Anda di halaman 1dari 8

Artikel

Kasus Pemasaran PT. Indofood

Dikutip dari:

SWAOnline. 2006. Mengapa Indofood Gagal Menghadang Mie Sedaap?.


http://swa.co.id/swa/listed-articles/mengapa-indofood-gagal-menghadang-mie-sedaaptanya,
26 Januari 2006.

1
Mengapa Indofood Gagal Menghadang Mie Sedaap?
by SWAOnline - January 26, 2006

Pusing tujuh keliling. Mungkin begitulah kondisi manajemen Indofood melihat sepak terjang
Wingsfood dengan produk mi instan andalannya, Mie Sedaap. Memang, sejak Wingsfood
meluncurkan Mie Sedaap pada awal 2003, para petinggi Indofood boleh jadi tak bisa tidur
nyenyak lagi. Lihat saja, hanya dalam tempo dua tahun produk yang relatif baru itu
diperkirakan sudah menggaet pangsa pasar mi instan sebesar 15%-20%. Padahal, Indofood
sang pemimpin pasar adalah penguasa yang amat dominan dan bertahan selama puluhan
tahun di posisi ini. Bahkan, pada 2002 pangsa pasar perusahaan milik Salim ini di bisnis mi
instan mencapai 90% dengan nilai sekitar Rp8 triliun.

Indofood memang tidak tinggal diam, bahkan sudah mencoba berbagai cara. Mulanya, untuk
melawan kehadiran Mie Sedaap, Indofood mengeluarkan Mie Sayap, yang ternyata gagal.
Berikutnya, Indofood mengeluarkan Sarimi Ekstra, yang sayangnya juga tak berhasil.
Selanjutnya, perusahaan andalan Grup Salim ini meluncurkan SuperMie Sedaaap. Alhasil,
puluhan merek mi instan telah dikeluarkan Indofood. Padahal, Wingsfood cuma menerjunkan
Mie Sedaap dengan lima variannya.

Bukan hanya meluncurkan beragam produk mi instan, Indofood juga melancarkan langkah
promosi dengan memberi hadiah berupa gelas atau mangkuk dan hadiah satu bungkus setiap
membeli lima bungkus. Reaksi Indofood juga menyentuh aspek distribusi. Dalam pengamatan
Yadi Budi Setiawan. Direktur Pengelola Force One, Indofood memang telah menata ulang
manajemen distribusinya. Sekarang, Indofood tak lagi hanya melayani pelanggan besar
(sekelas hypermarket) dengan pembelian minimal 5 juta bungkus, tapi juga yang lebih kecil.

Meski sudah melakukan berbagai upaya, kerisauan tampaknya belum pergi dari benak
manajemen Indofood. Sampai-sampai para petinggi Indofood merasa perlu mendengar
pandangan koleganya dari industri berbeda. Dari proses pencarian second opinion dari
kalangan eksternal inilah, kabarnya manajemen Indofood menyadari kesalahannya
memborbardir pasar dengan puluhan merek mi instan, dan akan segera menarik kembali
puluhan mereknya itu dari pasar. Memang, yang gampang ditebak, kehadiran banyak merek

2
malah membuat sulit Indofood baik dalam hal strategi komunikasi maupun evaluasi
keberhasilannya. Begitu juga, peluncuran fighting brand SuperMie Sedaaap malah menaikkan
pamor Mie Sedaap yang sudah lebih dulu hadir di pasar.

Budi Handojo, pengamat dan praktisi pemasaran, menilai kesalahan Indofood pada
langkahnya yang ofensif, menyerang ke mana-mana dengan memperbanyak rasa dan
merambah berbagai segmen. Akibatnya, konsumen mudah bergeser antara satu rasa Indomie
dengan rasa mi instan produknya yang lain. Nah, kalau konsumen sudah bisa bergeser ke rasa
lain, meski masih satu merek, berarti ia juga bisa bergeser ke mi rasa lain di luar Indomie,
kata Budi menganalisis. Di sinilah kerusakan merek terjadi, dan berakibat benteng pertahanan
Indofood menjadi rapuh. Di saat seperti ini, Mie Sedaap bisa menyerbu masuk dengan
menawarkan rasa yang tidak kalah nikmat.

Sebagai seorang praktisi (saat ini Budi menjabat Direktur PT Sari Ayu Martha Tilaar), ia
sendiri mengaku iri atas keberanian Wingsfood. Pasalnya, di saat yang lain menghindari
persaingan langsung dengan berlindung di balik dalih Blue Ocean Strategy, Wingsfood malah
menantang sang pemimpin pasar. Hasilnya tidak mengecewakan, karena Mie Sedaap berhasil
mencuri pasar Indofood yang diperkirakan mencapai 20%. Padahal Indofood memiliki brand
yang telah generik, ujarnya.

Budi juga melihat, selain berhasil melakukan terobosan pada aspek rasa, Mie Sedaap pun
mampu menghajar Indofood dari sisi distribusi. Ia melihat, ketika pertama kali penetrasi ke
pasar, Mie Sedaap menerobos pasar modern dulu. Setelah itu baru masuk ke jalur yang susah
ditembus, yakni kalangan pedagang kelontong dan grosir. “Sebab, untuk masuk ke sini harus
banyak melakukan promo dan memberikan hadiah tuturnya. Dalam praktiknya, Mie Sedaap
memang tidak segan-segan memberi term of payment atau jangka waktu pembayaran 30-60
hari. Langkah seperti ini mengingatkan ketika Indofood pada masa awal berkiprah berani
memberikan hadiah emas dan lain-lain apabila penjualnya berhasil mencapai target yang
ditetapkan. Hebatnya lagi, sekarang warung-warung mi pinggir jalan juga berhasil ditembus
Mie Sedaap. Padahal dulu warung-warung pinggir jalan itu turut memperkokoh benteng
pertahanan Indofood.

Trik Wingsfood juga dinilai jitu dalam hal menciptakan merek.“Kekuatan Indofood di
mereknya yang sudah menjadi generik, mi instan ya Indomie. Lalu, Wingsfood mencari nama

3
yang generik juga, yaitu sedap. Karena orang menilai makanan yang nikmat, pasti sedap. Tapi
kata umum tak boleh dipatenkan, makanya ditambah satu, sedaap, Budi menguraikan.

Mencermati soal iklannya, menurut Budi, dalam teori periklanan dikenal 5M: mission,
message, media, money and measurement. Dari sisi misi, Wingsfood ingin menggantikan
nama generik Indomie dengan merek sedap. Dari sisi message, iklan-iklannya mengandung
pesan yang jelas, sedap, dengan slogan citra (tag line): Begitu nyoba langsung suka, semua
orang langsung suka. Kemudian pemilihan medianya, iklannya hampir di semua media dan di
program-program TV yang rating-nya tinggi. Bahkan sebelum peluncuran ada soft launching,
dengan billboard-billboard di tepi jalan dipenuhi kalimat misterius: Sebentar lagi, nantikan
yang satu ini. Kalau mie instan sudah biasa. “Ini membuat orang bertanya-tanya apa nih yang
akan keluar, ujar Budi.

Tak kalah menarik, dana iklannya (money) menurut perhitungan Budi, luar biasa. Dari durasi
dan intensitas iklannya bisa diraba besarnya investasi yang digelontorkan Wingsfood. Lalu
terakhir, measurement atau alat ukurnya. “Wings pasti punya marketing intelligence sendiri
untuk mengukur pasarnya setelah beriklan. Dan hal ini diimbangi lagi dengan consumer
promo yang gila-gilaan, papar Budi. Ia sendiri mengaku mendengar Grup Wings sampai
merasa perlu membeli pabrik piring demi menopang langkahnya terjun ke bisnis mi
instan.“Saya sempat mendengar hal ini. Entah benar atau tidak, ujarnya buru-buru
mengoreksi.

Budi menduga kebiasaan Wingsfood berani melawan market leader justru karena ada
keuntungan yang bisa dipetik. “Pasarnya sudah besar dan pemimpin pasarnya lengah, kata
Budi.“Karena sering berhasil, ini seperti sudah jadi trademark-nya, sambungnya.

Ia melihat tampaknya tim Wingsfood daripada repot-repot berpikir inovasi, lebih baik
mempelajari kunci sukses dan kekuatan sang pemimpin pasar lalu dicari kelemahannya. “Itu
salah satu teori hardball, ujar Budi.

Yadi Budi Setiawan memberi catatan khusus pada aspek strategi yang digelar Wingsfood,
yang dilihatnya memiliki strategi regional: Indonesia Timur dan Indonesia Barat. Ini bukan
cuma dari sisi penjualan, tapi juga sisi pemasaran dan promosi. Contoh implementasi
strateginya, di Indonesia Timur (Jawa Timur sampai Sulawesi), distribusi produknya lebih ke

4
akar rumput. “Mereka menjual ke gerobak dorong, rombong, depot dan melayani pembelian
mi yang hanya 300-500 ribu bungkus, paparnya. Sementara di Indonesia Barat Wingsfood
lebih fokus ke pasar modern dan grosir menengah. “Indofood seolah-olah menghadapi dua
pasukan, padahal mereka dari satu perusahaan, kata Yadi melukiskan.

Agaknya strategi Wingsfood ini juga didukung timing yang pas. Pasalnya, Mie Sedaap hadir
pada waktu monopoli terigu Indofood sudah runtuh. Di saat yang sama pula pemain-pemain
lain berguguran. Meski tergolong berhasil, pihak Wingsfood tak mau banyak berkomentar
tentang Mie Sedaap. Namun, sebuah sumber di Wingsfood buka kartu bahwa dalam
menciptakan citarasa Mie Sedaap, Wingsfood sebelumnya melakukan survei dan testing.
Mereka melakukannya di beberapa kota besar di Indonesia seperti Surabaya dan Jakarta yang
prosesnya memakan waktu sampai 6 bulan. “Kami tidak khawatir sekalipun Indofood
mengeluarkan SuperMie Sedaap. Begitu dibuka persaingan bebas, mereka kaget. Yang
namanya orang berdagang yang penting kan pasar yang menerimanya, ujarnya dengan santai.
Diceritakannya, dulu saat Wingsfood memberi hadiah piring, pihak Indofood kesal. “Sekarang
justru mereka yang masih tetap mempraktikkan pola beli lima gratis satu, ia menambahkan.
Mengomentari langkah Indofood, “Buat apa (Indofood) promosi, kalau barangnya tidak ada
yang cari, katanya rada jumawa.

Melihat kemunduran Indofood, Budi menyarankan Indofood untuk menata lagi produk-
produknya dengan cara mengurangi baik merek maupun varian produknya. Selanjutnya
Indofood bisa juga melakukan cross branding atau cross promotion dengan berbagai
produknya, dengan mencontoh praktik yang dilakukan Unilever pada produk Citra dan
Hazeline.“Tapi mesti hati -hati. Karena masing-masing berdiri sebagai unit bisnis sendiri,
ucap Budi.

Sementara itu, Hermawan Kartajaya menyarankan agar Indofood siaga satu. Pasalnya, pasar
Indofood kini semakin tergerogoti. “Indofood mestinya bermain defensif. Caranya dengan
membuktikan bahwa rasa Indofood lebih baik. Misalnya dengan blind test, mengeluarkan rasa
baru dan lain-lain, kata Hermawan.

Budi juga menyarankan agar Indofood membentengi diri. Caranya, “Indofood harus
kukuhkan diri dengan melihat siapa konsumennya. Pertahankan konsumen loyalnya. Jangan
sampai ada trial, karena konsumen makanan tidak terlalu loyal, ujarnya. Satu-satunya cara

5
untuk menghindari trial sebenarnya Indofood dari dulu sudah memiliki dua kekuatan.
Pertama jaringan warung-warung makan Indomie dan distribusi yang kuat. “Nah yang harus
dibenahi, produk, kekuatan korporasi, strategi distribusi dan jaringan warung makannya, tutur
Budi. Ia menambahkan, Indofood juga bisa mengekspose produknya sebagai mi yang sehat,
berkualitas dan higienis yang berbeda dari mi instan yang lain.

Sayangnya, pihak Indofood tak bersedia berkomentar banyak seputar gebrakan Wingsfood di
pasar mi instan. Evelyn L. Atmaja, GM Pemasaran dan Penjualan PT Indofood Sukses
Makmur hanya mengklaim kini pangsa pasarnya mencapai 80% dengan pendapatan per
tahunnya menembus angka Rp 6 triliun. Namun, diakuinya, tak semua konsumennya loyal.
Dari 80% pangsa pasar yang digenggamnya, diperkirakan 10% konsumen suka “berselingkuh
dengan pesaingnya. “Itulah yang menjadi dasar peluncuran berbagai rasa lokal, ucapnya
memberi alasan.

Sebuah kesetiaan memang mahal. Untuk itu, Indofood rela melakukan berbagai upaya, seperti
menjual lebih murah. Contohnya, di Kecamatan Banyumanik, Semarang. Menurut Evelyn,
harga Rp 800 per bungkus Indomie masih dianggap mahal di daerah itu. Akhirnya, kini setiap
hari Sabtu dan Minggu Indomie menggelar semacam acara keramaian untuk menjual Indomie
dengan harga khusus.

Langkah lainnya, dengan sering melakukan riset di daerah. Tujuannya untuk mengetahui
seberapa parah tingkat “perselingkuhan konsumen sekaligus keinginan mereka. Menurut
Evelyn, sekali terungkap, maka Indofood akan langsung melakukan treatment khusus. Yang
tak kalah penting, perlakuan kepada para pedagang. Dijelaskannya, Indofood juga
menyesuaikan kembali besarnya margin keuntungan yang diberikan ke pedagang.

Budi sendiri mengaku tak yakin Mie Sedaap sanggup bertahan jika Indofood menyerang
balik. Alasannya, meskipun kini sedang kecolongan, kekuatan Indofood tak bisa diremehkan.
Pasalnya, dominasi Indofood di tingkat grosir masih kuat. Hal itu terlihat dari dominannya
produk mi instan Indofood di toko-toko grosir.“Kalau dulu rajanya masih tidur, sekarang
rajanya sudah bangun dan tahu ada semut masuk ke kupingnya. Memang sudah berdarah-
darah, tapi jangan berharap ada pertumbuhan spektakuler lagi, kata Budi seraya mengingatkan
Wingsfood.

6
Hampir sepandangan, Yadi mengatakan saat ini Indofood masih dominan dan diperkirakan
punya sekitar 76% pangsa pasar mi instan di Indonesia. Sementara pangsa pasar Mie Sedaap
di Indonesia Timur baru mencapai 16%, sedangkan di Jakarta dan kota-kota sejenis pangsanya
malah hanya 11%.

Dominasi produk mi instan Indofood memang masih kelihatan di pasar. Ambil contoh di
Alfamart, Cipayung. Frans Setiawan, Merchandiser Alfamart Cipayung Hankam, mengatakan
sampai saat ini Indomie masih dominan di gerainya. Hal ini terlihat dari data penjualan
sementara bulan ini yakni penjualan Indomie mencapai 70 bungkus per hari, sedangkan Mie
Sedaap 20 bungkus per hari, dengan rekor tertinggi hingga 39 bungkus.

Meskipun penguasaan pasar Indofood masih dominan,Budi memperingatkan Indofood agar


tetap waspada. Ia menilai kondisi Indofood saat ini seperti rumah yang disatroni maling.
“Jangan lantas malingnya diteriaki. Mestinya, mereka dilawan diam-diam tanpa disadari
malingnya, ujar Budi beranalogi.

7
Permasalahan yang dihadapi PT. Indofood

Indofood terlalu gegabah dalam penetrasi pemasarannya ketika mengetahui


kompetitor Indofood (Wingsfood) semakin berkembang dan dapat menggaet pangsa
pasar mie instan sebesar 15%-20% dengan hanya memproduksi 5 varian rasa berbeda.
Sehingga Indofood mencoba untuk menyingkirkan Wingsfood yang baru beroperasi 2
tahun itu dengan cara memperbanyak rasa dan merambah segment produksi dari pasar
kecil hingga pasar modern, sehingga mengakibatkan para konsumen mudah bergeser
dari satu rasa ke rasa yang lain meski masih satu merek, kemungkinan terburuknya
dari hal tersebut ialah konsumen pun juga bisa bergeser ke mi instan rasa lain di luar
dari produk indofood itu sendiri. Berbeda dengan strategi Wingsfood, dalam
menciptakan citrarasa mie sedaap, mereka sebelumnya melakukan survei dan testing.
Mereka malakukan pemasaran ke sejumlah kota besar dan akhirnya memperluas
pemasarannya ke pasar-pasar kecil yang sulit untuk digapai.

Solusi
1. Seharusnya Indofood melakukan strategi bertahan terlebih dahulu, tidak mudah
gegabah dengan membanjiri pasar dengan banyak varian rasa yang berbeda. Alangkah
lebih baiknya apabila Indofood menata lagi produk-produknya dengan cara
mengurangi baik merek maupun varian produknya. Selanjutnya Indofood bisa juga
melakukan cross branding atau cross promotion dengan berbagai produknya.
2. Indofood harus mencari second opinion dari pihak eksternal dan menemukan akar
permasalahan yang terletak dalam strategi pemasaran mereka yang membombardir
pasar penjualan dengan puluhan varian rasa, merek mie instan tersebut.
3. Indofood mestinya bermain defensif. Caranya dengan membuktikan bahwa rasa
Indofood lebih baik. Misalnya dengan blind test.
4. Membenahi strategi pemasaran 5M: mission, message, media, money and
measurement.

Anda mungkin juga menyukai