Anda di halaman 1dari 31

Percobaan 14

Pengamatan Jamur, Mikroalgae dan Protozoa

A. Plankton dan Benthos


I. Tujuan
1. Menentukan jenis-jenis benthos yang terdapat pada sampel.
2. Menentukan jenis-jenis plankton yang terdapat pada sampel.
3. Menentukan nilai indeks biodiversitas.

II. Prinsip Percobaan

Pada praktikum ini, dilakukan pengamatan terhadap keberadaan benthos dan plankton.
Benthos merupakan organisme yang hidup pada zona bentik di dasar perairan. Untuk mengamati
keberadaan benthos, dilakukan pengambilan sampel lumpur dari dasar sungai cikapundung
dengan menggunakan jala surber. Lumpur sampel yang telah diambil dibawa ke laboratorium
untuk kemudian dialirkan air dan diamati keberadaan benthosnya. Bentos yang biasa ditemukan
adalah berupa kerang, keong dan lain-lain. Sedangkan pada pengamatan plankton, dilakukan
dengan mencarinya di air sungai cikapundung. Kemudian, dilakukan pengamatan dengan
menggunakan mikroskop. Bersihkan kaca obyek dengan kertas isap, agar kering dan bebas
lemak. selanjutnya teteskan setetes air dari media KNOP pada bagian tengah kaca obyek.
Tetesan tadi tutup dengan kaca tutup dengan cara meletakkan pinggir kaca tutup pada pinggiran
tetesan air, sisi yang lain ditahan dengan jarum dan turunkan hati-hati, sehingga melekat pada
kaca obyek tepat pada tetesan air. Usahakan tidak ada gelembung udara di antara kaca obyek dan
kaca tutup. Amati apa yang terlihat serta identifikasi jenis-jenis mikroorganisme tersebut
berdasarkan kunci determinasi yang disediakan. Selanjutnya akan terlihat perbedaan
pithoplankton dan zooplankton.

III. Teori Dasar


Benthos adalah organisme (nabati / fitobenthos atau hewani / zoobenthos) yang tinggal di
dalam dan atau di atas sedimen di dasar suatu perairan.Organisme benthos ini meliputi jenis-jenis
dari kelompok Protozoa, Sponge, Coelenterate, Rotifera, Nematode, Bryozoa, Decapoda,
Ostracoda, Cladocera, Cpopoda, Pelecypoda, Gastropoda, Insekta, dan Lintah. Keberadaan
hewan ini dipengaruhi oleh kondisi fisika (substrat, kekeruhan, arus, kedalaman, dan suhu),
disamping juga dipengaruhi oleh factor kimia ( pH, O2, dan bahan-bahan toksik ) dan factor
biologi (predator dan kompetitor).

Gambar 3.1. Gastropoda


Bentos adalah organisme perairan yang hidupnya berasosiasi dengan dasar perairan. Dia
dapat hidup pada dan didalam dasar perairan. Gerakannya sangat terbatas pada perairan sehingga
dia sangat baik dijadikan indikator biologi untuk menerangkan atau menunjukkan kondisi
perairan apakah perairan itu tercemar atau tidak.
Bentos adalah organisme yang hidup di permukaan atau di dalam sedimen dasar di suatu
badan air. Hewan-hewan benthos dalam memanfaatkan detritus dengan cara suspension feeder
yakni dengan cara menyaring partikel-partikel yang masih melayang-layang di air yang ada di
sekitarnya dan dengan deposit feeders yakni mengumpulkan detritus yang telah menetap di
dasar. (Hehanusa : 2001)
Makrozoobentos mempunyai peranan yang sangat penting dalam siklus nutrien di dasar
perairan. (Boyd:1982) menyatakan bahwa dalam ekosistem perairan, makrozoobentos berperan
sebagai salah satu mata rantai penghubung dalam aliran energi dan siklus dari alga planktonik
sampai konsumen tingkat tinggi.
Keberadaan hewan bentos pada suatu perairan, sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor
lingkungan, baik biotik maupun abiotik. Faktor biotik yang berpengaruh diantaranya adalah
produsen, yang merupakan salah satu sumber makanan bagi hewan bentos. Adapun faktor
abiotik adalah fisika-kimia air yang diantaranya: suhu, arus, oksigen terlarut (DO), kebutuhan
oksigen biologi (BOD) dan kimia (COD), serta kandungan nitrogen (N), kedalaman air, dan
substrat dasar. Hewan ini memegang beberapa peran penting dalam perairan seperti dalam proses
dekomposisi dan mineralisasi material organik yang memasuki perairan. Zoobentos membantu
mempercepat proses dekomposisi materi organik. Hewan bentos, terutama yang bersifat herbivor
dan detritivor, dapat menghancurkan makrofit akuatik yang hidup maupun yang mati dan serasah
yang masuk ke dalam perairan menjadi potongan-potongan yang lebih kecil, sehingga
mempermudah mikroba untuk menguraikannya menjadi nutrien bagi produsen perairan. (Davis :
1955).
Indeks Keanekaragaman Jenis Organisme menurut Shannon –Wienner merupakan Nilai
H’ pada perairan waduk. Jika hasilnya tergolong dalam kategori rendah, artinya sebaran individu
tidak merata (keragaman rendah) berarti lingkungan perairan tersebut telah mengalami gangguan
yang cukup besar, atau struktur komunitas organisme di perairan tersebut jelek. Sedangkan
Indeks Dominasi Jenis Organisme Menurut Simpson merupakan Nilai C (indeks dominasi) pada
perairan waduk. Indeksnya dari 0-1 menunjukkan kemungkinan bahwa individu yang diambil
secara acak dari suatu populasi untuk spesies yang sama, maka diversitas komunitas sampel itu
rendah. Jika nilainya mendekati 1, berarti ada jenis yang mendominasi pada perairan tersebut.
Pada rumus, indeks keanekaragaman, keterangannya yaitun= jumlah individu dalam 1 spesies
N= total individu dari semua spesies yang ditemukan, Pi= perbandingan jumlah individu spesies
tertentu dengan total individu=n/N, ln= natural log, H= index shannon=-∑(Pi lnPi), D= index
simpson=∑(n/N)^2, dan biodiversity index =C= 1-D (Alearts : 1984)
Dua kelompok yang paling penting dari Ekologi, dan sebagai sarana aliran energi, adalah
zooplankton dan fitoplankton. Fitoplankton dan zooplankton mencakup semua filum dari dunia
hewan termasuk chordata.

Zooplankton adalah hewan-hewan kecil yang berenang atau mengapung di kolom air.
Menurut tahap perkembangan dalam siklus hidup mereka, zooplanktons dibagi menjadi dua
kelompok, yang dikenal sebagai meroplankton dan holoplankton.

Gambar 3.1. Copepoda (Calanoida sp.)salahsatu contoh zooplankton


Meroplankton adalah merupakan larva dari cnidaria, krustasea, moluska, serangga,
echinodermata, dan beberapa ikan. Meroplankton hanya menghabiskan sedikit waktu siklus
hidup mereka sebagai plankton.Sedangkan, holoplankton menghabiskan seluruh hidup sebagai
plankton. Holoplankton seperti pteropods, Polychaetes, larvaceans, Copepoda, siphonophore,
dll. Zooplankton termasuk anggota dari hampir semua Filum dari kerajaan hewan; Protozoa,
Cnidaria/coelenterates, Arthropoda, Moluska, Echinodermata, dan chordata.

Zooplankton memiliki fenomena yang sangat unik yang disebut migrasi vertikal, di mana
mereka bergerak menuju ke permukaan air pada malam hari dan kembali ke air yang dalam pada
siang hari. Migrasi vertikal membantu mereka untuk menjauhkan diri dari predator diurnal.
Selama migrasi ini, zooplanktons menggunakan arus air serta berenang aktif.Fitoplankton
mengandung organisme seperti tumbuhan kecil di kolom air, sebagian besar menghuni zona
eufotik, atau badan air yang diterangi matahari. Mereka termasuk dalam kelas mikro, nano, pico
dan klasifikasi plankton menurut ukuran. Diatom (lebih dari 50.000 spesies), cyanobacteria,
dinoflagellates (lebih dari 2000 spesies), dan ganggang (misalnya alga merah dan hijau) adalah
beberapa kelompok yang paling umum dari fitoplankton.

Sumber energi fitoplankton dalam membentuk makanan adalah sinar matahari, dengan
demikian mereka disebut sebagai autotrof ekosistem perairan. Fitoplankton bertanggung jawab
untuk produksi primer makanan di dunia, yang hampir 200 miliar kilokalori per tahun. Dari
produksi utama Bumi, fitoplankton menyumbang lebih dari 50%. Fitoplankton tidak bisa
berenang melawan arus air, mereka bukan perenang aktif dan oleh karena itu, zooplankton dan
nekton mudah memangsa mereka.

Gambar 3.2. Diatom salah satu contoh Fitoplankton

Fungsi dari dua kelompok ekologi mikroskopis ini berbeda dan sangat penting. Fitoplankton
adalah organisme autotrof, sedangkan zooplanktons adalah heterotrof. Fitoplankton tidak bisa
berenang secara aktif, sedangkan zooplankton dapat bergerak baik secara aktif maupun pasif.
Ada dan tidak adanya migrasi vertikal dalam zooplankton dan fitoplankton juga menyatakan
variasi tambahan antara kedua, fitoplankton adalah plankton nabati tapi zooplankton adalah
plankton hewani.

IV. Alat dan Bahan


a. Alat : b. Bahan

Mikroskop Sampel air dari Sungai Cikapundung


Jarum inokulasi
Pembakar Bunsen

Kaca obyek dan cover glass

Plankton net

Jala Surber

Sedgewick Rafter
V. Hasil Pengamatan

Keterangan:
Spesies A: Hijau berbentuk bulat
Spesies B: Hijau berbentuk agak panjang
Spesies C: Bening berbentuk jarum
Spesies D: Bening berbentuk panjang
Spesies E: Merah berbentuk panjang
Spesies F: Merah berbentuk abstrak
Tabel 5.1 Tabel Hasil Pengamatan Percobaan 14 A
No. Hasil Pengamatan Keterangan
Meja 1 (Row 1)
1. Percobaan 14A
Tanggal Pengamatan: 29
Maret 2018
Spesies A: 32
Spesies B: 0
Spesies C: 1
Spesies D: 1
Spesies E: 4
Spesies F: 45

Sumber: Kelompok 12
Shift Kamis Pagi
Meja 1 (Row 2)
2. Percobaan 14A
Tanggal Pengamatan: 29
Maret 2018
Spesies A: 47
Spesies B: 17
Spesies C: 0
Spesies D: 0
Spesies E: 14
Spesies F: 62
Sumber: Kelompok 13
Shift Kamis Pagi
Meja 1 (Row 3)
3. Percobaan 14A
Tanggal Pengamatan: 29
Maret 2018
Spesies A: 14
Spesies B: 4
Spesies C: 5
Spesies D: 0
Spesies E: 2
Spesies F: 26
Sumber: Kelompok 14
Shift Kamis Pagi
Meja 2 (Row 1)
4. Percobaan 14A
Tanggal Pengamatan: 29
Maret 2018
Spesies A: 43
Spesies B: 28
Spesies C: 4
Spesies D: 16
Spesies E: 5
Spesies F: 11
Sumber: Kelompok 15
Shift Kamis Pagi
Meja 2 (Row 2)
5. Percobaan 14A
Tanggal Pengamatan: 29
Maret 2018
Spesies A: 37
Spesies B: 4
Gambar 1 Spesies C: 3
Spesies D: 19
Spesies E: 4
Spesies F: 28

Gambar 2

Gambar 3

Gambar 4

Gambar 5
Gambar 6

Gambar 7

Gambar 8

Gambar 9

Gambar 10

Gambar 11

Gambar 12

Gambar 13

Gambar 14
Sumber: Kelompok 16
Shift Kamis Pagi
Meja 2 (Row 3)
6. Percobaan 14A
Tanggal Pengamatan: 29
Maret 2018
Spesies A: 30
Spesies B: 17
Spesies C: 4
Spesies D: 1
Spesies E: 2
Spesies F: 8
Sumber: Kelompok 17
Shift Kamis Pagi
Meja 3 (Row 1)
7. Percobaan 14A
Tanggal Pengamatan: 29
Maret 2018
Spesies A: 0
Spesies B: 1
Spesies C: 2
Spesies D: 4
Spesies E: 0
Spesies F: 8
Sumber: Kelompok 18
Shift Kamis Pagi
Meja 3 (Row 2)
8. Percobaan 14A
Tanggal Pengamatan: 29
Maret 2018
Spesies A: 35
Spesies B: 14
Spesies C: 17
Spesies D: 9
Spesies E: -
Spesies F: -
Sumber: Kelompok 19
Shift Kamis Pagi
Meja 3 (Row 2)
9. Percobaan 14A
Kotak 1 Kotak 2 Tanggal Pengamatan: 29
Maret 2018
Spesies A: 13
Spesies B: 6
Spesies C: 13
Spesies D: 6
Spesies E: 2
Spesies F: 14

Kotak 3 Kotak 4

Kotak 5 Kotak 6

Kotak 7 Kotak 8
Kotak 9 Kotak 10

Kotak 11 Kotak 12

Kotak 13

Sumber: Kelompok 20
Shift Kamis Pagi
BENTOS
Keterangan:
Ditemukan beberapa
organisme pada benthos,
yaitu:
1. cacing tanah (Annelida)
Lumbricua teretris
Jumlah spesies: 1
2. Kerang Anadara
(1) inaequivalvis
Jumlah spesies: 1
3. Keong Pila ampullacea
Jumlah spesies: 1

(2)

(3)
Sumber : kelompok 21 dan 22
Shift Kamis Pagi
VI. Analisis
Dalam percobaan ini dilakukan pengamatan organisme plankton pada sampel
air di sungai cikapundung. Pertama dilakukan pengukuran suhu lalu pengukuran pH di 3 tiga
titik sungai. Selanjutnya ambil 20 liter air sungai di setiap tiga titik tersebut ke ember. Lalu air
yang telah diambil tadi dilakukan penyaringan dengan jalan khusus yatu plankton net. Plankton
net merupakan jaring dengan mesh size yang disesuiakan dengan plankton. Jaring ini biasanya
terbuat dari nilon, umumnya berbentuk kerucut dengan berbagai ukuran, tetapi rata-rata panjang
jaringnya 4-5 kali diameter mulutnya. Jaring ini berfungsi untuk menyaring air serta plankton
yang berada didalamnya. Karena itu plankton yang berada didalamnya. Oleh sebab itu, plankton
yang tertangkap sesuai dengan ukuran mesh sizenya, maka ukuran mesh size yang digunakan
harus sesuai dengan jenis atau ukuran plankton yang akan diamati.
Sampel lumpur akan tertampung pada jala. Hasilnya sampel yang diambil terdapat pada
bagian bawah penutup alatnya. Kemudian dipindahkan ke kantong plastik untuk dibawa ke
laboratorium. Sampel lumpur dialirkan dengan air pada saringan untuk melarutkan endapan. Hal
ini juga bertujuan untuk membersihkan sampel lumpur dari sampah plastik, daun-daunan atau
kotoran lain. Setelah dilakukan pembersihan, maka akan tampak organisme-organisme benthos
pada sampel lumpur.
Saat plankton telah ditemukan, perlu ditambahkannya reagen tambahan seperti alkohol dan
juga safranin. Seperti yang diketahui, bahwa alkohol dan safranin ini digunakan saat melakukan
pewarnaan gram. Alkohol sendiri berfungsi sebagai pencuci warna pada gram negatif dan
pengikat warna pada gram positif. Sedangkan, untuk safranin sendiri, memiliki fungsi sebagai
pengikat warna dan mempertegas warna pada pewaranaan gram. Pada saat pencairan plankton,
alkohol dan safranin digunakan, tujuan adalah supaya plankton dapat berikatan dengan reagen
tersebut, sehingga saat melakukan pengamatan menggunakan mikroskop, objek dapat diamati
lebih jelas. Disarankan untuk dianalisa dahulu sebelum ditambahkan formalin untuk mengetahui
keberadaan dinoflagellata

Saat melakukan pengamatan menggunakan mikroskop, perlu diperhatikan saat meneteskan


cairan berisi plankton tadi. Tetesan tadi tutup dengan kaca tutup dengan cara meletakkan pinggir
kaca tutup pada pinggiran tetesan air, sisi yang lain ditahan dengan jarum dan turunkan hati-hati,
sehingga melekat pada kaca obyek tepat pada tetesan air. Usahakan tidak ada gelembung udara
di antara kaca obyek dan kaca tutup. Pada percobaan ini juga dilakukan pengamatan pada bentos.
Pertama tama kita mengukur suhu dan ph di tiga titik sungai. Selanjutnya ambil batuan, krikil,
kerang, dan lain-lain di 3 titik menggunakan jala surber. Setelah itu pisahkan yang terdapat
bentos di bagian bawahnya. Setelah itu sampel yang telah dipisahkan dan terdapat bentos dibawa
ke laboraturium untuk diamati.

Untuk mengetahui keragaman komunitas atau indeks biodiversitas dari bentos maka kita
menggunakan indeks simpson seperti pada persamaan di bawah ini :

𝑛
𝐷 = ∑( )2
𝑁

𝐷 = ∑(𝑃𝑖)2

Keterangan :

C = Indeks Keragaman Komunitas

n = Jumlah individu untuk masing masing jenis

N = Jumlah Total Individu

Tabel Indeks Biodiversitas Bentos

Nama Spesies n Pi 𝑃𝑖 2 ln Pi Pi lnPi

lumbricus terrestris 1 0.333 0.111 -1.098612 -0.366204


Kerang Anadara 1 0.333 0.111 -1.098612 -0.366204
inaequivalvis
Keong Pila ampullacea 1 0.333 0.111 -1.098612 -0.366204

Total 3 1 0.333 -3.295836 -1.098612

Maka dari hasil perhitungan di atas didapatkan


Simpson Index (D) = 0.333
Biodeversity indeks (C) = 1-D = 1 - 0.333 = 0.6667
Indeks Keberagaman Shannon (H) = 1.098612
Untuk mengetahui keragaman komunitas atau indeks biodiversitas dari plankton maka kita
menggunakan indeks shannon seperti pada persamaan di bawah ini :

𝐻 = − ∑ 𝑝𝑖 ln 𝑝𝑖

Tabel Indeks Biodiversitas Plankton

Nama
n Pi Pi2 ln Pi Pi Ln Pi
Spesies
Spesies A 251 0.368035 0.13545 -0.99958 -0.36788
Spesies B 91 0.133431 0.017804 -2.01417 -0.26875
Spesies C 49 0.071848 0.005162 -2.63321 -0.18919
Spesies D 56 0.082111 0.006742 -2.49968 -0.20525
Spesies E 33 0.048387 0.002341 -3.02852 -0.14654
Spesies F 202 0.296188 0.087727 -1.21676 -0.36039
Total 682 1 0.255227 -12.3919 -1.53801

Maka dari hasil perhitungan di atas didapatkan


Simpson Index (D) = 0.255227
Biodeversity indeks (C) = 1-D = 1 - 0.255227= 0.744773
Indeks Keberagaman Shannon (H) = 1.53801

Hal ini berarti pada bentos memiliki nilai Indeks Simpson sama dengan 0.333 yang berarti
tidak hanya terdapat satu jenis yang mendominasi pada komunitas tersebut atau pada komunitas
tersebut tidak seluruh spesies memiliki jenis yang sama. Dan untuk Indeks Biodiversitas
memiliki nilai 0.6667 yang berarti bahwa ada keragaman pada komunitas sungai cikapundung
sebesar 0.6667 atau nilai probabilitas individu yang diambil secara acak adalah berbeda adalah
sebesar 0.6667. Sedangkan untuk plankton menggunakan indeks Shannon yaitu bernilai 1.53801
keberagaman spesies dalam komunitas sungai cikapundung adalah 1.53801. hal ini berarti
terdapat keragaman spesies pada sungai cikapundung. Apabila nilai Shannon index bernlai nol
maka tidak ada keberagaman spesies dalam suatu komunitas atau hanya terdapat satu spesies.

Dari hasil pengamatan didapatkan bahwa terdapat 3 jenis bentos yaitu lumbricus terrestris
yang merupakan dari kelas clitellata dan filum annelida, Keong Pila ampullaceal, dan kerang
Anadara inaequivalvis . Lumbricus terrestris merupakan cacing yang berukuran cukup besar dan
berwarna merah kehitaman. Mereka mendapatkan makan dari tempat tinggalnya yaitu substrak
berlumur, dimana substrat berlumpur banyak mengandung makanan dan nutrisi sehingga cacing
ini dapat bertahan hidup. Pada sungai tersebut akan mengandung sampah organik hasil dari
aktivitas manusia dan pemukiman yang masuk ke sungai, selanjutnya sampah organik tersebut
akan di dekomposisi oleh cacing tersebut. Lumbricus terrestris adalah cacing anesis artinya
ketika berada dalam lubang dia akan naik ke permukaan untuk makan, ini berbeda dengan
kebiasaan sebagian besar cacing yakni menggali tanah untuk makan. Sebuah kebiasaan yang
tidak wajar dari spesies ini adalah menarik daun ke mulut lubang yang sebagian membusuk
sebelum dimakan. Sementara mereka umumnya memakan bahan tanaman, telah diamati bahwa
mereka memakan serangga mati dan kotoran. Masa hidup Lumbricus terrestris belum diketahui,
meskipun telah hidup sampai dengan usia 6 tahun di penangkaran. Pendekatan yang paling
banyak diterima adalah sekitar 4-8 tahun di alam liar.
Selain itu juga terdapat spesies kerang Anadara inaequivalvis dengan ciri-ciri Cangkang
berukuran sedang sampai besar dan umbo, cangkang tidak teralalu tebal agak tipis, lebih
menebal dibagian ventral; cangkang luar berwarna putih kecokelatan ditutupi bulu berwarna
cokelat kehitaman, bagian dalam putih, bentuk segi empat menggembung dan tidak seimbang,
memiliki rib (sekitar 34 rib) dan lebar antara rib lebih sempit daripada lebar rib, di tutupi
periostrakum berwarna kehitaman, bagian posterior sedikit melengkung, sendi tegak lurus,
ukuran yang didapatkan : 4,4 - 5.2 cm. Habitatnya hidup membenamkan diri di dalam lumpur
atau lumpur berpasir di daerah litoral.
Spesies terakhir yang didapatkan dari sungai cikapundung adalah Keong Pila ampullacea.
Keong sawah (Pila ampullacea) adalah sejenis siput air yang mudah dijumpai di perairan tawar
Asia tropis, seperti di sawah, aliran parit, serta danau. Hewan bercangkang ini dikenal pula
sebagai Keong gondang, siput sawah, siput air, atau tutut. Bentuk keong sawah agak menyerupai
siput murbai, masih berkerabat, tetapi keong sawah memiliki warna cangkang hijau pekat sampai
hitam. Keong ini termasuk dalam kelompok Operculata yang hidup di perairan dangkal yang
berdasar lumpur serta ditumbuhi rerumputan air, dengan aliran air yang lamban, misalnya sawah,
rawa-rawa, pinggir danau dan pinggir sungai kecil. Keong sawah ini bisa memiliki tinggi
cangkang sampai 40 mm dengan diameter 15–25 mm; bentuknya seperti kerucut membulat
dengan warna hijau-kecoklatan atau kuning kehijauan. Puncak cangkang agak runcing, tepi
cangkang menyiku tumpul pada yang muda, jumlah seluk 6-7, agak cembung, seluk akhir besar.
Sedangkan pada plankton didapatkan 6 spesies berbeda yaitu :

 Spesies A: Hijau berbentuk bulat (Chlorella vulgaris)


 Spesies B : Hijau berbentuk agak panjang (Euglena sp)
 Spesies C : Bening berbentuk jarum (Nitzschia closterium)
 Spesies D : Bening berbentuk panjang (Oscillatoria sp.)
 Spesies E : Merah berbentuk panjang (Epischura Lacutris)
 Spesies F : Merah berbentuk abstrak (Cypris sp.)

Dari ke enam spesies tersebut didapatkan hasil bahwa spesies yang paling banyak adalah
spesies A dimana memiliki bentuk bulat dan berwarna hijau yaitu Chlorella vulgaris. Chlorella
vulgaris adalah mikroalga hijau yang terutama digunakan sebagai perawatan medis di Jepang.
Atau, ia memiliki potensi besar untuk produksi biofuel atau sebagai tambahan makanan. C.
vulgaris adalah mikroalga eukariotik hijau pada genus Chlorella , yang telah ada di bumi sejak
periode Precambria . Alga uniseluler ini ditemukan pada tahun 1890 oleh Martinus Willem
Beijerinck sebagai mikroalga pertama dengan nukleus yang terdefinisi dengan baik. Pada awal
1990-an, para ilmuwan Jerman memperhatikan kandungan protein tinggi dari C. vulgaris dan
mulai menganggapnya sebagai sumber makanan baru. Jepang saat ini adalah konsumen terbesar
Chlorella, sebagian besar karena sifat medisnya. Mikroalga jenis ini mampu berkembang cepat
dengan modifikasi medium dan intensitas cahaya yang tinggi. Pada penelitian ini dilakukan
optimasi pertumbuhan dan kondisi hidrolisis lignoselulosa C. vulgaris. Selain itu terdapat 5
spesies lainnya yaitu Euglena sp, Nitzschia closterium, Oscillatoria sp, Epischura Lacutris,
Cypris sp.

Euglena adalah genus dari organisme bersel tunggal pada ordo protozoa. Euglena memiliki
karakteristik seperti hewan dan tumbuhan serta masuk ke dalam divisi dari ganggang
Euglenophyta. Hal menarik yang terdapat pada Euglena adalah makhluk hidup ini memiliki sifat
seperti hewan dan tumbuhan. Sifat tumbuhan yang dimiliki oleh Euglena adalah dapat membuat
makanan sendiri. Sebagian besar Euglena mempunyai kloroplas yang digunakan untuk
membuat makanan sendiri Euglena memproduksi makanan sendiri dengan bantuan sinar
matahari yang. Sinar matahari dapat dideteksi oleh makhluk in menggunakan eyesspot berwarna
merah yang dimilikinya. Euglena juga dapat bergerak dan berenang seperti layaknya hewan.
Makhluk hidup Euglena biasanya hidup pada air tawar atau air payau yang mengandung banyak
bahan organik. Jenis Euglena yang memiliki zat warna bijau dan merah banyak berkembang di
kawasan kolam atau danau. Euglena dapat tumbuh dengan baik dnegan bantuan sinar matahari,
air, karbondioksida dan pupuk. Euglena dapat bertahan dan tetap tumbuh pada konsentrasi
karbondioksida ang tinggi, bahkan dalam konsentrasi 1000 kali dari udara normal.

Secara umum Nitzschia sp. berbentuk pipih memanjang, mudah mengapung karena
memiliki gelembung yang terdiri dari lemak di ujung anterior dan posterior, memiliki nukleus
(Botes, 2001). Memiliki kisaran panjang 3-10 μm dan kisaran lebar 3-4 μm (Kaciolek, 2011).
Nitzschia sp. dapat bereproduksi secara seksual. Ukuran sel Nitzschia sp. secara bertahap akan
berkurang dari waktu ke waktu dan akhirnya mati apabila mereka tidak mengalami reproduksi.
Hal ini disebabkan oleh pembelahan sel vegetatif yang membelah dari dinding sel antara dua sel
anak (Davidovich & Bates, 2002). Nitzschia sp. merupakan produsen utama yang penting di
dasar rantai makanan karena dapat berfotosintesis. Nitzschia sp. dikonsumsi langsung oleh
berbagai jenis organisme, dari dinoflagellata heterotrofik sampai ikan pemakan plankton.
Thessen et al., (2005) menerangkan bahwa pertumbuhan Nitzschia sp. terjadi relatif sering di
beberapa wilayah yang memiliki beberapa musim dan dalam berbagai macam lokasi. Dalam
budidaya Nitzschia sp. dapat tumbuh pada salinitas terendah 6 ppt dan tertinggi 48 ppt, pada
suhu 5° C- 30°C untuk pertumbuhannya.

Oscillatoria sp berwarna bening dan berbentuk panjang. Oscillatoria sp biasanya hidup dan
banyak ditemukan pada lingkungan air yang tenang. Filamen dalam koloni Oscillatoria
sp dapat bergeser kedepan dan kebelakang berlawanan dengan yang lainnya hingga seluruh
massanya mendapatkan cahaya dari sumber cahaya. E. lacustris pada pengamatan mikroskop
berbentuk panjang dan berwarna merah. E. Lacustris biasanya berada di wilayah dekat danau
yang dalam dan jernih (Balcer et al. 1984). Selama stratifikasi suhu, E. lacustris biasanya
ditemukan di bagian atas kolom air. Ketika stratifikasi tidak ada, sering didistribusikan ke
seluruh kolom air. E. lacustris juga bermigrasi ke permukaan secara vertikal pada malam hari
untuk memberi makan (Balcer et al. 1984).

Pada saat praktikum sebelum sampel diamati terlebih dahulu dilakukan pengawetan dengan
formalin yang telah dicampurkan dengan air. Hal ini bertujuan agar menghentikan proses
enzimatik sel tubuh secepatnya untuk mencegah autolisis. Selain itu agar membuat jaringan
mudah diwarnai. Saat plankton telah ditemukan, perlu ditambahkannya reagen tambahan seperti
alkohol dan juga safranin. Seperti yang diketahui, bahwa alkohol dan safranin ini digunakan saat
melakukan pewarnaan gram. Alkohol sendiri berfungsi sebagai pencuci warna pada gram negatif
dan pengikat warna pada gram positif. Sedangkan, untuk safranin sendiri, memiliki fungsi
sebagai pengikat warna dan mempertegas warna pada pewaranaan gram. Pada saat pencairan
plankton, alkohol dan safranin digunakan, tujuan adalah supaya plankton dapat berikatan dengan
reagen tersebut, sehingga saat melakukan pengamatan menggunakan mikroskop, objek dapat
diamati lebih jelas.

Pengamatan plankton sebagai parameter biologi umumnya meliputi keanekaragaman


plankton dan kelimpahan plankton yang terkandung dalam suatu perairan. perhitungan
kelimpahan plankton dapat menggunakan Hemasitometer dan Sedgwick Rafter. Hemasitometer
alat ini ditujukan pada pengamatan bagi phytoplankton atau plankton mikroskopik, pada
mikroskop dengan perbesaran 100 x. Biasa digunakan untuk perhitungan (counting) Fitoplankton
dengan ukuran < 10 μm. Sedangkan pada Sedgwick rafter cell, pengamatan dengan alat ini
ditujukan bagi Mikrozooplankton dan Fitoplankton dengan menggunakan mikroskop binokuler
perbesaran 100.

Saedgwick rafter cell merupakan alat pengamatan plankton yang paling sering digunakan
untuk kegiatan identifikasi plankton, seperti pada praktikum kali digunakan Sedgwick rafter
karena memiliki kapasitas yang relatif lebih besar, sehingga dapat digunakan untuk identifikasi
fitoplankton dan zooplankton yang berukuran mikro. Volume sedgwick rafter cell tepat 1(satu)
cc atau 1 cm3 dengan perincian panjang 50 mm, lebar 20 mm dan tebal 1 mm.
Pada perhitungan indeks keragaman untuk plankton menggunakan Shannon index karena
Shannon index merupakan index yang digunakan untuk mengkarakterisasi keberagaman spesies
dalam suatu komunitas. Apabila nilai Shannon index bernlai nol maka tidak ada keberagaman
spesies dalam suatu komunitas atau hanya terdapat satu spesies. Sedangkan pada perhitungan
index keragaman untuk bentos digunakan Simpson Index dimana index ini untuk mengukur
probabilitas dua individu yang diambil secara acak dari sampel merupakan spesies yang sama.
Yang apabila nilai indexnya sama dengan 1 maka hanya ada satu jenis yang mendominasi atau
seluruhnya sama.
Aplikasi Indeks Diversitas di bidang teknik lingkungan adalah untuk analisis vegetasi dimana
merupakan cara mempelajari susunan dan komposisi struktur vegetasi dari tumbuh-tumbuhan.
Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi
suatu komunitas tumbuhan. Indeks keanekaragaman di bidang teknik lingkungan juga dapat
digunakan untuk menyatakan hubungan kelimpahan spesies dalam suatu komunitas dapat berupa
tumbuhan, hewan, protozoa, dan lain-lain. Keanekaragaman spesies terdiri dari 2 komponen
yaitu jumlah spesies dalam komunitas yang sering disebut kekayaan spesies dan kesamaan
spesies, kesamaan menunjukkan bagaimana kelimpahan spesies itu (yaitu jumlah individu,
biomass, penutup tanah, dan sebagainya) tersebar antara banyak spesies itu.
Plankton net adalah alat yang berfungsi untuk menyaring air serta plankton yang berada
didalamnya secara horizontal dan vertikal dengan menggunakan bot. Penggunaan jaring plankton
selain praktis juga sampel yang diperoleh cukup banyak karena jaring plankton net biasa terbuat
dari nilon. Cara Menggunakan Plankton Net dapat dilakukan sebagai berikut. Metode
pengambilan sampel menggunakan plankton net terbagi atas dua cara tergantung pada tujuan
yang diiginkan, biasanya dibedakan menjadi :
1. Sampling Secara Horizontal: Metoda pengambilan plankton secara horizontal ini
dimaksudkan untuk mengetahui sebaran plankton horizontal.. Plankton net pada suatu titik
di laut, ditarik kapal menuju ke titik lain, penganbilan sampel seiring pergerakan kapal
secara perlahan (±2 knot), plankton net ditarik untuk jarak dan waktu tertentu (biasanya ± 5-
8 menit). Jumlah air tersaring diperoleh dari angka pada flowmeter atau dengan mengalikan
jarak diantara dua titik tersebut dengan diameter plankton net. Flowmeter untuk peningkatan
ketelitian. Dengan cara horozontal sampel terbatas pada satu lapisan saja.
2. Sampling Secara Vertikal: Merupakan cara termudah untuk mengambil sampel dari seluruh
kolom air (coposite sample). Ketika kapal berhenti, plankton net diturunkan sampai ke
kedalaman yang diinginkan dengan pemberat dibawahnya. Setelah itu plankton net
ditariknya keatas dengan kecepatan konstan. Untuk mesh size halus digunakan kecepatan
0,5 m/detik untuk mata jaring kasar 1,0 m/detik.
3. Sampling Secara Miring (Obelique): jaring diturunkan perlahan ketika kapal bergerak
perlahan (±2 knot). Besar sudut kawat dengan garis vertikal ± 45˚, setelah mencapai
kedalaman yang diinginkan plankton net ditarik secara perlahan dengan posisi sudut yang
sama. Sampel yang didapat merupakan plankton yang terperangkap dari berbagai lapisan air.
Kelemahan metode ini adalah waktu yang dibutuhkan relatif lama.
Eckman Grab adalah alat yang berfungsi untuk mengambil sampel sedimen pada perairan
yang dangkal. Cara menggunakan eckman grab antara lain dapat dilakukan sebagai berikut.
Pengambilan sampel sedimen dengan alat ini dapat dilakukan oleh satu orang dengan cara
menurunkannya secara perlahan dari atas boat agar supaya posisi grab tetap berdiri sewaktu
sampai pada permukaan dasar perairan. Pada saat penurunan alat, arah dan kecepatan arus harus
diperhitungkan supaya alat tetap konstant pada posisi titik sampling. Ekman Grab Sampler
adalah bentuk dari pengambilan contoh (sampel) dalam dasar danau yang lunak dan sungai
tersusun dari kotoran, lanau, dan tanah gemuk yang dipakai bahan bakar (peat) halus. Sebagai
alat pengambil sampel sedimen yang ditenggelamkan, dua tutup atas di buka dengan putaran
yang tinggi membiarkan air lewat dan tutup pada pencarian dengan mencegah sampel hanyut.
Ketika alat pengambil sampel sedimen tersentuh dasar, sebuah kurir mengirim selama perjalanan
turun sumber saling dilengkapi yang diisi dengan gayung. Setiap alat pengambil sampel sedimen
adalah terdiri dari 316 baja tak berkarat yang memasukkan pegas, kabel, dan pengancing. Juga
tersedia yaitu 5 ft dan 10 ft perpanjangan pegangan alat pengambil sampel sedimen eksplorasi
pada air yang dangkal sebagai pengganti sebuah kabel dan kurir. Alat pengambil sampel juga
tersedia seperti baru dimana memasukkan 300 gm kurir tak bernoda, kabel 100 ft dan membawa
tempat (perintah terpisah).
Kesalahan yang mungkin terjadi saat praktikum dapat disebabkan saat mengambil cairan
yang berisi benthos untuk diamati, ataupun saat melakukan pengamatan. Saat melakukan
pengamatan, terdapat banyak objek-objek aneh yang ditemukan. Oleh karena itu pengamatan
tergantung oleh masing masing individu. Kesalahan bisa terjadi ketika objek yang dianggap
benthos ternyata bukan benthos, melainkan objek biasa. Maka perlu adanya ketelitian. Selain itu,
terdapat objek yang belum diklasifikan, karena objeknya tidak terlalu jelas. Kesalahan juga
dapat terjadi pada saat pengambilan sampel pada tabung sampel belum diaduk maka ketika
diambil menggunakan pipet cairan yang berisi plankton tidak merata. Kesalahan juga dapat
terjadi saat menutup Sedgwick rafter dengan cover glass dimana dapat timbul gelembung di
dalamnya.
VII. Kesimpulan

1. Jenis benthos yang terdapat pada sampe air sungai cikapundung dari hasil praktikum adalah
lumbricus terrestris dari kelas clitellata dan filum annelida, Keong Pila ampullaceal, dan kerang
Anadara inaequivalvis karena ciri-ciri dari hasil praktikum sesuai dengan literatur.
2. Dari hasil praktikum didapatkan 6 jenis spesies planton yaitu

 Spesies A: Hijau berbentuk bulat (Chlorella vulgaris)


 Spesies B : Hijau berbentuk agak panjang (Euglena sp)
 Spesies C : Bening berbentuk jarum (Nitzschia closterium)
 Spesies D : Bening berbentuk panjang (Oscillatoria sp.)
 Spesies E : Merah berbentuk panjang (Epischura Lacutris)
 Spesies F : Merah berbentuk abstrak (Cypris sp.)
Dari ke enam spesies tersebut didapatkan hasil bahwa spesies yang paling banyak adalah
spesies A dimana memiliki bentuk bulat dan berwarna hijau yaitu Chlorella vulgaris

3. Dari hasil praktikum Bentos memiliki nilai Indeks Simpson sama dengan 0.333 yang berarti
tidak hanya terdapat satu jenis yang mendominasi pada komunitas tersebut atau pada komunitas
tersebut tidak seluruh spesies memiliki jenis yang sama. Dan untuk Indeks Biodiversitas
memiliki nilai 0.6667 yang berarti bahwa ada keragaman pada komunitas sungai cikapundung
sebesar 0.6667 atau nilai probabilitas individu yang diambil secara acak adalah berbeda adalah
sebesar 0.6667. Sedangkan untuk plankton menggunakan indeks Shannon yaitu bernilai 1.53801
keberagaman spesies dalam komunitas sungai cikapundung adalah 1.53801. hal ini berarti
terdapat keragaman spesies pada sungai cikapundung. Apabila nilai Shannon index bernlai nol
maka tidak ada keberagaman spesies dalam suatu komunitas atau hanya terdapat satu spesies.

Tabel Indeks Biodiversitas Bentos

Nama n Pi 𝑃𝑖 2 ln Pi Pi lnPi
Spesies

lumbricus - -
terrestris 1 0.333 0.111 1.098612 0.366204
Kerang - -
Anadara 1 0.333 0.111 1.098612 0.366204
inaequivalvis
Keong Pila 1 0.333 0.111 - -
ampullacea 1.098612 0.366204

Total 3 1 0.333 - -
3.295836 1.098612

Maka dari hasil perhitungan di atas didapatkan


Simpson Index (D) = 0.333
Biodeversity indeks (C) = 1-D = 1 - 0.333 = 0.6667
Indeks Keberagaman Shannon (H) = 1.098612

Tabel Indeks Biodiversitas Plankton

Nama
n Pi Pi2 ln Pi Pi Ln Pi
Spesies
-
Spesies A 251 0.368035 0.13545 -0.36788
0.99958
-
Spesies B 91 0.133431 0.017804 -0.26875
2.01417
-
Spesies C 49 0.071848 0.005162 -0.18919
2.63321
-
Spesies D 56 0.082111 0.006742 -0.20525
2.49968
-
Spesies E 33 0.048387 0.002341 -0.14654
3.02852
-
Spesies F 202 0.296188 0.087727 -0.36039
1.21676
-
Total 682 1 0.255227 -1.53801
12.3919

Maka dari hasil perhitungan di atas didapatkan


Simpson Index (D) = 0.255227
Biodeversity indeks (C) = 1-D = 1 - 0.255227= 0.744773
Indeks Keberagaman Shannon (H) = 1.53801
VIII. Daftar Pustaka

Adriman, 2006. Penuntun pratikum ekologi perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Riau. Pekanbaru

Alearts, G. dan S. Santika, 1984. Metode Pengukuran Kualitas Air. Usaha Nasional. Surabaya.

Boyd, C. E. 1982. Water Qualitas in Warn Water Fish Pond Agriculture Experimen Stasion
Aurburh University. Albana. 3591 pp.

Dahril, T. 1998. Reformasi di Bidang Perikanan Menuju Perikanan Indonesia Yang Tangguh
Abad ke-21, hal 25-34. Dalam Feliatra (editor) Strategi Pembangunan Perikanan dan
Kelautan Nasional Dalam Meningkatkan Devisa Negara. Universitas Riau Press.
Pekanbaru.

Davis, C. C., 1955. The marine and Fresh Water Plankton Michigan States University Press.
New York 561 p

Efawani. 2006. Limnologi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru.

Effendi,H., 2000. Telaahan Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan
Perairan. IPB Press. Bogor.

Sholihah, Inas, 2006. http://inasholihah2006–laporan-praktikum.blogspot. co.id/2014/08/ laporan


-praktikum- benthos_5.html?m=1 (diakses pada tanggal 1 April 2018 Pukul. 20.16 WIB.)

http://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/62716/5/BAB%20III%20Metode%20Penel
itian.pdf (diakses pada tanggal 1 April 2018 Pukul. 20.16 WIB.)

https://www.tneutron.net/blog/plankton-di-perairan/ (diakses pada tanggal 4 April 2018 Pukul.


22.16 WIB.)

http://zafiraafriza.blogspot.co.id/2013/06/teknik-sampling-pengawetan-dan.html (diakses pada


tanggal 4 April 2018 Pukul. 22.28 WIB.)

http://www.biologiedukasi.com/2016/06/cara-menghitung-indeks-diversitas.html (diakses pada


tanggal 4 April 2018 Pukul. 23.24 WIB.)
http://biology.umm.ac.id/files/file/1-8%20Agus%20Kusnadi.pdf (diakses pada tanggal 8 April
2018 Pukul. 13.24 WIB.)

https://media.neliti.com/media/publications/222605-identifikasi-jenis-jenis-bivalvia-di-per.pdf
(diakses pada tanggal 8 April 2018 Pukul. 19.24 WIB.)

Wardhana Wisnu. 1997. Teknik Sampling, Pengawetan dan Analisis Plankton. [Jurnal] Jakarta :
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia. 12 halaman

Anda mungkin juga menyukai