Disusun Oleh:
Ayu Putri Aninda (114130145)
Alif Hamdillah P (114130150)
KELAS 1B
PRODI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkah inayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah. Makalah ini merupakan tentang Durabilitas
Beton yang telah penulis ambil sebagi pelengkap mata kuliah Kimia Dasar pada semester ini.
Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Ibu Tira Roesdiana, ST., M.Eng selaku dosen
pembimbing mata kuliah berlangsung. Harapan penulis agar makalah ini dapat bermanfat
untuk masyarakat pada umumnya dan khususnya pada mahasiswa Fakultas Teknik
Unswagati . Segala kritik dan saran yang sifatnya membangun senantiasa penulis nantikan
guna pembuatan makalah lainnya. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.
Penulis
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
DASAR TEORI
2.2 Beton
Beton adalah campuran antara semen portland atau semen hidraulik lain, agregat
halus, agregat kasar dan air dengan atau tanpa bahan campuran tambahan yang membentuk
massa padat. Beton juga dapat didefinisikan sebagai bahan bangunan dan kontruksi yang
sifat-sifatnya dapat ditentukan terlebih dahulu dengan mengadakan perencanaan dan
pengawasan yang teliti terhadap bahan-bahan yang dipilih (Dr. Wuryati Samekto, M.Pd dan
Candra Rahmadiyanto, S.T., 2001).
4
2. Kuat Tekan
Kuat tekan beton ditentukan berdasarkan pembebanan uniaksial bend uni silinder
beton diameter 150 mm, tinggi 300mm dengan satuan Mpa (N/mm2) untuk SKSNI
91.
3. Kuat Tarik
Kuat tarik beton jauh lebih kecil dari pada kuat tekannya, yaitu sekitar 10%-15% dari
kuat tekannya. Kuat tarik beton merupakan sifat yang penting untuk memprediksi
retak dan defleksi balok.
4. Modulus Elastisitas
Modulus elastisitas beton adalah perbandingan antara kuat tekan beton dengan
regangan beton biasanya ditentukan pada 25%-50% dari kuat tekan beton.
5. Rangkak (Creep)
Merupakan salah satu sifat dimana beton mengalami deformasi terus menerus
menurut waktu dibawah beban yang dipikul.
6. Susut (Shrinkage)
Merupakan perubahan volume yang tidak berhubungan dengan pembebanan
7. Kemampuan Dikerjakan (Workability)
Workability adalah bahwa bahan-bahan beton setelah diaduk bersama, menghasilkan
adukan yang bersifat sedemikian rupa sehingga adukan mudah diangkut, dituang atau
dicetak, dan dipadatkan menurut tujuan pekerjaannya tanpa terjadinya perubahan
yang meninbulkan kesukaran atau penurunan mutu. Sifat mampu dikerjakan
(workability) dari beton sangat terganggu pada sifat bahan, perbandingan campuran,
dan cara pengadukan serta jumlah seluruh air bebas.
B. Klasifikasi Beton:
Menurut PBI tahun 1971, beton dapat diklasifikasi menjadi tiga, antara lain:
1. Beton Kelas I
Merupakan beton untuk pekerjaan-pekerjaan non struktural. Untuk
pelaksanaannya tidak diperlukan keahlian khusus. Pengawasan mutu hanya
dibatasi pada pengawasan ringan terhadap mutu bahan-bahan, sedangkan terhadap
kekuatan bahan tidak disyaratkan pemeriksaan. Mutu beton kelas I dinyatakan
dengan beton mutu B0.
2. Beton Kelas II
Merupakan beton untuk perkerjaan-perkerjaan struktural secara umum.
Pelaksanaannya memerlukan keahlian yang cukup dan harus dilakukan di bawah
pimpinan tenaga-tenaga ahli. Beton kelas II dibagi dalam mutu-mutu standar B1,
K125, K175, dan K225. Pada mutu B1, pengawasan mutu hanya dibatasi pada
pengawasan sedang terhadap kuat desak tidak disyaratkan pemeriksaan. Pada
mutu K125, K175, dan K2
25 pengawasan mutu terdiri dari pengawasan ketat terhadap mutu bahan, dengan
keharusan untuk memeriksa kekuatan beton secara kontinu menurut pasal 4.7 PBI
1971.
5
3. Beton Kelas III
Merupakan beton untuk pekerjaan struktural dimana dipakai mutu beton dengan
kuat desak karateristik yang lebih tinggi dari 225 ka/cm2. Pada pelaksanaannya
memerlukan keahlian khusus dan harus dilakukan dibawah pimpinan tenaga-
tenaga ahli. Disyaratkan adanya laboratorium beton dengan peralatan yang
lengkap, dan dilayani tenaga-tenaga ahli yang dapat melakukan pengawasan mutu
beton secara kontinu.
6
BAB III
ISI dan PEMBAHASAN
A. Lingkungan Agresif
1. Permasalahan
Daerah yang paling agresif pada lingkungan laut adalah zona atmosferik dan zona
percikan (splashing), karena pada zona tersebut kandungan oksigen sangat tinggi,
sehingga meningkatkan laju korosi. Bentuk-bentuk serangan korosi yang umum
terjadi di lingkungan laut adalah korosi merata, korosi galvanik, korosi sumuran
(pitting) dan korosicelah(crevice).
2. Faktor Penyebab Agresivitas Ligkungan Laut :
a. Laut merupakan elektrolit yang memiliki sifat konduktivitas tinggi
b. Kandungan oksigen terlarut cukup tinggi
c. Temperatur permukaan laut umumnya tinggi
d. Ion klorida pada air laut merupakan ion agresif
e. Adanya biofouling
Derajat keasaman air laut pada umumnya berkisar antara 8,2 sampai dengan 8,4.
Dilihat secara umum air laut mengandung 3,6 % sampai dengan 4 %garam yang
terlarut, dimana garam-garam tersebut terdiri dari 75% Natrium
Klorida (NaCl), 10% Magnesium Sulfat (MgSO4), dan 10 % garam sulfat
(Magnesium Sulfat, Gypsum, dan Kalium Sulfat), NaCl tidak bereaksi dengan hasil
hidrasi semen. Namun kristalisasi darigaram di dalam pori akan menyebabkan
kehancuran. Hal ini terutama terjadi pada beton yang terletak di antara batas pasang
surut. Untuk beton bertulang, penyerapan air laut oleh beton menyebabkan
terbentuknya daerah anoda dan katoda, akibatnya proses elektrolit dari ion-ion ini
menghasilkan korosi pada tulangan baja akibat kehancuran beton di sekitarnya. Uap
Cl- di permukaan laut bisa menyerang ke struktur - struktur diatasnya sejauh kurang
lebih 20 m. Karat yang terjadi akibat peristiwa korositulangan tersebut mempunyai
volume kurang lebih 2,5 % kali lebih besar yangmenyebabkan beton tersebut pecah.
7
C. Rekomendasi Untuk Mendapatkan Struktur Beton yang Durable di Lingkungan
Laut
Penggunaan bahan dasar beton (seperti agregat) dan beton berkualitas baik
Pemberian selubung beton dengan ketebalan tertentu yang sesuai dengan
kondisi lingkungan yang akan dihadapi. Semakin korosif lingkungan, semakin
tebal selimut beton yang dibutuhkan
Pengontrolan lebar retak yang boleh terjadi pada beton bertulang saat
dikenakan beban layan (service load). Semakin korosif lingkungan semakin
kecil lebar retak yang boleh terjadi pada beton
Perlindungan terhadap tulangan (menghindari korosi)
Pemberian beban penyelubung tulangan
D. Tahapan
Penggunaan material-material dasar yang berkualitas baik dan memenuhi
persyaratan teknis yang berlaku
Pelaksaan pengecoran beton yang baik
Pemadatan beton yang baik
Perawatan beton yang baik
Penggunaan material baja tulangan yang mutunya baik dan seragam.
Ketidakseragaman mutu bahan logam dapat menjadi pemicu terjadinya korosi
Penerapan lapisan yang baik
8
F. Persyaratan untuk Beton yang di Pengaruhi Oleh Lingkungan yang
Mengandung Sulfat
G. Derajat Keasaman
Besi dalam beton sebenarnya tahan terhadap korosi karena sifat alkali
dari beton (pH 13 – 14) sehingga terbentuk lapisan pasif di permukaan besi
dalam beton. Derajat keasaman beton adalah dalam kondisi basa. Perendaman
beton di dalam larutan yang agresif akan mengakibatkan terjadinya proses
karbonasi (carbonation), intrusi ion-ion klorida dan gas CO2 sehingga
cenderung menghilangkan sifat basa dan merusak lapisan pasif pada permukaan besi.
Dengan rusaknya lapisan pasif tersebut, dengan mudah tulangan akan menjadi
terkorosi.
9
I. Half Cell Potensial
Fungsi metode Half Cell Potential pungujian ini mencakup teknik estimasi
daya listrik Half Cell Potential baja tulangan tanpa lapisan pelindung dalam beton di
laboratorium untuk menentukan besarnya korosi pada baja tulangan. Half Cell
Potential ini dapat dipakai untuk semua sampel tanpa memperhitungkan ukuran
ataupun kedalaman lapisan penutup beton pada baja tulangan dan dapat digunakan
setiap saat selama jangka waktu hidup balok beton, dalam hal ini Half Cell Potential
hanya dapat digunakan untuk tulangan yang terselimuti oleh beton. Hasil yang
diperoleh dari pengujian ini tidak harus dianggap sebagai alat untuk memperkirakan
materi struktural yang menyusun baja atau balok beton bertulang. Untuk mendapatkan
hasil yang lebih akurat, diperlukan sumber data lain seperti kandungan klorida dan
derajat keasaman beton.
Bagian-bagian alat Half Cell Potential (ASTM C 876-91). Half Cell yang
terbuat dari sulfat copper – copper terdiri dari sebuah tabung keras atau wadah yang
berisi materi dielektrik yang tidak bereaksi dengan copper atau sulfat cooper, sebuah
kayu penyerap atau sumbat plastik yang selalu basah karena adanya daya kapiler,
dan sebuah batang tembagayang dimasukkan ke dalam tabung pada larutan sulfat
copper jenuh. Larutan ini harus dibuat dengan reagent sulfat copper yang larut dalam
air suling. Larutan dapat dianggap jenuh ketika terjadi endapan di dasar larutan.
Tabung yang digunakan memiliki diameter dalam tidak kurang dari 1
inchi (2,54cm); diameter sumbat penyerap tidak boleh kurang dari 0,5 inchi
(1,3cm); diameter batang tembaga tidak boleh kurang dari 0,25 inchi
(0,6cm) dengan panjang yang tidak kurang dari 2 inchi (5cm).
Alat pembagi arus listrik dapat digunakan untuk menyediakan jembatan
tahanan listrik berdaya rendah antara permukaan beton dan half cell. Alat ini terdiri
dari satu sejumlah spon pra – basah dengan tahanan listrik rendah dalam bentuk
larutan. Spon ini bisa dibalut seluruhnya dan Half Cell Potential, sebagian atau secara
keseluruhan merefleksikan kandungan kimia lingkungan elektroda. Sebagai misal,
peningkatan konsentrasi klorida dapat mengurangi konsentrasi ion belerang pada
bagian anoda baja sehingga merendahkan ( menjadikan lebih negatif ) nilai potensial.
J. Corrosion Inhibitor
Pada saat ini studi mengenai corrosion inhibitor telah mengalami
perkembangan, hal ini seiring dengan kebutuhan dunia konstruksi khususnya pada
pembuatan beton bertulang di lingkungan agresif. Lingkungan agresif dalam hal ini
merupakan daerah yang mempunyai kandungan kimia tinggi yang dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan pada struktur beton, baik pada beton itu sendiri
seperti terjadinya pelapukan beton, maupun terjadinya korosi pada tulangan beton.
Untuk dapat mengakomodasi kebutuhan tersebut maka corrosion inhibitor juga
mengalami perkembangan baik dari tingkat keefektifannya sampai pada cara
pengaplikasiannya yang semakin praktis.
Seperti kita ketahui corrosion inhibitor sudah banyak diaplikasikan
secara luas di negara – negara maju saat ini. Hal ini merupakan tantangan bagi
dunia industri beton bertulang di Indonesia untuk juga dapat mengaplikasikan
10
corrosion inhibitor secara lebih luas. Pada hakekatnya corrosion inhibitor tidak
hanya dapat digunakan untuk mengurangi terjadinya korosi padatulangan beton,
tetapi secara otomatis dapat meningkatkan lifetime beton bertulang, khususnya
yang berada di lingkungan agresif. Untuk mengakomodasi kebutuhan ini maka
dikembangkan corrosion inhibitor yang dapat diaplikasikan secara mudah,
memiliki tingkat keefektifan yang tinggi tanpa mengurangi durability,
permeabilityserta kualitas beton itu sendiri.
Secara umum terdapat perbedaan yang mendasar pada beton bertulang dengan
corrosion inhibitor dan beton bertulang non corrosion inhibitor, dimana pemakaian
corrosion inhibitor pada beton bertulang bertujuan untuk menghalangi terjadinya
reaksi zat-zat agresif dengan logam besi (tulangan) yang dapat mengakibatkan
terjadinya korosi.Pada beton bertulang non corrosion inhibitor selimut beton tidak
akan mampu untuk mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat mengakibatkan
tulangan beton menjadi terkorosi. Perbedaan terjadinya korosi pada beton bertulang
dengan corrosion inhibitor dan beton bertulang noncorrosion inhibitor.
Salah satu Corrosion inhibitor yang dikembangkan saat ini adalah Corrosion
Inhibitor Ferrogard 903. Inhibitor dapat didefinisikan sebagai zat kimia yang apabila
ditambahkan/dimasukkan dalam jumlah sedikit ke dalam suatu zat koroden
(lingkungan yang korosif) dapat secara efektif memperlambat atau mengurangi laju
pengkaratan yang ada.Corrosion inhibitor Ferrogard 903 merupakan salah satu
corrosion inhibitor yang cara pemakaiannya dilapiskan pada permukaan beton
bertulang. Ferrogard 903 dapat masuk dan menyelimuti beton bertulang tersebut
kemudian melindunginya dari korosi baik akibat klorida maupun akibat karbonasi
pada beton. Ketebalan lapisan film pada permukaan tulangan yang dibentuk oleh
Ferrogard 903 adalah setebal 10-8m: Sika Ferrogard 901 and 903, Ferrogard 903
merupakan gabungan dari amino alkohol, organik dan anorganik inhibitor. Lapisan
film ini memperkecil akses dari oksigen terhadap tulangan baja pada katoda dan
memperkecil baja menjadi larut pada anoda.
11
L. Perusakan Beton Akibat Sebab-Sebab Kimiawi
12
dan boleh di tambahkan bahan-bahan lain asal tidak mengakibatkan penurunan
kualitas.
Definisi Pozolan menurut ASTM C 618-96 adalah bahan yang mengandung
senyawa silika atau silika dan alumina, di mana walaupun Pozolan tidak punya
sifat sementasi, tetapi dengan bentuknya yang halus, dengan adanya air maka
akan terjadireaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida pada suhu biasa,
membentuk senyawa yang memiliki sifat-sifat seperti semen (kalsium silikat
dan kalsium aluminat hidrat).
Dibandingkan dengan sifat fisika semen Portland maka kekuatan awal semen
Portland Pozolan agak lebih rendah akan tetapi pada perkembangan reaksi
berikutnya, akan terjadi dua reaksi yang bersamaan yaitu reaksi antara Portland
cement dengan air dan reaksi antara silika aktif (amorf) dengan Ca(OH)2 dan air
sehingga kekuatan Portland Pozolan semakin lama menjadi semakin tinggi.
Seputarperbedaan aktivitas peningkatan resistensi SBC terhadap serangan air
laut dan sulfat baik pada SBC maupun semen Portland Cement type II maupun
type V dapat dijelaskan sebagai berikut:
Eliminasi pembentukan enttringite dengan menurunkan C3A (3CaO
.Al2O3).Pada semen Portland Type II dan Type V, C3A diturunkan
berturut-turut maksimum 8% dan 5% sedangkan pada SBC tergantung
pada Silica Amorf yang ditambahkan, makin besar Silica Amorf yang
ditambahkan C3A makin kecil dan enttringite makin sedikit.
Menurunkan pembentukan enttringite dengan mengeliminasi Ca(OH)2
dari hasil reaksi C3S (3CaO.SIO2) dan C2S (2CaO.SIO2) dengan air.Pada
semen Portland type II dan type V tidak bisa mengeliminasi Ca(OH)2
sedangkan pada SBC terjadi pengeliminasian Ca(OH)2 yaitu dengan jalan
pengikatan Ca(OH)2 oleh Silica Amorf membentuk CSH (semen gel) baru
Aksi Klorida
1. Bentuk Reaksi :
Pertukaran ion Ca2+ dengan Mg2+
Hasil reaksi klorida berupa kalsium klorida yang dapat larut dalam air laut
sehingga dapat mengarah pada penyusutan material : melemahkan beton.
2. Pencegahan :
a. Mengikat Ca(OH)2
b. Mengurangi kandungan Ca(OH)2
c. Meningkatkan tingkat kekedapan beton
13
N. Serangan Mikrobiologis pada Beton
Pitting Corrosion (Korosi bintik-bintik Jmur)
Korosi secara lokal dimana proses korosi terbatas pada satu lokasi dan
berusaha menembus keadaan logam atau material yang bersangkutan.
Penyebab dari pitting corrosion adalah adanya ion-ion klorida merupakan
suatu autokatalitik katalis dari korosi tersebut. Dengan adanya air, garam
kloridaini akan terhidrolisis dan menghasilkan ion klorida kembali.
M M++ + 2e M++ + 2Cl- MCl2 MCl2 + 2 H2O M(OH )2 + 2 H+ + 2 Cl-
2 H+ + 2e H2.
Apabila lapisan film pelindung korosi pecah atau rusak maka akan
timbulkorosi secara lokal. Dengan adanya oksigen akan mempercepat proses
pitting.Suatu bentuk anoda akan terbentuk pada bagian lapisan film pelindung
korosi dan lapisan pelindung yang tidak rusak akan bertindak sebagai katoda.
Produk korosi meyebabkan terjadinya sumuran sehingga semakin lama
semakin dalam dan titik ini merupakan tempat adanya konsentrasi tegangan
sehingga dapat menyebabkan korosi tegangan dan korosi kelelahan. (Korosi
Logam oleh Organisme dalam Air Laut ) Korosi tegangan ( stress corrosion
cracking )
Selective Attack (Leaching) dengan adanya noda
Kerusakan beton akibat korosi gejala awalnya kerusakan beton
bertulang ditunjukkan dengan adanya noda berwarna coklat (seperti sarang
tawon) pada beton disekitar keberadaan tulangan beton. Noda ini adalah akibat
dari proses korosi baja, yang dapat merembes sampai ke permukaan beton
tanpa menimbulkan keretakan, melainkan melalui pori - pori beton. Keretakan
beton terjadi karena hasil korosi besi, dimanaakibatnya adalah terjadi retak
dan spalling pada selimut beton. Dengan terjadi retak dan spalling tersebut,
secara langsung akan menurunkan kekuatanstrukturnya.
Perlindungan Selimut Betondan Mekanisme Korosi Pada Baja
TulanganSelimut beton merupakan komposit dari semen portland (campuran
kalsium silikat dan kalsium aluminat), pasir, dan campuran-campuran lainnya.
Selimut beton berfungsi seperti lapisan coating yang memberikan proteksi
yang sangat baik pada baja tulangan. Selain itu, campuran semen portland
dengan air akan menghasilkan kalsium silikat hidrat dan kalsium hidroksida
yang bersifat basa dengan pH berkisar antara 13-13,5. Kondisi pori beton yang
bersifat basa ini akan membuat baja dalam kondisi pasif (terbentuk lapisan
pasif yang protektif) dan tidak terkorosi.Ketahanan terhadap korosi yang
dihasilkan selimut beton akan tetap terjaga selama selimut beton dapat
menahan masuknya udara dan air. Apabila selimut beton terlalu tipis atau
terlalu berpori, kerusakan akibat korosi akan terjadi karena penetrasi air yang
mengandung oksigen terlarut melalui pori beton.
Masuknya oksigen terlarut ini akan memicu terjadinya rangkaian sel
elektrokimia yang menyebabkan terjadinya korosi.Klorida terlarut merupakan
penyebab utama terjadinya korosi dalam selimut beton. Ion klorida dapat
berasal dari penetrasi air laut, atau dapat juga berasal dari air dan pasir yang
14
digunakan dalam campuran selimut beton. Adanya ion klorida yang bersifat
agresif akan membentuk senyawa asam dan bereaksi dengan selaput pasif
yang bersifat basa, sehingga selaput pasif akan rusak dan baja tulangan akan
terkorosi. Korosi akibat penetrasi ion klorida umumnya terjadi secara setempat
(pitting corrosion). Gas karbondioksida juga dapat menyebabkan terjadinya
korosi pada baja tulangan, namun dengan laju yang jauh lebih lambat daripada
korosi yang disebabkan oleh penetrasi ion klorida.
Karbonasi selimut beton terjadi akibat interaksi antara gas
karbondioksida di atmosfer dengan senyawa hidroksida dalam larutan pori
selimut beton. Adanya proses karbonasi ini menyebabkan penurunan pH
selimut beton dan menyebabkan pergeseran potensial korosi baja tulangan
menjadi aktif terkorosi.Hal-hal yang mempercepat penetrasi karbondioksida
pada selimut beton antara lain :
rendahnya kandungan semen
tingginya rasio air/semen
pengeringan beton yang kurang memadai
adanya retakan serta cacat pada permukaan selimut beton.
Proses karbonasi ini juga dapat meningkatkan porositas selimut beton,
sehingga tidak mampu lagi mencegah Penetrasi klorida sebagai ion agresif.
15
O. Pencegahan Korosi pada Baja Tulangan
Korosi baja tulangan beton umumnya dicegah dengan menggunakan sistem proteksi
katodik, baik dengan sistem arus paksa (impressed current) maupun sistem anoda
tumbal. Sistem arus paksa biasanya lebih disukai untuk memproteksi baja tulangan
dalam selimut beton. Sistem ini dapat dilakukan dengan tiga cara :
Dipasang pada arus konstan
Dipasang pada tekanan rectifier konstan
Potensial rebar dibuat konstan (dengan elektroda standar)
Pemasangan proteksi katodik dengan system arus paksa harus dirancang sedemikian
rupa karena prestressed tension wires yang digunakan dapat berpotensi menimbulkan
hydrogen embrittlement. Untuk sistem proteksi katodik dengan anoda tumbal, dapat
digunakan digunakan metoda galvashield atau zinc hydrogel anodes.
Selain itu, pencegahan kerusakan beton juga dapat dilakukan untuk mencegah
penetrasi oksigen terlarut dalam air, ion klorida dan karbondioksida ke dalam selimut
beton, dengan cara meningkatkan daya lekat serta meminimumkan porositas selimut
beton sebagai berikut :
16
BAB IV
KESIMPULAN
Korosi pada struktur beton yang diperkuat baja tulangan di lingkungan laut dapat
terjadi karena oksigen terlarut, penetrasi ion klorida dan karbonasi beton oleh gas
karbondioksida. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan korosi pada baja
tulangan struktur beton adalah dengan menggunakan proteksi katodik, serta melakukan
pencegahan kerusakan pada selimut beton dengan meningkatkan daya lekat selimut beton dan
meminimumkan porositas selimut beton untuk mencegah penetrasi oksigen terlarut dalam air,
ion klorida dan gas karbondioksida. Peningkatan kualitas beton adalah metode yang optimal
untuk memperpanjang waktu layan bangunan beton dan memperkecil biaya perawatan.Untuk
mendapatkan hasil perbaikan dan perkuatan yang tepat guna dan mencegah hasil-hasil yang
tidak diharapkan, maka diperlukan koordinasi antara pihak-pihak yang melakukan
investigasi, pengujian, evaluasi dan pelaksanaan.
17
BAB V
PENUTUP
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan
judul makalah ini.Terima Kasih pada semua pihak yang membantu. Teman-teman, bu Tira
selaku dosen kimia dasar yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini juga
sumber-sumber yang telah membantu kami dalam melengkapi materi makalah ini.
Kami banyak berharap para pembaca berkenan memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di
kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada
khususnya juga para pembaca pada umumnya.
18
DAFTAR PUSTAKA
Sebayang, Surya. 2000. Bahan Bangunan (Volume I-Teknologi Beton). Bandar Lampung.
Samekto, Wuryati, Dr. M.Pd. dan Candra Rahmadiyanto, S.T.2001. Teknologi Beton.
Yogyakarta: Kanisius.
www.puspitek.net/Html/
www.kapanlagi.com/07682.html
www.inilah.com/berita.php?id=9204
www.indomedia.com/intisari/2001/Mei/beton.htm
http://yandhiwijaya-civilengineering.blogspot.com/2009/10/durabilitas-beton_19.html
https://sasonov.wordpress.com/2008/04/24/aspek-durabilitas-struktur-beton-di-lingkungan-
laut/
19