Anda di halaman 1dari 17

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kurikulum Berbasis Kompetensi

Kata “Kurikulum” berasal dari bahasa yunani yang semula digunakan dalam
bidang olah raga, yaitu currere yang berarti jarak tempuh lari, yakni jarak yang
harus di tempuh dalam kegiatan berlari mula dari start sampai finish. Pengertian
ini kemudian di terapkan dalam bidang pendidikan. Dalam bahasa arab, istilah
“kurikulum” diartikan dengan manhaj, yakni jalan yang terang, atau jalan terang
yang dilalui oleh manusia pada bidang kehidupannya. Dalam konteks pendidikan,
kurikulum berarti jalan terang yang dilalui oleh pendidik/guru dengan peserta
didik dengan mengembangkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap serta nilai-
nilai. Al-Khauli (1981) menjelaskan Al-Mnahaj sebagai seperangkat rencana dan
media untuk mengantarkan lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan
pendidikan yang di inginkan.

Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai


dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Menurut
Crunkilton (1979 : 222) dalam Mulyasa, (2004 : 77) mengemukakan bahwa
“kompetensi ialah sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap
dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan”. Hal tersebut
menunjukkan bahwa kompetensi mencakup tugas, keterampilan, sikap dan
apresiasi yang harus dimiliki oleh peserta didik untuk dapat melaksanakan tugas-
tugas pembelajaran sesuai dengan jenis pekerjaan tertentu. Dengan demikian
terdapat hubungan (link) antara tugas-tugas yang dipelajari peserta didik di
sekolah dengan kemampuan yang diperlukan oleh kerja.

Kompetensi yang harus dikuasai peserta didik dinyatakan sedemikian rupa


agar dapat dinilai. Sebagai wujud hasil belajar peserta didik yang mengacu pada
kreativitas belajarnya. Peserta didik perlu mengetahui tujuan belajar, dan tingkat-
tingkat penguasaan yang akan digunakan sebagai kriteria pencapaian secara

3
4

eksplisit, dikembangkan berdasarkan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan memiliki


kontribusi terhadap kompetensi yang sedang dipelajari.

Menurut Gordon, (1998 : 109) dalam Mulyasa, (2004 : 77-78) menjelaskan


beberapa aspek atau ranah yang terkandung dalam konsep kompetensi sebagai
berikut :

1. Pengetahuan (knowledge) yaitu kesadaran dalam bidang kognitif, misalnya


seorang guru mengetahui cara melakukan identifikasi kebutuhan belajar, dan
bagaimana melakukan pembelajaran terhadap peserta didik sesuai dengan
kebutuhannya.
2. Pemahaman (understanding) yaitu kedalaman kognitif, dan afektif yang
dimiliki oleh individu.
3. Kemampuan (skill) adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk
melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya.
4. Sikap (attitude) yaitu (senang atau tidak senang, suka tidak suka) atau reaksi
terhadap suatu rangsangan terhadap yang datang dari luar.
5. Minat (interest) adalah kecendrungan seseorang untuk melakukan sesuatau
perbuatan.

Berdasarkan gambaran kompetensi di atas. Maka kurikulum berbasis


kompetensi adalah suatu konsep kurikulum yang menekankan pada
pengembangan kemampuan kompetensi tugas-tugas dengan standar performasi
tertentu sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik berupa
penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tersebut.

Dengan demikian penerapan kurikulum dapat menumbuhkan tanggung


jawab, dan partisipasi peserta didik untuk belajar menilai dan mempengaruhi
kebijakan umum, serta memberanikan diri berperan dalam berbagai kegiatan di
sekolah maupun masyarakat (Mulyasa, 2002 : 39).

Berdasarkan pengertian kompetensi diatas, maka kurikulum berbasis


kompetensi (KBK) dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang
menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-
tugas dengan standar performasi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh
5

peserta didik berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu.KBK


diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai,
sikap, dan minat peserta didik agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk
kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab. KBK
memfokuskan pemerolehan kompetensi-kompetensi tertentu oleh peserta didik.
Oleh karena itu kurikulum ini mencakup sejumlah kompetensi, dan seperangkat
tujuan pembelajaran yang dinyatakan sedemikian rupa. Sehingga pencapaiannya
dapat diamati dalam bentuk prilaku atau keterampilan peserta didik sebagai
sesuatu kriteria keberhasilan. Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) menuntut
guru yang berkualitas dan profesional untuk melakukan kerjasama dalam
rangkaian meningkatkan kualitas pendidikan. Dalam hubungannya dengan
pembelajaran memenuhi spesifikasi tertentu dalam proses belajar.Kay (1977)
dalam Mulyasa, mengemukakan bahwa “pendidikan berbasis kompetensi selalu
dilandasi oleh rasionalitas yang dilakukan dengan penuh kesadaran “mengapa”
dan “bagaimana” jadi perbuatan tersebut dilakukan” (Mulyasa, 2002 : 23)2.

Dari pendapat di atas dapat dipahami bahwa kurikulum berbasis kompetensi


berorientasi pada kreativitas individu untuk melakukan sesuatu dalam bentuk
kemahiran dan efek (dampak) yang diharapkan yang muncul dari peserta didik
melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan keberagaman yang
dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya.

2.2 Tahapan Pengelolaan Kurikulum

Tahapan pelaksanaan kurikulum di sekolah meliputi: (a) Perencanaan, (b)


Pengorganisasiaan dan koordinasi, (c)Pelaksanaan, (d)Pengendalian.

1. Tahapan perencanaan

GBPP merupakan produk dari prencanaan kurikulum yang dijadikan


panduan bagi penyelenggara pendidikan di tingkat sekolah. Pada tingkat
persekolahan perencanaan kurikulum dimulai dari kajian terhadap GBPP yang
dirinci ke dalam rencana-rencana pembelajaran.
6

Pada tahap ini kurikulum dijabarkan sampai menjadi rencana pengajaran


(RP). Untuk itu perlu dilakukan tahapan sebagai berikut:

1. Menjabarkan GBPP menjadi Analisis Mata Pelajaran (AMP). Yang paling


pokok esensial atau biasanya yang sukar dipahami oleh siswa. Pokok
bahasan semacam ini diprioritaskan untuk dibahas secara tatap muka kelas/
laboratorium.
2. Berdasarkan kalender pendidikan dari Dinas Pendidikan, sekolah harus
menghitung hari kerja efektif dan jam pelajaran efektif untuk setiap mata
pelajaran, memperhitungkan hari libur, hari untuk ulangan dan hari-hari
tidak efektif.
3. Menyusun Program Tahunan (Prota). Dalam mengisi prota yang penting
adalah membandingkan jumlah jam efektif dengan alokasi waktu tatap
muka dalam format AMP. Jika ternyata jam efektif lebih sedikit dibanding
alokasi waktu tatap muka, maka harus dirancang tambahan jam pelajaran
atau pokok bahasan yang dijadikan tugas/ pekerjaan rumah. Dengan
demikian sejak awal telah diketahui akan adanya jam pelajaran tambahan
atau pokok bahasan esensial, tetapi diberikan sebagai tugas/ pekerjaan
rumah.
4. Menyusun Program Catur Wulan (Proca). Sebenarnya penyusunan proca
tidak jauh berbeda dengan penyusunan prota.
5. Program Satuan Pelajaran (PSP). Dalam menyusun PSP guru sudah
memasukkan secara jelas kegiatan utnuk setiap sub pokok bahasan,
termasuk bagaimana tes formatif dialkukan untuk mengetahui ketercapaian
tujuan pembelajaran.
6. Rencana Pengajaran (RP). RP merupakan rincian PSP untuk satu kali tatap
muka. Yang penting pada RP harus terdapat catatan kemajuan siswa setelah
mengikuti pelajaran. Catatan tersebut diapakai sebagai dasar melaksanakan
RP berikutnya.

Mengingat pentingnya AMP, Prota, Proca, PSP dan RP sebagai panduan


kegiatan belajar mengajar, maka kepala sekolah perlu, memberikan perhatian,
bantuan dalam penyusunannya termasuk memeriksa hasilnya. Kepala sekolah
tidak sekedar menandatangani apa yang telah disusun oleh guru, tetapi juga
7

memantau sejak proses penyusunan, membetulkan yang kelirudan member


bantuan jika guru mengalami kesulitan.

2. Tahapan pengorganisasian dan koordinasi

Pada tahap ini, kepala sekolah mengatur pembagian tugas mengajar,


penyusunan jadwal pelajaran dan jadwal kegiatan ekstrakurikuler, sebagai
berikut:

1. Pembagian tugas mengajar dan tugas lain perlu dilakukan secara merata,
sesuai dengan bidang keahlian dan minat guru. Diupayakan setiap guru
memperoleh jam tugas sesuai dengan beban tugas minimal. Pemerataan
beban tugas akan menumbuhkan rasa kebersamaan. Pemberian tugas yang
sesuai dengan keahlian dan minat akan meningkatkan motivasi kerja guru.
Memperoleh tugas sesuai dengan bebean minimal akan membuat guru
merasa aman dan dapat naik pangkat dengan tepat waktu.
2. Penyusunan jadwal pelajaran diupayakan agar guru mengajar maksimal 5
hari/ minggu, sehingga ada 1 hari tidak mengajar untuk pertemuan MGMP.
Setiap hari sebaiknya guru tidak mengajar lebih dari 6 jam, sehingga ada
waktu istirahat.
3. Penyusunan jadwal pola kegiatan perbaikan dan pengayaan secara normal
setiap mata pelajaran akan memerlukan kegiatan perbaikan bagi siswa yang
belum tuntas penugasan terhadap bahan ajar. Oleh karena itu, ketika
menyusun jadwal pelajaran sudah harus dialokasikan waktu untuk kegiatan
perbaikan bagi siswa yang belum tunatas dan pengayaan bagi yang sudah
tuntas.
4. Penyusunan jadwal kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrskurikuler perlu
difokuskan untuk mendukung kegiatan kurikulerdan kegiatan lain yang
mengarah, pada pembentukan keimanan/ketakwaan, kepribadian, dan
kepemimpinan dengan keterampilan tertentu. Setiap awal cawu kegiatan
ekstrakurikuler sudah harus disusun bersamaan dengan penyusunan jadwal
pelajaran
5. Penyusunan jadwal penyegaran guru. Guru secara periodik perlu
mendapatkan penyegaran tentang perkembangan iptek maupun metode
8

mengajar. Penyegaran perlu dijadwalkan, dengan memanfaatkan waktu-


waktu libur sekolah.

3. Tahap pelaksanaan

Tugas utama kepala sekolah adalah melakukan supervise, dengan tujuan


untuk membantu guru menemukan dan mengatasi kesulitan yang dihadapi.
Dengan cara itu guru akan merasa didampingi pimpinan, sehingga akan
meningkatkan semangat kerjanya.

4. Tahap pengendalian

Pada tahap ini, paling tidak ada dua aspek yang perlu diperhatikan, yaitu:
(1) jenis evaluasi dikaitkan dengan tujuannya, dan (2) pemanfaatan hasil
evaluasi.

1. Kepala Sekolah perlu mengingatkan guru bahwa evaluasi memiliki tujuan


ganda, yaitu untuk mengetahui ketercapaian tujuan pembelajaran khusus
(TPK) dan mengetahui kesuliatan siswa. Untuk mengetahui ketercapaian
tujuan pembelajaran guru dapat menggunakan berbagai alat penilaian yang
sesuai, sedangkan untuk mengetahui kesulitan siswa. Untuk mengetshui
ketercapaian tujuan pembelajaran guru dapat menggunakan berbagai alat
penilaian yang sesuai, sedangkan untuk mengetahui kesulitan siswa
menggunakan tes diagnostic
2. Hasil evaluasi harus benar-benar dimanfaatkan guru untuk memperbaiki
kegiatan pembelajaran. Untuk itu kepala sekolah harus selalu mengingatkan
guru, jika siswa belum menguasai bahan ajar yang esensial perlu dilakukan
perbaikan. Siswa yang mengalami kesulitan perlu dicarikan jalan, misalnya
dibentuk kelompok belajar. Perlu juga dicoba model pembelajaran
kooperatif, sehingga siswa yang kurang pandai terbantu olrh yang lebih
pandai.

Mengingat pentingnya evaluasi, maka perlu dirancang sejak awal. Untuk itu
kepala sekolah perlu mengarahkan guruuntuk menyusun kisi-kisi evaluasi,
menyusun butir soal dan kemudian menelaah (memvalidasi), sampai dihasilkan
9

perangkat soal yang baik, serta cara penskorannya. Penyusunan soal semacam
itu sebaiknya tidak dilakukan oleh guru sendiri-sendiri, tetapi dilakukan oleh
beberapa guru bidang studi sejenis atau oleh MGMP, mengarah pada soal
standar.

2.3 Karakteristik Kurikulum Berbasis Kompetensi

Karakteristik berbasis kompetensi antara lain mencakup seleksi kompetensi


yang sesuai, spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan
kesuksesan pencapaian kompetensi dan pengembangan sistem pembelajaran
(Mulyasa, 2006 : 42).
Disamping itu KBK memiliki sejumlah kompetensi yang harus dikuasai
peserta didik. Penilaian dilakukan berdasarkan standar khusus sebagai hasil
demostrasi kompetensi yang ditunjukkan oleh peserta didik, pembelajaran lebih
menekankan pada kegiatan individual personal untuk menguasai kompetensi yang
dipersyaratkan, peserta didik dapat dinilai kompetensinya.
Depdiknas (2002) dalam Mulyasa mengemukakan bahwa kurikulum
berbasis kompetensi memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Menekankan pada ketercapaian kompetensi pesertadidik baik secara
individual maupun klasikal
2. Berorientasi pada hasil belajar (learning out comes) dan keberagaman
3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode
yang bervariasi
4. Sumber belajar bukan guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang
memenuhi unsur edukatif
5. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya
penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi

Dari beberapa rumusan tentang karakteristik kurikulum berbasis kompetensi


di atas jelaslah bahwa pada pencapaian kompetensi itu dilihat dari cara
penyampaian materi oleh guru dan metode yang digunakan dalam pembelajaran
lebih lanjut dikatan bahwa penilaian Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah
10

dilihat dalam kompetensi guru dalam persiapan mengajar, artinya ada upaya guru
untuk menguasai materi yang memenuhi syarat atau unsur edukatif. Karena yang
diinginkan dalam kompetensi ini adalah menekankan pada kualitas siswa, dan
hasil belajar yang dicapai.

2.4 Prinsip Kurikulum Berbasis Kompetensi


Sesuai dengan prinsip diversifikasi dan desentralisasi pendidikan maka
pengembangan kurikulum ini digunakan prinsip dasar “kesatuan dalam kebijakan
dan keberagaman dalam pelaksanaan” prinsip kesatuan dalam kebijakan yaitu
dalam mencapai tujuan pendidikan perlu ditetapkan standar kompetensi yang
harus dicapai secara nasional, pada setiap jenjang pendidikan. Sedangkan prinsip
keberagaman dalam pelaksanaan yaitu dalam menyelenggarakan pendidikan yang
meliputi perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran penilaian dan
pengelolaannya mengakomodasikan perbedaan yang berkaitan dengan kesiapan
dan potensi akademik, minat lingkungan, budaya, dan sumber daya sekolah sesuai
dengan karakteristik satuan pendidikan masing-masing.
“Pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang kompleks, dan
melibatkan berbagai faktor yang saling terkait” (Mulyasa, 2002 : 61).
Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi menfokuskan pada kompetensi
tertentu berupa pedoman pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
didemostrasikan peserta didik sebagai wujud pemahaman terhadap konsep yang
dipelajarinya. Penerapan kurikulum berbasis kompetensi memungkinkan para
guru menilai hasil belajar yang mencerminkan penguasaan dan pemahaman
terhadap apa yang dipelajarinya.
Secara rinci pengembangan KBK mempertimbangkan hal-hal berikut :
 Keimanan, nilai-nilai dan budi pekerti luhur yang perlu digali, dipahami dan
damalkan siswa.
 Penguatan integritas nasional yang dicapai melalui pendidikan.
 Keseimbangan berbagai bentuk pengalaman belajar siswa yang meliputi
etika, logika, estetika dan kinestetika.
11

 Penyediaan tempat yang memberdayakan semua siswa untuk memperoleh


pengetahuan, keterampilan dan sikap sangat diutamakan seluruh siswa dari
berbagai kelompok.
 Kemampuan berfikir dan belajar dengan mengakses, memilih, dan menilai
pengetahuan untuk mengatasi situasi yang cepat beruibah dan penuh
ketidakpastian merupakan kompetensi penting dalam menghadapi
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
 Berpusat pada anak dengan penilaian yang berkelanjutan dan komperehensif
(Sujatmiko, 2003 : 7).
Sedangkan prinsip dasar kegiatan belajar mengajar yang dikembangkan
dalam KBK adalah mengembangkan kemampuan berfikir logis, kritis, kreatif,
bersikap dan bertanggung jawab pada kebiasaan dan prilaku sehari-hari melalui
pembelajaran secara aktif yaitu :
1. Berpusat pada siswa
2. Mengembangkan keingintahuan dan imajinasi
3. Memiliki semangat mandiri kerjasama dan berkompetensi perlu dilatih
untuk terbiasa bekerja mandiri, kerjasama dan berkompetensi
4. Menciptakan kondisi yang menyenangkan
5. Mengembangkan kemampuan dan pengalaman belajar
6. Karakteristik mata pelajaran (Depdiknas, 2003 : 10)

2.5 Pelaksanaan KBK


Untuk melaksanakan kbk secara optimal, sekolah dituntut memahami
standart kompetensi dan silabus yang sudah di tetapkan pemerintah maupun
pemerintah daerah dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia, baik di sekolah
maupun di luar sekolah, serta mengembangkan materi ajar yang sesuai dengan
kondisi siswa dan lingkungan sekolah.

1. Dalam hal pelaksanaan kbk, pemerintah memiliki wewenang :


a. Menetapkan kebijakan dasar yaitu : standar kompetensi liulusan,
kompetensi dasar, silabus dan materi pokok secara nasional.
12

b. Pedoman pelaksanaan seperti pedoman penilaian hasil belajar, pola


pembelajaran, manajemen pelaksanaan, kalender pendidikan dan waktu
belajar efektif.
c. Dinas pendidikan daerah kabupaten/kota memiliki wewenang
mengembangkan indicator pencapaian kompetensi, merumuskan
kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan daerah dan indicator
pencapaiannya.

Lembaga pelaksana di tingkat sekolah yaitu : komite sekolah, pengelola


sekolah, dan guru.

1. Peran komite sekolah


a. Member pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan
pendidikan disekolah.
b. Memberi dukungan (financia, pemikiran dan tenaga) dalam
penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
c. Mengontrol transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran
sekolah.
d. Menjadi mediator antara pemerintah dan masyarakat di sekitar sekolah.

2. Manajemen pelaksanaan kbk di sekolah

Manajemen pelaksanaan kbk di sekolah merupakan bagian dari program


peningkatan mutu pendidikan di dukung oleh mbs. Mbs adalah model
manajemen yang member otonomi lebih besar kepada sekolah. Dan mendorong
pengambilan keputusan partisipatif dengan melibatkan semua warga sekolah
(kepala sekolah, guru, karyawan, siswa, orang tua siswa, warga masyarakat
sekitar sekolah, dan komite sekolah). Secara operasional, pelaksanaan kbk
disekolah meliputi:

Manajemen pelaksanaan kbk disekolah meliputi pembuatan kurikulum


satuan pendidikan, perencanaan KBM, penyampaian kurikulum, PBM,
evaluasi, dan idealnya termasuk akunbilitas sekolah, yaitu kemampuan sekolah
menyediakan informasi kepada pihak lain tentang rencana yang sudah di susun
dan tingkat pencapaiannya, keberhasilan dan kegagalan, serta pendukung dan
13

penghambatnya. Berdasarkan informasi tersebut pihak luar menetapkan derajat


akunbilitas sekolah. Secara operasional, pelaksanaan kbk disekolah meliputi :

1. Perencanaan
2. Pengorganisasian
3. Pelaksanaan kegiatan
4. Evaluasi
5. Pelaporan

2.6 Pengertian Evaluasi Kurikulum


Pemahaman mengenai pengertian evaluasi kurikulum dapat berbeda-beda
sesuai dengan pengertian kurikulum yang bervariasi menurut para pakar
kurikulum. Oleh karena itu dapat kita jabarkan definisi dari evaluasi dan definisi
dari kurikulum secara per kata sehingga lebih mudah untuk memahami evaluasi
kurikulum. Pengertian evaluasi menurut joint committee, 1981 ialah penelitian
yang sistematik atau yang teratur tentang manfaat atau guna beberapa obyek.
Purwanto dan Atwi Suparman, 1999 mendefinisikan evaluasi adalah proses
penerapan prosedur ilmiah untuk mengumpulkan data yang valid dan reliabel
untuk membuat keputusan tentang suatu program. Rutman and Mowbray 1983
mendefinisikan evaluasi adalah penggunaan metode ilmiah untuk menilai
implementasi dan outcomes suatu program yang berguna untuk proses membuat
keputusan. Chelimsky 1989 mendefinisikan evaluasi adalah suatu metode
penelitian yang sistematis untuk menilai rancangan, implementasi dan efektifitas
suatu program. Dari definisi evaluasi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
evaluasi adalah penerapan prosedur ilmiah yang sistematis untuk menilai
rancangan, implementasi dan efektifitas suatu program. Sedangkan pengertian
kurikulum adalah :
1. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,
dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu (Pasal 1 Butir 19 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional).
14

2. Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pembelajaran


serta metode yang digunakan sebagai pedoman menyelenggarakan kegiatan
pembelajaran (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor:
725/Menkes/SK/V/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan di
bidang Kesehatan).
3. Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian
dan penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi (Pasal 1 Butir 6
Kepmendiknas No. 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum
Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa).
4. Menurut Grayson (1978), kurikulum adalah suatu perencanaan untuk
mendapatkan keluaran (out-comes) yang diharapkan dari suatu
pembelajaran. Perencanaan tersebut disusun secara terstruktur untuk suatu
bidang studi, sehingga memberikan pedoman dan instruksi untuk
mengembangkan strategi pembelajaran (Materi di dalam kurikulum harus
diorganisasikan dengan baik agar sasaran (goals) dan tujuan (objectives)
pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai.
5. Sedangkan menurut Harsono (2005), kurikulum merupakan gagasan
pendidikan yang diekpresikan dalam praktik. Dalam bahasa latin, kurikulum
berarti track atau jalur pacu. Saat ini definisi kurikulum semakin
berkembang, sehingga yang dimaksud kurikulum tidak hanya gagasan
pendidikan tetapi juga termasuk seluruh program pembelajaran yang
terencana dari suatu institusi pendidikan.
Dari pengertian evaluasi dan kurikulum di atas maka dapat kita simpulkan
bahwa pengertian evaluasi kurikulum adalah penelitian yang sistematik tentang
manfaat, kesesuaian efektifitas dan efisiensi dari kurikulum yang diterapkan.
Atau evaluasi kurikulum adalah proses penerapan prosedur ilmiah yang
sistematis untuk menilai rancangan, implementasi, dan efektivitas suatu
program.
15

2.7 Prinsip Evaluasi Kurikulum


Prinsip-prinsip evaluasi kurikulum adalah sebagai berikut :
1. Tujuan tertentu, artinya semua program evaluasi kurikulum terarah dalam
mencapai tujuan yang telah ditentukan secara jelas dan spesifik.
2. Bersifat objektif, dalam arti berpijak pada keadaan yang sebenarnya
bersumber dari data yang nyata dan akurat.
3. Bersifat komprehensif, mencakup semua dimensi atau aspek yang terdapat
dalam ruang lingkup kurikulum.
4. Koorperatif dan tanggungjawab dalam perencanaan. Pelaksanaan dan
keberhasilan suatu program evaluasi kurikulum merupakan tanggung jawab
bersama pihak-pihak yang terlibat dalam proses pendidikan seperti guru,
kepala sekolah, orang tua, bahkan siswa itu sendiri.
5. Efisien, khususnya dalam penggunaan waktu, biaya, tenaga, dan peralatan
yang menjadi unsur penunjang.
6. Berkesinambung hal ini diperlukan mengingat tuntutan dari dalam dan dari
luar sistem sekolah yang meminta diadakannya perbaikan kurikulum.

2.8 Model Evaluasi Kurikulum


Secara garis besar model evaluasi kurikulum digolongkan ke dalam empat
rumpun model, yaitu : model measurement, congruence, illumunation, dan
educatioral system evaluation.
1. Measurement (Pengukuran)
Evaluasi pada dasarnya adalah pengukuran perilaku siswa untuk
mengungkapkan perbedaan individual maupun kelompok. Hasil evaluasi
digunakan terutama untuk keperluan seleksi siswa, bimbingan pendidikan dan
perbandingan efektifitas antara dua atau lebih program/metode
pendidikan.Obyek evaluasi ditiitik beratkan pada hasil belajar terutama dala
aspek kognitif dan khususnya yang dapat diukur dengan alat evaluasi yang
objektif dan dapat dilakukan. Jenis data yang dikumpulkan dalam evaluasi
adalah data objektif khususnya skor hasil tes. Dalam kegiatan evaluasi,
cenderung ditempuh pendekaran/cara-cara berikut:
16

1) Menempatkan ’kedudukan’ setiap siswa dalam evaluasi dalam


kelompoknya melalui perkembanagn norma kelompok dalam evaluasi
hasil belajar.
2) Membandingkan hasil belajar antara dua atau lebih kelommpok yang
menggunakan program/metode pengajaran yang berbeda-beda, melalui
analisis secara kuantitatif.
3) Tekhnik evaluasi yang digunakan terutama tes yang disusun dalam
bentuk obyektif, yang terus dikembangkan untuk menghasilkan alat
evaluasi yang raliabel dan valid.

2. Congruence (Penyesuaian)
Evaluasi pada dasarnya merupakan pemeriksaan kesesuaian atau
congruence antara tujuan pendidikan dan hasil belajar yang dicapai, untuk
melihat sejauh mana perubahan hasil pendidikan telah terjadi.Hasil evaluasi
diperlukan dalam rangka penyempurnaan program, bimbingan pendidikan dan
pemberian informasi kepada pihak pihak diluar pendidikan. Objek evaluasi
dititik beratkan pada hasil belajar dalam bentuk kognitif, psikomotorik maupun
nilai dan sikap. Jenis data yang dikumpulkan adalah data objektif khususnya
skor hasil tes. Dalam kegiatan evaluasi, cenderung ditemouh pendekatan/cara-
cara berikut:
1) Menggunakan prosedur pre-and post-assesment dengan menempuh
langkah-langkah pokok sebagai berikut: penegasan tujuan,
pengembangan alat evaluasi, dan penggunaan hasil evaluasi.
2) Analisis hasil evaluasi dilakukan secara bagian demi bagian.
3) Tekhnik evaluasi mencakup tes dan tekhnik-tekhnik evaluasi lainnya
yang cocok untuk menilai berbagai jenis perilaku yang terkandung dalam
tujuan.
4) Kurang menyetujui diadakannya evaluasi perbandingan antara dua atau
lebih program.

3. Illumunation (Penerangan/penyempurnaan)
17

Evaluasi pada dasarnya merupakan studi mengenai : pelaksanaan program,


pengaruh faktor lingkungan, kebaikan-kebaikan dan kelemahan program serta
pengaruh program terhadap perkembangan hasil belajar. Evaluasi lebih
didasarkan pada judgment (pertimbangan) yang hasilnya diperlukan untuk
penyempurnaan program. Objek evaluasi mencakup latar belakang dan
perkembangan program, proses pelaksanaan, hasil belajar dan kesulitan
kesulitan yang dialami. Jenis data yang dikumpulkan pada umumnya dan
subyektif (judgment data). Dalam kegiatan evaluasi, cenderung ditempuh
pendekatan/cara-cara berikut :
1) Menggunakan prosedur yang disebut progressive focussing dengan
langkah langkah pokok : orientasi , pengamatan yang lebih terarah,
analisis sebab-akibat.
2) Bersifat kualitatif -terbuka, dan fleksibel-elektif.
3) Tekhnik evaluasi mencakup observasi, wawancara, angket analisis
dokumen dan bila perlu mencakup pula tes.

4. Educational system evaluation


Evaluasi pada dasarnya perbandingan antara performance setiap dimensi
program dan kriteria, yang akan berakhir denga suatu deskripsi dan judgment.
Hasil evaluasi diperlukan untuk penyempurnaan program dan penyimpulan
hasil program secara keseluruhan. Objek evaluasi mencakup input (bahan,
rencana, peralatan), proses dan hasil yang dicapai dalam arti yang lebih luas.
Jenis data yang dikumpulkan meliputi baik data objektif maupun data subyektif
(judgment antara lain data). Dalam kegiatan evaluasi, cenderung ditempuh
pendekatan/cara-cara berikut :
1) Membandingkan performance setiap dimensi program dengan kriteria
internal.
2) Membandingkan performance progam dengan menggunakan kriteria
eksternal yaitu performance program yang lain.
3) Tekhnik evaluasi mencakup tes, obbservasi, wawancara, angket dan
analisis dokumen.
18

2.9 Peranan Evaluasi Kurikulum


Evaluasi kurikulum dapat dilihat sebagai proses sosial dan sebagai institusi
sosial. Peranan evaluasi kebijakan dalam kurikulum khususnya pendidikan
berkenaan dengan evaluasi sebagai moral judgement, evaluasi penentuan
keputusan, evaluasi, dan konsensus nilai.
Evaluasi sebagai moral judgment. Konsep utama dalam evaluasi adalah
masalah ini. Hasil dari suatu evaluasi berisi suatu nilai yang akan digunakan untuk
tindakan selanjutnya. Hal ini mendukung dua pengertian, pertama evaluasi berisi
suatu skala nilai normal, berdasarkan skala tersebut suatu objek evaluasi dapat
dinilai. Kedua, evaluasi berisi suatu perangkat kriteria praktis berdasarkan
kriteria-kriteria tersebut suatu hasil dapat dinilai. Dalam evaluasi kurikulum salah
satu hal yang sering menjadi inti perdebatan antara para ahli adalah pemisahan
antara pengumpulan dan penusunan keputusan. Perbedaan pendapat mengenai hal
ini akan direflesikan dalam perbedaan-perbedaan erumusan evaluasi. Evaluasi
dan penentuan keputus. Siapa pengambil keputusan dalam pendidikan atau
khususnya dalam pelaksanaan kurikulum. Pengambil keputusan dalam
pelaksanaan pendidikan atau kurikulum banyak, yaitu : guru, murid, orang tua,
kepala sekolah, para inspektur, penggembangan kurikulum dan sebagainya.
Pada prinsipnya tiap individu diatas membuat keputusan sesuai posisinya.
Besar atau kecilnya peranan keputusan yang diambil oleh seseorang sesuai
lingkup tanggung jawabnya, serta lingkup masalah yang dihadapinya suatu
saat, beberapa hasil evaluasi menjadi bahan pertimbangann bagi pengambil
keputusan. Evaluasi dan konpansus nilai. Dalam bagian yang terdahulu sudah
dikemukakan bahwa penelitian pendidikan dan evaluasi kurikulum sebagai
prilaku sosial berisi nilai-nilai.
Secara historis konsensus nilai dalam evaluasi kurikulum berasal dari tradisi
tes mental serta eksperimen. Konsensus tersebut berupa kerangka kerja
penelitian, yang dipusatkan pada tujuan-tujuan khusus, pengukuran prestasi
belajar yang bersifat behavorial, pengunaan analisis statistik dari pre test dan
post test dan lain-lain. Model penelitian diatas engineering atau
19

sistem approach dalam pendidikan. Dalam model penelitian tersebut


keseluruhan kegiatan dapat digambarkan dalam suatu flow chart yang
merumuskan secara operasional input (pre test) cara car kegiatan ( treatment )
serta out put ( post test ). Tanpa adanya persetujuan tentang hal-hal tersebut
maka sukar untuk dapat menyusun flow chart yang difinitif. Model system
appoarch atau model social engineering bersifat goal based evaluation , karena
bertitik tolak dari tujuan tujuan yang jhusus. Karena model ini mempunyai
beberapa keberatan, maka berkembang evaluais yang lain yang lebih
bersifat goal free evaluation.
Pendekatan evaluasi yang bersifat goal free bertolak dari sikap kebudayaan
yang ajemuk (cultural pluralism). Sikap kebudayaan yang majemuk
mempunyai dasar relatifis, memandang bahwa tiap pandangan sama baiknya.
Dalam evaluasi kurikulum sudah tentu pandangna ini mempunyai kesulitan
yang cukup besar, ebab alat-alat evaluais yang digunakan bertolak dasar posisi
nilai yang berbeda. Dengan demikian evaluasi juga bersifat relatif, evalausi
model in dapat ditemukan pada peneliti yang memandang pekerjaannya semata
mata hanay sebagai pengumpulan data.

Anda mungkin juga menyukai