Anda di halaman 1dari 53

BAB I

ANATOMI DAN FISIOLOGI JANTUNG

A. Anatomi Jantung1
Sistem kardiovaskuler merupakan sistem yang memberi fasilitas proses
pengangkutan berbagai substansi dari dan ke sel-sel tubuh. Sistem ini terdiri dari
organ penggerak yang disebut jantung,dan sistem saluran yang terdiri dari arteri yang
mengalirkan darah dari jantung, dan vena yang mengalirkan darah menuju jantung.
Jantung manusia merupakan jantung berongga yang memiliki 2 atrium dan 2 ventrikel
yang memiliki organ berotot yang mampu mendorong darah ke berbagai bagian tubuh.
Jantung manusia berbentuk seperti kerucut dan berukuran sebesar kepalan tangan,
terletak di rongga dada sebalah kiri. Jantung dibungkus oleh suatu selaput yang
disebut perikardium. Jantung bertanggung jawab untuk mempertahankan aliran darah
dengan bantuan sejumlah klep yang melengkapinya. Untuk mejamin kelangsungan
sirkulasi, jantung berkontraksi secara periodik.Otot jantung berkontraksi terus
menerus tanpa mengalami kelelahan. Kontraksi jantung manusia merupakan kontraksi
miogenik, yaitu kontaksi yang diawali kekuatan rangsang dari otot jantung itu sendiri
dan bukan dari saraf. Terdapat beberapa bagian jantung (secara anatomis) yaitu :

Bentuk Serta Ukuran Jantung


Jantung merupakan organ utama dalam sistem kardiovaskuler. Jantung
dibentuk oleh organ organ muscular, apex dan basis cordis, atrium kanan dan kiri
serta ventrikel kanan dan kiri.Ukuran jantung panjangnya kira-kira 12 cm, lebar 8-9
cm seta tebal kira-kira 6 cm.Berat jantung sekitar 7-15 ons atau 200 sampai 425 gram
dan sedikit lebih besar dari kepalan tangan. Setiap harinya jantung berdetak 100.000
kali dan dalam masa periode itu jantung memompa 2000 galon darah atau setara
dengan 7.571 liter darah.
Posisi jantung terletak diantar kedua paru dan berada ditengah tengah dada,
bertumpu pada diaphragma thoracis dan berada kira-kira 5 cm diatas processus
xiphoideus.Pada tepi kanan cranial berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa III
dextra, 1 cm dari tepilateral sternum. Pada tepi kanan caudal berada pada tepi cranialis
pars cartilaginis costa VI dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Tepi kiri cranial
jantung berada pada tepi caudal parscartilaginis costa II sinistra di tepi lateral sternum,

1
tepi kiri caudal berada pada ruang intercostalis 5, kira-kira 9 cm di kiri linea
medioclavicularis.

Perikardium
Perikardium adalah selaput yang membungkus jantung dimana terdiri dari
lapisan fibrosa dan serosa, dalam cavum pericardii berisi 50 cc yang berfungsi sebagai
pelumas agar tidak ada gesekan antara perikardium dan epikardium.

Dinding Jantung
Epikardium adalah membrane tipis yang melapisi bagian luar dari jantung,
lapisan berikutnya adalah lapisan miokardium, lapisan tengah yang terdiri dari otot
jantung dimana lapisan ini adalah lapisan yang paling tebal. Lapisan terakhir adalah
lapisan endokardium, suatu jaringan epitel unik yang melapisi bagian dalam seluruh
system sirkulasi, di sebelah dalam.

Ruang Dalam Jantung


Ada 4 ruangan dalam jantung dimana dua dari ruang itu disebut atrium dan
sisanya adalah ventrikel. Pada orang awam, atrium dikenal dengan serambi dan
ventrikel dikenal dengan bilik. Kedua atrium merupakan ruang dengan dinding otot
yang tipis karena rendahnya tekanan yang ditimbulkan oleh atrium. Sebaliknya
ventrikel mempunyai dinding otot yang tebal terutama ventrikel kiri yang mempunyai
lapisan tiga kali lebih tebal dari ventrikel kanan. Kedua atrium dipisahkan oleh sekat
antar atrium (septum interatriorum), sementara kedua ventrikel dipisahkan oleh sekat
antar ventrikel (septum inter-ventrikulorum). Atrium dan ventrikel pada masing-
masing sisi jantung berhubungan satu sama lain melalui suatu penghubung yang
disebut orifisium atrioventrikuler. Orifisium ini dapat terbuka atau tertutup oleh suatu
katup atrioventrikuler (katup AV). Katup AV sebelah kiri disebut katup bicuspid
(katup mitral) sedangkan katup AV sebelah kanan disebut katup trikuspid.

Katup-Katup Jantung

1. Katup atrioventrikuler
Terletak antara atrium dan ventrikel. Katup yang terletak diantara atrium kanan
dan ventrikel kanan mempunyai 3 buah daun katup (trikuspid). Bila katup ini

2
terbuka, makadarah akan mengalir dari atrium kanan menuju ventrikel kanan.
Katup trikuspid berfungsi mencegah kembalinya aliran darah menuju atrium
kanan dengan cara menutup pada saat kontraksi ventrikel.
Sedangkan katup yang terletak diantara atrium kiri dan ventrikel kiri
mempunyai dua buah daun katup (Mitral). Katup bikuspid atau katup mitral
mengatur aliran darah dari atrium kiri menuju ventrikel kiri..Seperti katup
trikuspid, katup bikuspid menutup pada saat kontraksi ventrikel mencegah aliran
balik pada fase sistolik.

2. Katup Semilunar
Katup Pulmonal terletak pada arteri pulmonalis dan memisahkan pembuluh ini
dari ventrikel kanan. Pada saat ventrikel berkontraksi darah akan mengalir dari dalam
ventrikel kanan melalui trunkus pulmonalis. Trunkus pulmonalis bercabang menjadi
arteri pulmonalis kanan dan kiri yang akan berhubungan dengan jaringan paru kanan
dan kiri. Pada pangkal trunkus pulmonalis terdapat katup pulmonalis yang terdiri dari
3 daun katup yang terbuka bila ventrikel kanan berkontraksi dan menutup bila
ventrikel kanan relaksasi, sehingga memungkinkan darah mengalir dari ventrikel
kanan menuju arteri pulmonalis.
Katup Aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta. Katup aorta terdiri dari 3
daun katup yang terdapat pada pangkal aorta. Katup ini akan membuka pada saat
ventrikel kiri berkontraksi sehingga darah akan mengalir keseluruh tubuh. Sebaliknya
katup akan menutup pada saat ventrikel kiri relaksasi, sehingga mencegah darah
masuk kembali kedalam ventrikel kiri

Gambar I. Anatomi Jantung Manusia (sumber www.goole.com)


3
B. Fisiologi Jantung Manusia2
Kontraksi jantung
Kontraksi otot jantung untuk memompa darah dicetuskan oleh potensial aksi
yang menyebar melalui membran sel otot. Jantung berkontraksi atau berdenyut secara
berirama akibat potensial aksi yang ditimbulkan sendiri, suatu sifat yang dikenal
dengan otoritmisitas.
Terdapat dua jenis khusus sel otot jantung:
1. Sembilan puluh sembilan persen sel otot jantung kontraktil yang melakukan
kerja mekanis,yaitu memompa. Sel - sel pekerja ini dalam keadaan normal tidak
menghasilkan sendiri potensial aksi.
2. Sebaliknya, sebagian kecil sel sisanya adalah, sel otoritmik, tidak berkontraksi
tetapi mengkhususkan diri mencetuskan dan menghantarkan potensial aksi
yang bertanggungjawab untuk kontraksi sel - sel pekerja.

Kontraksi otot jantung dimulai dengan adanya aksi potensial pada sel
otoritmik. Penyebab pergeseran potensial membran ke ambang masih belum
diketahui. Secara umum diperkirakan bahwa hal itu terjadi karena penurunan siklis
fluks pasif K+ keluar yang langsung bersamaan dengan kebocoran lambat Na+ ke
dalam. Di sel-sel otoritmik jantung, antara potensial-potensial aksi permeabilitas K+
tidak menetap seperti di sel saraf dan sel otot rangka. Permeabilitas membran terhadap
K+ menurun antara potensial-potensial aksi, karena saluran K+ diinaktifkan, yang
mengurangi aliran keluar ion kalium positif mengikuti penurunan gradien konsentrasi
mereka. Karena influks pasif Na+ dalam jumlah kecil tidak berubah, bagian dalam
secara bertahap mengalami depolarisasi dan bergeser ke arah ambang. Setelah
ambang tercapai, terjadi fase naik dari potensial aksi sebagai respon terhadap
pengaktifan saluran Ca++ dan influks Ca++ kemudian; fase ini berbeda dari otot rangka,
dengan influks Na+ bukan Ca++ yang mengubah potensial aksi ke arah positif. Fase
turun disebabkan seperti biasanya, oleh efluks K+ yang terjadi karena terjadi
peningkatan permeabilitas K+ akibat pengaktifan saluran K+ Setelah potensial aksi
usai, inaktivasi saluran-saluran K+ ini akan mengawali depolarisasi berikutnya.
Sel-sel jantung yang mampu mengalami otortmisitas ditemukan pada nodus
SA, nodus AV, berkas His dan serat purkinje. Sebuah potensial aksi yang dimulai di
nodus SA pertama kali akan menyebar ke kedua atrium terutama dari sel ke sel
melalui gap junction. Selain itu terdapat beberapa jalur penghantar khusus yang

4
mempercepat penghantaran impuls melalui jalur antar atrium dan jalur antar nodus
lalu ke nodus AV. Potensial aksi dihantarkan relatif lebih lambat melalui nodus AV,
impuls tertunda sekitar 0,1 det (AV nodal delay), kelambanan ini menyediakan waktu
agar terjadi pengisian ventrikel sempurna karena memungkinkan atrium untuk
mengalami depolarisasi sempurna dan berkontraksi mengosongkan isinya ke ventrikel
sebelum depolarisasi dan kontraksi ventrikel terjadi.

Gambar 2. Gambar aliran Konduksi Jantung ( www.google.com)

Setelah terjadi perlambatan tersebut, impuls dengan cepat berjalan melalui


berkas His dan ke seluruh ventrikel melalui serat-serat Purkinje. Impuls degan cepat
menyebar dari sel-sel yang tereksitasi ke sel-sel otot ventrikel lainnya melalui gap
junction. Perambatan impuls melalui berkas His dan serat-serat Purkinje ini
menyebabkan pengaktifan sel-sel miokardium ventrikel di kedua bilik hamper terjadi
bersamaan, memastikan kontraksi yang terjadi adalah tunggal, terkoordinasi dan
mulus.

Siklus Jantung
Siklus jantung terdiri dari periode sistolik dan diastolik. Sistol adalah periode
kontraksi dari ventrikel, dimana darah akan dikeluarkan dari jantung. Diastol adalah
periode relaksasi dari ventrikel, dimana terjadi pengisian darah. Diastol dapat dibagi
menjadi dua proses yaitu relaksasi isovolumetrik dan ventricular filling. Pada
relaksasi isovolumetrik ventrikel mulai relaksaasi, katup semilunar dan katup
atrioventrikularis tertutup dan volume ventrikel tetap tidak berubah. Pada ventricular
filling dimana tekanan dari atrium lebih tinggi dari tekanan di ventrikel, katup mitral

5
dan katup trikuspid akan terbuka sehingga ventrikel akan terisi 80% dan akan
mencapai 100 % saat atrium berkontraksi. Volume darah pada akhir diastol disebut
End Diastolic Volume .
Sistolik dapat dibagi menjadi dua proses yaitu kontraksi isovolumetrik dan
ejeksi ventrikel. Pada kontraksi isovolumetrik, kontraksi sudah dimulai tetapi katup-
katup tetap tertutup. Tekanan juga telah dihasilkan tetapi tidak dijumpai adanya
pemendekan dari otot. Pada ejeksi ventrikel, tekanan dalam ventrikel lebih tinggi
dibandingkan dengan tekanan pada aorta dan pulmonal sehingga katup aorta dan
katup pulmonal terbuka dan akhirnya darah akan dipompa ke seluruh tubuh. Pada saat
ini terjadi pemendekan dari otot. Sisa darah yang terdapat di ventrikel disebut End
Systolic Volume.
Dua bunyi jantung utama dalam keadaan normal dapat didengar dengan
stetoskop selama siklus jantung. Bunyi jantung pertama bernada rendah, lunak, dan
relatif lama, dan terdengar seperti ‘lub´. Bunyi jantung kedua memiliki nada yang
lebih tinggi, lebih singkat dan tajam dan terdengar seperti ‘dup´. Bunyi jantung
pertama berkaitan dengan penutupan katup AV, sedangkan bunyi katup kedua
berkaitan dengan penutupan katup semilunaris. Pembukaan tidak menimbulkan bunyi
apapun. Bunyi timbul karena getaran yangterjadi di dinding ventrikel dan arteri-arteri
besar ketika katup menutup, bukan oleh derik penutupan katup. Karena penutupan
katup AV terjadi pada awal kontraksi ventrikel ketikatekanan ventrikel pertama kali
melebihi tekanan atrium, bunyi jantung pertama menandakan awitan sistol ventrikel.
Penutupan katup semilunaris terjadi pada awal relaksasi ventrikel ketika tekanan
ventrikel kiri dan kanan turun di bawah tekanan aorta dan arteri pulmonalis. Dengan
demikian bunyi jantung kedua menandakan permulaan diastol ventrikel.

Sirkulasi Jantung
Sirkulasi darah ditubuh ada dua yaitu sirkulasi paru dan sirkulasi sistemis. Sirkulasi
paru dimulai dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis, arteri besar dan kecil, kapiler lalu
masuk ke paru, setelah dari paru keluar melalui vena kecil, vena pulmonalis dan akhirnya
kembali ke atrium kiri. Sirkulasi ini mempunyai tekanan yang rendah kira-kira 15 - 20 mmHg
pada arteri pulmonalis. Sirkulasi sistemik dimulai dari ventrikel kiri ke aorta lalu arteri besar,
arteri kecil, arteriol lalu keseluruh tubuh lalu ke venule, vena kecil, vena besar, vena cava
inferior, vena cava superior akhirnya kembali ke atrium kanan.

6
Gambar 3. Sirkulasi Jantung ( www.google.com)

7
BAB II
DASAR TEORI

A. INFEKTIF ENDOKARDITIS
1. Epidemiologi
Insidens di Negara maju berkisar antara 5,9 sampai 11,6 episode per 100.000
populasi. Infektif endokarditis lebih sering terjadi pada pria dibandingkan
perempuan dengan rasio 1,6 sampai 2,5. Sekitar 36-75 % pasien dengan infektif
endokarditis katup asli memiliki faktor predisposisi, seperti penyakit jantung
reumatik, penyakit jantung kongenital, prolaps katup mitral, penyakit jantung
degenerative, hipertrofi septal asimetrik, atau penyalahguna NARKOBA intravena
(PNIV). Sekitar 7-25 % kasus melibatkan katup prostetik. Faktor predisposisi tidak
dapat diidentifikasikan pada 25-47 % pasien.4
Profil epidemiologi infektif endokarditis telah berubah secara substansial
selama beberapa tahun terakhir, terutama di Negara industri. Dulu penyakit lebih
sering ditemukan pada dewasa muda yang sebelumnya telah di identifikasi
menderita pernyakit reumatik, penyakit katup, infektif endokarditis kini lebih sering
ditemukan pada pasien yang lebih tua sebagai hasil dari perawatan kesehatan terkait
prosedur, baik pada pasien tanpa kelainan sebelumnya atau pasien dengan katup
prostetik.3
Sebuah tinjauan sistematis baru-baru ini pada 15 populasi berbasis
investigasi pada 2.371 kasus infeksi endokarditis dari tujuh Negara (Denmark,
Perancis, Italia, Belanda, Swedia, Inggris, dan Amerika Serikat) menunjukkan
meningkatnya insiden infektif endokarditis terkait katup prostetik, peningkatan
kasus dengan prolaps katup mitral dan penurunan kasus yang didasari penyakit
jantung rematik.3
Di Amerika Serikat hampir 25% pasien infeksi endokarditis adalah PNIV.
Walaupun insidens infeksi endokarditis belum diketahui secara pasti, diperkirakan
kejadian infektif endokarditis pada PNIV berkisar antara 1,5-20 kasus per 1000
PNIV pertahun. Infektif endokarditis memberikan resiko tinggi terhadap morbiditas
dan mortalitas. Risiko infektif endokarditis pada PNIV 2-5% per pasien pertahun,
beberapa kali lebih tinggi dari pasien penyakit jantung reumatik atau katup prostetik.
Meskipun mortalitas infektif endokarditis pada PNIV yang terutama melibatkan sisi
kanan jantung tidak setinggi infektif endokarditis pada sisi kiri jantung, namun

8
komplikasi kardiopulmonar, neurologis, ginjal, mata, abdomen, dan ekstremitas
dapat mengakibatkan morbiditas yang bermakna. Mortalitas infektif endokarditis
pada PNIV berkisar antara 7-15%.

2. Definisi
Endokarditis dibagi menjadi dua, yaitu endokarditis infektif dan endokarditis
non infektif. Endokarditis infektif (EI) merupakan penyakit yang disebabkan oleh
infeksi mikroba pada endokardium jantung atau pada endotel pembuluh darah besar,
yang ditandai oleh adanya vegetasi. Sedangkan endokarditis non infektif disebabkan
oleh faktor thrombosis yang disertai dengan vegetasi. Endokarditis non infektif
biasanya sering didapatkan pada pasien stadium akhir penyakit keganasan. Infeksi
biasanya terjadi pada katup jantung, namun dapat juga terjadi pada lokasi defek
septal,atau korda tendineaatau endokardium mural.4

3. Klasifikasi
Infektif endokarditis harus dianggap sebagai satu kumpulan gejala klinis
yang kadang-kadang sangat berbeda satu sama lain. Dalam upaya untuk
menghindari tumpang tindih, berikut empat kategori infeksi endokarditis harus
dipisahkan;
Menurut situs infeksi dan ada tidaknya material asing intrakardiak:
 Infektif endokarditis sisi kiri katup asli
 Infektif endokarditis sisi kiri katup prostetik
 Infektif endokarditis sisi kanan
 Infektif endokarditis terkait perangkat (infektif endokarditis yang berkembang
pad alat pacu jantung atau kabel defibrillator dengan atau tanpa keterlibatan
katup terkait)

Menurut cara terkenanya, situasi berikut dapat diidentifikasi:


 Infektif endokarditis terkait perawatan kesehatan (nosokomial dan non-
nosokomial)
 Infektif endokarditis diperoleh dari masyarakat, perawatan kesehatan terkait IE
 Infektif endokarditis pada penyalahguna narkoba intravena (PNIV)3

9
Tabel 1. Klasifikasi dan terminologi infektif endokarditis3

4. Etiologi
Walaupun banyak spesies bakteri dan fungi kadang dapat menyebabkan
endokarditis, hanya sedikit spesies bakteri yang menjadi penyebab dari sebagian besar
kasus endokarditis. Berbagai jenis bakteri yang berbeda menimbulkan gejala klinis
yang sedikit bervariasi pada infeksi endokarditis. Hal ini dikarenakan jalur masuk
masing-masing bakteri juga berbeda. Rongga mulut, kulit, dan saluran pernapasan
atas adalah jalur masuk primer bagi Streptococcus viridans, Staphylococcus, dan
organisme HACEK (Haemophyllus, Actinobacillus,Cardiobacterium, Eikenella, dan
Kingella) yang menyebabkan native valve endocarditis yang didapatkan dari
lingkungan. Streptococcus bovis berasal dari saluran cerna, dan entreroccus

10
memasuki aliran darah lewat traktus urogenital. Native valve endocarditis nosokomial
merupakan akibat bakteremia dari infeksi kateter intravascular, luka nosokomial dan
infeksit raktus urinarius, serta prosedur invasif kronis seperti hemodialisis. Pada
bakteremia Staphylococcus aureus akibat kateter, 6-25% mengalami komplikasi
menjadi endokarditis.5 Infeksi endokarditis katup buatan yang muncul dalam 2 bulan
setelah pembedahan katup umumnya merupakan akibat dari kontaminasi intraoperatif
dari katup buatannya atau komplikasi bakteremia post operatif. Infeksi nosokomial
terlihat dari bakteri primer yang menjadi penyebabnya: Staphylococcus koagulase-
negatif (CoNS), Staphylococcus aureus, basil gram negative fakultatif, diphteroid, dan
fungi. Jika lebih dari 12 bulan setelah pembedahan muncul endokarditis, maka jalur
masuk dan mikroba penyebabnya sama dengan endokarditis katup asli yang
infeksinya didapat dari lingkungan. Jika timbulantara 2-12 bulan, sering disebabkan
karena infeksi nosokomial yang onsetnya lambat. Kurang lebih sebanyak 85% dari
strain CoNS yang menyebabkan endokarditis katup buatan dalam 12 bulan setelah
pembedahan resisten terhadap methicillin; angka resistensi methicilline turun menjadi
25% diantara strain CoNS yang timbul lebih dari satu tahun setelah pembedahan
katup.5 Infeksi endokarditis yang terjadi pada pemakai narkoba intravena, khususnya
pada infeksi katup tricuspid, umumnya disebabkan oleh S. aureus, yang banyak
diantaranya resisten terhadap methicillin. Infeksi jantung sebelah kiri pada pecandu
narkoba disebabkan oleh etiologi yang lebih bervariasi dan melibatkan katup yang
abnormal, yang seringkali telah rusak akibat endokarditis yang telah
terjadisebelumnya. Sebagian kasus tersebut disebabkan oleh Pseudomonas
aeruginosa dan Candida, dan jarang disebabkan oleh Bacillus, Lactobacillus, dan
Corynebacterium. Infeksi endokarditis akibat berbagai macam mikroba lebih umum
terjadi pada penyalahguna narkoba intravena daripada pasien yang yang tidak
menyalahgunakan obat intravena.5 Sebanyak 5% hingga 15% pasien endokarditis
mempunyai kultur darah negatif; pada sepertiga hingga setengah kasus, kultur negatif
karena telah diberikan antibiotik. Sisanya, pasien terinfeksi oleh organisme selektif,
seperti Granulocatella, Abiotrophia, organisme HACEK,dan Bartonella. Beberapa
organisme selektif tersebut juga menyebabkan hal serupa pada epidemiologi khusus
(misalnya Coxiellaburnetti di Eropa, Brucella di Timur Tengah).Tropheryma whipplei
menyebabkan kultur negatif, dan bentuk infeksi endokarditis yang lambat serta tidak
umum. 5

11
5. Patogenesis
Mekanisme terjadinya infeksi endokarditis pada pasien dengan aktup normal
belum diketahui secara pasti. Mikrotrombi steril yang menempel pada endokardium
yang rusak diduga merupakan nodus primer untuk adhesi bakteri. Faktor
hemodinamik (stress mekanik) dan proses imunologis mempunyai peran penting pada
kerusakan endokard.
Adanya kerusakan endotel, selanjutnya akan mengakibatkan deposisi fibrin
dan agregasi trombosit, sehingga akan terbentuk lesi nonbacterial thrombotic
endocadial (NBTE). Jika terjadi infeksi mikroorganisme yang masuk dalam sirkulasi
melalui infeksi fokal atau trauma, maka endokarditis non bakterial akan menjadi
endokarditis infektif. Faktor-faktor yang terdapat pada bakteri seperti dekstran, ikatan
fibronektin dan asam teichoic berpengaruh terhadap perlekatan bakteri dengan matriks
fibrin-trombosit pada katup yang rusak.
Tahapan patogenesis endokarditis;
- Kerusakan endotel katup
- Pembentukan trombus fibrin-trombosit
- Perlekatan bakteri pada plak trombus-trombosit
- Proliferasi bakteri lokal dengan penyebaran hematogen4

Patogenesis infeksi endokarditis pada PNIV


Beberapa teori mengemukakan adanya kerusakan endotel karena bombardier secara
terus menerus oleh partikel yang terdapat pada materi yang diinjeksikan. Hal ini dibuktikan
dengan ditemukannya granulasi talk subendotel pada katup tricuspid pasien infeksi
endokarditis yang di autopsi. Karena materi yang diinjeksikan secara intravena, katup jantung
yang pertama menyaring partikel adalah sisi kanan jantung. Di samping kerusakan mekanis
secara langsung, faktor lain yang juga berperan adalah pelarut yang dipakai dapat
menyebabkan vasospasme, kerusakan intima, dan pembentukan trombus. Selain itu obat
adiktif sendiri dapat menyebabkan kerusakan endotel. Pada PNIV kuman dapat berasal dari
kulit yang tidak steril/spuit yang terkontaminasi kuman dan berfungsi sebagai reservoir pada
pengguna berikutnya. Oleh karena Staphylococcus aureus merupakan kuman flora kulit
normal, maka kuman ini merupakan kuman penyebab tersering, berkisar antara 50-60%.4

12
RESPON IMUN PADA ENDOKARDITIS4
Patogenesis vegetasi jantung
Penelitian terhadap peran respon imun pejamu dalam proteksi terhadap endokarditis
menunjukkan hasil yang beragam. Pada beberapa kasus, imunisasi aktif dapat mencegah
terjadinya endokarditis, tanpa memicu laju klirens bakteri dalam sirkulasi. Diduga terdapat
mekanisme yang berhubungan dengan penghambatan perlekatan bakteri terhadap
vegetasi. ;perkembangan endokarditis, tergantung pada keseimbangan antara kemampuan
organisme untuk melekat pada vegetasi da menolak respon pejamu.

Kompleks imun
Penelitian nekropsi menunjukkan adanya glomerulonefritis pada sejumlah besar kasus
endokarditis, dan pada penelitian imunofluoresens, ditemukan lesi khas yang merupakan
deposisi kompleks imun. Deposisi kompleks imun juga ditemukan pada organ lain seperti
limpa dan kulit. Pemeriksaan yang mendeteksi adanya kompleks imun dalam sirkulasi,
menunjukkan korelasi antara konsentrasi kompleks imun dalam sirkulasi dengan lamanya
penyakit, manifestasi di luar katup dam rendahnya kadar komplemen dalam darah. Kaadr
komleks imun dalam sirkulasi juga menurun sebagai respon terhadap terapi. Antibodi spesifik
terhadap kuman penyebab infeksi dan dinding sel bakteri sudah dapat diidentifikasi pada
kompleks imun tersebut. Dalam keadaan normal kompleks antigen-antibodi ini akan larut dan
difagositosis. Pada endokarditis, terdapat faktoryang menghambat larutnya kompleks ini,
sehingga mengalami deposisi dalam jaringan. Bukti menunjukkan, faktor rheumatoid yang
terdeteksi pada 50% kasus endokarditis, menutupi reseptor untuk fagositosis dan akan
menghambat klirens kompleks imun. Hal ini dapat menjelaskan mengapa pasien endokarditis
mengalami bakteriemis yang cukup lama walaupun terdapat antobodi IgG spesifik yang
cukup tingggi, kadar komplemen yang cukup dan neutrofil yang masih berfungsi.

Antibodi terhadap protein miokard


Gambaran klinis lain pada endokarditis yang menarik perhatian adalah adanya
disfungsi miokard yang lebih berat daripada lesi katup yang ada, bahkan tanpa adanya
destruksi katup yang bermakna. Maisch melaporkan terdapat respon antibodi poliklonal pada
endokarditis yang terdiri dari antibodi antisarkolema dan antibodi antimiolema. Antibodi
antimiolema bersifat sitolitik terhadap sel jantung in vitro jika terdapat komplemen. Aktivitas
sitolitik serum pada beberapa pasien, hanya ada jika ditemukan antibodi antimiolema dan
berhubungan dengan titer antibodi antimiolema.

13
Aktivitas limfosit
` Analisis fungsi leukosit pada endokarditis menunjukkan peningkatan jumlah monosit
dan granulosit, namun terdapat penurunan jumlah dan aktivitas sel T helper, sel T suppressor
dan natural killer cells selama infeksi. Pada beberapa penelitian, aktivitas set T suppressor,
sebagian mengalami perbaikan setelah terapi. Hal ini memperkuat dugaan bahwa faktor
predisposisi endokarditis, merupakan hasil penurunan fungsi limfosit pada pasien, daripada
disfungsi limfosit murni akibat infeksi (risiko infeksi endokarditis meningkat pada individu
dengan supresi imun).

Mekanisme inflamasi dan sitokin

Terdapat peningkatan ekspresi interleukin-8 pada makrofag, di dalam endokard yang


mengalami inflamasi, pada pasien dengan endokarditis karena S. aureus.selanjutnya asam
lipoteichoic, yang berasal dari dinding sel bakteri gram positif dan diketahui mempunyai efek
stimulasi sangat penting terhadap makrofag, merupakan perangsang produksi sitokin yang
kuat. Interleukin-6, suatu sitokin yang terlibat dalam stimulasi sel B dan produksi antibodi
serta pelepasan protein fase akut, didapatkan meningkat pada endokarditis karena
streptokokus dan Q-fever. Aktivitas proinflamasi tumour necrosis factor (TNF), yang
menginduksi respon fase akut mungkin berperan pada manifestasi sistemik infeksi
endokarditis.

6. Patologi
Patologi katup asli dapat lokal (kardiak) mencakup valvular dan perivalvular atau
distal (nonkardiak) karena perlekatan vegetasi septic dengan emboli, infeksi metastatik dan
septikemia. Vegetasi biasanya melekat pada aspek atrial katup atrioventrikular dan sisi
ventricular katup semilunar, predominan pada garis penutupan katup. Pada katup prostetik,
lokasi infeksi adalah perivalvular dan komplikasi yang biasa adalah periprosthetic leaks dan
dehiscence, abses cincin dan fistula, disrupsi sistem konduksi dan perikarditis purulenta. Pada
katup bioprotese, elemen yang bergerak berasal dari jaringan, mungkin menjadi lokasi infeksi
dan perforasi katup serta vegetasi.4

14
6. Patofosiologi

Manifestasi klinis pada EI merupakan akibat dari beberapa mekanisme, antara lain:
 Efek destruksi lokal akibat infeksi intrakardiak. Koloni kuman pada katup
jantung dan jaringan sekitarnya dapat mengakibatkan kerusakan dan
kebocoran katup, terbentuk abses atau perluasan vegetasi ke perivalvular.
 Vegetasi fragmen septik yang terlepas mengakibatkan tromboemboli, mulai
dari emboli paru (Vegetasi katup trikuspid) atau sampai emboli otak (Vegatasi
sisi kiri), yang merupakan emboli septik.
 Vegetasi melepas bakteri terus menerus kedalam sirkulasi, mengakibatkan
gejala konstitusional seperti demam, malaise, tidak nafsu makan, penurunan
berat badan dan sebagainya.
 Respon antibodi humoral dan seluler terhadap infeksi mikroorganisme dengan
kerusakan jaringan akibat kompleks imun atau interaksi komplemen-antibodi
dengan antigen yang menetap dalam jaringan.4

7. Gejala Klinis
Sifat beragam dan epidemiologi yang berkembang dari infeksi endokarditis
memastikan penegakan diagnosis menjadi suatu tantangan.3 Riwayat perjalanan
penyakit infeksi endokarditis sangat bervariasi sesuai dengan mikroorganisme
penyebab dan ada atau tidak penyakit jantung sebelumnya. Dengan demikian, infeksi
endokarditis harus dicurigai pada beragam situasi klinis yang sangat berbeda.
Infeksi endokarditis mungkin hadir sebagai penyakit akut dengan infeksi
progresif cepat, tetapi juga sebagai penyakit subakut atau kronis dengan demam
ringan dan gejala non-spesifik yang dapat membingungkan penilaian awal. Pasien
mungkin dating ke berbagai dokter spesialis yang mungkin mempertimbangkan
berbagai diagnosis alternatif termasuk infeksi kronis, rheumatologikal dan penyakit
autoimun, atau keganasan.
Pada infeksi endokarditis akut gejala timbul lebih berat dalam waktu singkat.
Pasien kelihatan sakit, biasanya anemis, kurus dan pucat. Demam tidak spesifik
merupakan gejala paling umum. Demam mungkin tidak ditemukan atau minimal pada
pasien usia lanjut atau pada gagal jantung kronik dan jarang pada infeksi endokarditis

15
katup asli yang disebabkan stafilokokus koagulase positif.
Ditemukan murmur jantung pada 80-85% pasien infeksi endokarditis katup
asli, dan sering tidak terdengar. Pembesaran limpa ditemukan pada 15-50% pasien
dan lebih sering pada infeksi endokarditis subakut. Tanda karena kelainan vaskuler
seperti petekie, merupakan manifestasi perifer tersering, dapat ditemukan pada
konjungtiva palpebra, mukosa palatal, dan bukal, ektremitas dan tidak spesifik pada
infeksi endokarditis. Splinter atau subungual haemorrhage merupakan gambaran
merah gelap, linier atau jarang berupa flame shaped streak pada dasar kuku atau jari,
biasanya pada bagian proksimal. Osler nodes biasanya berupa nodul subkutan kecil
yang nyeri yang terdapat pada jari atau jarang pada jari lebih proksimal dan menetap
dalam beberapa jam atau hari, namun tidak patognomonis untuk infeksi endokarditis.
Janeway lesions berupa eritema kecil atau makula hemoragis yang tidak nyeri pada
tapak tangan atau kaki dan merupakan akibat emboli septik. Roth spots, perdarahan
retina oval dengan pusat yang pucat, jarang ditemukan pada infeksi endokarditis.
Gejala muskuloskeletal sering ditemukan berupa artralgia, mialgia.
Infeksi endokarditis subakut setelah 2 minggu inkubasi, keluhan seperti infeksi
umum (demam tidak terlalu tinggi, sakit kepala, nafsu makan kurang, lemas, berat
badan turun).Timbulnya gejala komplikasi seperti gagal jantung, gejala emboli pada
organ, misalnya gejala neurologis, sakit dada, sakit perut kiri atas, hematuria, tanda
iskemia di ekstremitas.
Emboli septik merupakan sequellae klinis tersering infeksi endokarditis, dapat
terjadi sampai 40% pasien dan kejadiannya cenderung menurun selama terapi
antibiotik yang efektif. Gejala dan tanda neurologis terjadi pada 30-40% pasien
infeksi endokarditis dan dikaitkan dengan peningkatan mortalitas. Strok emboli
merupakan manifestasi klinis tersering. Manifestasi klinis lain yaitu perdarahan
intrakranial yang berasal dari ruptur aneurisma mikotik, ruptur arteri karena arteritis
septik, kejang dan ensefalopati.4

16
Tabel 2. Gejala klinis enfeksi endokarditis3
Gejala klinis infeksi endokarditis

Infeksi endokarditis harus dicurigai pada keadaan berikut:


1. Murmur regurgitasi yang baru
2. Fenomena emboli tanpa sebab yang jelas
3. Sepsis tanpa penyebab yang jelas (terutama yang berhubungan dengan organisme
penyebab infeksi endokarditis)
4. Demam (Gejala infeksi endokarditis yang paling umum*)
Infeksi endokarditis harus dicurigai bila demam berhubungan dengan;
a. Material prostetik intrakardiak (seperti katup prostetik, pacemaker, implan
defibrillator)
b. Riwayat infeksi endokarditis sebelumnya
c. Riwayat penyakit katup atau penyakit jantung kongenital sebelumnya
d. Faktor predisposisi untuk terjadinya infeksi endokarditis (immunocompromised,
PNIV)
e. Faktor predisposisi dan adanya intervensi yang berhubungan dengan bakteriemia
f. Tanda-tanda gagal jantung kongestif
g. Gangguan konduksi jantung yang baru
h. Kultur darah positif dengan bakteri tipikal penyebab infeksi endokarditis atau serologi
positif untuk demam Q kronik
i. Fenomena vaskular atau imunologis: fenomena emboli, splinter haemorrages, Roth
spots, Janeway lession, Osler’s nodes.
j. Tanda dan gejala neurologis non spesifik atau fokal
k. Tanda tanda adanya emboli paru
l. Abses perifer tanpa sebab yang jelas
*demam mungkin tidak ditemukan pada lansia, setelah antibiotik pre terapi, pasien
immunocompromised, infeksi endokarditis yang disebabkan organisme atipikal atau
virulensi rendah.

8. Diagnosis
Diagnosi infeksi endokarditis ditegakkan berdasarkan anamnesis yang cermat,
pemeriksaan fisik yang teliti, pemeriksaan laboratorium antara lain: kultur darah dan

17
pemeriksaan penunjang ekokardiografi. Investigasi diagnosis harus dilakukan jika
pasien demam disertai satu atau lebih gejala kardinal; ada predisposisi lesi jantung
atau pola lingkungan, bakteremia, fenomena emboli dan bukti proses endokard aktif,
serta pasien dengan katup prostetik.4
Pada anamnesis, keluhan tersering yang muncul adalah demam (80-85%),
kemudian keluhan lainnya yang muncul seperti menggigil, sesak napas, batuk, nyeri
dada, mual, muntah, penurunan berat badan dan nyeri otot atau sendi. 4
Pada pemeriksaan fisik yang cukup penting adalah ditemukannya murmur
pada katup yang terlibat (80-85%). Murmur yang khas adalah blowing holosistolik
pada garis sternal kiri bawah dan terdengar lebih jelas saat inspirasi (Rivello-Carvallo
maneuver). Sedangkan infeksi endokarditis pada katup jantung kiri, murmur
ditemukan pada lebih dari 90%. Tanda infeksi endokarditis pada pemeriksaan fisik
yang lain adalah tanda-tanda kelainan pada kulit antara lain fenomena emboli,
splenomegali, clubbing, petekie, splinter haemorrhage, osler node, janeway lesions,
roth spots .
Pada pemeriksaan laboratorium sering didapatkan hemoglobin rendah,
lekositosis, laju endap darah (LED) meningkat, analisis urin menunjukkan hematuria
dengan proteinuria. Pemeriksaan kultur darah untuk kuman baik aerob maupun
anaerob.
Kultur darah yang positif merupakan kriteria diagnostik utama dan
memberikan petunjuk sensitivitas antimikroba. Beberapa peneliti merekomendasikan
kultur darah diambil paad saat suhu tubuh tinggi. Dianjurkan pengambilan darah
kultur 3 kali, sekurang-kurangnya dengan interval 1 jam, dan tidak melalui jalur infus.
Pemeriksaan kultur darah terdiri atas satu botol untuk kuman aerob dan satu botol
untuk kuman anaerob dan diencerkan sekurang kurangnya 1;5 broth media. Minimal
jumlah darah yang diambil 5 ml, lebih baik 10 ml pada orang dewasa. Jika kondisi
pasien tidak akut, terapi antibiotika dapat ditunda 2-4 hari.4
Ekokardiografi transtorakal dan transoesofageal (TTE / TEE) sekarang sangat
penting dalam menegakkan diagnosis, manajemen, dan tindak lanjut dari infeksi
endokarditis.70 Ekokardiografi harus dilakukan dengan segera, begitu dicurigai
adanya infeksi endokarditis. Deteksi ekokardiografi transtorakal (TTE) pada pasien
yang dicurigai infeksi endokarditis sekitar 50%. Pada katup asli sekitar 20% TTE
memperlihatkan kualitas suboptimal. Hanya 25% vegetasi <5mm dapat diidentifikasi,
persentase meningkat 70% pada vegetasi >6mm. Jika bukti klinis ditemukan,

18
ekokardiografi transesofageal (TEE) meningkatkan sensitivitas kriteria Duke untuk
diagnosis pasti infeksi endokarditis. Sensitivitas TEE dilaporkan 88-100% dan
spesifisitas 91-100%. Pada kasus yang dicurigai terdapat komplikasi seperti pasien
dengan katup prostetik dan kondisi tertentu seperti penyakit paru obstruksi kronis,
atau terdapat deformitas pada dinding dada, ekokardiografi transesofageal lebih
terpilih daripada trantorakal.4
Ekokardiografi dan kultur darah adalah landasan diagnosis infeksi
endokarditis. TTE harus dilakukan lebih dahulu, namun kedua TTE dan TEE pada
akhirnya harus dilakukan dalam sebagian besar kasus yang dicurigai atau pasti infeksi
endokarditis.

* TEE tidak wajib dilakukan pada


infeksi endokarditis katup asli sisi
kanan terisolasi bila kualitas
pemeriksaan TTE baik dan
didapatkan temuan ekokardiografi
.yang tegas

Gambar 4. Indikasi ekokardiografi pada pasien yang dicurigai infeksi endokarditis


( ESC 2012)

Kriteria Duke,3 berdasarkan gejala klinis, ekokardiografi, dan temuan


mikrobiologi memberikan sensitivitas tinggi dan spesifisitas 80% secara keseluruhan
untuk menegakkan diagnosis infeksi endokarditis. Panduan terakhir mengenali peran
Q-fever (penyakit zoonosis yang disebabkan oleh Coxiella burnetii) prevalensi,
peningkatan infeksi staphylococcal, dan penggunaan luas TEE, dan kriteria Duke

19
modifikasi sekarang direkomendasikan untuk klasifikasi diagnostik.3
Tabel 3. Kriteria Duke Modifikasi3
Kriteria Duke Modifikasi
Kriteria Mayor
Kultur darah positif untuk infeksi endokarditis
 Mikroorganisme tipikal konsisten untuk infeksi endokarditis dari 2 kultur darah yang
terpisah, seperti dibawah ini
Streptococcus viridans, Streptococcus bovis, HACEK group, Staphylococcus aureus,
Community accuired enterococci, tanpa adanya fokus primer
Atau
 Mikroorganisme konsisten dengan infeksi endokarditis dengan kultur darah yang
positif secara persisten
Sekurang kurangnya terdapat 2 kultur darah positif dari 2 sampel darah yang diambil
terpisah dengan jarak >12 jam atau semua dari 3 kultur darah positif atau mayoritas
dari ≥ 4 sampel darah yang diambil terpisah (dengan sampel darah pertama dan
terakhir terpisah ≥ 1 jam)
Atau
 Kultur darah positif tunggal untuk Coxiella burnetii atau fase 1 IgG titer antibodi >
1:800
Bukti keterlibatan endokardial
 Ekokardiografi positif untuk infeksi endokarditis
Vegetasi, abses, tonjolan baru dari katup prostetik
 Regurgitasi valvular yang baru terjadi
Kriteria Minor
 Predisposisi: Predisposisi kondisi jantung, pengguna obat intravena
 Demam, suhu >38oC
 Fenomena vaskular: Emboli arteri besar, infark pulmonal septik, aneurisma mikotik,
perdarahan intrakranial, perdarahan konjungtiva, lesi Janeway
 Fenomena imunologis: glomerulonefritis, Osler’s nodes, Roth’s spots, faktor
reumatoid
 Pemeriksaan mikrobiologi: Kultur darah positif namun tidak memenuhi kriteria mayor
atau pada pemeriksaan serologis di dapatkan infeksi aktif oleh mikroorganisme
konsisten dengan infeksi endokarditis.

20
Diagnosis infeksi endokarditis Diagnosis infeksi endokarditis
‘definite’ bila ditemukan: ‘possible’ bila ditemukan:
2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor dan 1 kriteria minor,
1 kriteria mayor dan 3 kriteria minor, atau
atau 3 kriteria minor
5 kriteria minor

Karena infeksi endokarditis adalah penyakit yang heterogen dengan presentasi


klinis yang beragam, penggunaan kriteria diatas saja tidaklah cukup. Penilaian klinis
tetaplah penting pada evaluasi pasien yang dicurigai infeksi endokarditis. Dokter
dapat secara tepat dan bijak memutuskan untuk mengobati atau tidak pasien, tanpa
melihat apakah memenuhi atau gagal memenuhi kriteria definite atau posible dari
kriteria Duke.
Dalam praktek di lapangan kita sering mendapatkan kriteria yang tidak
memenuhi definite. Misalnya hanya ditemukan adanya riwayat PNIV (1 kriteria
minor), demam >38oC (1 kriteria minor) dan vegetasi katup jantung (1 kriteria mayor).
Berdasarkan kriteria Duke maka pasien hanya memenuhi kriteria possible. Namun
pertimbangan diagnosis klinis infeksi endokarditis dan penatalaksanaannya tetap
harus mempertimbangkan judgement klinis. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa
kriteria Duke ini memiliki keterbatasan, khususnya pada pasien PNIV yang sudah
mendapat terapi antibiotika sering ditemukan kultur darah yang negatif, kemungkinan
lain adalah teknis pengambilan kultur darah yang salah, sehingga diagnosis infeksi
endokarditis definite sulit ditegakkan. Kriteria Duke hanya merupakan petunjuk klinis
untuk diagnosis infeksi endokarditis tentunya tidak harus menggantikan judgement
klinis.4

9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kasus infeksi endokarditis biasanya berdasarkan terapi
empiris, sementara menunggu hasil kultur. Pemilihan antibiotika pada terapi empiris
ini dengan melihat kondisi pasien dalam keadaan akut atau subakut. Faktor lain yang
juga perlu dipertimbangkan adalah riwayat penggunaan antibiotika sebelumnya,
infeksi di organ lain dan resistensi obat. Sebaiknya antibiotika yang diberikan pada
terapi empiris berdasarkan pola kuamn serta resistensi obat pada daerah tertentu yang
evidence based.
21
Pada keadaan infeksi endokarditis akut, antibiotika yang dipilih haruslah yang
mempunyai spektrum luas yang dapat mencakup S. Aureus, Streptokokus dan basil
gram negatif. Sedangkan pada keadaan infeksi endokarditis subakut regimen terapi
yang dipilih harus dapat membasmi streptokokus termasuk E.faecalis.
Terapi empiris ini biasanya hanya diperlukan beberapa hari sambil menunggu
hasil tes sensitivitas yang akan menentukan modifikasi terapi.
Untuk memudahkan dalam penatalaksanaan infeksi endokarditis, telah
dikeluarkan beberapa guidelines (pedoman) yaitu: American Heart Association (AHA)
dan European Society of Cardiology (ESC). Rekomendasi yang dianjurkan kedua
pedoman ini pada prinsipnya hampir sama. Penelitian menunjukkan bahwa terapi
kombinasi penisilin ditambah aminoglikosida membasmi kuman lebih cepat daripada
penisilin saja.
Regimen terapi yang pernah diteliti antara lain; seftriakson 1 x 2 gram IV
selama 4 minggu, diberikan pada kasus infeksi endokarditis karena Streptococcus.
Pemberian regimen ini cukup efektif dan aman, praktis karena pemberiannya satu kali
sehari, dan dapat diberikan sebagai terapi rawat jalan.
Beberapa penelitian lain juga melaporkan efektivitas regimen terapi oral;
siprofloksasin 2 x 750 mg dan rifampisin 2 x 300 mg selama 4 minggu dan dapat
diberikan pada pasien rawat jalan.
Regimen terapi vankomisin merupakan terapi pilihan pada kasu infeksi
endokarditis dengan methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA), walaupun
demikian respon klinis yang lambat masih cukup sering ditemukan.
Infeksi HIV sering ditemukan pada pasien infeksi endokarditis yang
disebabkan PNIV, sekitar 75%. Penatalaksanaannya pada prinsipnya sama, terapi
antibiotika diberikan secara maksimal dan tidak boleh dengan regimen terapi jangka
pendek.4
para ahli di lapangan yang dipilih dan melakukan tinjauan komprehensif pada
bukti yang telah diterbitkan untuk manajemen dan/atau pencegahan kondisi tertentu.
Sebuah evaluasi kritis dari diagnostik dan prosedur terapi dilakukan termasuk
penilaian dari rasio risiko/manfaat. Tingkat bukti dan kekuatan rekomendasi dari
pilihan pengobatan tertentu ditimbang dan dinilai sesuai dengan skala yang telah
ditetapkan, seperti diuraikan dalam Tabel 4 dan 5.

22
Tabel 4. Kekuatan rekomendasi3

Tabel 5. Tingkat Bukti3

23
Tabel 6. Terapi antimikroba empiris pada katup asli atau katup jantung prostetik3

a, b Pemantauan dosis gentamisin dan vankomisin

Jamur paling sering ditemukan pada endokarditis katup prostetik, PNIV dan pasien
immunocompromised. Candida dan Aspergillus spp. mendominasi. Kematian sangat tinggi
(.50%), dan pengobatan memerlukan antijamur ganda dan penggantian katup. 3 Kebanyakan
kasus diobati dengan berbagai bentuk amfoterisin B dengan atau tanpa azoles, meskipun
laporan kasus baru-baru ini menggambarkan terapi yang berhasil dengan echinocandin
caspofungin baru.3 Pengobatan supresif dengan oral azoles sering digunakan untuk jangka
panjang dan kadang-kadang untuk seumur hidup.

24
Tabel 7. Terapi infeksi endokarditis yang disebabkan Staphylococcus spp.3

25
Tabel 8. Terapi infeksi endokarditis yang disebabkan Streptococcus3

26
Lihat text
a. Lebih dipilih pada pasien usia >65 tahun atau dengan gangguan fungsi ginjal.
b. 6-minggu terapi di PVE.
c. Atau ampisilin, sama seperti dosis amoksisilin.
d. Lebih dipilih untuk terapi rawat jalan.
e. Dosis anak-anak tidak boleh melebihi dosis dewasa.
f. Hanya untuk infeksi endokarditis katup asli tanpa komplikasi.
g. Fungsi ginjal dan konsentrasi gentamisin serum harus dipantau seminggu sekali.
Ketika diberikan dalam dosis harian tunggal, pra-dosis konsentrasi harus 1 mg/L dan
pasca-dosis (puncak; 1 jam setelah injeksi) konsentrasi serum harus 10-12 mg/L.(112)
h. Konsentrasi vankomisin dalam serum harus mencapai 10-15 mg/L pada pra-dosis dan
30-45 mg /L pada pasca-dosis (puncak; 1 jam setelah infus selesai).

Tabel 9. Terapi infeksi endokarditis yang disebabkan Enterococcus spp.3

27
a. Resistensi tingkat tinggi terhadap gentamisin (MIC .500 mg / L): jika rentan terhadap
streptomisin, gentamisin ganti dengan streptomisin 15 hari mg / kg / dalam dua dosis
terbagi.
Jika tidak, gunakan saja yang lebih lama b-laktam terapi. Kombinasi ampisilin dengan
ceftriaxone baru-baru ini disarankan untuk gentamisin-tahan E. faecalis148
b. B-laktam resistensi: (i) jika karena produksi b-laktamase, ganti ampisilin dengan
ampisilin-sulbaktam atau amoksisilin dengan amoksisilin-klavulanat, (ii) jika karena
perubahan PBP5, gunakan rejimen berbasis vankomisin.
c. Multiresisten untuk aminoglikosida, b-laktam, dan vankomisin: alternatif yang
disarankan adalah (i) linezolid 2x 600 mg / hari i.v. atau secara oral selama ≥8
minggu (monitor toksisitas hematologi), (ii) quinupristin-dafopristin 3x7,5
mg/kg/hari selama ≥8 minggu, (iii) kombinasi b-laktam termasuk imipenem ditambah
ampisilin atau ceftriaxone ditambah ampisilin selama ≥8 minggu.
d. Terapi 6 minggu direkomendasikan untuk pasien dengan gejala ≥3 bulan dan pada
endokarditis katup prostetik.
e. Memantau kadar serum aminoglikosida dan fungsi ginjal seminggu sekali. Ketika
diberikan dalam dosis harian tunggal, pra-dosis konsentrasi harus 1 mg/L dan pasca-
dosis (puncak; 1 jam setelah injeksi) konsentrasi serum harus 10-12 mg/L.(112)
f. Dosis anak-anak tidak boleh melebihi dosis dewasa.
g. Untuk pasien alergi b-laktam. Konsentrasi vankomisin dalam serum harus mencapai
10-15 mg/L pada pra-dosis dan 30-45 mg /L pada pasca-dosis (puncak; 1 jam setelah
infus selesai).

Terapi rawat jalan antibiotik parenteral (Outpatient parenteral antibiotic therapy (OPAT))
Terapi rawat jalan antibiotik parenteral (OPAT) digunakan pada 250.000 pasien /
tahun di USA.3 Untuk infeksi endokarditis, harus digunakan untuk mengkonsolidasikan terapi
antimikroba saat kondisi kritis terkait infeksi dan komplikasi sudah dapat terkendali
(misalnya abses perivalvular, gagal jantung akut, emboli septik, dan stroke). Dua fase yang
berbeda dapat dipisahkan selama terapi antibiotik, fase kritis pertama (2 minggu pertama
terapi), di mana OPAT memiliki indikasi yang ketat dan terbatas, dan fase lanjutan kedua (di
atas 2 minggu terapi) di mana OPAT mungkin dapat dilakukan dengan pertimbangan. OPAT
sangat memerlukan kerjasama yang baik antara pasien dan staf medis, dukungan paramedis
dan sosial, serta akses yang mudah dalam memperoleh nasihat medis dalam hal kepatuhan,
pemantauan keberhasilan dan efek samping. Jika masalah muncul, pasien harus diarahkan

28
kepada staf medis yang telah mengerti kondisi pasien sebelumnya, bukan petugas gawat
darurat biasa.3

Tabel 10. Kriteria yang menentukan kesesuaian terapi rawat jalan antibiotik parenteral
(OPAT) untuk infeksi endokarditis3

Terapi Surgikal
Intervensi surgikal dianjurkan pada beberapa keadaan antara lain:
 Vegetasi menetap setelah emboli sistemik: vegetasi pada katup mitral anterior,
terutama dengan ukuran >10 mm atau ukuran vegetasi meningkat setelah terapi
antimikroba 4 minggu
 Regurgitasi aorta atau mitral dengan tanda-tanda gagal ventrikel.
 Gagal jantung kongestif yang tidak responsif terhadap terapi medis
 Perforasi atau ruptur katup
 Ekstensi perivalvular: abses besar atau ekstensi abses walaupun terapi antimikroba
adekuat
 Bakteriemia menetap setelah pemberian terapi medis yang adekuat. 4

10. Komplikasi
Komplikasi infeksi endokarditis dapat terjadi pada setiap organ, sesuai dengan
patofisiologi terjadinya manifestasi klinis. Komplikasi dapat berupa:
Jantung : katup jantung: regurgitasi, gagal jantung (tersering, 55%), abses
Paru : emboli paru, pneumonia, pneumothoraks, empiema, abses
Ginjal : glomerulonefritis
Otak : perdarahan subarachnoid, strok emboli, infark serebral
Selain itu dapat timbul gejala-gejala neurologis berupa kejang-kejang, gejala-gejala

29
psikiatri dan aneurisma mikotik (bila ada kerusakan dinding pembuluh darah karena proses
peradangan). Aneurisma mikotik paling sering terjadi pada aorta, pembuluh darah daerah
abdomen, pembuluh darah daerah ekstremitas dan pembuluh darah pada otak. 4

11. Pencegahan
Beberapa kondisi jantung dikaitkan dengan risiko endokarditis lebih besar dari
populasi normal. Kondisi ini dikelompokkan dalam 3 kategori; risiko tinggi, risiko sedang,
dan risiko rendah/ tanpa risiko.
Kondisi non kardiak yang meningkatkan risiko infektif endokarditis adalah
penyalahguna narkoba intravena (PNIV) yang dikalkulasikan 12x lebih tinggi daripada non
PNIV. Kondisi lain yang menjadi predisposisi infektif endokarditis adalah
hiperkoagulasi,penyakit kolon inflamasi, lupus eritematosus sistemik, pengobatan steroid,
diabetes mellitus, luka bakar, pemakaiaan respirator, status gizi buruk dan hemodialisis.
Target primer pencegahan pada prosedur yang melibatkan rongga mulut, saluran
pernafasan atau esofagus adalah Streptococcus viridians, yang merupakan penyebab sering
katup asli dan katup prostetik onset akhir. Prosedur yang melibatkan traktus genitourinari dan
gastrointestinal sering mendahului berkembangnya endokarditis enterokokkal sehingga target
kumannya adalah enterokokkus. Jika dilakukan insisi dan drainage kulit dan jaringan lunak
yang terinfeksi, profilaksis difokuskan pada S.aureus.
Prosedur profilaksis dianjurkan pada semua pasien dengan semua resiko yang
menjalani peosedur gigi yang menyebabkan perdarahan, namun ekstraksi merupakan risiko
yang paling kuat terjadinya infeksi endokarditis. Profilaksis tidak rutin direkomendasikan
pada prosedur endoskopi dengan atau tanpa biopsi, karena kejadian infeksi endokarditis
jarang dilaporkan. Profilaksis tidak direkomendasikan secara rutin pada kateterisasi jantung
atau TEE.4

Tabel 11. Rekomendasikan profilaksis untuk prosedur gigi beresiko3

Sefalosporin tidak boleh digunakan pada pasien dengan anafilaksis, Angio-edema, atau

30
urtikaria setelah asupan penisilin dan ampisilin.
* Atau sefaleksin 2 g i.v. atau 50 mg / kg i.v. untuk anak-anak, cefazolin atau ceftriaxone 1 g
i.v. untuk orang dewasa atau 50 mg / kg i.v. untuk anak-anak.

Tabel 12. Kondisi jantung risiko tinggi untuk infeksi endokarditis dimana profilaksis
dianjurkan ketika prosedur berisiko tinggi akan dilakukan: 3

Tabel 13. Rekomendasi untuk profilaksis infeksi endokarditis pada pasien dengan risiko
tinggi mengacu pada jenis prosedur dengan risiko: 3

12. Prognosis
Prognosis pada infeksi endokarditis dipengaruhi oleh empat faktor utama:
karakteristik pasien, ada atau tidak adanya komplikasi jantung dan non-jantung, organisme

31
penginfeksi, dan temuan ekokardiografi (Tabel 14). Risiko pasien dengan infeksi endokarditis
sisi kiri dinilai menurut variable ini.3 Pasien dengan kegagalan hati (HF), komplikasi
periannular, dan/atau infeksi S. aureus memiliki risiko kematian tertinggi dan kebutuhan
untuk operasi di fase penyakit aktif. Ketika tiga faktor yang hadir, risiko mencapai 79%.3
Oleh karena itu, pasien harus pantau secara ketat dan dirujuk ke pusat-pusat perawatan tersier
dengan fasilitas bedah. Derajat tinggi co-morbiditas, insulin-dependent diabetes, depresi
fungsi ventrikel kiri, dan adanya stroke juga merupakan prediktor prognosis yang buruk. 3
Saat ini, 50% dari pasien menjalani prosedur bedah selama rawat inap. Pada pasien
yang membutuhkan operasi mendesak, infeksi persisten dan gagal ginjal merupakan predictor
mortality. Diprediksiskan, pasien dengan indikasi untuk operasi namun tidak dapat dilakukan
karena risiko bedah yang tinggi memiliki prognosis terburuk.3

Tabel 14. Prediktor prognosis yang buruk pada pasien dengan infeksi endokarditis3

32
B. GAGAL JANTUNG KONGESTIF/ CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)

1. Definisi
Kondisi dimana fungsi jantung sebagai pompa untuk menghantarkan darah yang
kaya oksigen ke tubuh tidak cukup untuk memenuhi keperluan tubuh atau
berkurangnya kemampuan jantung untuk mempertahankan beban kerjanya
(AHA,2011).
2. Epidemiologi
Di negara berkembang yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit jantung
katup dan penyakit jantung akibat malnutrisi. Penyakit katup sering disebabkan
oleh penyakit jantung rematik, yaitu penyakit katup regurgitasi mitral dan stenosis
aorta. Regusitasi mitral (dan regurgitasi aorta) menyebabkan kelebihan beban
volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban
tekanan (peningkatan afterload). Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan
gagal jantung dan dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk hipertofi
ventrikel kiri pada penderita hipertensi. Atrial fibrilasi dan gagal jantung
seringkali timbul bersamaan ( Sudoyo, 2011)
Gagal jantung kongestif lebih banyak terjadi pada usia lanjut. Selain usia,
insidensi gagal jantung kongestif juga dipengaruhi oleh faktor lain. Salah satunya,
insidensi gagal jantung kongestif digolongkan berdasarkan jenis kelamin. Dari
survei registrasi rumah sakit didapatkan angka perawatan di rumah sakit, dengan
angka kejadian 4.7% pada perempuan dan 5.1% pada laki-laki (Kumar, 2008).
3. Etiologi
Keadaan yang dapat meningkatkan terjadinya gagal jantung kongestif yaitu :
1. Tingginya ratio kolesterol total dibanding HDL
2. Hipertensi
3. Kardiomiopati
4. Alkohol
5. Obat-obatan terkait gagal jantung (contoh: Obat kemoterapi seperti
doxorubicin dan obat antivirus seperti zidofudin)
4. Patofisiologi
Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan
terjadinya penurunan curah jantung. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme
kompensasi neurohormonal, Sistem Renin – Angiotensin – Aldosteron (sistem

33
RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk
memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga.
Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac
output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta
vasokonstriksi perifer (peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul
berkelanjutan dapat menyeababkan gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi
simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya apoptosis miosit,
hipertofi dan nekrosis miokard fokal.
Stimulasi sistem RAA menyebabkan peningkatan konsentrasi renin,
angiotensin II plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor
renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang
pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan
merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium
dan air serta meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek pada
miosit serta berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung.
Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama yeng
memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial
Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap
peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada otot skelet dan fungsi
ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta perubahan neurohormonal yang
kompleks.
Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan
terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme
kompensasi neurohormonal, sistem Renin – Angiotensin – Aldosteron (sistem
RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk
memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga.
Aktivasi .sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac
output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta
vasokonstriksi perifer (peningkatan katekolamin).
Apabila hal ini timbul berlanjutan, dapat menyebabkan gangguan pada fungsi
jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya
apoptosis miosit,hipertofi dan nekrosis miokard fokal. Stimulasi sistem RAA
menyebabkan peningkatan konsentrasi renin, angiotensin II plasma dan
aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor renal yang poten (arteriol

34
eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat
saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron.
Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan
sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta berperan pada
disfungsi endotel pada gagal jantung. Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide
yang berstruktur hampir sama yang memiliki efek yang luas terhadap jantung,
ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di
atrium sebagai respon terhadap peregangan menyebabkan natriuresis dan
vasodilatsi.
Pada manusia Brain Natriuretic Peptide (BNP) juga dihasilkan di jantung,
khususnya pada ventrikel, kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriuretic peptide
terbatas pada endotel pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap
natriuresis dan vasodilatasi minimal. Atrial and brain natriuretic peptide
meningkat sebagai respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan
bekerja antagonis terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi aldosteron
dan reabsorbsi natrium di tubulus renal.
Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya pada
gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didapatkan pada
pemberian diuretik yang akan menyebabkan hiponatremia.Endotelin disekresikan
oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan peptide vasokonstriktor yang
poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada pembuluh darah ginjal, yang
bertanggung jawab atas retensi natrium.
Konsentrasi endotelin-1 plasma akan semakin meningkat sesuai dengan
derajat gagal jantung. Selain itu juga berhubungan dengan tekanan arteri pulmonal
pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering adalah penyakit
jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati
hipertrofik, selain penyebab lain seperti infiltrasi pada penyakit jantung amiloid.
Walaupun masih kontroversial, dikatakan 30 – 40 % penderita gagal jantung
memiliki kontraksi ventrikel yang masih normal. Pada penderita gagal jantung
sering ditemukan disfungsi sistolik dan diastolik yang timbul bersamaan meski
dapat timbul sendiri 8.
5. Klasifikasi CHF
Beberapa sistem klasifikasi telah dibuat untuk mempermudah dalam pengenalan
dan penanganan gagal jantung. Sistem klasifikasi tersebut antara lain pembagian

35
berdasarkan Killip yang digunakan pada Infark Miokard Akut, klasifikasi
berdasarkan tampilan klinis yaitu klasifikasi Forrester, Stevenson dan New York
Heart Association (Santoso, A., 2007). Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan
pada penderita infark miokard akut, dengan pembagian (Sudoyo, 2011):
 Derajat I : Tanpa gagal jantung
 Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3
galop dan peningkatan tekanan vena pulmonalis.
 Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan
paru.
 Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik 90
mmHg) dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan diaforesis).

Klasifikasi Stevenson menggunakan tampilan klinis dengan melihat tanda kongesti


dan kecukupan perfusi. Kongesti didasarkan adanya ortopnea, distensi vena juguler,
ronki basah, refluks hepato jugular, edema perifer, suara jantung pulmonal yang
berdeviasi ke kiri, atau square wave blood pressure pada manuver valsava. Status
perfusi ditetapkan berdasarkan adanya tekanan nadi yang sempit, pulsus alternans,
hipotensi simtomatik, ekstremitas dingin dan penurunan kesadaran. Pasien yang
mengalami kongesti disebut basah (wet) yang tidak disebut kering (dry). Pasien
dengan gangguan perfusi disebut dingin (cold) dan yang tidak disebut panas
(warm). Berdasarkan hal tersebut penderita dibagi menjadi empat kelas, yaitu:
 Kelas I (A) : kering dan hangat (dry – warm)
 Kelas II (B) : basah dan hangat (wet – warm)
 Kelas III (L) : kering dan dingin (dry – cold)
 Kelas IV (C): basah dan dingin (wet – cold)

Klasifikasi fungsional dari The New York Heart Association (NYHA), umum
dipakai untuk menyatakan hubungan antara awitan gejala dan derajat latihan fisik:
Klas I: tidak timbul gejala pada aktivitas sehari-hari, gejala akan timbul pada
aktivitas yang lebih berat dari aktivitas sehari-hari.

Klas II: gejala timbul pada aktivitas sehari-hari.

Klas III: gejala timbul pada aktivitas lebih ringan dari aktivitas sehari-hari.

Klas IV: gejala timbul pada saat istirahat.

36
Ada pula yang memberikan klasifikasi yang lain yaitu kalsifikasi dari gagal
jantung bisa dibedakan dari waktunya, jumlah darah yang keluar, mekanisme
backward atau forward, gagal jantung kanan atau kiri, atau kelainan sistol diastolnya.
a. Akut vs Kronis
Jika berdasarkan waktu serangannya, ada akut dan kronis.
b. High output vs low output
High output yaitu jumlah darah yang banyak, karena hipertensi atau
mekanisme tubuh mengkompensasi perfusi yang buruk di perifer. Akibatnya
terjadi bisa terjadi hipertrofi dan menyebabkan gagal jantung. Jika low output
ditandai dengan hipotensi dan kekurangan kekuatan jantung memompa darah.
c. Forward vs backward
Forward dan backward berkaitan dengan mekanisme penyakit yang di derita
pasien. Apabila ada kerusakan pada paru yang berakibat mekanisme backward.
Dan jika perfusi buruk maka mekanisme forward.
d. Right sided/ left sided
ini berdasarakan dari anatomis dari jantung, jika kelainan pada jantung kanan
maka kelainannnya adalah right sided, begitu juga sebaliknya.
e. Distolic/ sistolik
Ini berkaitan mekanisme sistol atau diastol, jika sistol berarti bermasalah
dengan ejeksi darah dari ventrikle ke seluruh tubuh dan paru. Jika diastol maka
ada kelainan pada pengisian ventrikel 13.

Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk menegakkan diagnosis gagal jantung

a) kongestif. Kriteria mayor:


1. Paroxismal Nocturnal Dispneu

2. distensi vena leher

3. ronkhi paru

4. kardiomegali

5. edema paru akut

37
6. gallop S3

7. peninggian tekanan vena jugularis

8. refluks hepatojugular

b) Kriteria minor:
1. edema ekstremitas

2. batuk malam hari

3. dispneu de effort

4. hepatomegali

5. efusi pleura

6. takikardi

7. penurunan kapasitas vital sepertiga dari normal

Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 1 kriteria
minor harus ada pada saat yang bersamaan. Penyakit jantung koroner merupakan
etiologi gagal jantung akut pada 60-70% pasien, terutama pada usia lanjut. Contoh
klasik gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat
endokarditis, trauma atau infark miocard luas. Curah jantung yang menurun tiba-tiba
menyebabkan penurunan tekanan darah disertai edema perifer.

6. Penatalaksanaan CHF
Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan secara
non farmakologis dan secara farmakologis. Penatalaksanaan gagal jantung baik
akut maupun kronik ditujukan untuk mengurangi gejala dan memperbaiki
prognosis, meskipun penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi
serta beratnya kondisi (Sudoyo,2011)
Terapi :
a. Non Farmakalogi :
- Anjuran umum :
 Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.

38
 Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan
seperti biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang
masih bisa dilakukan.
 Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang.
- Tindakan Umum :
 Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung
ringan dan 1 g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada
gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.
 Hentikan rokok
 Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada
yang lainnya.
 Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama 20-
30 menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan
beban 70-80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan
dan sedang).
 Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi
akut.
- Farmakologi
Terapi farmakologik terdiri atas ; panghambat ACE, Antagonis Angiotensin
II, diuretik, Antagonis aldosteron, β-blocker, vasodilator lain, digoksin, obat
inotropik lain, anti-trombotik, dan anti-aritmia.
Algoritma penatalaksanaan gagal jantung menurut ACC/AHA practice
guidelines dibagi berdasarkan stage yaitu (7,8,9).
1) Pasien stage A belum mengalami gagal jantung dan tidak memiliki
penyakit jantung struktural, namun beresiko tinggi mengalami gagal
jantung (pasien hipertensi, Diabetes). Pengobatan dengan ACE
Inhibitor
2) Pasien stage B memiliki kelainan struktural jantung, namun belum
mengalami tanda dan gejala gagal jantung. Pengobatan dengan
ACEI + Beta bloker. Jika kontraindikasi terhadap ACEI bisa diganti
ARB.
3) Pasien stage C sudah mengalami gagal jantung dilihat dari adanya
kelainan struktural jantung struktural serta pasien mengalami tanda

39
dan gejala gagal jantung. Pengobatan dengan ACEI + Beta bloker +
Diuretik + Digoksin.
4) Pasien stage D merupakan perkembangan dari stage C yang
bertambah parah karena pasien mengalami refraktori gagal jantung
pada saat istirahat. Harus dengan implantasi jantung.

7. Komplikasi CHF
Gagal paru kongestif dapat menimbulkna banyak komplikasi, berikut adalah
komplikasi dari penyakit gagal jantung:
a) Tromboemboli
adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena dalam atau deep
venous thrombosis dan emboli paru atau EP) dan emboli sistemik tinggi,
terutama pada CHF berat. Bisa diturunkan dengan pemberian warfarin.
b) Komplikasi fibrilasi atrium
sering terjadi pada CHF yang bisa menyebabkan perburukan dramatis.
Hal tersebut indikasi pemantauan denyut jantung (dengan digoxin atau β
blocker dan pemberian warfarin).
c) Hypertropi ventrikel :
CO yang menurun menyebabkan peningkatan kerja jantung dengan
hypertropi otot jantung dan dilatasi ventrikel sehingga meningkatkan
kontraktilitas untuk menjaga cardiac output yang berkomplikasi pada
peningkatan kebutuhan oksigen
d) Syok kardiogenik
mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran
oksigen ke jaringan
e) Edema paru
Gagal jantung sisi kiri (penyakit katup mitral) dengan akibat peningkatan
tekanan kapiler paru dan membanjiri ruang interstitial dan alveoli
f) Kegagalan pompa progresif
bisa terjadi karena penggunaan diuretik dengan dosis ditinggikan.
g) Aritmia ventrikel
sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau sudden cardiac death
(25-50% kematian CHF). Pasien dengan gagal jntung kongestif mempunyai

40
risiko untuk mengalami aritmia, biasanya disebabkan karena tachiaritmias
ventrikuler yang akhirnya menyebabkan kematian mendadak.
h) Efusi pleura:
di hasilkan dari peningkatan tekanan kapiler. Transudasi cairan terjadi
dari kapiler masuk ke dalam ruang pleura. Efusi pleura biasanya terjadi pada
lobus bawah darah.
i) Hepatomegali:
karena lobus hati mengalami kongestif dengan darah vena sehingga
menyebabkan perubahan fungsi hati. Kematian sel hati, terjadi fibrosis dan
akhirnya sirosis (11,12).

8. Prognosis
Progosis Kasus Gagal Jantung
a. Ad Vitam (Hidup) : Dubia
Penggunaaan ACEI dan B-blocker dapat memperpanjang usia hidup para
penderita gagal jantung . Dimana gagal jantung merupakan kasus yang
prognosisnya banyak yang menuju mortalitas
b. Ad Functionam (Fungsi) : Dubia ad Malam
c. Ad Sanationam (Sembuh) : Dubia ad malam
Menentukan prognosis pada gagal jantung sangatlah kompleks, banyak variabel speperti
etiologi, usia, kormobilitas, variasi progresi gagal jantung tiap indivisu yang berbeda dan
hasil akhir kematian. Dampak pengobatan spesifik gagal jantung terhadap individu sulit
untuk diperkirakan.Variabel yang paling sering ditemukan konsisten sebagai faktor prediktor
independen pada prognosis gagal jantung13.

41
BAB III
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Tn. W
Tanggal lahir : 02 November 1963
Umur : 54 tahun
No. CM : 357211
Pekerjaan : Sales Teh
Alamat : Balapulang
Ruang : Dahlia bawah
DPJP : dr. Erdiansyah Z. Sp.JP
Tanggal Masuk RS : 28 Desember 2017
Tanggal Periksa : 28 Desember 2017
Tanggal Pulang : 02 January 2018
II. Anamnesis

a. Keluhan utama : Sesak nafas

b. Keluhan tambahan : Lemas, batuk, nyeri dada dan cepat lelah

c. RPS : Pasien mengeluhkan sesak napas, keluhan tersebut dirasakan

sejak 1 hari SMRS. Sesak napas terutama saat aktivitas dan membaik bila

istirahat dan menggunakan bantal lebih dari 3. sesak tidak dipengaruhi perubahan

posisi, dan juga cuaca. Sesak napas terutama makin terasa bila berjalan lebih dari

100 meter. Keluhan lain yang dirasakan pasien adalah batuk, lemas, keringat

dimalam hari dan juga nyeri dada sebelah kiri yang menjalar ke punggung.

Sebelumnya pasien pernah mengalami seperti ini dan pernah dirawat di rumah

sakit selama 14 hari dengan keluhan sesak napas, batuk dan juga demam.

42
d. RPD : Pasien pernah mengalami keluhan yang sama yaitu sesak

napas, batuk, demam dan lemes 2 minggu yang lalu. Riwayat alergi obat (-),

hipertensi (-), DM (-).

e. RPK : Tidak ada keluarga pasien yang memiliki keluhan serupa,

penyakit diabetes militus dan tidak ada keluarga pasien dengan riwayat penyakit

jantung.

f. RSos : Pasien menggunakan jaminan kesehatan BPJS dan pasien

merupakan seorang perokok.

III. Pemeriksaan Fisik


Vital Sign
Keadaan Umum : Sakit sedang, tampak sesak
Kesadaran : Compos Mentis (E4/V5/M6)
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 88 kali/menit
Frekuensi Pernafasan: : 24 kali/menit
Temperatur : 36,9° C
Pemeriksaan Fisik/
Kepala : Normocephali, wajah simetris tidak adak jejas
Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : Normotia, serumen (-)
Hidung : Sekret (-)
Mulut : Mukosa bibir lembab (-), sianosis (-), caries dentis (+), kandidiasis (-),
tonsil (T1/T1), faring hiperemis (-).
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran
thyroid (-), JVP 5+3 cmH2O
Thoraks : I : simetris, retraksi intercostal (-/-), jejas (-).
P : Fremitus raba dex = sin, krepitasi (- /-)
P : sonor (+/+) pada semua lapang paru

43
A : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Cor : I : Ictus cordis tampak pada ICS VII
P : Ictus cordis di ICS VII linea axilaris anterior sin, thrill (-)
P : Batas kanan atas jantung di ICS II di linea parasternalis dextra
Batas kiri atas jantung di ICS II di linea parasternalis Sinistra
Batas kanan bawah jantung di ICS di linea parasternalis dekstra
Batas kiri jantung atas di SIC VII line axillaris anterior sin
A : Bising jantung (-), mur – mur (-), gallop (-)
Abdomen : I : Datar, jejas (-),
A : peristaltik usus normal
P : Timpani, asites (-), shifting dullness (-)
P : nyeri tekan (-), Bising usus (+) normal 12x/menit
Punggung : Tidak ada kelainan, nyeri ketok CVA (-/-)

Ekstremitas :
Insp : Edema (pitting grade II) - -
- -

- - - -
Eritema
- - - -

Palp : Akral dingin


+ +
+ +

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG ( LABORATORIUM )


Tanggal Pemeriksaan : 28-12-2017
Darah Rutin
Leukosit : 13.6 10^3/µl (↑)
Eritrosit : 4.3 10^6/µl (↓)
Hemoglobin : 12.6 g/dl (↓)
Hematokrit : 30 % (↓)

44
MCV : 87
MCH : 29
MCHC : 23
Trombosit : 250
Diff count
Eosinofil : 0.60 % (↓)
Basofil : 0.20 %
Netrofil : 79.60 % (↑)
Limfosit : 11.10 % (↓)
Monosit : 8.50 % (↑)
MPV : 9.4 fL
RDW-SD : 42.5 fL
RDW-CV : 13.5 %
Kimia Klnik
Ureum : 27.6 mg/dl
Creatinin : 0.90 mg/dl
Calcium : 8.5 mg/dL (↓)
SGOT : 41 U/L (↑)
SGPT : 80 U/L (↑)
SERO IMUNOLOGI
HbsAg Non Reaktif

Urin Rutin , tanggal pemeriksaan 31 Desember 2017


Makroskopis
Warna : Kuning
Kejernihan : jerning
PH/Keasaman : 6.0
Berat Jenis : 1.020
Kimia
Protein urine : Negatif
Glukosa urine : Negatif
Bilirubin urine : Negatif
Urobilin : Negatif

45
Keton : Negatif
Nitrit : Negatif

Sedimen
Leukosit urin : 0-1/lpb
Eritrosit urin : 0-1/lpb
Epitel : 1-3/lpb
Kristal : Negatif
Bakteri : Positif
Lain-lain : Negatif
Blood : Negatif
Leukosit esterase : Negatif

PEMERIKSAAN PENUNJANG (EKG)

Tgl Pemeriksaan (IGD) : 28-12-2017


Intepretasi EKG :
Irama sinus reguler HR 85 kali/menit, Left axis deviation dengan gelombang T
inversi di lead I, AVR, V5, dan V6.

46
PEMERIKSAAN PENUNJANG ( ECHOCARDIOGRAPHY)
Tanggal Pemeriksaan 30 Desember 2017

Intepretasi Echo:
LA dan LV dilatasi
Fungsi sistolik global LV menurun dengan EF 28
%
Gangguan kinetik segmental berat
Fungsi RV sistolik menurun
V. Diagnosis kerja :
AS severe, AR moderate e.c. susp vegetasi dd
klasifikasi MR mild 47
Diagnosis klinis : CHF
CHF et causa Atrial Sternosis, Atrial Regurgitasi, Mitral Regurgitasi,
PERENCANAAN / PLANNING
 Planning Diagnosis
 Ekokardiografi
 Planning Terapi
 O2 nasal kanul 2-3 L/ menit (intermitten)
 Inj. RL 12 tpm
 Inj. Furosemid 40 mg/12 jam
 Spironolacton 2 x 12,5 mg tab
 Captropil 3 x 6, 25 mg
 ISDN 2 x 5 g
 Kalipar 2 x 1
 Planning Monitoring
 Observasi keadaan umum dan tanda vital
 Tirah baring dan aktivitas
 Planning Edukasi
 Menjelaskan keadaan dan perjalanan penyakit pada keluaraga pasien.
 Edukasi untuk istirahat dan tidak berakativitas yang memperberat sakit.
 Edukasi keluarga untuk melapor pada petugas kalau terjadi perubahan
kondisi pasien.
 Edukasi untuk kontrol ke poli setelah pulang dari Rumah Sakit
 Edukasi agar pasien teratur berobat.

VI. FOLLOW UP
 Sabtu, 30 Desember 2017
Hari ke-2
S : Sesak nafas (+), batuk (+), nyeri dada (+).
O: Keadaan umum : Tampak sesak
Kesadaran : Compos mentis
Vital sign : TD : 130/90 mmHg, RR : 28 x/menit ,
HR : 102 x/menit, Suhu : 37,3oC
Kepala/leher : Conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pembesaran
KGB colli (-), JVP 5+3 cmH2O
Thoraks : Simetris, statis, dinamis, vocal fremitus D = S, sonor,
48
suara nafas : vesikuler +/+, rhonki : -/-, whezing : -/-,
mur – mur (-), gallop (-)
Abdomen : Supel, datar, bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, clubing finger (-) , superior edema (-/-),
inferior edema(-/-), pucat (-), ikterik (-).
A: Susp IE
CHF
AS – AR – MR
P: @ Planing Terapi
- Inj RL 12 tpm
- Inj furosemid 1 amp/12 jam
- Spironolaktone 25 mg
- Captropril 3x 6, 25
- Kalipar 2x1
- ISDN – Stop
- Concor 0-0-2,5 mg
@ Planing Monitoring
- Kultur / sensitivitas darah 2 tempat
- Cek urin rutin

 Kamis, 02 January 2018


Hari ke-3
S : Sesak (+), demam (+), batuk kering (+), nyeri dada (+)
O: Keadaan umum : Tampak sesak Kesadaran : CM
Vital sign : Tekanan darah : 110/60 mmHg,
RR : 28 x/m, HR : 100x/m, Suhu : 36,7oC
Kepala/leher : Conjungtiva anemis -/- , sklera ikterik -/-,
pembesaran KGB colli (-), JVP 5+2cmH2O
Thoraks : Simetris, retraksi intercosta (-)
suara nafas : vesikuler +/+, rhonki : -/-,
whezing :-/-, mur-mur sistolik (+) gallop (-).
Abdomen : Supel, datar, bising usus (+) normal

49
Ekstremitas : Akral hangat, clubing finger (-), superior edema (-/-),
inferior edema (-), pucat (-), ikterik (-)
A : Posibbel IE, CHF ec AS – AR – MR, Problem refraktory HF
P: @ Planing Terapi
- Inj RL 12 tpm
- Inj furosemid 1 amp/12 jam
- Spironolaktone 25 mg
- Captropril 3x 6, 25
- Kalipar 2x1
@ Planing Monitoring
- Rujuk semang RS Kariadi

VII. DIAGNOSA KERJA :

- Posibble Infeksi Endocarditis


- CHF

VIII. PROGNOSIS

 Quo ad vitam : Dubia ad malam


 Quo ad fungsionam : Dubia ad malam
 Quo ad sanasionam : Dubia ad malam

50
BAB IV
ALUR PIKIR

51
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien didiagnosis


CHF dikarenakan berdasarkan kriteria framingham dimana ditemukan adanya 2 kriteria
major dan 1 minor yaitu (JVP meningkat, cardiomegali, dyspneu de effort dan paroksisimal
nocturnal dyspneu). Kemudian setelah dilakukan pemeriksaan penunjang berupa EKG
ditemukan adanya T Inversi pada(lead I, AVR, V5 dan V6) sehingga penyebab CHF pada
pasien ini. Dimana jantung tidak bisa memompa secara maksimal untuk dapat memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh (forward failure). Pada pasien ini juga dilakukan pemeriksaan
penunjang yaitu echocardiography dimana ditemukan adanya Aorta Stenosis severe dan
Mitral Regurgitation mild sesuai dengan pemeriksaan fisik yaitu ditemukan adanya murmur
sistolik dengan punctum maksimum bagian katup mitral dan katup aorta.
Akan tetapi pada kasus ini tidak semudah menangani pasien CHF pada biasanya karena pada
pasien ini dicurigai terdapat infective endorcaditis. Kecurigaan ini dikarenakan ditemukan
adanya leukositosis, riwayat demam, dan kemungkinan terdapat vegetasi pada katup jantung.
Untuk mendiagnosis IE dibutuhkan kriteria duke, pada kriteria duke IE dapat ditegakkan
karena ditemukan adanya (demam dan juga terdapat vegetasi pada gambar echocardigram).
Untuk gold standar IE dibutuhkan adanya kultur mikrobiologi, sehingga untuk memilih
antibiotik yang tepat sesuai kultur agak memerlukan waktu.

52
DAFTAR PUSTAKA

1. Majid, Abdul. Anatomi Jantung dan pembuluh darah, Sistem Kardiovaskuler secara
umum, Denyut Jantung dan Aktifitas Listrik Jantung, dan Jantung sebagai Pompa.
Fisiologi Kardiovaskular. Medan; Bagian Fisiologi Fakultas Kedokteran USU : 2005; 7-
16.
2. Sherwood, L. Human Physiology: From Cells to Systems. 5th ed. Jakarta: ECG; 2007
3. The Task Force on the Prevention, Diagnosis, and Treatment of Infective Endocarditis of
the European Society of Cardiology (ESC). Guidelines on the prevention, diagnosis, and
treatment of infective endocarditis (new version 2012)
4. Alwi, Idrus. Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus.Simadibrata K,Marcellus.
Setiati, Siti. Endokarditis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 5. Jakarta:
InternalPublishing: 2009; 1702-1710
5. Fauci, A.S. Braunwald, E. Kasper, D.L. Hauser, S.L. Longo,et al. Harrison’s Internal
Medicine. 17th ed. New York : McGraw Hill; 2008. Endocarditis Infective: 789-797
6. http://eurheartj.oxfordjournals.org/content/30/19/2369.full
7. Sudoyo. W. Aru, 2011. Buku Ajar penyakit Dalam. Jakarta : FKUI.
8. Kumar, et al. (2008) Robbins Basic Pathology. 8th ed. UK: Elsevier; 592-595.
9. Park, M. (2008) Pediatric Cardiology for Practicioners. 5th ed. Philadelphia: Mosby
Elsevier.
10. Bernstein, Daniel. (2003) Heart Failure dalam Nelson Textbook of Pediatrics .17th
edition. USA: Elsevier Science;.
11. Dharma S, Siswanto BB.2008 Buku panduan kursus EKG 20th weekend course on
cardiology. Jakarta: Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI.
12. Lyli I.Rilianto. 2013. Penyakit Kardiovaskular: 5 rahasia. Jakarta. FKUI
13. Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi:Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi
6 Volume 2. Jakarta: EGC

53

Anda mungkin juga menyukai