Anda di halaman 1dari 22

6

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Teori Perpajakan

2.1.1 Pengertian pajak

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi

atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara

bagi sebesar-besar kemamkuran rakyat.

Salah satu sumber pendapatan negara dalam membiayai operasional

pembangunan, sektor pajak perlu ditingkatkan sebagai sumber penerimaan yang

cukup potensial bagi negara.

Resmi (2011:18) menyatakan: “pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak

rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplus”

digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai

public investment.

Pajak adalah sebagai sesuatu kewajiban menyerahkan sebagian daripada

kekayaan kepada negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang

memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut

peraturan –peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapin

tidak ada jasa balik negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan

umum.
7

2.1.2 Fungsi pajak

Dari beberapa definisi pajak yang diberikan para ahli pajak dapat disimpulkan

ada dua fungsi pajak sebagaimana yang telah disebutkan oleh mardiasmo (2016:4)

1. Fungsi anggaran

Pajak berfungsi sebagai salah satu sumber dana bagi pemerintah untuk

membiayai pengeluaran-pengeluarannya.

2. Fungsi mengatur

Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan

kebijaksanaan pemerintah dalam bidang social dan ekonomi.

Contoh :

a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk

mengurangi gaya hidup konsumtif.

2.1.3 Kedudukan hukum pajak

Menurut Rochmat Soemitro (2016:6), hukum pajak mempunyai

kedudukan diantara hukum-hukum sebagai berikut :


8

1. Hukum perdata, mengatur hubungan antara satu individu

dengan individu lainnya.

2. Hukum publik, mengatur hubungan antara pemerintah dengan

rakyatnya, hukum ini dapat dirinci lagi sebagai berikut :

a. Hukum tata negara

b. Hukum tata usaha (hukum administrasi)

c. Hukum pajak

d. Hukum pidana

Dengan demikian kedudukan hukum pajak merupakan

bagian dari hukum public

2.1.4 Akuntansi Pajak

Akuntasi pajak merupakan suatu seni dalam mencatat,

menggolongkan, mengikhtisarkan serta menafsirkan transaksi-

transaksi finansial yang di lakukan oleh perusahaan dan bertujuan

untuk menentukan jumlah penghasilan kena pajak (penghasilan

yang di gunakan sebagai dasar penetapan beband dan pajak

penghasilan yang terutang) yang di peroleh atau di terima dalam

satu tahun pajak untuk di pakai sebagai dasar penetapan beban

dalam dan pajak penghasilan yang terutang oleh perusahaan

sebagai wajib pajak.


9

2.1.5 Pengelompokan Pajak

Menurut Mardiasmo (2016:7) pengelompokan pajak terdiri dari 3

kelompok, yaitu :

1. Menurut golongannya

a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh

wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan

kepada orang lain. Contoh : pajak penghasilan

b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat

dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh :

pajak pertambahan nilai

2. Menurut sifat

a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau

berdasarkan pada subjeknya. Contoh : pajak penghasilan

b. Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya,

tanpa memerhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh :

Pajak Pertambahan Nilai dan pajak Penjualan atas Barang

Mewah

3. Menurut lembaga pemungutnya

a. Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah

pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga

negara. Contoh : pajak penghasilan, Pajak Pertambahan

Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Bea Materai


10

b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah

Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga

daerah.

Pajak Daerah terdiri atas :

1) Pajak Provinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan

Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.

2) Pajak Kabupaten/Kota, contoh: pajak hotel, pajak

Restoran dan Pajak Hiburan.

2.2 Pajak pertambahan nilai (PPN)

2.2.1 Pengertian PPN

Menurut Undang-Undang NO.42 Tahun 2009, pajak pertambahan nilai

(PPN) adalah :

“pajak yang dikenakan atas konsumsi barang dan jasa, didalam daerah

pabean yang dikenakan bertingkat disetiap jalur produksi dan distribusi”.

2.2.2 Barang kena pajak


11

Mardiasmo (2011) barang adalah barang berwujud yang menurut sifat atau

hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan

barang tidak berwujud.

2.2.3 Jasa kena pajak

Mardiasmo (2011) jasa adalah setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan

suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang,

fasilitas, kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang

dilakukan untuk menghasilkan barang kena pesanan atau permintaan

dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesanan.

2.2.4 Obyek PPN

Obyek PPN dapat berupa barang kena pajak (BKP) maupun jasa kena

pajak (JKP).

2.3 Tarif dan perhitungan PPN

2.3.1 Tarif PPN


12

PPN yang terutang atas BKP maupun JKP dihitung dari DPP dikalikan

dengan tarif tertentu. Besarnya tarif PPN dapat dibedakan menjadi: tarif

umum, tarif ekspor, tarif minimal dan maksimal, dan tarif efektif.

2.3.2 Tarif umum

Tarif PPN terhadap transaksi BKP maupun JKP secara umum adalah

sebesar 10%. Dalam hal PPN menjadi bagian dari harga atau pembayaran

atas penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP, maka PPN yang terutang

adalah 10/110 dari harga atau pembayaran atas penyerahan BKP/JKP.

2.3.3 Tarif efektif

Tarif efektif PPN dikenakan pada kegiatan seperti halnya yang terjadi pada

industri rokok. PPN berlaku pada penyerahan hasil tembakau yang dibuat

didalam negeri oleh pengusaha pabrik hasil tembakau atau hasil tembakau

yang dibuat diluar negeri oleh importir hasil tembakau, yang dihitung

dengan menerapkan tarif efektif sebesar 8,4% dari harga eceran.

Contoh : PT.Halim akan menebus cukai rokok dengan harga jual pada

konsumen akhir (harga bandrol) adalah sebesar Rp. 1.000.000.000. hasil

tembakau tersebut akan dijual dari pabrik kepada distributor seharga Rp


13

750.000.000, sehingga DPP yang dijadikan sebagai dasar pengenaan PPN

adalah sebesar Rp 1.000.000.000.

2.3.4 Perhitungan PPN terutang

Pajak pertambahan nilai yng terutang dihitung dengan cara mengalikan

tarif PPN dengan DPP, yang dapat berupa harga jual, penggantian, nilai

impor, nilai ekspor, ataupun nilai lain. Perhitungan PPN terutang dapat

dilakukan terhadap :

- Perhitungan PPN terutang terhadap DPP

- Perhitungan PPN terutang terhadap DPP termasuk PPN

2.3.5 Perhitungan PPN terutang terhadap DPP

PPN terutang dihitung dengan mengalikan antara tarif PPN dengan DPP

PPN, yaitu harga jual, penyerahan, dan lainnya dengan tidak termasuk

PPN. Besarnya PPN terutang dapat ditulis dengan rumus, PPN terutang

=tarif PPN X DPP. Apabila tarif PPN adalah 10%, maka rumusan PPN

terutang = 10% X DPP

2.3.6 Perhitungan pembayaran PPN

Besarnya PPN dibayar setiap bulannya dihitung dengan cara:


14

- Perhitungan PK-PM

- Tanpa perhitungan PK-PM.

2.3.7 Perhitungan PK-PM

Besarnya PPN yang masih harus dibayar setiap bulannya dihitung

dengan menggunakan mekanisme PK-PM, yaitu dengan

melakukan pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran.

Apabila pajak keluaran lebih besar, maka selisih antara pajak

keluaran dengan pajak masukan harus dibayar. Perhitungan

pembayaran PPN setiap bulannya yang mempergunakan

mekanisme PK-PM dapat terjadi seperti berikut ini:

o Perhitungan PKPM dengan PK tidak dipungut.

o Perhitungan PKPM dengan PK dipungut.

2.3.8 Perhitungan tanpa PK-PM

Besarnya PPN yang harus dibayar yang dihitung dengan tidak

melakukan mekanisme PKPM, atau tidak melakukan pengkreditan

pajak masukan, dilakukan dengan cara:

o Nilai Lain pada DPP

o Norma Penghasilan Netto


15

2.3.9 Perhitungan PPN terutang terhadap DPP termasuk PPN

pada dasarnya, PPN dihitung dengan mengalikan antara tarif dengan DPP.

Namun demikian, apabila harga jual, penyerahan, dan yang lainnya sudah

termasuk PPN, maka besarnya PPN dapat dihitung secara langsung tanpa

mencari DPP terlebih dahulu, yaitu dengan menerapkan rumus: PPN

terutang = ((tarif PPN/(100+tarif PPN)) X harga termasuk PPN. Apabila

tarif PPN tersebut sebesar 10%, maka rumusan akan berubah menjadi:

PPN terutang = (10/110) X harga termasuk PPN

2.4 Pajak masukan dan pajak keluaran

2.4.1 Pajak masukan

Pajak masukan adalah PPN seharusnya sudah dibayar oleh PKP berkaitan

dengan:

- Perolehan barang kena pajak;dan/atau

- Penerimaan jasa kena pajak;dan/atau

- Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean;dan/atau

- Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean;dan/atau


16

- Impor barang kena pajak

2.4.2 Retur pajak masukan

Apabila terjadi retur atas pengadaan BKP maupun JKP, yang juga

berakibat adanya retur atas pajak masukan, maka retur pajak masukan

tersebut diperhitungkan pada masa terjadinya retur, dengan ketentuan:

- Mengurangi jumlah pajak masukan, apabila sudah dikreditkan.

- Tidak mengurangi jumlah pajak masukan, apabila belum dikreditkan

- Mengurangi biaya, apabila pajak masukan tersebut sudah dibiayakan.

2.4.3 Pajak keluaran

Pajak keluaran adalah PPN terutang yang dipungut oleh PKP yang

melakukan:

- Penyerahan barang kena pajak/jasa kena pajak

- Ekspor barang kena pajak

2.4.4 Retur pajak keluaran

Apabila terjadi retur atas penyerahan BKP maupun JKP, yang juga

berakibat terjadinya retur atas pajak keluaran, maka retur pajak keluaran
17

tersebut diperhitungkan pada masa terjadinya retur, dan mengurangi

jumlah pajak keluaran berkaitan. Pajak pertambahan nilai dan PPn.BM

atas penyerahan BKP yang dikembalikan dapat dikurangkan dari PPN dan

PPn.BM terutang dalam masa pajak terjadinya pengembalian BKP

tersebut, yang tata caranya ditetapkan oleh menteri keuangan.

2.4.5 Perhitungan pembayaran PPN

Besarnya PPN dibayar setiap bulannya dihitung dengan cara:

- Perhitungan PK-PM

- Tanpa perhitungan PK-PM

2.4.6 Pemungut PPN

Pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan BKP atau

penyerahan JKP kepada pemungut PPN, maka pemungut PPN

berkewajiban memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang di

pungutnya. Meskipun demikian, PKP yang melukakan penyerahan

BKP atau penyerahan JKP kepada pemungut PPN tetap

berkewajiban untuk melaporkan pajak yang di pungut oleh

pemungut PPN.

Pengertian “pemungut pajak” tersebut berbeda dengan prinsip

pemungutan pada mekanisme pengenaan PPN, yaitu pemungutan


18

PPN di lakukan oleh penjual atau pemberi jasa pada saat

penyerahan BKP/JKP. Pemungut PPN dalam pengertian ini di

lakukan oleh pembeli atau pengguna jasa terhadap pembelian atau

penggunaan BKP/JKP.

Mekanisme pemungutan PPN atas penyerahan BKP atau JKP

kepada pemungut pajak merupakan kebalikan dengan penyerahan

BKP/JKP kepada selain pemungut PPN. Jika penyerahaan

BKP/JKP kepada selain pemungut, penjual memungut PPN dari

pembeli, dan bagi penjual merupakan pajak keluaran dan bagi

pembeli merupakan pajak masukan.

Sedangkan pemungutan atas penyerahan BKP/JKP kepada

pemungut pajak di lakukan oleh pemungut berindak sebagai yang

menerima penyerahan BKP/JKP atau sebagai pembeli atu sebagai

yang membayar. PPN yang sudah di pungut oleh pemungut di

bayar poleh pemungut dengan atas nama penjual, dan merupakan

pajak keluaran yang sudah di pungut oleh pemungut.

PPN yang harus di bayar atas PKP yang melakukan penyerahan

BKP/JKP kepada pemungut PPN di hitung seperti berikut ini:

PPN kurang bayar/lebih bayar = PPN keluaran – PPN di

pungut – PPN masukan

Pengusaha yang semata-mata mendapat penghasilan dari pemungut

PPN, maka seluruh PPN keluarannya sudah dilakukan pemungutan


19

PPN oleh pemungut pajak, sehingga besarnya PPN masukan yang

dikreditkan akan menjadi lebih bayar.

Yang dapat menjadi pemungut PPN adalah:

a. Kantor pelayanan perbendaharaan Negara

b. Bendaharawan Pemerintah

c. Badan-badan tertentu

2.4.7 Pembebasan PPN pada BKP

Berbagai BKP yang dibebaskan pengenaan PPN-nya adalah:

a. Impor dan penyerahan buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku

pelajaran agama.

b. Impor dan penyerahan BKP Strategis

2.4.8 Tata cara pembebasan PPN

Tata cara pembebasan PPN dapat dilakukan dengan dua cara

berikut, yaitu:

a. Dengan mengggunakan SKB

b. Tanpa menggunakan SKB

2.4.9 Obyek PPn.BM


20

Yang dimaksud dengan BKP tergolong mewah adalah BKP

dilakukan berikut ini:

a. Bukan merupakan kebutuhan pokok

b. Dikonsumsi oleh masyarakat tertentu

c. Umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi

d. Dikonsumsi untuk menunjukkan status

e. Dikonsumsi dapat merusak kesehatan, moral masyarakat, serta

mengganggu ketertiban masyarakat.

o Pengenaan PPn.BM atas BKP yang tergolong mewah

dilakukan dengan ketentuan:

a. Hanya satu kali

b. PPn.BM yang sudah dibayar tidak dapat dikreditkan

c. Pengenaan PPn.BM tidak terkait apakah BKP dikenakan PPN

atau tidak.

o Pengenaan PPn.BM hanya sekali

Pengenaan PPn.BM hanya dilakukan sekali terhadap BKP yang

tergolong mewah dengan cara:

a. Penyerahan BKP tergolong mewah oleh pabrikan

b. Impor BKP tergolong mewah

o Tarif PPn.BM
21

Tarif PPn.BM dapat dibedakan menjadi:

a. Tarif PPn.BM paling rendah dan paling tinggi

b. Tarif PPn.BM ekspor

c. Tarif PPn.BM berdasarkan kelompoknya

Tarif PPn.BM paling rendah dan paling tinggi adalah

sebesar 10% dan paling tinggi adalah sebesar 75%

o Tarif PPn.BM berdasarkan kelompoknya

a. Kelompok barang kena pajakn selain kendaraan

b. Kelompok barang kena pajak kendaraan

o Restitusi PPn.BM berkaitan dengan ekspor BKP tergolong

mewah

Pengusaha kena pajak yang telah membayar PPn.BM pada saat

perolehan BKP yang tergolong mewah, sepanjang PPn.BM

tersebut belum dibebankan sebagai biaya, maka PKP berhak

meminta kembali PPn.BM yang dibayarnya, apabila PKP

dimaksud telah mengekspor BKP yang tergolong mewah

tersebut.

2.5 Hasil penelitian sebelumnya

Penelitian Judul Variabel Hasil penelitian


Rizaldy Analisis kebijakan kebijakan tarif Kebijakan tarif
22

djohantinar tarif pajak pajak penjualan PPnBM pada


penjualan atas barang mewah industri otomotif
barang mewah masih belum
(PPnBM) pada sesuai dengan
industri otomotif salah satu prinsip
sesuai dengan dasar WTO yaitu
prinsip-prinsip prinsip most
perjanjian favoured-nation,
perdagangan permasalahan
world trade yang timbul
organization sehubungan
(WTO) dengan tarif
PPnBM pada
industri otomotif
adalah tarif
PPnBM membuat
biaya produksi
produk otomotif
menjadi tinggi,
tarif PPnBM
mempengaruhi
tingkat permintaan
akan produk
otomotif dan tarif
PPnBM
mempunyai
pengaruh terhadap
investasi
dalamnegeri
Gilang romadon Peranan kebijakan Peranan tarif Kebijakan tarif
tarif penjualan atas penjualan atas PPnBM atas
barang mewah barang mewah kendaraan
dalam bermotor tidak
mengendalikan memiliki peran
volume penjualan yang signifikan
kendaraan dalam
bermotor sebagai menjalankan
upaya mengurangi fungsi regulerend
konsumsi bahan yakni
bakar minyak mengendalikan
volume penjualan
kendaraan
bermotor, dalam
hal ini difokuskan
kepada
mobil,sehingga
23

kebijakan tersebut
tidak dapat
berperan secara
signifikan dalam
upaya mengurangi
konsumsi BBM.

2.6 Kerangka pemikiran

Perhitungan pajak
pertambahan nilai yang di
terapkan perusahaan

Perhitungan dan
kesimpulan

Perhitungan pajak
pertambahan nilai
berdasarkan undang-undang
perpajakan

2.7 hipotesis
24

Berdasarkan rumusan masalah dan dasar teori, maka hipotesis penelitian

ini adalah sebagai berikut :

“ perhitungan pajak pertambahan nilai terhadap perusahaan PT.PMJ

SITE BEBATU TANA TIDUNG belum sesuai dengan Undang-Undang

Nomor 42 tahun 2009

2.8 Definisi konseptual

Menurut Mardiasmo (2016:3) yang mengutip pendapat Rochmat

soemitro mendefinisikan :

Pajak adalah iuran rakyat kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang

dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi)

yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar

pengeluaran umum.

Menurut Mardiasmo (2011) pajak pertambahan nilai merupakan

pengganti dari pajak penjualan, alasan penggantian ini karena pajak

penjualan dirasa sudah tidak lagi memadai untuk menampung kegiatan

masyarakat dan belum mencapai sarana kebutuhan pembangunan, antara


25

lain untuk, meningkatkan penerimaan negara, mendorong ekspor, dan

pemerataan pembebanan pajak.

2.8.1 Faktur Pajak

Faktur pajak adalah, bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP

yang melakukan penyerahan BKP atau penyerahan JKP, atau bukti

pungutan pajak karena impor BKP yang digunakan oleh direktorat

Jenderal Bea dan cukai. PKP wajib membuat faktur pajak pada

setiap melakukan kegiatan berikut ini:

1. Penyerahan barang kena pajak didalam daerah pabean

2. Ekspor barang kena pajak

3. Penyerahan jasa kena pajak didalam daerah pabean

4. Faktur pajak dapat dibedakan menjadi:

a. Faktur pajak standar

b. Faktur pajak gabungan

c. Faktur pajak sederhana

d. Dokumen sebagai faktur pajak

Faktur pajak standar merupakan faktur yang memuat

keterangan dan yang pengisiannya sesuai dengan ketentuan

perpajakan disebut faktur pajak standar.

Faktur pajak gabungan merupakan faktur pajak yang

meliputi semua penyerahan BKP atau penyerahan JKP


26

yang terjadi selama satu bulan takwim kepada pembeli

yang sama atau penerima JKP yang sama.

Faktur pajak sederhana:

a. Penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukan secara

langsung kepada konsumen akhir

b.Penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pembeli dan/atau

penerima JKP yang tidak diketahui identitasnya secara

lengkap dapat membuat faktur pajak sederhana.

Dokumen sebagai faktur pajak:

a. Identitas yang berwenang menerbitkan dokumen

b.Nama dan alamat penerima dokumen

c. NPWP dalam hal penerima dokumen adalah sebagai WP

dalam negeri

d.Jumlah satuan barang apabila ada

e. Dasar pengenaan pajak

f. Jumlah pajak yang terutang kecuali dalam hal ekspor

Barang yang tidak dikenakan PPN :

1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran

diambil langsung dari sumbernya

2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat

dibutuhkan oleh rakyat banyak


27

3. Makanan dan minuman yang disajikan

dihotel,Restoran, rumah makan, warung, dan

sejenisnya

4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga

Anda mungkin juga menyukai