Definisi
Self Compacting Concrete (SCC) merupakan campuran beton yang dapat memadat
sendiri tanpa menggunakan bantuan alat vibrator untuk memperoleh konsolidasi yang baik.
Metode Self Compacting Concrete (SCC) ini merupakan suatu hasil riset di Jepang pada awal
tahun 1980an dengan menghasilkan suatu prototype yang cukup sukses pada tahun 1988
(Okamura dan Ouchi 2003).
Sifat-Sifat
Beton dapat dikategorikan Self Compacting Concrete (SCC) apabila beton tersebut
memiliki sifat-sifat tertentu. Diantaranya memiliki slump yang menunjukkan campuran atau
pasta beton yang memiliki kuat geser dan lentur yang rendah sehingga dapat masuk dan
mengalir dalam celah ruang dalam formwork dan tidak diizinkan memiliki segregasi akibat
nilai slump yang tinggi. Karakteristik Self Compacting Concrete (SCC) adalah memiliki nilai
slump berkisar antara 500-700 mm (Nagataki dan Fujiwara 1995).
Kriteria workability dari campuran beton yang baik pada Self Compacting Concrete (SCC)
adalah mampu memenuhi kriteria berikut (EFNARC 2002):
1. Fillingability, kemampuan campuran beton untuk mengisi ruangan.
2. Passingability, kemampuan campuran beton untuk melewati struktur ruangan yang
rapat.
3. Segregation resistance, ketahanan campuran beton segar terhadap efek segregasi.
Kelebihan
1. Mampu memadat sendiri dan tidak memerlukan pemadatan manual.
2. Sangat encer, bahkan dengan bahan aditif tertentu bisa menahan slump tinggi dalam
jangka waktu lama (slump keeping admixture).
3. Lebih homogen dan stabil.
4. Kuat tekan beton bisa dibuat untuk mutu tinggi atau sangat tinggi (umumnya
menggunakan fas beton rendah yaitu ± 0,3)
5. Lebih kedap, porositas lebih kecil. dan Susut lebih rendah.
6. Dalam jangka panjang struktur lebih awet (durable).
7. Tampilan permukaan beton lebih baik dan halus karena agregatnya biasanya
berukuran kecil sehingga nilai estetis bangunan menjadi lebih tinggi.
8. Karena tidak menggunakan penggetaran manual, lebih rendah polusi suara saat
pelaksanaan pengecoran.
9. Tenaga kerja yang dibutuhkan juga lebih sedikit karena beton dapat mengalir dengan
sendirinya sehingga dapat menghemat biaya sekitar 50 % dari upah buruh.
10. Karena dapat sehingga beton memiliki kuat tekan tinggi, tetapi tetapi tetap lecak
dalam pelaksanaannya.
Metode Test
1. Slump Flow Test
Digunakan untuk menentukan ‘filling ability’
2. L –Shape–Box
Digunakan untuk mengetahui kriteria ‘passing ability’ dari beton SCC.
3. V–Funnel
Digunakan untuk mengukur viskositas beton SCC dan sekaligus mengetahui
‘segregation resistance’ .
Definisi
Terminology geopolimer pertama kali digunakan oleh Profesor Joseph Davidovits
pada tahun 1978 untuk menjelaskan tentang mineral polimer yang dihasilkan melalui
geochemistry. Geopolimer adalah bentuk anorganik alumina- silika yang disintesa
melalui material yang banyak mengandung Silika (Si) dan Alumina (Al) yang berasal
dari alam atau material hasil sampingan industri. Beton geopolimer adalah beton yang
dibuat tanpa menggunakan semen sebagai bahan pengikat, dan bahan pengganti
digunakan material prekursor yang bersifat pozzolanik yang kaya akan Silika (Si) dan
Alumina (Al) yang dapat bereaksi dengan cairan alkali untuk menghasilkan bahan
pengikat (binder). Silika dan Alumina dalam prekursor akan bereaksi dengan bantuan
cairan sodium hidroksida dan sodium silikat untuk mengikat pasir dan material lainnya.
Beton geopolimer dikatakan ramah lingkungan, karena selain dapat
menggunakan bahan-bahan buangan industri, proses pembuatan beton geopolimer
tidak terlalu memerlukan banyak energi, seperti halnya proses pembuatan klinker yang
setidaknya memerlukan suhu 1450°C. Dengan pemanasan lebih kurang 60°C selama
satu hari penuh sudah dapat dihasilkan beton berkekuatan tinggi.
Perawatan Beton
Perawatan beton dilakukan setelah beton dicetak kedalam cetakan. Ada beberapa
metode perawatan beton geopolimer yang dilakukan, diantaranya:
1. Melakukan perawatan dengan cara perendaman ke dalam bak air dengan
suhu 23 + 2°C.
2. Menutup beton geopilimer dengan menggunakan plastik atau kertas yang tidak
tembus air. Hal ini menjaga agar air di dalam beton geopolimer tidak cepat
menguap keluar.
3. Pemanasan beton geopolimer di dalam oven dengan suhu 60 °C. Hal ini
bertujuan untuk mempercepat proses hidrasi dan mempercepat pencapaian
kekuatan.
Dari ketiga metode yang menghasilkan kuat tekan paling bagus yaitu dengan
cara pemanasan. ( Cahyati, 2013).
Reaksi polimerisasi membutukan panas dalam prosesnya, oleh karena itu metode
curing dengan menggunakan oven atau microwave dengan suhu curing yang lebih
tinggi lebih balk menghasilkan beton geopolimer dengan kuat tekan yang tinggi.
Namun, dalam kondisi tertentu suhu curing yang tinggi dapat menyebabkan penurunan
kuat tekan beton geopolirner.(Septia, 2012).