Anda di halaman 1dari 5

Yani Widianto

13MAR / 2012

Mengapa Anak TK Tak Boleh Diajari Calistung?

Bahkan Mice pun sadar dng masalah sekolah di negeri ini! @ Kompas 4/3/2012

Pertanyaan bpk ANH:

Apa dengan tidak mengajarkan ke anak (Calistung) di usia emas nya itu berarti
memanjakankan anak yang memiliki kemampuan akademisnya…..

Kita khan bisa menyelipkan huruf2 ato angka2 dalam proses bermain anak. Kalau
mereka mampu kenapa tidak diteruskan (kemampuan otak anak juga berbeda-beda ada
yang mudah nangkap dan ingatannya tajam dan ada juga yang tidak khan Bu…..)

Jawaban:

Jd begini Pak, kami menyadari bahwa mayoritas orang Indonesia itu tdk memahami
perkembangan otak anak, hal itu mengakibatkan para ortu salah mengasuh dan para
guru salah mendidik. Dan apa akibatnya dr salah2 itu?

Kita bisa lihat orang tua yg seharusnya sdh dewasa bertingkah spt anak2. Banyak.
Contoh gampangnya anggota DPR kita yth. Tingkahnya persis anak TK. Kerja nggak
bener tp minta imbalan lebih, nggak dikasih ma rakyat tp malah ngelunjak.
Contoh ke-2, kita lebih banyak mencetak insan2 bermental pegawai bukan visioner,
bukan pakar/ahli dibidang masing2, bukan orang2 yg bermental pengusaha pembuka
lowongan kerja. Rakyat Indonesia tdk suka mengambil resiko kegagalan, pilih jd
pegawai krn tenang mendapat gaji bulanan tp ketika di PHK kelabakan nggak punya
keterampilan.

Contoh ke-3, kita terbiasa mengapresiasi rangking teratas (5/10 besar), nilai sempurna
(80-100) kita jarang mengapresiasi kerja keras mereka dalam belajar. Padahal ada anak
yg sudah belajar mati2an tapi mereka tetep gak dpt nilai bagus gak dapet rangking krn
kemampuan mereka tdk sama dan bakat mereka pun beda2. Akibatnya? ketika UN
sekolah melakukan kecurangan diamini oleh ortu (sdh terjadi bukan?) Kalau anak2 kita
terbiasa dihargai kerja kerasnya bukan angka atau nilainya semata, mereka pasti
menolak disuruh curang, karena mereka PD dengan hasil usaha belajarnya sendiri, tapi
nyatanya…buanyakkk anak2 itu yg melaksanakan perintah memalukan itu. Dan kita
sekarang pun memiliki pahlawan cilik kejujuran segala.

Para ahli otak di dunia termasuk di Indonesia semacam Indonesian Neuroscience


Society sdh lama melakukan penelitian bahwa: otak anak2 itu belum berkembang
sempurna(matang) hingga dia berusia 20-25th! stlh sempurna baru mereka dianggap
yg namanya “Dewasa”. Bayangkan!

Otak kita dibagi 3: batang otak (diatas leher), limbik (kepala bg belakang), dan pre
frontal cortex/PFC (kepala bag depan/di jidat). Perkembangan ketiganya itu pun sesuai
dng urutan diatas. Jd PFC itulah yg terakhir berkembang dng sempurna dan yg
menandakan seseorang mjd dewasa.

Kita pasti sdh familiar dengan kisah Rosulallah yg ketika mengimami sholat beliau
sujudnya lamaaaa sekali. Lalu para sahabat bertanya: “kenapa lama? apakah Rosulallah
sedang menerima wahyu dr Allah SWT?” Rosul menjawab:”tidak, cucuku tadi menaiki
punggungku”. Jd beliau menunggu sampai cucunya turun dr punggungnya. Beliau tdk
memberi isyarat pd cucunya unt turun. Tak spt kita, kalau kita paling dicubit itu anak
hahaha.. benar bukan?

Apa yg kita petik dr kisah diatas? Rosul lebih mementingkan/mendahulukan cucunya yg


sedang bermain2 ketimbang ibadahnya! Subhanallah…!

Dan apa hubungan kisah diatas dengan perkembangan otak?


Sambungan otak anak2 itu belum sempurna, otak mereka baru siap menerima hal2
kognitif pada usia 7-8 th. Sebelum usia itu, dunia mereka yg pantas adalah hanya
bermain, bermain dan bermain. Dan mereka PUN tidak boleh DIMARAHI. Allahuakbar!
Sebelum ada ahli otak yg meneliti, Rosulallah sudah menerapkan hal itu pada cucunya!

Lalu apa akibatnya kalau masa2 usia bermain mereka direnggut untuk belajar hal2 yg
kognitif? –> Dewasanya kelak mereka bertingkah spt anak kecil: suka mengurung
burung demi kesenangannya sendiri, sakit2an karena ingin diperhatikan orang2
sekitarnya, spt anggota DPR yg saya tuliskan di atas, korupsi demi kepentingan diri
sendiri/keluarga/golongan dan tdk merasa bersalah malah ngeles terus di pengadilan,
dannn sikap kekanak2an lainnya

Kalau kita ingin membuktikannya, ada ciri2 yang mudah kita lihat bahwa
perkembangan otak anak2 belum siap untuk menerima hal2 kognitif :

(1) ketika kita membacakannya sebuah cerita/dongeng mereka akan meminta kita
mengulanginya lagi, lagi dan lagi. Kita yg tua sampai bosen tp dia tak pernah bosen
mendengar cerita kesukaannya itu diulang2 berkali-kali berhari-hari.
(2) mereka yg antusias belajar membaca lalu bisa, tapi mereka tidak paham dengan apa
yg mereka baca.

Silahkan dipraktikkan.

Kalau mereka hari ini minta dibacakan cerita A besok minta cerita B besoknya lagi C
esok lagi D dan kalau mereka sdh paham dengan apa yg dibacakan, artinya otak mereka
sdh siap menerima hal2 yg kognitif.

Lalu apa yg seharusnya kita ajarkan pada mereka (0-7/8th)?

1. JANGAN DIMARAHI

2. TIDAK DIAJARKAN MEMBACA, MENULIS, MENGHITUNG.

3. Bermain role play; memahami bahasa tubuh, suara dan wajah; berbagi hal yg
memberikan pengalaman emosional, field trip, mendengarkan musik, mendengarkan
dongeng,

4. Bahkan, anak usia 0-12th pengasuhan dan pendidikannya ditujukan untuk


membangun emosi yg tepat, empati, (mood & feeling)
Jadi, aturan pemerintah tentang usia masuk SD harus minimal 7th itu bukan tanpa
alasan.

Tentu boleh2 saja menyelipkan angka dan huruf, tapi tidak belajar membaca dan
menulis dan menghitung.

Mudah nangkep & ingatannya tajam atau tidak bukanlah ukurannya.

Bagaimana dengan tidak mengajarkan anak calistung diusia emas diartikan kita
memanjakan anak? wong dia belum bisa mikir itu sudah waktunya dipelajari atau
belum Usia emas itu jualannya susu Formula Pak.. Usia emas semestinya kita
artikan sebagai masa2 tumbuh kembang anak yg paling pas untuk kita tanamkan budi
pekerti dan akhlak yg mulia.

Slogan TK: bermain sambil belajar, belajar seraya bemain JANGAN diartikan dng
BELAJAR calistung.

Para peneliti otak diseluruh dunia sepakat bahwa PFC seorang anak belum siap untuk
dijejalkan hal2 yg kognitif. Apa akibat dr pemaksaan terhadap hal2 kognitif?

– membuat anak tidak mampu menunjukkan emosi yg tepat.

– kendali emosi (intra personalnya terganggu)

– sulit menunjukkan empati.

Sudah banyak ortu yg mengeluhkan: anak2nya ketika masih usia dini sangat antuasias
belajar CALISTUNG lalu ortunya merespon dengan memberikan porsi lebih banyak
entah mengajari sendiri secara intensif atau memasukkannya ke les2 calistung
daaannnn ujung2nya datang pada satu masa anak2 itu bosan lalu akhirnya mogok
belajar mogok sekolah. mereka menjadi malas. Itu terjadi karena otaknya yg terforsir
sudah kelelahan. Bahkan ada yg saat mau ujian malahan blank, nggak bisa mikir sama
sekali.

Tenang, Pak… kita hanya perlu waktu 3 bulan untuk melatih seorang anak bisa
metematika, namun diperlukan waktu lebih dari 15 tahun untuk bisa membuat seorang
anak mampu berempati, peduli teman dan lingkungan serta memiliki karakter yang
mulia untuk bisa menciptakan kehidupan yang lebih baik. Ini sudah terbukti.

Jadi sudah sangat jelas alasan saya tidak setuju dengan diadakannya lomba calistung
untuk anak TK dan sederajat di Madrasah kita. ahh belum lagi efek kejiwaan yg
dihasilkan pd anak2 itu karena mengikuti lomba2 terlalu dini apalagi calistung. Sudah
terlalu panjang, kapan2 Insyallah saya tulis jg disini.

Wassalam.

*Pengetahuan yg saya tulis diatas saya dapatkan (sarikan) dari hasil mengikuti
seminar2 parenting ibu Elly Risman, Psi dan talkshow2 serta tulisan2 Ayah Edy.

*Ini saya lampirkan Surat Edaran Dirjen Mandikdasmen tentang larangan Calistung
pada PAUD dan larangan ujian/tes untuk masuk SD. Silahkan di download. Bisa
ditunjukkan pada sekolah yg memberlakukan syarat tes calistung untuk masuk SD dan
sederajat.

Anda mungkin juga menyukai