10-2011-393 / F2
*Alamat Korespendensi:
Pendahuluan
1. Anamnesis
a. Keluhan utama
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada perutnya.
b. Keluhan penyerta
c. Riwayat penyakit terdahulu
Adakah riwayat penyakit seperti ini sebelumnya?
d. Riwayat penyakit yang memperberat
e. Obat-obatan
Tanyakan juga pada pasien mengenai obat-obat yang pernah dikonsumsi sebelum datang
ke dokter.
f. Penyelidikan fungsional
Tanyakan secara khusus mengenai gambaran sistemik penyakit, seperti demam,
penurunan berat badan.
2. Pemeriksaan fisik
Inspeksi :
dilakukan untuk mengetahui kesimetrisan dinding perut saat respirasi, mengkaji tanda luka,
umbilikal, kulit dinding perut.
Abdomen dibagi dalam 4 kwadran yaitu:
1. kwadran I > kanan atas
2. kwadran II > kanan bawah
3. kwadran III > kiri atas
4. kwadran IV > kiri bawah
Perkusi :
a. Untuk memperkirakan ukuran hepar, adanya udara pada lambung dan usus (timpani atau
redup)
b. Untuk mendengarkan atau mendeteksi adanya gas, cairan atau massa dalam perut
c. Bunyi perkusi pada perut yang normal adalah timpani, tetapi bunyi ini dapat berubah
pada keadaan-keadaan tertentu misalnya apabila hepar dan limpa membesar, maka bunyi
perkusi akan menjadi redup, khususnya perkusi di daerah bawah arkus kosta kanan dan
kiri.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan asites, demam, pembengkakan perut, nyeri perut,
anemia. Keadaan gizi tergantung lamanya perjalanan penyakit. Keadaan umum pasien
bisa masih cukup baik, sampai keadaan yang kurus dan kahektik, tergantung juga dari
lamanya keluhan.
3. Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan anemia normositik normokrom,
leukositosis ringan atau leucopenia, trombositosis, LED meninggi. Uji tuberkulin bisa
negative. Cairan asites bisa jernih, hemoragik atau kilus. Pada analisa cairan asites
didapatkan hasil:
- Eksudat, dengan protein > 3g/Dl
- Jumlah sel 100-3000 sel/mL (>90% limfosit)
- SAAG (serum asites albumin gradient) <1,1 g/Dl
- ADA (Adenosin deaminase activity) meninggi, namun sensitivitas pemeriksaan ini
berkurang bila ada sirosis hati.
- PCR Tuberkulosis positif
- Ca 125 meniggi.
Laparatomi diagnostik hanya dilakukan bila dengan cara yang tidak atau kurang
invasif masih belum ada kepastian diagnosis. Kolonoskopi sangat baik untuk
mendiagnosis Tb kolon maupun Tb ileosekal. Pada Tb kolon terlihat lesi nodular mukosa
dengan ukuran bervariasi (2mm-6mm) disertai lesi ulkus di antara nodul, berukuran kecil
(3mm-5mm) maupun besar (10mm-20mm). Gambaran kolonoskopik yang dijumpai ini
bisa menyerupai kolitis ulserativa dan keganasan.1
4. Gejala klinik
Keluhan umumnya adalah nyeri, gejala konstitusional berupa demam, berat badan
turun, diare dan konstipasi. Menurut Soylu, gejala klinis utama dari Tb peritoneal adalah
nyeri abdomen, asites, dan distensi abdomen. Zain mendapatkan sakit perut dan
pembengkakan perut sebagai keluhan terbanyak. Nyeri perut dapat berupa kolik bila
terjadi gangguan pada lumen, bisa juga nyeri visceral yang bersifat tumpul dan menetap
bila mengenai kelenjar getah bening mesenterium. Keluhan lain adalah batuk, demam,
keringat malam, anoreksia, kelelahan berat badan menurun, dan diare. Pada perempuan
sering dijumpai tuberkulosis peritoneal disertai oleh proses tuberkulosis pada ovarium
atau tuba, sehingga pada pemeriksaan alat genitalia bisa ditemukan tanda-tanda
peradangan yang sering sukar dibedakan dari kista ovarii.1,2
5. Diagnosis kerja
Diagnosis kerja saya untuk kasus kali ini adalah tuberkulosis peritoneum. Tuberkulosis
peritoneum ini adalah TBC paru yang menyebar melalui darah dan limfe ke organ lain
salah satunya ke saluran pencernaan. Tuberkulosis peritoneum yang menimbulkan asites
merupakan TBC lambung kedua yang paling umum. Terdapat tiga bentuk tuberkulosis
peritoneal yaitu:
a. Bentuk eksudatif atau bentuk yag basah atau bentuk dengan asites yang banyak.
Gejala yang menonjol adalah perut yang membesar dan berisi cairan asites. Pada
bentuk ini perlengketan tidak banyak dijumpai. Tuberkel sering dijumpai kecil-
kecil berwarna putih kekuning-kuningan nampak tersebar di peritoneum atau pada
alat-alat tubuh yang berada di rongga peritoneum.
b. Bentuk adesif atau bentuk kering atau palastik. Cairan asites tidak banyak
dibentuk. Usus dibungkus oleh peritoneum dan omentum yang mengalami reaksi
fibrosis. Pada bentuk ini terdapat perlengketan-perlengketan antara peritoneum
dan omentum. Perlengketan yang luas antara usus dan peritoneum sering
memberikan gambaran seperti tumor, kadang-kadang terbentuk fisitel.
c. Bentuk campuran atau bentuk kista. Pembentukan kista terjadi melalui proses
eksudasi dan edesi sehingga terbentuk cairan dalam kantong-kantong
perlengketan tersebut. Pada kedua bentuk di atas peritoneum penuh dengan nodul-
nodul yang mengandung jaringan granuloma dan tuberkel.
6. Diagnosis banding
a. Keganasan / Kanker colon
Biasanya, setelah sering mengalami sembelit, barulah orang berpikir, apakah terkena
kanker kolon atau tidak. Khusus bagi mereka yang berusia di atas 40 tahun, dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan kolon. Di samping itu, juga diingatkan untuk jangan menunda –
nunda keinginan untuk BAB (buang air besar). Karena bila sering menunda (BAB), maka
akan semakin banyak air terserap. Hal ini menyebabkan feses menjadi semakin keras dan
akan menimbulkan racun di dalam usus.5
Hati – hati dengan obat pencuci perut / obat pencahar. Obat – obatan ini akan dapat
memacu kontraksi dinding usus. Penggunaan secara regular atau terus – menerus akan dapat
merusak dinding usus dan membuat konstipasi menjadi lebih buruk.5
Minuman beralkohol, khususnya bir, akan menperbesar timbulnya kanker. Alkohol
tersebut di dalam usus akan diubah menjadi asetil aldehida yang dapat meningkatkan resiko
kanker. Disamping itu, juga disarankan untuk menghindari makan makanan yang berlemak
dan berkadar gula tinggi. Begitu juga cermat dalam memilih susu dan produk turunannnya,
karena tidak jarang mengakibatkan konstipasi.5
Makanan yang mengandung lemak rantai panjang, akan menyebabkan kontak asam
empedu dengan usus besar menjadi lebih lama. Asam empedu ini bersifat karsinogen
(pemicu kanker). Perlu dicermati makanan berlemak seperti pigmen empedu, dagingn sapi,
daging kambing diperkirakan mengandung zat besi tinggi. Zat besi ini juga dapat memicu
timbulnya tumor ganas dalam usus besar.5
Menurut dr. Heah Sicumin dari Pasific Colorectal Centre, Singapura,”kurang serat adalah
biang utama sembelit.” Namun ia mengingatkan bahwa janganlah kita makan serat saja,
banyaklah minum air putih matang, karena makan banyak serat tanpa banyak minum juga
menyebabkan sembelit.5
Adapun kerja serat dalam usus besar ialah sejumlah serat dan sejumlah zat tepung
berfermentasi. Serat inilah yang nantinya akan membentuk bulk (kotoran). Bulk membantu
mendorong otot halus untuk membuang makanan yang telah dicerna agar melalui usus dan
BAB menjadi lancar.5
Sering mengalami sembelit, janganlah dianggap enteng, sebab rasa sembelit itu juga
menunjukkan awal penyebab kanker usus atau kolon. Di dalam tinja terdapat banyak racun
yang tidak terkontrol. Racun – racun yang tersimpan semakin di dalam usus itulah yang
akhirnya dapat menyebabkan kanker. Adapun penyebab kanker itu tidak hanya dalam sehari
dua hari saja, melainkan terakumulasi dalam tubuh selama bertahun – tahun.
Untuk membantu agar BAB lancer setiap harinya, apalagi setelah usia diatas 40 tahun,
dianjurkan untuk banyak minum air putih, jus buah, terutama papaya dan jeruk, serta jus
sayuran, terutama wortel dan bit.5
Minuman beralkohol dan yang mengandung kafein, bisa memacu timbulnya kanker
kolon. Hati – hati juga dengan bahan pengawet, pewarna, bumbu masak penambah rasa,
sebab bahan – bahan tersebut juga dapat menambah racun di dalam tubuh kita.
7. Epidemiologi
Tb peritoneal banyak mengenai usia muda, 21-40 tahun, laki-laki dan perempuan
seimbang, namun beberapa studi mendapatkan perempuan sedikit lebih banyak. Tb peritoneal
lebih banyak ditemukan pada perempuan, dengan perbandingan 1,5:1. Penyakit ini meningkat
seiring meningkatnya insidens HIV-AIDS baik di negara maju, maupun di negara berkembang
Faktor risiko lain adalah penggunaan obat-obat imunosupresif, diabetes dan genetik. Faktor
risiko terkena Tb peritoneal antara lain: sirosis hati, gagal ginjal dengan dialisia peritoneal,
diabetes mellitus, keganasan, penggunaan kortikosteroid sistemik, dan HIV AIDS.
8. Etiologi
Pada jaringan, basil tuberculosis adalah bakteri batang tipis lurus berukuran sekitar 0,4x3
µm. Pada medium artificial, bentuk kokoid dan filament terlihat dengan bentuk morfologi yang
bervariasi dari satu spesies ke spesies lainnya. Micobakterium tidak dapat diklasifikasikan
menjadi gram positif atau negative. Jika sudah terwarnai dengan bahan celup dasar, organisme
ini tidak dapat diwarnai dengan alcohol, tanpa menghiraukan pengobatan iodine. Basil
tuberculosis ditandai dengan tahan asam yaitu 95% etil alcohol mengandung 3% asam
hidroklorat (asam alkohol) dengan cepat menghilangkan warna semua bakteri kecuali
mikobakterium. Teknik pewarnaan ziehl-neelsen digunakan untuk mengidentifikasikan bakteri
tahan asam.2
Micobakterium adalah aerob obligat dan mendapatkan energy dari oksidasi banyak
komponen karbon sederhana. Peningkatan tekanan CO2 mendukung pertumbuhan. Aktifitas
biokimiatidak khas, dan laju pertumbuhan lebih lambat dari kebanyakan bakteri. Waktu replikasi
basilus tuberculosis sekitar 18 jam. Bentuk saprofitik cenderung untuk tumbuh lebih cepat, untuk
berproliferasi dengan baik pada suhu 22-23ºC, untuk memproduksi pigmen dan tidak terlalu
bersifat tahan asam bila dibandingkan dengan bentuk patogennya.2
9. Patogenesis
Peritoneum dapat dikenal oleh tuberkulosis melalui beberapa cara:
1. Penyebaran hematogen terutama dari paru-paru
2. Dinding usus yang terinfeksi
3. Kelenjar limfe mesenterium
4. Tuba falopii yang terinfeksi
10.Penatalaksanaan
Pengobatannya sama dengan tuberkulosis paru. Obat-obatan seperti
streptomisin, INH, etambutol, rifampisin, pirazinamid memberikan hasil
yang baik, perbaikan akan terlihat dalam waktu 2 bulan. Lama pengobatan
biasanya mencapai 9 bulan sampai 18 bulan atau lebih. Kortikosteroid juga
dapat mengurangi perlengketan peradangan dan mengurangi terjadinya
asites. Terbukti juga kostikosteroid dapat mengurangi angka kesakitan dan
kematian, namun pemberian kortikosteroid harus dicegah pada daerah
endemis di mana terjadi resistensi terhadap mikobakteriu tuberkulosis.
11.Komplikasi
Biasanya jarang minimbulkan komplikasi jika ditangani dengan baik.
12.Pencegahan
Penularan perlu diwaspadai dengan mengambil tindakan – tindakan pencegahan
selayaknya untuk mengindarkan infeksi – tetes dari penderita ke orang lain. Salah satu
cara adalah batuk dan bersin sambil menutup mulut/ hidung dengan sapu tangan atau
kertas tissue untuk kemudian didesinfeksi dengan Lysol atau dibakar. Bila penderita
berbicara, jangan terlampau dekat dengan lawan bicaranya. Ventilasi yang baik dari
ruangan juga memperkecil bahaya penularan. Anak- anak di bawah usia satu tahun dari
keluarga yang menderita TBC perlu divaksinasi BCG sebagai pencegahan, bersamaan
dengan pemberian isoniazid 5 – 10/kg selama 6 bulan (kemoprofilaksis).
13.Prognosis
Prognosis cukup baik bila diagnosis dapat ditegakkan dan biasanya akan sembuh dengan
pengobatan anti tuberkulosis yang adekuat.
14.Kesimpulan
15.Daftar Pustaka
1. Ndraha S. Bahan ajar gastroenterohepatologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran UKRIDA;
2013.h.95-7.
2. Zain LH. Buku ajar penyakit dalam. Noer S ed. Jakarta : Balai Penerbit FKUI,
2004.h.403-6.
3.