARUH PERBEDAAN KARAKTERISTIK TYPE SEMEN

ORDINARY PORTLAND CEMENT (OPC) dan PORTLAND


COMPOSITE CEMENT (PCC) TERHADAP KUAT TEKAN
MORTAR

Julian Bagus Hariawan


NPM. 10302047

Semakin pesatnya perkembangan industri semen di Indonesia muncullah beberapa


tipe semen antara lain OPC (Ordinary Portland Cement), White Cement dan yang paling
baru adalah PCC (Portland Composite Cement). Semen PCC (Portland Composite
Cement) merupakan jenis semen varian baru yang mempunyai karakteristik mirip dengan
semen Portland pada umumnya tetapi semen jenis ini mempunyai kualitas yang lebih
baik, ramah lingkungan dan mempunyai harga yang lebih ekonomis. Komposisi bahan
baku semen PCC adalah Clinker, gypsum dan zat tambahan (Additive). Bahan aditif yang
digunakan yaitu batu kapur ( lime stone), abu terbang (fly ash) dan Trass. Tidak seperti
type OPC yang tidak menggunakan aditif Fly Ash dan Trass. Pada type PCC
menggunakan tambahan zat aditif Fly Ash dan Trass dimana terdapat senyawa SiO2 yang
dapat meningkatkan kuat tekan. Selain adanya zat aditif Fly Ash dan Trass. Pada PCC
ditambahkan pula Lime Stone yang berfungsi meningkatkan kuat tekan pada kuat tekan 3
hari saja. Hal ini terjadi karena Lime Stone mempunyai bentuk fisik yang mudah halus,
sehingga dengan nilai kehalusan tersebut, lime stone dapat menutup rongga-rongga yang
terdapat didalam semen sehingga bisa meningkatkan kuat tekan 3 hari saja.
Salah satu sifat fisik semen yang harus diuji menurut sebagai standard adalah kuat
tekan mortarnya (yaitu campuran antara semen, pasir standard dan air), hasil
pengujiannya dinyatakan sebagai harga kuat tekan mortar atau dengan kata lain untuk
menguji mutu daya ikat semen.
Untuk dapat mengetahui lebih lanjut perbedaan karakteristik tiap jenis semen,
seperti penelitian yang sudah dilakukan oleh saudara Annissa Rini pada tahun 2006
Tentang hubungan antara penambahan Lime Stone terhadap % residu pada material
semen PCC (Portland Composite Cement) maka perlu diadakan penelitian lanjutan
terhadap adanya pengaruh perbedaan karakteristik type semen Ordinary Portland Cement
dengan type Portland Composite Cement terhadap kuat tekan pada mortar dengan adanya
optimasi penambahan zat aditif Fly Ash dan Trass pada mutu semen PCC (Portland
Composite Cement). Untuk percobaan mortar, penulis membuat benda uji berbentuk
kubus dengan ukuran 5 cm x 5cm x 5cm sebanyak 5 variasi penambahan aditif dengan 3
benda uji pada setiap umur morta dan umur yang dipakai untuk perencanaan adalah 3, 7,
14, 21dan 28 hari.
Semen berasal dari bahasa latin CAEMENTUM yang berarti bahan perekat.
Semen merupakan senyawa/zat pengikat hidrolis yang terdiri dari senyawa C-S-H (
Kalsium Silikat Hidrat ) yang apabila bereaksi dengan air akan dapat mengikat bahan-
bahan padat lainnya, membentuk satu kesatuan massa yang kompak, padat dan keras.
Sejarah penggunaan semen sebenarnya telah dimulai berabad-abad yang lalu,
terbukti dengan banyaknya bangunan atau peninggalan sejarah yang menggunakan semen
yang masih berdiri sampai sekarang, misalnya Piramida dan Sphinx di mesir, Colloseum
dan jaringan jaringan Aquaduct (pengairan) di romawi, serta penggunaan tanah liat
untuk bangunan oleh orang-orang Assyria dan Babilonia di Timur Tengah.
Meskipun penggunaan mineral semen telah dilakukan berabad-abad lamanya,
hanya sedikit yang diketahui tentang susunan kimiawinya. Baru pada akhir abad 17
setelah Revolusi Industri yang bermula dari daratan Eropa, banyak peneliti dan ilmuwan
berusaha mengembangkan proses pembuatan semen dengan metode yang lebih baik. Dari
peneliti-peneliti tersebut, tercatat antara lain John Smeaton (Inggris,1956) yang
ditugaskan untuk membangun sebuah mercu suar di Selat Inggris, menemukan suatu
campuran kapur dan tanah liat yang akan mengeras dibakar ( Hydroulic Lime ) ; Big
Bryan (Inggris,1780) ; james Parker (1797) yang meneliti Roman Cement yang berasal
dari batu kapur dan batu silica LJ Vicat (Perancis,1824), serta David O. Saylor (
Amerika Serikat,1850 ). Joseph Aspdin memperoleh hak paten dengan penemuannya
mengenai sejenis semen yang didapatkan dari kalsinasi campuran batu kapur dengan
tanah liat dan menggiling hasilnya menjadi bubuk halus yang kemudian dikenal dengan
nama
Portland Cement .
Dua puluh tahun setelah hak paten dari Joseph Aspdin, barulah semen mulai
diproduksi dengan kualitas yang dapat diandalkan (Tahun 1850, 4 buah pabrik semen
tanur tegak berdiri di Inggris). Selain itu tercatat nama seorang ilmuwan I.C Johnson
yang berjasa meletakkan dasar-dasar proses kimia pada pembuatan semen.
Sifat Sifat Semen
Sifat fisika dan kimia masing-masing jenis semen memiliki karakteristik yang
berbeda-beda yang harus memenuhi syarat kimia dan fisika. Untuk menjaga tetap
terjaminnya mutu semen Portland maka syarat kimia dan fisika harus terus
diperhatikan.
Syarat mutu tersebut antara lain kandungan senyawa dalam semen Portland,
kehalusan semen, residu, hilang pijar dan lain-lain. Syarat utama kimia dan fisika

2.4.1 Sifat Fisika


a) Pengikatan dan Pengerasan ( Setting Time dan Hardening ).
Mekanisme terjadinya setting dan hardening yaitu ketika terjadi
pencampuran dengan air, maka akan terjadi air dengan C3 A membentuk
3CaO.Al2O3. 3H2 O yang bersifat kaku dan berbentuk gel. Maka untuk
mengatur pengikatan perlu ditambahkan gypsum dan bereaksi dengan
3CaO.Al2O3. 3H2 O, membentuk lapisan etteringete yang akan
membungkus permukaan senyawa tersebut.
Namun karena ada peristiwa osmosis lapisan etteringete akan pecah dan
reaksi hidarsi C3A akan terjadi lagi, namun akan segera terbentuk lapisan
etteringete kembali yang akan membungkus 3CaO.Al2O3. 3H2 O kembali
sampai gypsum habis. Proses ini akhirnya menghasilkan perpanjangan
setting time. Peristiwa diatas mengakibatkan reaksi hidarsi tertahan,
periode ini disebut Dormant Periode yang terjadi selama 1-2 jam, dan
selama itu pasta masih dalam keadaan plastis dan mudah dibentuk,
periode ini berakhir dengan pecahnya coating dan reaksi hidrasi terjadi
kembali dan initial set mulai terjadi.
Selama periode ini beberapa jam, reaksi dari 3CaO.SiO2 terjadi dan
menghasilkan CSH (3CaO.SiO2 ) semen dan akan mengisi rongga dan
membentuk titik-titik kontak yang menghasilkan kekakuan. Pada tahap
berikutnya terjadi pengikatan konsentrasi
CSH yang akan menghalangi mobilitas partikel partikel semen yang
akhirnya pasta menjadi kaku dan final setting tercapai, lalu proses
pengerasan mulai terjadi.
b) Ketahanan Terhadap Sulfat dan asam
Beton atau mortar dari Portland semen dapat mengalami kerusakan oleh
pengaruh asam dari sekitarnya, yang umumnya serangan asam tersebut
yaitu dengan merubah kontruksi-kontruksi yang tidak larut dalam air.
Misalnya, HCl merubah C4AF menjadi FeCl2
Serangan asam tersebut terjadi karena CO2 bereaksi dengan Ca(OH)2 dari
semen yang terhidrasi membentuk kalsium karbonat yang tidak larut
dalam air .pembentukan kalsium karbonat, sebenarnya tidak menimbulkan
kerusakan pada beton tetapi proses berikutnya yaitu CO2 dalam air akan
bereaksi dengan kalsium karbonat yang larut dalam air.
Reaksi :
Ca(OH)2 + CO2  CaCO3 + H2O
CaCO3 + CO2 + H2O  Ca (HCO3)2
Berbagai macam sulfat umumnya dapat menyerang beton ataupun mortar.
Sulfat bereaksi dengan (Ca(OH)2 dan kalsium aluminat hidrat, dan reaksi
yang terjadi dapat mengahsilkan pengembangan volume sehingga akan
terjadi keretakan pada beton.
Reaksi yang terjadi :
2(CaO.SiO2) + 6 H2O  3CaO.2SiO2.3 H2O + Ca(OH) 2
2(CaO.SiO2) + 4 H2O  3CaO.2SiO2.3 H2O + Ca(OH) 2
Ca(OH) 2 + MgSO4 + 2 H2O  Ca SO4. 2H2O + Mg(OH) 2
3CaO.Al2 O3.6H2 O + 3(Ca SO4. 2H2O) + 2H2O  3CaO.Al2 O3.3Ca
SO4. 2H2O
c) Kehalusan
Kehalusan dapat mewakili sifat-sifat fisika lainnya terutama terhadap
kekuatan, bertambahnya kehalusan pada umumnya akan bertambah pula
kekuatan, mempercepat reaksi hidarsi begitu pula waktu pengikatannya
semakin singkat.
d) Kuat Tekan ( Compressive Strength )
Kuat tekan merupakan sifat yang paling penting bagi mortar ataupun
beton. Kuat tekan dimaksud sebagai kemampuan suatu material untuk
menahan suatu beban tekan. Kuat tekan dipengaruhi oleh komposisi
mineral utama. C2 S memberikan kontribusi yang besar pada
perkembangan kuat tekan awal, sedangkan C2S memberikan kekuatan
semen pada umur yang lebih lama. C3A mempengaruhi kuat tekan sampai
pada umur 28 hari dan selanjutnya pada umur berikutnya pengaruh ini
semakin kecil.
e). Panas Hidrasi
Panas hidrasi yaitu panas yang dihasilkan selama semen mengalami
reaksi hidarsi. Reaksi hidarsi atau reaksi hidrolisis sendiri adalah reaksi
yang terjadi ketika mineral-mineral yang terkandung didalam
temperature, jumlah air yang digunakan dan bahan-bahan lain yang
ditambahkan. Hasil reaksi hidrasi, tobermorite gel merupakan jumlah
yang terbesar, sekitar 50% Dari jumlah senyawa yang dihasilkan. Reaksi
tersebut dapat dikemukakan secara sederhana, sebagai berikut :
2(CaO.SiO2) + 4H2O  3CaO.2SiO2.3H2O + Ca(OH)2
2(3CaO.SiO2) + 6H2O  3CaO.2SiO2.3H2O + 3Ca(OH)2
Tobermorite

3CaO.Al2 O3 + 6H2O  3CaO.Al2 O3 .6H2O


Kalsium aluminat hidrat
3CaO.Al2 O3 + 6H2O + 3CaSO4.2H2O 
3CaO.Al2 O3.3CaSO4 32H2O ( Trikalsium sulfoaluminat)
4CaO.Al2 O3 .Fe2 O3 + XH2O  3CaO.Al2 O3 6H2O + 3CaO. Fe2 O3
6H2O Kalsium Aluminoferrite hidrat
Untuk semen yang lebih banyak mengandung C3S dan C3 A akan bersifat
mempunyai panas hidrasi yang lebih tinggi.

2.4.2 Sifat Kimia


a) Lime saturated Factor (LSF)
Batasan agar semen yang dihasilkan tidak tercampur dengan bahan-bahan
alami lainnya.

b) Magnesium oksida (MgO)


Pada umumnya semua standard semen membatasi kandungan MgO dalam
semen Portland, karena MgO akan menimbulkan magnesia expansion
pada semen setelah jangka waktu lebih daripada setahun, berdasarkan
persamaan reaksi sbb :
Mg O + H2O  Mg (OH) 2
Reaksi tersebut diakibatkan karena MgO bereaksi dengan H2O
Menjadi magnesium hidroksida yang mempunyai volume yang lebih
besar.

c) SO3
Kandungan SO3 dalam semen adalah untuk mengatur/memperbaiki sifat
setting time (pengikatan) dari mortar (sebagai retarder) dan juga untuk
kuat tekan. Karena kalau pemberian retarder terlalu banyak akan
menimbulkan kerugian pada sifat expansive dan dapat menurunkan
kekuatan tekan. Sebagai sumber utama SO3 yang sering banyak digunakan
adalah gypsum.

d) Hilang Pijar (Loss On Ignition)


Persyaratan hilang pijar dicantumkan dalam standard adalah untuk
mencegah adanya mineral-mineral yang dapat diurai dalam pemijaran.
Kristal mineral-mineral tersebut pada umumnya dapat mengalami
metamorfosa dalam waktu beberapa tahun, dimana metamorfosa tersebut
dapat menimbulkan kerusakan.

e) Residu tak larut


Bagian tak larut dibatasi dalam standard semen. Hal ini dimaksudkan
untuk mencegah dicampurnya semen dengan bahan-bahan alami lain yang
tidak dapat dibatasi dari persyaratan fisika mortar.

f) Alkali (Na2O dan K2O)


Kandungan alkali pada semen akan menimbulkan keretakan pada beton
maupun pada mortar, apabila dipakai agregat yang mengandung silkat
reaktif terhadap alkali. Apabila agregatnya tidak mengandung silikat yang
reaktif terhadap alkali, maka kandungan alkali dalam semen tidak
menimbulkan kerugian apapun. Oleh karena itu tidak semua standard
mensyaratkannya.

g) Mineral compound (C3S, C2S, C3A , C4AF)


Pada umumnya standard yang ada tidak membatasi besarnya mineral
compound tersebut, karena pengukurannya membutuhkan peralatan
mikroskopik yang mahal. Mineral compound tersebut dapat di estimasi
melalui perhitungan dngan rumus, meskipun perhitungan tidak teliti.
Tetapi ada standard yang mensyaratkan mineral compound ini untuk jenis-
jenis semen tertentu. misalnya ASTM untuk standard semen type IV dan
type V.
Salah satu mineral yang penting yaitu C3A, adanya kandungan C3A dalam
semen pada dasarnya adalah untuk mengontrol sifat plastisitas adonan
semen dan beton. Tetapi karena C3A bereaksi terhadap sulfat, maka untuk
pemakaian di daerah yang mengandung sulfat dibatasi. Karena reaksi
antara C3A dengan sulfat dapat menimbulkan korosi pada beton.
2.5 SEMEN PCC ( Portland Composite Cement)
Semen komposit Portland (PCC) merupakan semen produk terbaru yang
dikeluarkan oleh PT.ITP Tbk. Semen PCC merupakan turunan oleh semen OPC
(Ordinary Portland Cement) yang bahan baku pembuatannya sama dengan bahan baku
OPC (Ordinary Portland Cement) tetapi pada Type semen PCC ditambahkan pula aditif
selain Gypsum ada Zat Aditif lain yang ditambahkan yang tidak terdapat pada semen
OPC yaitu : Lime stone, Fly Ash dan Trass. Ketiga Aditif tersebut mempunyai kontribusi
yang sangat-sangat penting sehingga semen type PCC (Portland Composite Cement)
mempunyai kualitas yang dihasilkan lebih baik dari semen type OPC (Ordinary Portland
Cement). Kuat tekan merupakan kemampuan semen untuk menahan beban yang
diberikan. Besar kecilnya kuat tekan yang diberikan oleh semen merupakan parameter
terhadap kualitas semen. Ada beberapa factor yang mempengaruhi terhadap kuat tekan
semen yaitu kehalusan, residu, dan senyawa kimia didalam semen.
Analisis terhadap kuat tekan semen dilakukan dengan cara memberikan tekanan
terhadap mortar yang telah dilakukan perendaman sebelumnya dengan air kapur selama 3,
7, 14, 21 dan 28 hari. Pengaruh perendaman adalah untuk mengkondisikan mortar agar
senyawa yang terdapat didalam semen stabil.
Pengaruh kuat tekan dari masing-masing type jenis semen pada tiap-tiap umur
rencana dapat dilihat pada table 5.1 5.5 dibawah ini, secara umum dapat dilihat adanya
perbedaan hasil kuat tekan pada tiap-tiap umur rencana dari masing-masing type jenis
semen dan ini membuktikan bahwa type jenis semen mempunyai karakteristik yang
berbeda dan sudah barang tentu akan berpengaruh terhadap kualitas, workability, umur
rencana, daya dukung atau kuat tekan dari beton yang dihasilkan dan yang terpenting
adalah aplikasi atau penggunaan dari type jenis semen tersebut yang terkadang konsumen
hanya tinggal menggunakannya saja tanpa memperhatikan type jenis semen tersebut dan
pengaplikasikannya.
Dari hasil table quality Character type semen OPC dan PCC dibawah ini dapat
diketahui data kuantitatif melalui beberapa macam percobaan dengan menggunakan
metode-metode yang sesuai dengan beberapa buku pedoman, sehingga dari kedua semen
diatas ada kelebihan atau keunggulan masing-masing semen tersebut seperti yang terlihat
pada table dibawah.
Kuat tekan kedua semen tersebut memiliki perbedaan dari bahan yang
digunakan seperti air. Air digunakan sebagai mencari data Flow table yang sudah
ditentukan. Flow table berfungsi untuk mencari kelecakan atau penyebaran semen yang
telah dicampur dengan pasir, sehingga flow table sangat penting dalam mencari kuat
tekan pada semen. Kekuatan semen tergantung pada kekuatan mekanik dalam keadaan
kaku (set) dan keras. Kekuatan ini disebabkan oleh kohesi partikel-partikel semen dan
adhesi terhadap pasir atau agregat lain yang dicampur sebagai adukan. Berikut table
Quality character type jenis OPC dan PCC.
Selain kuat tekan juga ada factor lain yang mempengaruhi kuat tekan pada
mortar yaitu setting time. Pengukuran waktu pengikatan (setting time) dibagi menjadi 2
yaitu : waktu pengikatan awal (initial set) dan waktu pengikatan terakhir (final set).
Penambahan gypsum pada semen akan menghambat waktu pengikatan pada proses
pengerasan semen karena gypsum dapat mengatur reaksi antara 3 Cao Al2O3 (C3A)
dengan air agar tidak terlalu cepat mengeras. Jadi waktu pengikatan pada semen type
PCC yaitu pada waktu pengikatan awal (initial set) sebesar 167 menit lebih lama jika
dibandingkan dengan semen OPC yaitu sebesar 145 menit. Tetapi pada waktu pengikatan
terakhir (final set) pada type semen PCC waktu pengikatannya lebih cepat bila
dibandingkan dengan semen type OPC sebesar 285 menit dan 345 menit. Dengan
kebutuhan air setiap sample semen untuk membuat pasat standard (Normal Consistensi /
NC) pada percobaan ini yaitu pada type semen PCC sebesar 25,63 % dan semen Type
OPC sebesar 25,45 dalam hal ini waktu pengikatan awal dan final masih sesuai dengan
syarat yang sudah ditentukan yaitu untuk pengikatan awal minimum selama 45 menit dan
pengikatan awal maksimum selama 375 menit.
Dari hasil analisa data pengujian dalam penelitian ini dan memperhatikan
perkembangan nilai kuat tekan serta pengamatan terhadap karakteristik suatu mortar
dengan penggunaan type jenis semen yang berbeda-beda dalam suatu campuran mortar,
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Dari hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa dengan penambahan Zat Aditif seperti
yang terjadi pada type semen PCC (Portland Composite Cement) yang menggunakan
Zat Aditif Fly Ash dan Trass dapat meningkatkan kuat tekan pada semen. Nilai kuat
tekan dari perbandingan Zat Aditif Fly Ash dan Trass (1 : 1) lebih besar nilainya
dibandingkan Zat Aditif Fly Ash dan Trass ( 0:1 ) dan Penambahan Zat Aditif Fly
Ash dan Trass pada semen PCC (Portland Composite Cement) bisa menggantikan
peranannya sebagai klinker dan penambahan klinker pada semen menjadi lebih
sedikit / irit bahan baku. Pada type semen PCC (Portland Composite Cement) untuk
memperlambat terjadinya proses pembekuan semen maka kedalam semen
ditambahkan gypsum sebagai bahan yang akan memperlambat proses pembekuan
awal semen (Initial Set) yang terjadi pada umur 3 hari. Kuat tekan semen juga
dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain kehalusan (Blaine), kadar SO3, hilang
pijar (LOI), residu 45 m dan lain-lain.

2. Penambahan Zat Aditif Limestone dapat berfungsi meningkatkan kuat tekan , hal ini
terjadi karena Limestone mempunyai bentuk fisik yang mudah halus, sehingga
dengan nilai kehalusan tersebut Limestone dapat menutup rongga-rongga yang
terdapat didalam semen adapun Semen dengan mutu bagus memiliki residu yang
kecil, artinya partikel tersebut kecil dan nantinya akan berpengaruh terhadap setting.
Jika dalam semen mengandung residu yang tinggi maka ekspansi (pemuaian semen)
dan keretakan akan mudah terjadi.

Anda mungkin juga menyukai