Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah

Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat

tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomi.

Limbah yang mengandung bahan polutan yang memiliki sifat racun dan

berbahaya dikenal dengan limbah B-3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam

jumlah relatif sedikit tetapi berpotensi untuk merusak lingkungan hidup dan

sumber daya. Bila ditinjau secara kimiawi, bahan-bahan ini terdiri dari bahan

kimia organik dan anorganik (Kristanto, 2004).

2.2 Klasifikasi limbah

2.2.1 Berdasarkan karakteristiknya

Berdasarkan wujud atau karakteristiknya limbah industri dapat digolongkan

menjadi tiga bagian, yaitu:

a. Limbah cair adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh kegiatan

industri yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat mencemari

lingkungan (Suharto, 2011).

b. Limbah gas dan partikel adalah limbah yang banyak dibuang ke udara.

Gas/asap, partikulat, dan debu yang dikeluarkan oleh pabrik ke udara akan

dibawa angin sehingga akan memperluas jangkauan pemaparannya. Partikel

4
adalah butiran halus yang mungkin masih terlihat oleh mata telanjang,

seperti uap air, debu, asap, fume dan kabut (Kristanto, 2004).

c. Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur,

dan bubur yang berasal dari sisa proses pengolahan. Limbah ini dapat

dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu limbah padat yang dapat didaur-

ulang (misalnya plastik, tekstil, potongan logam) dan limbah padat yang

tidak memiliki nilai ekonomis (Kristanto, 2004).

2.2.2 Berdasarkan sumber pencemar

Penggolongan limbah berdasarkan sumber pencemar dapat dibedakan menjadi

dua, yaitu:

a. Sumber domestik (rumah tangga)

Limbah domestik adalah semua limbah yang berasal dari kamar mandi, WC,

dapur, tempat cuci pakaian, apotik, rumah sakit, dari perkampungan, kota,

pasar, jalan, terminal dan sebagainya.

b. Sumber non-domestik

Limbah non-domestik sangat bervariasi, diantaranya berasal dari pabrik,

pertanian, peternakan, perikanan, transportasi, dan sumber-sumber lainnya

(Kristanto, 2004).

2.2.3 Berdasarkan sifat kimianya

Limbah ditinjau secara kimiawi, terdiri atas:

a. Limbah organik adalah limbah yang dapat membusuk atau terdegradasi oleh

mikroorganisme. Oleh karena bahan buangan organik dapat membusuk atau

terdegradasi maka akan sangat bijaksana apabila bahan buangan yang

5
termasuk kelompok ini tidak dibuang ke air lingkungan karena akan dapat

meningkatkan populasi mikroorganisme di dalam air. Dengan bertambahnya

populasi mikroorganisme di dalam air maka tidak tertutup pula

kemungkinannya untuk ikut berkembangnya bakteri patogen yang

berbahaya bagi manusia.

b. Limbah anorganik adalah limbah yang tidak dapat membusuk dan sulit

didegradasi oleh mikroorganisme. Apabila bahan buangan anorganik ini

masuk ke air lingkungan maka akan terjadi peningkatan jumlah ion logam di

dalam air. Bahan anorganik biasanya berasal dari industri yang melibatkan

penggunaan unsur-unsur logam seperti Timbal(Pb), Arsen (As), Kadmium

(Cd), Air raksa (Hg), Krom (Cr), Nikel (Ni), Kalsium (Ca), Magnesium

(Mg), Kobalt (Co), dan lain-lain (Arya, 2004).

2.3 Karakteristik limbah

Adapun karakteristik limbah adalah sebagai berikut:

1. Berupa partikel dan padatan, baik yang larut maupun yang mengendap, ada

yang kasar dan ada yang halus. Berwarna keruh dan suhu tinggi.

2. Mengandung bahan yang berbahaya dan beracun, antara lain mudah

terbakar, mudah meledak, korosif, bersifat sebagai oksidator dan reduktor

yang kuat, mudah membusuk dan lain-lain.

3. Mungkin dalam jangka waktu singkat tidak akan memberikan pengaruh

yang berarti, namun dalam jangka panjang mungkin berakibat fatal terhadap

lingkungan (Kristanto, 2004).

6
2.4 Limbah Cair
Limbah cair adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh kegiatan

industri yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat mencemari lingkungan.

Mutu limbah cair adalah keadaan limbah cair yang dinyatakan dengan debit, kadar

dan bahan pencemar. Debit maksimum adalah debit tertinggi yang masih

diperbolehkan dibuang ke lingkungan (Suharto, 2011).

2.5 Klasifikasi limbah cair


Limbah cair dibedakan menurut asal limbah cair :

1. Limbah cair dari rumah tangga yang terdiri atas senyawa organik seperti

sayur-mayur, buah-buahan dan senyawa anorganik seperti gelas dan kaleng.

2. Limbah cair dari industri dengan nilai BOD tinggi, rendah padatan terlarut,

konsentrasi logam berat sangat tinggi atau senyawa organik sangat tinggi

dalam limbah cair.

3. Limbah cair dari industri dengan nilai COD sangat tinggi namun nilai BOD

rendah ( Suharto, 2011).

2.6 Baku mutu limbah cair


Baku mutu limbah cair adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau

bahan pencemar yang dibuang dari sumber pencemar ke dalam air pada sumber

air sehingga tidak mengakibatkan dilampauinya baku mutu air (Kristanto, 2004).

7
2.7 Sumber dan Jenis Pencemar Limbah Cair

1. Sumber pencemar fisik

Pencemar fisik misalnya suhu, nilai pH, warna, bau dan total padatan

tersuspensi.

2. Sumber pencemar senyawa kimia organik dan anorganik

Pencemar senyawa kimia organik misal karbohidrat, lemak, protein,

minyak, pelumas, BOD, COD, TOC, TOD, alkalinitas.

Pencemar senyawa kimia anorganik misal logam berat, N, P, khlorida,

sulfur, hidrogen sulfit, dan gas terlarut dalam limbah cair.

3. Sumber Pencemar Mikrobiologi

Sumber pencemar mikrobiologi misal mikroba patogen yaitu typhus-

cholera-dysentri, poliovirus, virus hepatitis B, Salmonella typhi, cacing

parasit, bakteri, algae, protozoa, virus, dan coliform (Suharto, 2011).

2.8 Indikator pencemaran


Terjadinya sumber pencemar terhadap lingkungan ditunjukkan oleh

beberapa indikator. Indikator yang paling banyak dijumpai di lingkungan adalah

bau busuk karena terjadinya pemecahan protein dan senyawa organik lainnya

(Suharto, 2011).

Selain bau tak sedap, adanya warna, lemak, pertumbuhan tanaman juga

merupakan indikator pencemaran air. Indikator kuantitatif adalah dengan

mengukur nilai BOD yaitu untuk memecah senyawa organik dalam limbah cair,

mengukur konsentrasi oksigen terlarut, padatan tersuspensi, dan logam berbahaya

8
dan beracun seperti timbal (Pb) dan tembaga (Cu). Sumber pencemar

mikrobiologi misal mikroba patogen yaitu cacing parasit, bakteri, algae, protozoa,

virus dan coliform (Suharto, 2011).

2.9 Sungai

Sungai merupakan jalan air alami mengalir menuju Samudera, danau atau

laut, atau ke sungai yang lain. Kemanfaatan terbesar sebuah sungai adalah untuk

irigasi pertanian, bahan baku air minum, sebagai saluran pembuangan air hujan

dan air limbah, bahkan sebenarnya potensial untuk dijadikan objek wisata sungai

(Novia, 2012).

2.9.1 Pencemaran Sungai

Pencemaran sungai adalah tercemarnya air sungai yang disebabkan oleh

limbah industri, limbah penduduk, limbah peternakan, bahan kimia dan unsur hara

yang terdapat dalam air serta gangguan kimia dan fisika yang dapat mengganggu

kesehatan manusia (Novia, 2012).

2.9.2 Penyebab Pencemaran Sungai

1. Sumber polusi air sungai antara lain limbah industri, pertanian dan rumah

tangga.

2. Penggunaan insektisida oleh para petani untuk memberantas hama tanaman dan

serangga penyebar penyakit lain secara berlebihan dapat mengakibatkan

pencemaran air.

9
3. Pembuangan sampah organik maupun yang anorganik yang dibuang kesungai

terus-menerus, selain mencemari air, terutama dimusim hujan ini akan

menimbulkan banjir (Novia, 2012).

2.9.3 Dampak Dari Pencemaran Air Sungai

Pencemaran air dapat berdampak sangat luas, misalnya dapat meracuni air

minum, meracuni makanan hewan, menjadi penyebab ketidak seimbangan

ekosistem sungai dan danau, pengrusakan hutan akibat hujan asam dsb (Novia,

2012).

2.9.4 Cara Mengatasi/Upaya Pelestarian Daerah Aliran Sungai

1. Melestarikan hutan di hulu sungai

2. Tidak buang air di sungai

3. Tidak membuang sampah di sungai

4. Tidak membuang limbah rumah tangga dan industri (Novia, 2013).

2.10 Pertambangan Bijih Emas

Pertambangan adalah salah satu jenis kegiatan yang melakukan ekstraksi

mineral dan bahan tambang lainnya dari dalam bumi. Penambangan adalah proses

pengambilan material yang dapat diekstraksi dari dalam bumi. Tambang adalah

tempat terjadinya kegiatan penambangan (Zidny, 2014).

Penambangan Emas tanpa Izin adalah kegiatan pertambangan yang tidak

mempunyai izin alias ilegal. Kegiatan ini merupakan kegiatan penambangan

secara tradisional yang biasanya dilakukan oleh masyarakat di tepi sungai (Zidny,

2014).

10
Limbah cair pengolahan bijih emas umumnya mengandung berbagai jenis

logam berat antara lain besi (Fe), tembaga (Cu), timbal (Pb) dan seng (Zn).

Logam-logam tersebut dapat berasal dari kegiatan pengupasan tanah penutup dan

proses pengolahannya (Prasetyo, 2013).

2.11 Tembaga (Cu)

Tembaga dengan nama kimia cupprum dilambangkan dengan Cu. Unsur

logam ini berbentuk kristal dengan warna kemerahan. Dalam tabel periodik unsur-

unsur kimia, tembaga menempati posisi dengan nomor atom (NA)29 dan

mempunyai bobot atau berat atom (BA)63,546. Unsur tembaga di alam, dapat

ditemukan dalam bentuk logam bebas, akan tetapi lebih banyak ditemukan dalam

bentuk persenyawaan atau sebagai senyawa padat dalam bentuk mineral (Palar,

2004).

Tembaga selain ditemukan dalam bentuk senyawa sulfida, juga berada di

alam sebagai unsur meski dalam jumlah yang sedikit. Hal ini karena

kereaktifannya yang rendah. Tembaga merupakan unsur logam esensial yang

dibutuhkan agar eritrosit dapat berkembang secara tepat. Tembaga mempermudah

penyerapan Fe dalam sintesis hemoglobin. Karena itu kekurangan logam ini akan

menyebabkan anemia (Lu, 1995).

2.11.1 Sifat-sifat Tembaga (Cu)

Secara kimia, senyawa-senyawa dibentuk oleh logam Cu (tembaga)

mempunyai bilangan valensi +1 dan +2. Berdasarkan pada bilangan valensi yang

11
dibawanya, logam Cu dinamakan juga cuppro untuk yang bervalensi +1, dan

cuppri untuk yang bervalensi +2 (Palar, 2004).

Kedua jenis ion Cu tersebut dapat membentuk kompleksion-kompleksion

yang sangat stabil. Sebagai contoh adalah senyawa Cu(NH3)6.Cl2. Logam Cu dan

beberapa bentuk persenyawaannya, seperti CuO, CuCO3, Cu(OH)2 dan Cu(CN)2,

tidak dapat larut dalam air dingin atau panas, tetapi mereka dapat dilarutkan dalam

asam. Logam Cu itu sendiri, dapat dilarutkan dalam senyawa asam sulfat (H2SO4)

panas dan dalam larutan basa NH4OH. Senyawa CuO dapat larut dalam NH4Cl

dan KCN (Palar, 2004).

2.11.2 Tembaga Bagi Organisme

Sebagai logam berat tembaga (Cu) berbeda dengan logam-logam berat

lainnya seperti Hg, Cd dan Cr. Logam berat Cu digolongkan kedalam logam berat

dipentingkan atau logam berat essensial, artinya meskipun Cu merupakan logam

berat beracun, unsur logam ini sangat diperlukan oleh tubuh meskipun sedikit.

Karena itu, Cu termasuk kedalam logam- logam essensial bagi manusia seperti

besi (Fe) dan lain-lain (Palar, 2004).

Tembaga (Cu) sebetulnya diperlukan bagi perkembangan tubuh manusia.

Karena itu Cu termasuk ke dalam logam-logam essensial bagi

manusia seperti Cu, Fe, Zn, dan lain-lain. Toksisitas yang dimiliki oleh Cu baru

akan bekerja dan memperlihatkan pengaruhnya bila logam ini telah masuk

kedalam tubuh organisme dalam jumlah besar (Palar, 2004).

Kebutuhan harian Cu untuk manusia yang dianjurkan oleh WHO (1973)

adalah 30 mg Cu per kilogram berat tubuh untuk orang dewasa, 40 mg Cu per

12
kilogram berat tubuh untuk anak-anak dan 80 mg Cu per kilogram berat tubuh

untuk bayi (Palar, 2004).

2.11.3 Bentuk – bentuk Keracunan Tembaga

Sesuai dengan sifat sebagai logam berat beracun, Cu dapat mengakibatkan

keracunan secara akut dan kronis. Keracunan akut dan kronis ini terjadinya

ditentukan oleh besarnya dosis yang masuk dan kemampuan organisme untuk

menetralisir dosis tersebut (Palar, 2004).

A. Keracunan Akut

Menurut Palar 2004, gejala-gejala yang dapat dideteksi sebagai akibat

keracunan akut tersebut adalah:

1) Adanya rasa logam pada pernafasan penderita

2) Adanya rasa terbakar pada epigastrum dan muntah yang terjadi secara

berulang-ulang.

Pada 14 orang penderita lainnya terjadi pula diare pada hari pertama dan kedua

setelah terpapar oleh CuSO4. Sementara itu pada 20 orang penderita lainnya gejala

tersebut berlanjut dengan terjadinya pendarahan pada jalur gastrointestinal.

Selanjutnya melalui biopsi yang dilakukan terhadap hati beberapa orang penderita

menunjukkan terjadinya centrobularnecrosis dan biliary statis (Palar, 2004).

B. Keracunan Kronis

Pada manusia, keracunan Cu secara kronis dapat dilihat dengan timbulnya

penyakit Wilson dan Kinsky. Gejala dari penyakit Wilson ini adalah terjadi

kerusakan pada otak serta terjadinya penurunan kerja ginjal dan pengendapan Cu

dalam kornea mata. Penyakit Kinsky dapat diketahui dengan terbentuknya rambut

13
yang kaku dan berwarna kemerahan pada penderita. Sementara pada hewan

seperti kerang, bila dalam tubuhnya telah terakumulasi dalam jumlah tinggi, maka

bagian otot tubuhnya akan memperlihatkan warna kehijauan. Hal itu dapat

menjadi petunjuk apakah kerang tersebut masih bisa dikonsumsi oleh manusia

(Palar, 2004).

2.12 Metode Kompleksometri, Gravimetri, dan Spektrofotometri Visibel

Titrimetri atau analisis volumetri adalah salah satu pemeriksaan jumlah zat

kimia yang luas pemakaiannya. Hal ini disebabkan karena beberapa alasan. Pada

satu segi, cara ini menguntungkan karena pelaksanaannya mudah dan cepat,

ketelitian dan ketepatannya cukup tinggi. Pada segi lain, cara ini menguntungkan

karena dapat digunakan untuk menentukan kadar berbagai zat yang mempunyai

sifat yang berbeda-beda. Pemeriksaan kimia secara titrimetri dapat digolongkan

dengan berbagai cara, salah satunya adalah titrasi kompleksometri (Rivai, 1995).

Titrasi kompleksometri didasarkan pada reaksi zat-zat pengompleks

organik tertentu dengan ion-ion logam, menghasilkan senyawa kompleks yang

mantap. Zat pengompleks yang paling sering digunakan adalah asam

etilendiaminatetra-asetat (EDTA), yang membentuk senyawa kompleks yang

mantap dengan beberapa ion logam (Rivai, 1995).

Gravimetri merupakan cara pemeriksaan jumlah zat yang paling tua dan

paling sederhana dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya.

Kesederhanaan itu jelas kelihatan karena dalam gravimetri jumlah zat ditentukan

dengan menimbang langsung massa zat yang dipisahkan dari zat-zat lain (Rivai,

1995).

14
Spektrofotometer Vis adalah pengukuran panjang gelombang dan

intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel.

Spektroskopi Vis biasanya digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau

kompleks di dalam larutan. Sinar tampak berada pada panjang gelombang 400-

800 nm (Dachriyanus, 2004).

2.13 Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

Peristiwa serapan atom pertama kali diamati oleh Fraunhofer, ketika

mengamati garis-garis hitam pada spektrum matahari. Spektroskopi serapan atom

pertama kali digunakan pada tahun 1955 oleh Walsh. Sesudah itu tidak kurang

dari 65 unsur diteliti dan dapat dianalisis dengan cara tersebut. Spektroskopi

serapan atom digunakan untuk analisis kuantitatif unsur-unsur logam dalam

jumlah sekelumit dan sangat kelumit. Cara analisis ini memberikan kadar total

unsur logam dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul dari

logam dalam sampel tersebut. Cara ini cocok untuk analisis kelumit logam karena

mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm),

pelaksanaannya relative sederhana, dan interferensinya sedikit. Spektroskopi

serapan atom didasarkan pada penyerapan energi sinar oleh atom-atom netral, dan

sinar yang diserap biasanya sinar tampak atau sinar ultraviolet. Dalam garis

besarnya prinsip spektroskopi serapan atom sama saja dengan spektrofotometri

sinar tampak dan ultraviolet. Perbedaan terletak pada bentuk spektrum, cara

pengerjaan sampel dan peralatannya (Rohman, 2007).

Alat spektrofotometri serapan atom untuk penentuan ion-ion logam yang

terlarut. Dengan membakar larutan yang mengandung ion logam tersebut (api dari

15
udara bertekanan dan asetilen), ion tersebut memberi warna tertentu pada api

pembakaran. Absorbansi oleh api terhadap sinar yang bersifat warna yang

komplementer, seimbang dengan kadar ion; sinar tersebut berasal dari lampu

khusus pada alat. Pada sejenis instrumen yang mirip (Flame Emission

Spectrofotometer) intensitas salah satu warna dari api tersebut diukur; intensitas

tersebut seimbang dengan konsentrasi ion yang terlarut (Alaerts, 1987).

Instrumentasi SSA

1. Sumber sinar

Sumber sinar yang lazim adalah lampu katoda berongga (hollow cathode

lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda

dan anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam

atau dilapisi dengan logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia

(neon atau argon) dengan tekanan rendah (10-15 torr). Neon biasanya lebih

disukai karena memberikan intensitas pancaran lampu yang lebih rendah. Bila

antara anoda dan katoda diberi suatu selisih tegangan yang tinggi (600 volt), maka

katoda akan memancarkan berkas-berkas elektron yang bergerak menuju anoda

yang mana kecepatan dan energinya sangat tinggi. Elektron-elektron dengan

energi tinggi ini dalam perjalanannya menuju anoda akan bertabrakan dengan gas-

gas mulia yang diisikan tadi (Rohman, 2007).

2. Tempat sampel

Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan

dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan

asas. Ada berbagi macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu

16
sampel menjadi uap atom-atom yaitu: dengan nyala (flame) dan dengan tanpa

nyala (flameless) (Rohman, 2007).

a. Nyala (flame)

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan

menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi. Pada

spektrofotometri emisi atom, nyala ini berfungsi untuk mengeksitasikan atom dari

tingkat dasar ke tingkat yang lebih tinggi (Rohman, 2007).

Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas-gas yang digunakan,

misalkan untuk gas batubara-udara, suhunya kira-kira sebesar 1800°C; gas alam-

udara: 1700°C; asetilen-udara; 2200°C; dan gas asetilen-dinitrogen oksida (N2O)

sebesar 3000°C (Rohman, 2007).

Metoda nyala udara-asetilen dapat dipergunakan untuk pemeriksaan

sebanyak 30 unsur, termasuk unsur-unsur yang dapat diperiksa dengan metode

nyala udara propan seperti Na, K, dan Li. Akan tetapi metode tersebut lebih baik

dipergunakan untuk pemeriksaan unsur-unsur: Kadmium, Kalsium, Kromium,

Kobalt, Tembaga, Besi, Timbal, Magnesium, Mangan, Nikel, Perak, dan Seng

(Direktorat Penyelidikan Masalah, 1981).

b. Tanpa nyala (Flameless)

Teknik atomisasi dengan nyala dinilai kurang peka karena atom gagal

mencapai nyala, tetesan sampel yang masuk ke dalam nyala yang terlalu besar,

dan proses atomisasi kurang sempurna. Oleh karena itu muncullah suatu teknik

atomisasi yang baru yakni atomisasi tanpa nyala. Pengatoman dapat dilakukan

17
dalam tungku dari grafit seperti tungku yang dikembangkan oleh Masmann

(Rohman, 2007).

3. Monokromator

Pada SSA, monokromator dimaksudkan untuk memisahkan dan memilih

panjang gelombang yang digunakan dalam analisis. Disamping sistem optik,

dalam monokromator juga terdapat suatu alat yang digunakan untuk memisahkan

radiasi resonansi dan kontinyu yang disebut dengan chopper (Rohman, 2007).

4. Detektor

Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui

tempat pengatoman. Biasanya digunakan tabung penggandaan foton

(photomultiplier tube). Ada 2 cara yang dapat digunakan dalam sistem deteksi

yaitu: yang memberikan respon terhadap radiasi resonansi dan radiasi kontinyu;

dan yang hanya memberikan respon terhadap radiasi resonansi (Rohman, 2007).

5. Readout

Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai

sistem pencatatan hasil. Pencatatan hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah

terkalibrasi untuk pembacaan suatu transmisi atau absorbsi. Hasil pembacaan

dapat berupa angka atau berupa kurva dari suatu recorder yang menggambarkan

absorbansi atau intensitas emisi (Rohman, 2007).

Untuk keperluan analisis kuantitatif dengan SSA, maka sampel harus

dalam bentuk larutan. Untuk menyiapkan larutan, sampel harus diperlakukan

sedemikian rupa yang pelaksanaannya tergantung dari macam dan jenis sampel.

18
Yang penting untuk diingat adalah bahwa larutan yang akan dianalisis haruslah

sangat encer (Rohman, 2007).

Ada beberapa cara untuk melarutkan sampel, yaitu:

− Langsung dilarutkan dengan pelarut yang sesuai

− Sampel dilarutkan dalam suatu asam

− Sampel dilarutkan dalam suatu basa atau dilebur dahulu dengan basa kemudian

hasil leburan dilarutkan dalam pelarut yang sesuai.

Metode pelarutan apapun yang akan dipilih untuk dilakukan analisis

dengan SSA, yang terpenting adalah bahwa larutan yang dihasilkan harus jernih,

stabil, dan tidak mengganggu zat-zat yang akan dianalisis.Metode kuantifikasi

hasil analisis dengan metode SSA yang dilakukan adalah dengan menggunakan

kuantifikasi dengan kurva baku (kurva kalibrasi). SSA bukan merupakan metode

analisis yang absolut (Rohman, 2007).

19

Anda mungkin juga menyukai