Anda di halaman 1dari 11

PERKEMBANGAN PENELITIAN MENGENAI VAKSIN MALARIA

I. Vaksinasi Baru Malaria Janjikan Sukses

Ilmuwan sudah lama berharap akan menemukan vaksin malaria, mengingat hasil positif yang
diperoleh dari uji klinis. Sekarang mereka berhasil. Malaria, salah satu penyakit paling
mematikan di dunia sudah menular ke 219 juta orang tahun 2010. Ilmuwan sudah lama berharap
dapat menemukan vaksin.

Nyamuk di Jerman Semakin Berbahaya


Kamis (09/08/13) sejumlah peneliti AS mengumumkan kesuksesan dalam majalah ilmiah
Science, berupa penjelasan keberhasilan sebuah percobaan kecil yang masih dalam tahap klinis
awal.

"Banyak orang mengatakan, ini sesuatu yang tidak mungkin. Tapi ini buktinya," kata Judith
Epstein, salah satu peneliti malaria, dalam wawancara dengan kantor berita Reuters. "Sekarang
kita dalam tahap pertama untuk benar-benar dapat menemukan vaksinasi efektif," katanya.

Percobaan Sukses

Vaksin itu diproduksi perusahaan Sanaria Incorporated dari Maryland, AS. Percobaan
klinisnya diadakan antara Oktober 2011 dan Oktober 2012. Mereka yang ikut, baik yang
memperoleh vaksinasi dan yang tidak, mendapat gigitan lima ekor nyamuk yang terinfeksi
malaria. Studi menunjukkan, semakin tinggi dosis diberikan kepada seseorang, semakin kecil
kemungkinan malaria berkembang di tubuh orang itu.

Menurut Dr. Anthony Fauci, direktur institut penelitian alergi dan penyakit menular
(NIAID), hasil percobaan tersebut adalah yang paling menjanjikan dari seluruh percobaan
vaksinasi malaria selama ini.

Tetapi Fauci ragu untuk menyebut hasil percobaan itu sebuah terobosan, dengan
mengingatkan bahwa hanya sejumlah kecil orang ikut dalam percobaan. 57 orang yang sehat
mengikuti penelitian tersebut.

Bisa Diharapkan Tapi Tidak Pasti

Fauci juga mengemukakan, bahwa sejauh ini belum jelas seberapa lama vaksinasi bisa
menjaga orang dari penularan malaria. Vaksin yang disebut PfSPZ dibuat dari parasit hidup
spesies Plasmodium Falciparum, yang sudah dilemahkan kekuatannya. Parasit itu adalah yang
paling mematikan dari semua parasit penyebab penyakit malaria.
Riset malaria di laboratorium

Masih banyak pekerjaan dan penelitian dibutuhkan sebelum vaksin itu bias
disebarluaskan untuk kebutuhan publik. Tetapi hasil awal ini menjanjikan sukses. "Masih ada
beberapa langkah lainnya yang harus diambil, sebelum peneliti bisa merasa tenang karena punya
sesuatu yang mungkin siap untuk diperluas pertama kali," demikian dijelaskan Fauci. "Jadi kita
belum sepenuhnya sampai di sana. Tapi hasil ini membesarkan hati untuk terus berusaha,"
tambahnya.

Peneliti utama perusahaan Sanaria Incorporated, Stephen Hoffman, yang juga menulis
studi dengan Robert Seder dari NIAID, memperkirakan, masih diperlukan empat tahun sebelum
vaksin bisa diperoleh masyarakat luas. Saat ini tidak ada vaksin terhadap malaria yang bisa dibeli
di pasaran bebas.

II. Uji coba awal terhadap vaksin 'virus' malaria menunjukkan hasil positif

Uji coba terhadap vaksin 'virus' malaria untuk menangkal jenis parasit paling berbahaya yang
menjadi penyebab penyakit ini menunjukkan beberapa hasil awal yang positif.Vaksin yang
dikembangkan Universitas Oxford Inggris, menunjukkan efektivitas mencapai 67% ketika diuji
coba yang dilakukan terhadap 121 laki-laki di Kenya. Hasil yang menggembirakan para peneliti
ini telah dicatat sebagai dua vaksin malaria yang ditemukan selama 20 tahun penelitian.
Sejumlah percobaan vaksin yang berbeda menunjukkan hasil yang lebih maju dan berhasil
dengan baik ketika diuji coba terhadap anak-anak. Data menyebutkan sekitar 1.300 anak-anak di
wilayah gurun Sahara Afrika meninggal setiap hari akibat virus malaria.

Para ilmuwan berupaya mencari vaksin untuk elindungi orang yang paling berisiko terkena
penyakit ini. Organisasi Kesehatan Dunia WHO menyebutkan kasus Malaria mencapai 198 juta
pada 2013 dan sekitar 584.000 kematian berhubungan dengan penyakit itu. Para peneliti
membutuhkan waktu lebih dari dua dekade untuk mendapatkan perkembangan dalam riset,
karena sifat parasit yang menular ke manusia melalui gigitan nyamuk tersebut.
Malaria disebabkan oleh empat virus, tetapi belum diketahui apakah vaksin yang
dikembangkan oleh Universitas Oxford dapat melindungi semua parasit Plasmodium falciparum
atau hanya satu saja.

Vektor virus

Dalam uji coba di Oxford para ilmuwan menggunakan dua virus – salah satunya
merupakan virus simpanse – untuk merangsang sistem kekebalan tubuh agar memproduksi sel-
sel yang dapat melawan malaria. Vaksin ini merupakan tipe baru yang dikembangkan dari
"vektor virus" untuk melawan parasit dalam hati, seperti dipublikasikan di jurnal Science
Translational Medicine. Peneiliti memeriksa partisipan setiap delapan minggu dan menemukan
vaksi ini telah mengurangi risiko malaria pada duapertiga dari mereka.

Profesor Adrian Hill, Direktur Jenner Institute di University of Oxford, mengatakan:


"Tingkat kemanjuran yang besar dalam uji coba lapangan pertama mendorong, upaya pengujian
lebih lanjut pada anak-anak dan bayi yang paling membutuhkan vaksin malaria."

Tetapi dalam penelitian tersebut ditemukan tingkat penularan malaria menjadi "tiba-tiba
rendah" selama masa percobaan vaksin, sehingga sulit untuk mengetahui kinerja vaksin jika
risiko malaria sangat tinggi. Para peneliti Oxford saat ini sedang menguji keamanan vaksin pada
anak-anak dan bayi di Burkina Faso.

Chris Drakeley, profesor bidang infeksi dan kekebalan dan Direktur Pusat Malaria
London School of Hygiene and Tropical Medicine, terlibat dalam menyusun data dari uji klinis
akhir vaksin malaria lainnya pada anak-anak, yang diterbitkan baru-baru ini. Drakeley
mengatakan hasil uji coba vaksin Oxford itu sangat positif, tetapi masih butuh waktu panjang.

"Penelitian itu dilakukan pada sekelompok orang dewasa, padahal yang menderita
penyakit itu sebenarnya anak-anak," katanya. "Kami juga menemukan tingkat perlindungan
tinggi pada orang dewasa dalam uji coba tahap awal. "Dia menambahkan: "Tidak ada satu solusi
untuk semua pasien. Kita perlu berbagai macam pendekatan, dan negara-negara yang memerangi
malaria membutuhkan kotak peralatan dengan beberapa pilihan untuk melawan penyakit itu."

Kelambu anti-nyamuk, insektisida dan tindakan pengendalian malaria lainnya juga


bermain peran penting dalam mengurangi beban penyakit.
III. Vaksin Malaria yang Paling Menjanjikan

Kandidat vaksin malaria selama ini berusaha mencegah parasit masuk ke dalam sel darah
merah manusia. Sebuah antibodi yang baru ditemui mendorong pendekatan baru: menjebak
parasit di dalam sel darah.

Kalau tidak dapat dibasmi - kurung mereka. Inilah ide di balik penemuan terbaru oleh periset
malaria di Amerika Serikat. Kandidat vaksin malaria keluaran mereka yang bisa dibilang paling
menjanjikan adalah sebuah antibodi, yang bertugas melawan sebuah protein yang disebut
PfSEA-1. Parasit malaria membutuhkan protein ini untuk dapat keluar dari sel darah merah
manusia begitu selesai bereplikasi di dalamnya.

Relevansi bagi manusia

Antibodi melawan PfSEA-1 dapat mencegah parasit malaria bereproduksi, setidaknya di


dalam laboratorium, seperti yang ditunjukkan tim pimpinan Jonathan Kurtis dari Rumah Sakit
Rhode Island. Lebih jauh, disuntikkan sebagai vaksin, antibodi semacam ini dapat
memperpanjang hidup tikus percobaan ketika mereka terinfeksi oleh malaria tikus yang paling
mematikan, yang menyerupai jenis malaria yang umumnya fatal bagi anak kecil.

Kurtis mengatakan hingga kini belum ada kandidat vaksin yang berhasil melindungi tikus
dari penyakit mematikan ini.

"Yang benar-benar membedakan cara kerja kami adalah: kami mulai dari manusia," ujar Kurtis.
"Meski sebagian risetnya memakai tikus, eksperimen untuk menemukan vaksinnya dilakukan
pada sampel manusia - jadi kami yakin hasilnya juga akan efektif bagi manusia."

Parasit malaria terjebak di dalam sel


darah merah manusia
Kebal malaria

Peneliti mempelajari 785 anak-anak di Tanzania, semuanya hidup di kawasan berisiko


tinggi. Tubuh sejumlah anak telah mengembangkan kekebalan atas malaria ketika mereka masih
berusia sekitar dua tahun: mereka membawa parasit, sehingga tidak jatuh sakit.

"Di laboratorium kami menggelar apa yang kami sebut senam DNA," jelas Kurtis. "Kami
menggunakan biologi molekuler untuk mengidentifikasi gen parasit dan protein parasit yang
hanya dijumpai pada antibodi anak-anak yang kebal, bukan pada antibodi anak-anak yang
rentan."

Mereka menemukan PfSEA-1.

Setelah menggelar eksperimen di laboratorium dengan hewan percobaan, peneliti kembali ke


eksperimen lapangan di Tanzania dan menemukan apa yang Kurtis sebut sebagai hasil yang
"mengejutkan."

"Anak-anak yang terdeteksi memiliki antibodi atas protein antigen ini tidak pernah terkena
malaria parah - ada juga yang tidak pernah sakit malaria sama sekali."

Temuan mereka dapat berperan penting menuju vaksin yang efektif.

Satu vaksin cukup?

Di seluruh dunia, banyak periset yang tengah menyelidiki sekitar seratus kandidat vaksin
malaria yang berbeda. Kandidat terdepan adalah RTS,S. Vaksin ini dikembangkan untuk anak-
anak, dan menarget sel hati serta mencegah reproduksi parasit malaria. RTS,S dapat segera
dilempar ke pasar begitu disetujui oleh otoritas kesehatan terkait. Namun, vaksin ini hanya
memiliki efisiensi sekitar 50 persen - separuh dari anak-anak yang divaksin masih akan jatuh
sakit - dan meninggal sebagai akibatnya. Sebuah studi terbaru menemukan bahwa efisiensi
RTS,S turun setelah empat tahun.

Vaksin Malaria: Cukup 50 Persen Ampuh?

Periset di Afrika berada pada tahap akhir uji coba vaksin malaria yang diharapkan
mampu mengurangi infeksi pada anak-anak dan kematian. Tapi apakah tingkat keampuhan 50
persen dapat diterima?
Periset di berbagai penjuru dunia masih mencari vaksin malaria yang ampuh. Gabun Albert-
Schweitzer Klinik Ärztin im Labor

Angka dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa malaria


menginfeksi lebih dari 200 juta orang per tahun - mengakibatkan 700.000 kematian di seluruh
dunia. Sekitar 90 persen kasus terjadi di Afrika Sub-Sahara.

Vaksin malaria RTS,S diharapkan dapat mengurangi laju kematian akibat malaria pada
anak-anak hingga mencapai separuh. Pusat riset medis di rumah sakit Albert Schweitzer di
Lambaréné, Gabon, menjadi salah satu dari 11 pusat riset di Afrika yang tengah menyelesaikan
tahap akhir uji coba klinis terhadap RTS,S. Rumah sakit Albert Schweitzer terlihat seperti
sebuah desa dengan paviliun-paviliun kuning di antara pepohonan yang merindangi lembah
sungai Ogooué. Para peneliti tinggal dan bekerja di sini- dekat dengan para pasien.

Gabun Albert-Schweitzer Klinik


Anak-anak dan ibu hamil paling sering menjadi korban malaria.

"Sekitar 600.000 anak meninggal dunia setiap tahun akibat malaria. Jadi secara teori, kami dapat
menyelamatkan 300.000 anak, dan ini akan membawa konsekuensi sosial dan ekonomi. Memang
tidak 100 persen efektif tapi sebuah langkah maju," kata Maxime Selidji Agnandji, seorang
periset di Lambaréné.

Melawan malaria di 'kandang'

Ini kali pertama sebuah vaksin malaria melewati uji coba dalam skala begitu besar. Fase
ketiga uji coba dimulai tahun 2009, melibatkan 16.000 anak-anak dari 7 negara Afrika Sub-
Sahara - Gabon, Mozambik, Tanzania, Ghana, Kenya, Malawi, dan Burkina Faso.

Fase ketiga uji coba menjadi fase terakhir sebelum vaksin - atau obat baru - dapat
diajukan untuk mendapat persetujuan.

Begitu disetujui, vaksin RTS,S dapat menjadi siap pakai pada awal tahun 2015.

Eunice Betouke Ongwe menganalisa


sampel darah untuk riset malaria

Dibandingkan vaksin lainnya, keampuhan 50 persen RTS,S tergolong rendah. Dan saat
diuji coba terhadap anak-anak berusia antara 6 hingga 12 bulan, vaksin ini bahkan hanya
menunjukkan tingkat keampuhan 30 persen. Namun periset mengatakan tingkat keberhasilan 50
persen melawan malaria sudah tergolong signifikan.

"Begitu banyak kasus malaria sehingga pengurangan sebesar 50 persen akan berdampak besar
terhadap penyakit itu sendiri dan kesehatan anak-anak," ujar Bertrand Lell, direktur pusat riset.
"Namun karena tidak 100 persen efektif, vaksin harus dilengkapi metode lain: kelambu yang
dibaluri insektisida, dan diagnosa serta perawatan segera."
IV. Vaksin Malaria Beri Kekebalan Hingga Empat Tahun

London, CNN Indonesia -- Vaksin malaria pertama buatan GlaxoSmithKline, GSK, bisa
segera diizinkan untuk digunakan di Afrika pada Oktober setelah data percobaan paling akhir
memperlihatkan vaksin ini memberi kekebalan hingga empat tahun. Suntikan RTS,S yang
dirancang untuk digunakan anak-anak di Afrika ini akan menjadi vaksin manusia berlisensi
pertama untuk penyakit yang disebabkan parasit, dan bisa membantu pencegahan jutaan kasus
malaria.

Para pakar sejak lama berharap agar ilmuwan bisa segera mengembangkan vaksin
malaria yang efektif, dan para ilmuwan di GSK, perusahaan farmasi milik Inggris ini, sudah 30
tahun mengembangkan RTS,S. Harapan vaksinasi ini bisa menjadi jawaban dalam upaya
mengentaskan penyakit malaria sempat terhalang ketika data percobaan yang dirilis pada 2011
dan 2012 memperlihatkan vaksin tersebut hanya mengurangi jumlah kasus malaria pada bayi
berusia 6 sampai 12 minggu hingga 27 persen, dan sekitar 46 persen pada anak berusia 5 sampai
17 bulan. Tetapi data tahap terakhir yang diterbitkan di journal Lancet Jumat (24/4)
memperlihatkan bahwa anak-anak yang telah mendapat vaksinasi tetap memiliki kekebalan
terhadap malaria hingga empat tahun, dan lebih lama lagi jika mendapat suntikan vaksin
tambahan.

“Meski ada penurunan kemanjuran sejalan dengan waktu, terlihat RTS,S masih memiliki
manfaat yang jelas,” ujar Brian Greenwood, guru besar dari Sekolah Higienis dan Obat Tropis
London yang juga terlibat dalam proyek penelitian ini. Dia mengatakan secara rata-rata terdapat
1.363 kasus malaria yang dicegah dalam waktu empat tahun dari 1.000 anak yang mendapat
vaksinasi, atau 1.774 kasus jika mereka mendapat vaksinasi penguat - anak-anak ini diperkirakan
akan mengalami infeksi selama beberapa kali dalam periode tersebut.

Studi lanjutan selama tiga tahun menunjukkan bahwa pada bayi 558 kasus berhasil
dicegah dari 1.000 bayi yang mendapat vaksinasi, sementara untuk mereka yang mendapat
suntikan tambahan angkanya menjadi 983 kasus.

“Jika melihat bahwa pada 2013 diperkirakan terdapat 198 juta kasus malaria, tingkat
kemanjuran ini berpotensi bisa mencegah jutaan kasus penyakit malaria pada anak,” kata
Greenwood.

GSK mengajukan permintaan persetujuan untuk RTS,S ke Badan Obat-Obatan Eropa


pada Juli 2014, dan badan ini diperkirakan akan mengambil keputusan dalam beberapa bulan ke
depan. Jika obat ini mendapat lisensi, WHO akan memberi rekomendasi penggunaannya “pada
Oktober tahun ini”, ujar Greenwood. Para pakar mengatakan RTS,S akan menjadi salah satu
senjata melawan malaria, selain kelambu, pemeriksaan diagnostik cepat dan obat anti malaria.
RTS,S dikembangkan oleh GSK dan organisasi nirlaba PATH Malaria Vaccine Initative, dengan
pendanaan dari Yayasan Bill & Melinda Gates.
V. Penggunaan vaksin malaria di Afrika selangkah lagi

Vaksin malaria pertama di dunia telah melewati hambatan terakhir sebelum disetujui untuk
digunakan di Afrika. Lembaga obat-obatan Eropa (EMA) memberikan penilaian positif setelah
meninjau keamanan dan keefektifan vaksin Mosquirix, yang diproduksi perusahaan
GlaxoSmithKline. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) akan mempertimbangkan tahun ini
apakah obat itu bisa direkomendasikan ke anak-anak, yang pada masa uji coba menimbulkan
hasil beragam. Mosquirix, yang juga dikenal sebagai vaksin RTS,S, adalah yang pertama
melawan infeksi malaria pada manusia. Perusahaan GSK tidak mengumumkan harga vaksin itu,
namun berjanji tidak akan mengambil untung darinya.Vaksin itu dirancang khusus untuk
melawan infeksi malaria pada anak-anak di Afrika dan bukan untuk digunakan wisatawan.
Perlindungan khususnya terlihat pada anak-anak berusia lima tahun yang menerima tiga dosis
vaksin itu.

Sayangnya, suntikan itu ditemukan kurang manjur melindungi anak-anak bayi dari malaria.
Hasil uji coba juga menunjukkan anak-anak harus menerima empat dosis penuh suntikan itu
untuk melihat hasil maksimal. Hal ini mendatangkan kebingunan bagi WHO, yang pada Oktober
mendatang akan memutuskan apakah vaksin itu bisa digunakan.

Pada 2001, kerja sama dilakukan antara GSK dan lembaga PATH Malaria Vaccine Initiative,
dengan hibah dari Bill and Melinda Gates Foundation, bertujuan mempercepat perkembangan
vaksin malaria. Profesor Adrian Hill dari Jenner Institute, Oxford, mengatakan dia senang
melihat keputusan EMA namun menambahkan vaksin itu bukan “peluru ajaib”.

Dia mengatakan, “Kelambu bekerja lebih efektif dibandingkan vaksin ini. Namun ini adalah
perkembangan yang sangat baik. Saya melihatnya sebagai landasan bagi vaksin malaria yang
lebih efektif di waktu mendatang.”

Malaria membunuh sekitar 584.000 orang di seluruh dunia, kebanyakan dari mereka anak-anak
balita di Afrika sub-Sahara.

VI. Vaksin Malaria Mosquirix Bisa Digunakan di Luar Eropa

JENEWA, SATUHARAPAN.COM - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengakan


menyambut baik pendapat EMA bahwa vaksin Mosquirix dapat digunakan di luar Uni Eropa.
Hal ini berarti diatasinya hambatan untuk melengkapi ‘’senjata’’ kesehatan memerangi malaria
di seluruh dunia, khususnya di Afrika yang memakan korban jiwa satu anak setiap menit.

"Ini adalah pertama kalinya vaksin malaria sampai pada titik peninjauan oleh otoritas regulasi,"
kata juru bicara WHO, Gregory Hartl, dalam laporan di Jenewa, hari Jumat (24/7). Sebelumnya
European Medicines Agency (EMA) menyatakan telah mengadopsi " pendapat ilmiah" untuk
vaksin Mosquirix untuk digunakan di luar Uni Eropa.

Hartl memuji keputusan itu sebagai "perkembangan besar" tapi upaya melawan malarian "belum
selesai."

Penilaian EMA akan ditinjau oleh WHO pada bulan Oktober, dengan aspek kesehatan
masyarakat mengenai keterjangkauan dan efektivitas vaksin itu, termasuk situasi
lapanganmenyangkut negara-negara berkembang. Hal itu melengkapi pengendalian efektif
penyakit malaria dengan kelambu dan tes diagnosis yang cepat. Setelah langkah tersebut, kata
dia, rekomendasi kebijakan badan kesehatan PBB itu juga akan dilakukan untuk aspek khasiat,
kualitas dan keamanan vaksin. WHO akan melihat apakah vaksin ini harus ditambahkan dalam
pengendalian malaria yang diharapkan diputuskan pada November 2015.

Vaksin Berlisensi

Disebutkan, saat ini belum ada vaksin malaria berlisensi. Malaria disebabkan oleh parasit
yang disebut Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi. Dalam tubuh
manusia, parasit berkembang biak di dalam hati, dan kemudian menginfeksi sel darah merah.

Gejala malaria terlihat adanya demam, sakit kepala, dan muntah yang biasanya muncul
antara 10 dan 15 hari setelah gigitan nyamuk. Jika tidak diobati, malaria dapat dengan cepat
mengancam jiwa dengan mengganggu pasokan darah ke organ vital.

Menurut statistik terbaru dari WHO, hampir 200 juta kasus malaria terjadi pada tahun
2013 dan sekitar 600.000 orang meninggal. "Sebagian besar kematian terjadi pada anak-anak
yang tinggal di Afrika, di mana seorang anak meninggal setiap menit akibat malaria."

Persetujuan Otoritas

Hartl menjelaskan bahwa izin yang diberikan oleh EMA bukan merupakan persetujuan
otoritas, karena vaksin tidak dibuat untuk digunakan di Uni Eropa. EMA hanya memberikan
pendapat atas efektivitas, kualitas dan keselamatan.

Dia juga menjelaskan tentang "perspektif kesehatan masyarakat," yaitu menangani


pelaksanaannya, penggunaannya di lapangan dengan upaya lain untuk memerangi malaria dan
langkah-langkah untuk membuat vaksin cocok dengan vaksin lainnya.

Intervensi kunci untuk mengendalikan malaria selama ini dilakukan dengan pengobatan
yang tepat dan efektif dengan terapi kombinasi berbasis artemisinin; menggunakan jaring
insektisida oleh masyarakat berisiko; dan penyemprotan residu dalam ruangan dengan insektisida
untuk mengendalikan nyamuk vektor.
Sumber:

BBC Indonesia. Penggunaan vaksin malaria di Afrika [Di akses tanggal 16 September 2015 dari
URL http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2015/07/150724_majalah_vaksin_malaria].

CCN Indonesia. Vaksin Malaria Beri Kekebalan Hingga Empat Tahun [Diakses tanggal 16
September 2015 dari URL http://www.cnnindonesia.com/internasional/20150424155628-
127-49030/vaksin-malaria-beri-kekebalan-hingga-empat-tahun/].

Deutsche Welle. Vaksin Malaria [Diakses tanggal 16 September 2015 dari URL
[http://www.dw.com/id/vaksin-malaria-cukup-50-persen-ampuh/a-17162838]

Deutsche Welle. Vaksin Malaria yang Ampuh [Diakses tanggal 16 September 2015 dari URL
http://www.dw.com/id/vaksin-malaria-yang-paling-menjanjikan/a-17656435]

Subekti, Sabar. 2015. Vaksin Malaria Mosquirix Bisa Digunakan di Luar Eropa [Diakses
tanggal 16 September 2015 dari URL http://www.satuharapan.com/read-
detail/read/vaksin-malaria-mosquirix-bisa-digunakan-di-luar-eropa].

Anda mungkin juga menyukai