Anda di halaman 1dari 12

Penggunaan Cairan Kristaloid pada Anak

Referat ini disusun oleh:

Prima Magdalena Desiyanthi Manurung

11.2014.336

Pembimbing:

dr. Henny K. Sp.A

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)


Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat

1
Pendahuluan

Cairan merupakan bagian tubuh yang amat penting bagi manusia. Pada anak dan bayi
persentasenya lebih besar daripada orang dewasa. Terapi cairan dibutuhkan jika tubuh tidak
dapat memasukkan air, elektrolit, dan zat-zat makanan secara oral misalnya pada keadaan pasien
harus puasa lama (misalnya karena pembedahan saluran cerna), perdarahan banyak, syok
hipovolemik, anoreksia berat, dan mual muntah terus- menerus. Dengan terapi cairan, kebutuhan
air dan elektrolit dapat terpenuhi. Salah satu terapi cairan yang dapat diberikan kepada anak/bayi
adalah kristaloid. Kristaloid mayoritas berisi larutan air steril dengan elektrolit dan/atau
dekstrosa yang ditambahkan sesuai dengan kandungan mineral plasma manusia. Kristaloid
tersedia dalam berbagai formulasi, mulai dari hipotonik, isotonik hingga hipertonik. Salah satu
formulasi yang paling umum, normal salin 0.9%, dirancang untuk perkiraan mineral dan
konsentrasi elektrolit plasma manusia. Kristaloid merupakan cairan yang mempunyai komposisi
mirip cairan ekstraseluler. Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia dengan
mudah di setiap pusat kesehatan, tidak menimbulkan alergi atau syok anafilaktik, penyimpanan
sederhana dan dapat disimpan lama.1

Cairan tubuh manusia terdiri atas intraselluler : 2/3 total cairan tubuh (67%),
ekstraselluler : 1/3 cairan tubuh (33%), intravaskuler : ¼ cairan ekstrasel (8%), interstitial :
sisanya (25% total cairan tubuh). Jumlah cairan tubuh tergantung umur, jenis kelamin. Bayi : 75-
80% berat badan (prematur > tinggi), anak-anak : 65%, remaja : 60% berat badan. Gangguan
keseimbangan cairan relatif lebih mudah terjadi pada anak-anak dibanding orang dewasa oleh
karena permukaan tubuh yang lebih luas, distribusi cairan berbeda dengan orang dewasa, dan
fungsi hemostasis belum sempurna. Pemberian cairan pada bayi/anak bertujuan sebagai cairan
resusitasi/pengganti dan cairan rumatan.2

Anak sehat dengan asupan cairan normal, tanpa memperhitungkan kebutuhan cairan yang
masuk melalui mulut, membutuhkan sejumlah cairan yang disebut dengan “maintenance”.
Cairan maintenance adalah jumlah asupan cairan harian yang menggantikan “insensible loss”
(kehilangan cairan tubuh yang tak terlihat, misalnya melalui keringat yang menguap, uap air dari
hembusan napas dalam hidung, dan dari feses/tinja), ditambah ekskresi/pembuangan harian
kelebihan zat terlarut (urea, kreatinin, elektrolit) dalam urin yang osmolaritasnya sama dengan
plasma darah.2

2
A. Jenis dan Jumlah Cairan Tubuh

JENIS DAN JUMLAH CAIRAN TUBUH

CAIRAN TUBUH 60%

CAIRAN EKSTRA MEMBRAN SEL CAIRAN INTRA


SELULER 20% SELULER 40%

PLASMA CAIRAN
DARAH INTERSTISIAL
5% 15%

B. Kebutuhan Air dan Elektrolit Harian pada Bayi dan Anak


Berat Badan Kebutuhan Air (perhari)

Sampai dengan 10 kg 100 ml/kgBB


11-20 kg 1000 ml + 50 ml/kgBB
>20 kg 1500+ 20 ml/kgBB
- Kebutuhan kalium 2.5 mEq/kgBB/hari
- Kebutuhan natrium 3 mEq/kgBB/hari
C. Gangguan Keseimbangan Air dan Elektrolit
Gangguan keseimbangan cairan dapat terjadi karena gastroenteritis, DHF, difteri,
tifoid, dan pembedahan.
D. Definisi Kristaloid

Cairan kristaloid mengandung air, elektrolit dan/atau gula dengan berbagai


macam campuran. Keunggulan kristaloid adalah harganya yang murah, relatif aman dari
efek sampig. Berdasarkan kadar natriumnya cairan ini bisa berupa hipotonik, isotonik
atau hipertonik terhadap cairan plasma.

3
E. Cairan Kristaloid yang Hipoonik
Contoh cairannya : KaEN 3B, Tridex 27B,
D5+1/2NS, D5+1/4NS. Cairan ini bukan cairan
resusitasi. Penggunaannya pada kelainan
keseimbangan elektrolit. Cairan ini didistribusikan
ke ekstra dan intra selluler, digunakan pada
kehilangan cairan tubuh yang disertai kurangnya
cairan intraselluler. Misalnya pada dehidrasi
kronik digunakan untuk kebutuhan rumatan.
Cairan rumatan ini bertujuan untuk mengganti
kehilangan air lewat urine, feses, paru, dan
keringat. Cairan yang hilang dengan cara ini
sedikit sekali mengandung elektrolit. Gambar 1. KA-EN 3B 4

F. Cairan Kristaloid yang Isotonik


Contoh cairannya : NaCl 0,9%, Ringer Laktat, Ringer Asetat. Cairan ini dipakai
sebagai cairan resusitasi. Cairan ini hanya mengisi ruang ekstrasel, ¼ dari jumlah
cairan yang diberikan akan tinggal dalam ruang intravaskuler, selebihnya akan
mengisi ruang interstitial sehingga untuk mencukupi kebutuhan cairan plasma/darah
dibutuhkan jumlah cairan 4 kali. Jika kelebihan cairan ini dapat menyebabkan edema
perifer sampai edema paru.

Gambar 2. NaCl 0,9% 4 Gambar 3. RL 4 Gambar 4. RA 4

4
G. Cairan Kristaloid yang Hipertonik
Contoh cairannya : NaCl 3% (1000-2500 mOsm/L). Natrium merupakan ion
ektraselluler utama. Pemberian natrium hipertonik akan menarik cairan intraselluler
ke dalam ekstraselluler. Cairan ini bermanfaat pada luka bakar karena dapat
mengurangi edema pada luka, edema perifer, dan mengurangi jumlah cairan yang
dibutuhkan. Efektif sebagai volume expander dengan sifat anti edema. Efek
sampingnya adalah hipernatremia, hiperchloremia, asidosis, dan hipokalemia.

H. Komposisi Beberapa Cairan Kristaloid

K Ca Glukosa Laktat Asetat


Cairan Tonusitas Na(mmol/l) Cl(mmol/l)
(mmol/) (mmol/l) (mg/dl) (mmol/l) (mmol/l)
NaCl 0,9 308
154 154
% (isotonus)
154
½ Saline 77 77
(hipotonus)
Dextrose 253
5000
5 % (hipotonus)
561
D5NS 154 154 5000
(hipertonus
330
D5 ¼NS 38,5 38,5 5000
(isotonus)
2/3 D &
Hipertonus 51 51 3333
1/3 S
Ringer 273
130 109 4 3 28
Laktat (isotonus)
273
D5 RL 130 109 4 3 50 28
(isotonus)
Ringer 273,4
130 109 4 3 28
Asetat (isotonus)

I. Jenis-jenis Cairan Kristaloid


1. Normal Saline2
Komposisi (mmol/l) : Na = 154, Cl = 154.
Kemasan : 100, 250, 500, 1000 ml.
Indikasi :
a. Resusitasi

5
Pada kondisi kritis, sel-sel endotelium pembuluh darah bocor, diikuti oleh
keluarnya molekul protein besar ke kompartemen interstisial, diikuti air dan elektrolit
yang bergerak ke intertisial karena gradien osmosis. Plasma expander berguna untuk
mengganti cairan dan elektrolit yang hilang pada intravaskuler.
b. Diare
Kondisi diare menyebabkan kehilangan cairan dalam jumlah banyak, cairan NaCl
digunakan untuk mengganti cairan yang hilang tersebut.
c. Luka Bakar
Manifestasi luka bakar adalah syok hipovolemik, dimana terjadi kehilangan
protein plasma atau cairan ekstraseluler dalam jumlah besar dari permukaan tubuh yang
terbakar. Untuk mempertahankan cairan dan elektrolit dapat digunakan cairan NaCl,
ringer laktat, atau dekstrosa.

Kontraindikasi : hiponatremia, retensi cairan, hipertensi, edema perifer dan edema paru.
Adverse Reaction : edema jaringan pada penggunaan volume besar (biasanya paru-paru),
penggunaan dalam jumlah besar menyebabkan akumulasi natrium.

2. Ringer Laktat (RL)2


Komposisi (mmol/100ml) : Na = 130-140, K = 4-5, Ca = 2-3, Cl = 109-110, Basa = 28-
30 mEq/l.
Kemasan : 500, 1000 ml.
Cara Kerja Obat : keunggulan terpenting dari larutan Ringer Laktat adalah komposisi
elektrolit dan konsentrasinya yang sangat serupa dengan yang dikandung cairan
ekstraseluler. Natrium merupakan kation utama dari plasma darah dan menentukan
tekanan osmotik. Klorida merupakan anion utama di plasma darah. Kalium merupakan
kation terpenting di intraseluler dan berfungsi untuk konduksi saraf dan otot. Elektrolit-
elektrolit ini dibutuhkan untuk menggantikan kehilangan cairan pada dehidrasi dan syok
hipovolemik termasuk syok perdarahan.
Indikasi : mengembalikan keseimbangan elektrolit pada keadaan dehidrasi dan syok
hipovolemik. Ringer laktat menjadi kurang disukai karena menyebabkan hiperkloremia

6
dan asidosis metabolik, karena akan menyebabkan penumpukan asam laktat yang tinggi
akibat metabolisme anaerob.
Kontraindikasi : hipernatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati, asidosis laktat.
Adverse Reaction : edema jaringan pada penggunaan volume yang besar, biasanya paru-
paru.
Peringatan dan Perhatian : ”Not for use in the treatment of lactic acidosis”. Hati-hati
pemberian pada penderita edema perifer pulmoner.

3. Dekstrosa2
Komposisi : glukosa = 50 gr/l (5%), 100 gr/l (10%), 200 gr/l (20%).
Kemasan : 100, 250, 500 ml.
Indikasi : sebagai cairan resusitasi pada terapi intravena serta untuk keperluan hidrasi
selama dan sesudah operasi. Diberikan pada keadaan oliguria ringan sampai sedang
(kadar kreatinin kurang dari 25 mg/100ml).
Kontraindikasi : Hiperglikemia.
Adverse Reaction : Injeksi glukosa hipertonik dengan pH rendah dapat menyebabkan
iritasi pada pembuluh darah dan tromboflebitis.

4. Ringer Asetat (RA)2


Larutan ini merupakan salah satu cairan kristaloid yang cukup banyak diteliti.
Larutan RA berbeda dari RL (Ringer Laktat) dimana laktat terutama dimetabolisme di
hati, sementara asetat dimetabolisme terutama di otot. Sebagai cairan kristaloid isotonik
yang memiliki komposisi elektrolit mirip dengan plasma, RA dan RL efektif sebagai
terapi resusitasi pasien dengan dehidrasi berat dan syok, terlebih pada kondisi yang
disertai asidosis. Metabolisme asetat juga didapatkan lebih cepat 3-4 kali dibanding
laktat. Dengan profil seperti ini, RA memiliki manfaat-manfaat tambahan pada dehidrasi
dengan kehilangan bikarbonat masif yang terjadi pada diare.
Indikasi : Sebagai pengganti kehilangan cairan akut (resusitasi), misalnya pada diare,
DBD, luka bakar/syok hemoragik; pengganti cairan selama prosedur
operasi; loading cairan saat induksi anestesi regional; priming solution pada tindakan

7
pintas kardiopulmonal; dan juga diindikasikan pada stroke akut dengan komplikasi
dehidrasi.
Manfaat pemberian loading cairan pada saat induksi anastesi, misalnya
ditunjukkan oleh studi Ewaldsson dan Hahn (2001) yang menganalisis efek pemberian
350 ml RA secara cepat (dalam waktu 2 menit) setelah induksi anestesi umum dan spinal
terhadap parameter-parameter volume kinetik. Studi ini memperlihatkan pemberian RA
dapat mencegah hipotensi arteri yang disebabkan hipovolemia sentral, yang umum terjadi
setelah anestesi umum/spinal.
Untuk kasus obstetrik, Onizuka dkk (1999) mencoba membandingkan efek
pemberian infus cepat RL dengan RA terhadap metabolisme maternal dan fetal, serta
keseimbangan asam basa pada 20 pasien yang menjalani kombinasi anestesi spinal dan
epidural sebelum seksio sesarea. Studi ini memperlihatkan pemberian RA lebih baik
dibanding RL untuk ke-3 parameter di atas, karena dapat memperbaiki asidosis laktat
neonatus (kondisi yang umum terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu yang mengalami
eklampsia atau pre-eklampsia).
Dehidrasi dan gangguan hemodinamik dapat terjadi pada stroke
iskemik/hemoragik akut, sehingga umumnya para dokter spesialis saraf menghindari
penggunaan cairan hipotonik karena kekhawatiran terhadap edema otak. Namun, Hahn
dan Drobin (2003) memperlihatkan pemberian RA tidak mendorong terjadinya
pembengkakan sel, karena itu dapat diberikan pada stroke akut, terutama bila ada dugaan
terjadinya edema otak. Hasil studi juga memperlihatkan RA dapat mempertahankan suhu
tubuh lebih baik dibanding RL secara signifikan pada menit ke 5, 50, 55, dan 65, tanpa
menimbulkan perbedaan yang signifikan pada parameter-parameter hemodinamik
(denyut jantung dan tekanan darah sistolik-diastolik).

5. KA-EN 1B3
Indikasi:
- Sebagai larutan awal bila status elektrolit pasien belum diketahui, misal
pada kasus emergensi (dehidrasi karena asupan oral tidak memadai,
demam)
- < 24 jam pasca operasi

8
- Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian secara IV. Kecepatan
sebaiknya 300-500 ml/jam (dewasa) dan 50-100 ml/jam pada anak-anak
- Bayi prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan lebih dari
100 ml/jam

6. KA-EN 3A & KA-EN 3B3


Indikasi:
 Larutan rumatan nasional untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit
dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada
keadaan asupan oral terbatas.
 Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam).
 Mensuplai kalium sebesar 10 mEq/L untuk KA-EN 3A.
 Mensuplai kalium sebesar 20 mEq/L untuk KA-EN 3B.

J. Tatalaksana terapi cairan kristaloid pada kegawatdaruratan

Tujuan utama penatalaksanaan cairan pada kegawat daruratan adalah mengembalikan


volume sirkulasi efektif yang adekuat dengan segera. Volume yang diperlukan bervariasi
tergantung keadaan klinis dan perlu evaluasi berulang. Adapun langkah‐langkah prinsipnya
adalah sebagai berikut:4

1. Memperkirakan kehilangan cairan: melalui pengukuran berat badan, anamnesis,


pemeriksaan fisis, dan laboratorium.
2. Pemberian cairan intravena: meliputi penentuan cairan apa yang digunakan, berapa
banyak, bagaimana kecepatannya, bagaimana selanjutnya setelah volume sirkulasi efektif
tercapai, dan bagaimana osmolalitasnya.
3. Melakukan koreksi cepat yang aman sesuai dengan fisiologi terhadap gangguan
keseimbangan elektrolit yang mengancam jiwa dan dilanjutkan dengan koreksilambat.
Aplikasi tata laksana terapi cairan pada kegawat daruratan anak yang sering terjadi adalah
pada kasus Dehidrasi dan Syok.

Seorang anak dengan penyakit tertentu mungkin memerlukan cairan dan elektrolit
khusus. Seperti pada keadaan dehidrasi, dimana terjadi cairan tubuh yang dikeluarkan
lebih banyak dari cairan yang masuk. Cairan yang keluar ini biasanya disertai dengan

9
elektrolit. Dehidrasi ini dibagi menjadi tiga macam yaitu isotonik, hipotonik, hipertonik.4

1. Dehidrasi isotonik, dimana tidak terjadi perubahan elektrolit darah (natrium plasma
tetap normal 130 – 150mEq/L) disebut juga dehidrasi isonatremia dengan kesadaran
sampai koma, penurunan berat badan, turgor kulit yang jelek, selaput lendir dan kulit
kering serta nadi yang lemah dan cepat dengan penurunan tekanan darah.

2. Dehidrasi hipotonik, konsentrasi elektrolit darah turun (natrium plasma <130


mEq/L) disebut juga dehidrasi hiponatremia dengan kesadaran yang apatis, penurunan
berat badan, turgor kulit yang jelek, selaput lendir dan kulit basah serta nadi yang sangat
lemah dan tekanan darah sangat rendah.

3.Dehidrasi hipertonik, konsentrasi elektrolit darah naik (natrium plasma >150


mEq/L). Disebut juga dehidrasi hipernatremia. dengan keadaan iritabel, kejang-kejang
serta hiperefleksi, penurunan berat badan, selaput lendir dan kulit kering sekali dengan
nadi cepat dan keras serta penurunan tekanan darah.

Terapi cairan pada anak dengan dehidrasi berat 4

Umur Pertama 30 cc/KgBb dalam: Selanjutnya 70 cc/KgBb dalam:


Umur <12 bulan 1 jam 5 jam
Umur >12 bulan 30 menit 2,5 jam

10
Kesimpulan

Tubuh mengandung 60 % air yang disebut juga cairan tubuh. Cairan di dalam tubuh kita
sangat penting, hal ini dapat dipahami karena komposisi terbesar dari struktur penyusun tubuh
kita adalah caira. Komposisi cairan tubuh harus seimbang antara di dalam dan di luar sel. Cairan
tubuh kita didalamnya terkandung nutrisi-nutrisi yang amat penting peranannya dalam
metabolisme sel. Dalam pembedahan, tubuh kekurangan cairan karena perdarahan selama
pembedahan ditambah lagi puasa sebelum dan sesudah operasi. Gangguan dalam keseimbangan
cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada pasien gastroenteritis, DHF, tifoid,
difteri, dan pasien bedah, Terapi cairan parenteral digunakan untuk mempertahankan atau
mengembalikan volume dan komposisi normal cairan tubuh. Dalam terapi cairan harus
diperhatikan kebutuhannya sesuai usia dan keadaan pasien, serta cairan infus itu sendiri. Jenis
cairan yang bisa diberikan untuk terapi cairan adalah cairan kristaloid dan cairan koloid.

11
Daftar Pustaka

1. Pudjidi A, Latief A, dan Budiwardhana N. Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat. Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011, h144-51.
2. Trihono P, dkk. Hot Topics in Pediatrics II. Edisi ke 2. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
2002, h121-33.
3. Juffrie M, dkk. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi. Jakarta : Badan Penerbit IDAI.
2010, h 27-31.
4. Diambil dari http://www.edukia.org/web/kbanak/6-2-1-diare-dengan-dehidrasi-berat,
tanggal 6 januari 2016.

12

Anda mungkin juga menyukai