Penyakit Kuning
Kuning merupakan salah satu tanda yang sering ditemukan pada dua minggu pertama kelahiran.
Kuning biasanya bersifat ‘fisiologis’ karena imaturitas fungsional hepar normal, yang akan matur
dengan cepat setelah kelahiran. Kuning berat atau perkembangan kuning dalam waktu 24 jam
kelahiran menandakan adanya faktor tambahan seperti hemolisis, infeksi atau kelainan
metabolikbawaan, dan membutuhkan pemeriksaan dan penanganan yang mendesak. Kadar bilirubin
tak terkonjugasi di atas 300 µmol/l (atau 250 µmol/l pada bayi prematur) dapat menyebabkan
kerusakan otak (kernikterus).
Penyakit kuning yang muncul dalam waktu yang lebih lama, atau menetap hingga tiga minggu
setelah kelahiran menandakan adanya penyakit kuning yang tidak jinak ‘fisiologis’ dan
membutuhkan pemeriksaan dan tatalaksana yang cepat, seperti diagnosis cepat dan tatalaksana
tepat untuk mencegah kematian atau bahaya permanen pada bayi (Tabel 17.1). Penyakit kuning
dalam stadium ini, dihubungkan dengan feses abu-abu pucat (acholic), urine gelap, dan peningkatan
kadar bilirubin serum yang sebagian besar merupakan bilirubin konjugasi dan mungkin disebabkan
tindakan operasi. Atresia biliaris(atau yang lebih jarang kista koledokus) menyebabkan penyakit
kuning obstruktif pada bulan pertama setelah kelahiran (Gambar 17.1). kerusakan hepar yang berat
yang berhubungan kolestasis dapat menunjukkan gambaran serupa. Hepatitis neonatus oleh karena
penyebab yang tidak diketahui atau kerusakan hepar sekunder akibat sepsisemia, infeksi virus
(seperti sitomegalovirus) atau kelainan metabolisme bawaan (seperti galaktosemia) juga perlu
dipertimbangkan. Penyakit kuning tanpa tanda obstruktif (seperti warna urine dan feses yang
normal) mungkin dapat ditemukan pada penyakit hepar yang tidak berat tanpa kolestasis atau
dapat disebabkan oleh gangguan konjugasi dan pengambilan bilirubin (seperti hipotiroid, hemolisis,
penyakit kuning ASI atau defek enzim kongenital yang langka).
Tabel 17.1 Penyebab yang berpotensi menyebabkan penyakit kuning menetap setelah lahir
Ketika kekuningan menetap lebih dari dua minggu setelah kelahiran, atresia biliaris harus dicurigai,
walaupun diagnosis ini sering disingkirkan. Inkompabilitas rhesus, bentuk lain dari penyakit hemolisis
bayi baru lahir dan infeksi kongenital fetus, seperti rubella, herpes, sitomegalovirus, sifilis, dan
toxoplasmosis, dapat terjadi pada pasien kuning pada hari pertama atau kedua setelah kelahiran
(Tabel 17.2). Pada penyakit hemolisis, uji Coombs memiliki nilai positif.
Penyebab umum penyakit kuning yang terjadi antara hari pertama dan minggu pertama kelahiran
disebabkan oleh imaturitas enzim, yang disebut penyakit kuning fisiologis. Bilirubin yang berlebihan
merupakan bilirubin tak terkonjugasi dan tidak terdapatantibodi anti sel darah merah (Uji
Coombsnegatif). Anak yang mengalami penyakit ini seringkali lahirprematurwalaupun anak yang
lahir prematur sering berada dalam keadaan yang baik. Pada minggu pertama, sepsisemia dengan
disfungsi hepar sekunder juga dapat menyebabkan penyakit kuning dan akan dikonfirmasi bila uji
skrining sepsis menunjukkan kultur darah yang positif.
Inflamasi
ductus
biliariskongenit
al 2oPengempisan
(pseudokista)
2o Atresia
Gambar 17.1 Kemungkinan umum etiologic atresia biliaris dan kista koledokus
Setelah minggu pertama, penyakit kuning yang disebabkan berbagai kelainan kongenital harus
disingkirkan. Hipotiroid, atau kretinismus neonatus mungkin sulit didiagnosis secara klinis dan
disingkirkan dengan uji skrining fungsi tiroid. Bilirubin yang berlebihan adalah bilirubin tak
terkonjugasi karena maturasi fungsi hepatosit ditekan dengan tidak adanya tiroxin. Pada
galaktosemia, kerusakan hepar disebabkan oleh kadar gula yang abnormal pada aliran darah.
Bilirubin yang berlebihan adalah bilirubin tak terkonjugasi, tetapi ada gula non glukosa pada urine,
dan uji skrininggalaktose menunjukkan hasil yang positif. Kadar gula yang tinggi dalam darah dan
urine merupakan predisposisi sepsis, yang pada akhirnya dapat mengaburkan diagnosis utama. Pada
penyakit kuning ASI, bilirubin yang berlebihan adalah bilirubin tak terkonjugasi karena
supresiglucuronyltransferase oleh zat yang ada dalam susu. Bayi tersebut berada dalam keadaan
yang sehat, dengan ASI. Defisiensi Alpha-1-antitripsin merupakan salah satu penyebab penyakit
kuning yang tidak umum yang menyebabkan kolestasis dan hiperbilirubinemia terkonjugasi, yang
dapat meniru gejala obstruksi ductusbiliaris. Penyakit ini dapat disingkirkan dengan perhitungan
kadar α-1-antitripsin dalam darah. Padafibrosissystik, terdapat konsentrasi bilirubin terkonjugasi
yang tinggi akibat kolestasis. Gejala lain fibrosissystik, seperti keterlambatan pengeluaran mekonium
atau mekonium ileus, dapat terjadi. Diagnosis ditegakkan melalui hasil uji keringat yang positif.
Ketika abnormalitas di atas telah disingkirkan, diagnosis yang masih mungkin ditegakkan adalah
atresia billier atau hepatitis neonatus menetap. Atresia biliaris menunjukkan tanda obstruksi
pengeluaran empedu dan kadar bilirubin terkonjugasi pada bayi yang sehat. Feses berwarna seperti
tanah liat tetapi tidak selalu berwarna putih karena empedu mungkin dapat masuk ke dalam feses
melalui mukosa kolon. Urine mengandung kadar urobilinogen yang tinggi sehingga memberikan
karakteristik warna yang gelap (Gambar 17.2). bayi kuning dan mengalami sedikit pembesaran hati
dan limpa. Pemeriksa harus waspada terhadap potensi jebakan dalam pemeriksaan di mana hepar
sangat besar. Jikahepatomegali ditemukan, tepi bawah hepar dapat menghilang sama sekali, dan
kekakuan kuadran kanan atas mungkin salah diinterpretasikan sebagai kekakuan otot. Perkusi pada
dada kanan dan abdomen atas akan menunjukkan batas atas dan bawah hepar di tepi dengan paru-
paru berisi udara di superior, dan usus berisi gas di inferior (Gambar 17.3). ketika batas bawah hepar
dapat ditentukan dengan perkusi, maka hepar dapat dipalpasi, terutama jika pemeriksaan dengan
tangan dimulai dari bawah abdomen hingga ke atas. Permukaan anterior hepar yang berada di
bawah batas costae dapat dipalpasi untuk menentukan kekuatan dan nodularitasnya, yang mana
dapat menunjukkan perkembangan sirosis. Jika diagnosis atresia biliaris ditunda, tanda fisik lain yang
mengindikasikan hipertensi portal dapat muncul (vide infra). Salah satu diantaranya, pembesaran
limpa, yang dapat dideteksi dengan cara yang serupa dengan pembesaran hepar (Gambar 17.4).
perkusi awal kuadran kiri atas dilakukan untuk menentukan area kepekakkan: tepi spleen dirasakan
dengan memulai palpasi di kuadran kanan bawah dan diteruskan menuju kuadran kiri atas. Palpasi
pada takik batas anteromedialspleen dan pergerakan spleen ke bawah dan ke kanan saat inspirasi
merupakan tanda yang mengonfirmasi pembesaran organ spleen
Penyakit kuning
menetap
(sklera)
walaupun bayi
berkembang
dengan baik
Hepatomegali
Splenomegali
UrinGelap
(urobilinogen)
1. Perkusi
pada
daerah
pekak
Pada beberapa minggu pertama setelah kelahiran, sulit untuk membedakan atresia biliaris dari
hepatitis neonatus menetap. Penyakit kuning dengan pembesaran minor hepar dan spleen dapat
nampak pada keduanya, dan satu-satunya perbedaan adalah kadar bilirubin tak terkonjugasi yang
lebih tinggi pada pasien hepatitis. Karena hepatitis neonatus dan atresia biliaris mungkin merupakan
bagian dari spektrum penyakit inflamasi traktus biliaris, persamaan ini pada gambaran fisik tidak
mengejutkan. Penting bahwa semua anak dengan gejala hepatitis neonatus harus diperiksa dengan
cepat untuk menentukan apakah atresia biliaris terjadi. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi biopsi
hepar, uji fungsi hepar radionuklir dan CT scan. Jika masih terdapat keraguan setelah pemeriksaan,
laparoskopi/laparotomi dapat diindikasikan sebagai diagnosis awal, sebelum sklerosisbiliaris
berlanjut terlalu jauh, sehingga terapi yang dilakukan dapat memiliki angka kesuksesan yang lebih
tinggi.
Gambar 17.4
Estimasi ukuran
limpa pada anak- 1. Perkusi daerah
anak pekak
Drainase kolateral ke
vena sistemik
Sirosis adalah sekuel tersering dari atresia biliaris dan beberapa kelainan metabolik di mana sel hati
mengalami kerusakan akibat akumulasi bahan-bahan toksik. Trombosis dari vena portal yang terjadi
sekunder terhadap sepsis neonatal umbilikus dapat juga menyebabkan hipertensi portal. Tekanan
tinggi pada sirkulasi portal dapat menyebabkan dilatasi dari vena kolateral yang dapat terhubung
dengan pembuluh sistemik. Keadaan tersebut paling jelas terlihat pada regio gastroesophageal, di
mana varises esofagus dapat membesar; pada regio umbilikalis, di mana vena pada
ligamentfalsiformis berhubungan dengan vena yang ada pada dinding abdominalis untuk
memproduksi ‘caputMedusae’; dan untuk derajat yang lebih ringan, pada vena rektalis inferior di
mana hemoroid dapat diproduksi (Gambar 17.5).
Skleraikterik
Hematemesis
Hepatomegali Splenomegali
Gagal tumbuh
atau wasting Asites
Sonor pada
perkusi (udara)
Katung kemih
Asites
atau kista
Gambar. 17.7Perbandingan dari ascites dan kista terisi
dengan cairan pada pemeriksaan abdomen
Posisi Pada sisi
Supinasi
Tanda sistemik dari gagal hepar jarang ditemukan pada anak-anak dengan sirosis hepatik,
walaupun abnormalitas kecil, seperti cutaneoustelangiectasia atau spidernevi, dapat terlihat.
Spidernevi biasanya terdapat pada bagian atas tubuh dan tampak sebagai bintik kecil merah yang
menyebar dari arteriola pusat. Lesi dapat hilang dengan kompresi ujung jari, yang diikuti dengan
pengisian kembali pembuluh dari tengah setelahnya. (Gambar 17.10)
Batu empedu jarang terjadi pada masa kanak-kanak, kecuali pada remaja dan/atau dengan
keterkaitan penyakit yang menyebabkan hemolisis kronik. Batu disebabkan oleh akumulasi dari
pigmen empedu yang terjadi pada gangguan hemolisis seperti talasemia dan sferositosis. Apabila
seorang anak yang didasari dengan kondisi demikian datang dengan batu empedu menghambat
duktus biliaris, diagnosis yang mendasari hampir selalu telah dibuat beberapa tahun sebelumnya.
Maka, hamnaram adalah biasanya anak dengan kondisi anemia hemolisis yang telah diketahui
sebelumnya tiba-tiba mengalami ikterus dan nyeri abdomen. Pemeriksaan umum dari anak dan
pemeriksaan lokal dari abdomen harus mengindikasikan batu empedu pada duktus biliaris dan
mendorong pemeriksaan lanjutan yang sesuai.
Kolelitiasis dapat terjadi pada akhir masa kanak-kanak dan adalah contoh dari abnormalitas
umum dari masa dewasa yang terlihat pada umur yang lebih muda. Batu empedu dalam situasi ini
biasanya adalah batu kolestrol, dibandingkan dengan batu pigmen, dan lebih terkait pada
predisposisi diet dan genetik. Nyeri epigastrium pada anak-anak dengan umur lebih dari 10 tahun
perlu menjadi tanda bagi pemeriksa untuk mempertimbangkan kemungkinan kolelitiasis. Area di
mana nyeri tekan maksimum atau massa dapat dirasakan adalah sudut antara margin costalis
dengan muskulusrektusabdominis kanan. Hal ini dapat ditunjukkan dengan anak pada posisi supinasi
atau duduk menghadap depan (Gambar 17.11). Pada situasi yang kedua, pemeriksa mengambil
posisi di belakang anak yang membungkuk ke depan untuk relaksasi muskulus abdominal. Tangan
pemeriksa harus mempalpasi untuk nyeri tekan pada sudut antara margocostalis dan rektusdextra
dan untuk empedu itu sendiri, yang dapat dirasakan ketika hepar turun pada saat inspirasi. Pada
kolesititis, pergerakan dari empedu yang mengalami inflamasi terhadap peritoneum parietal
menyebabkan nyeri (Murphy’ssign). Hal ini dinyatakan positif ketika palpasi pada sudut antara
margocostalisdextra dan muskulusrekstusabdominis menyebabkan nyeri pada inspirasi.