KELOMPOK 2
YOGYAKARTA
Kepemimpinan
Dalam kenyataannya para pemimpin dapat mempengaruhi moral dan kepuasan
kerja,keamanan,kualitas kehidupan kerja dan tinkat prestasi suatu organisasi. Para pemimpin
memainkan peranan kritis dalam membantu kelompok,organisasi demi mencapai tujuan mereka.
Para pemimpin yang efektif mempunyai sifat-sifat atau kualitas tertentu yang diinginkan-
sebagai contoh, karisma,berpandangan ke depan,intensitas dan keyakinan diri. Hal itu akan
menjadi bahasan dalam bab ini.
Pengertian Kepemimpinan
Pendekatan ketiga menjadi dasar dalam pemikiran dan penelitian sekarang yaitu pandangan
situasional tentang kepemimpinan. Pandangan ini menganggap bahwa kondisi yang menentukan
efektifitas kepemimpinan bervariasi dengan situasi. Pandangan ini telah menimbulkan
pendektan’contingency’ pada kepemimpinan yang bermaksud untuk menetapkan faktor-faktor
situasional yang menentukan seberapa besar efektifitas situasi gaya kepemimpinan tertentu.
Yang pertama menjelaskan aspek kepemimpinan adalah para teoritisi. Mereka percaya bahwa
pemimpin memiliki sifat dan ciri tertentu yang menyebabkan mereka dpat memimpin para
pengikutnya. Daftar sifat-sifat ini dapat menjadi sangat panjang,tetapi cenderung mencakup
energy,pandangan,pengetahuan dan kecerdasan,imajinsi,kepercayaan diri,integritas,dan
sebagainya.
Usaha sistematik pertama yang dilakukan oleh psikolog dan para peneliti lainnya untuk
memahami kepemimpinan adalah mengidentifikasi sifat-sifat. Sebagian besar penelitian-
penelitian awal entang kepemimpinan ini bermaksud untuk 1) membandingkan sifat-sifat orang
yang menjadi pemimpin dengan sifat-sifat yang menjadi pengikut(tidak menjadi pemimpin), dan
2) mengidentifikasikan ciri dan sifat yang dimiliki oleh para peimpin efektif. Berbagai studi
pembandingan sifat pemimpin dan bukan pemimpin hasilnya bahwa pemimpin cenderung lebih
tinggi ,seperti mempunyai kecerdasan yang lebih,lebih ramah, lebih percaya diri,dan mempunyi
kebutuhan atas kekuasaan yang besar. Sehingga timbul anggapan bahwa pemimpin
dilahirkan,bukan dibuat,atau seseorang itu dilahirkn membawa atau tidak membawa sifat yang
diperlukan bagi seorang pemimpin.
Penelitin lain mencoba membandingkan sifat pemimpin yang efektif dan tidak tidak efekif.
Berbagai sifat dipelaari untuk menentukan apakah hal hal tersebut berhubungan dengan
kepemimpinan yang efektif. Penelitian yang pernh dilakukan belum dapat menunukkn bahwa
sifat-sifat tertentu dapat membedakannya.
Penemuan-penemuan lanjutan
Edwin ghiselli dalm penelitian ilmiahnya telah menunjukkan sifat sifat tertentu yang tampaknya
penting untuk kepentingan efektif. Sifat-sifat tersebut antara lain
Sedangkan Keith Davis mengikhtisarkan 4 ciri/sifat utama yang mempunyai pengaruh terhadap
kesuskesan kepemimpinan organisasi: 1) kecerdasan, 2)kedewasaan dan keleluasaan hubungan
sosial, 3)Motovasi diri dan dorongn berprestasi, 4)sikap ubungan manusiawi
A. Fungsi kepemimpinan
Pendekatan perilaku membahas tentang orientasi atau identifikasi pemimpin.
Menekannkan pada fungsi fungsi yang dilakukan pemimpin dalam kelompoknya. Agar
kelompoknya berjalan dengan efektif, seorang pemimpin harus melakukan dua fungsi
utama yaitu :
a. Fungsi –fungsi yang berhubungan dengan tugas ( task relarted)
b. Fungsi fungsi pemeliharaan kelompok ( grup maintenance)
Mc Gregor menyimpulkan dua kumpulan anggapan yang salinng berlawanan yang dibuat oleh
manajer dalam industri, yaitu :
1. Rata rata pembawaan manusia malas atau tidak menyukai pekerjaan dan akan
menghindarinya bila mungkin.
2. Karena karakteristik manusia tersebut, orang harus dipaksa, diawasi, diarahkan, atau
diancam hukuman apabila mereka menjalankan tugas untuk mencapai tujuan tujuan
organisasi.
3. Rata rata manmusia lebih menyukai diarahkan, ingin menghindari tanggung jawab,
mempunyai ambisi relatif kecil dan mengiginkan keamanan atau jaminan hidup diatas
segalanya
1. Penggunaan usaha fisik dan mental dalam bekerja adalah kodrat manusia, seperti bermain
atau istirahat.
2. Pengawasan dan ancaman hukuman eksternal bukan lahsatu satunya cara untuk
mengarahkan usaha pencapaian tujuan organisasi. Orang akan melakukan pengendalian
diri dan pengarahan diri untuk mencapai tujuan yang telah disetujuinya.
3. Keterikatan pada tujuan merupakan fungsi dari pemghargaan yang berhubungan dengan
prestasi mereka.
4. Rata rata manusia, dakam kondisi yang layak , belajar tidak hanya untuk menerima tetapi
mencari tanggung jawab.
5. Ada kapasitas besar untuk , melakukan imajinasi, kecerdiakn dan kreativitas dalam
penyelesaianmasalah masalah organisasi yang secara luas tersebar pada seluruh
karyawan.
6. Potensi intelektual rata rata manusia hanya digunakan sebagian saja dalam kondisi
kehidupan industri modern.
Dengan menggunakan dua kategori gaya dasar , yaitu orientasi tugas dan orientasi
karyawan , likert menyusun suatu model empat tingkatan efektifitas manajemen:
Sistem 1, manajer membuat semua keputusan yang berhubungan dengan kerja dan
memerintah para bawahan untuk melaksanakannya. Standar dan metoda pelaksanaan juga
secara kaku ditetapkan oleh manajer.
Sistem 2, manajer tetap menentukan perinth perintah, tetapi memberi bawahan kebebasan
untuk memberikan komentar terhadap perintah perintah tersebut. Bawahan juga diberi
fleksibelitasuntuk melaksanakan tugas tugas mereka dalam batas batas dan prosedur prosedur
yang di tetapkan.
Sistem 3, manajer menetapkan tujuan-tujuan dan memberikan perintah perintah setelah hal
hal itu di diskusikan terlebihdahulu dengan bawahan. Bawahan dapat membuat keputisan
keputusan mereka sendiri tentang cara pelaksanaan tugas. Penghargaan lebih di gunakan
untuk memotivasi bawahan daripada ancaman hukuman.
Sistem 4, adalah sistem yang paling ideal menurut likert tentang cara bagaimana organisasi
seharusnya berjalan . tujuan tujuan di tetapkan dan keputusan keputusan kerja di buat oleh
kelompok. Bila manajer secara formal yang membuat keputusan ,mereka melakukan setelah
mempertimbangkan saran saran dan pendapat pendapat dari para anggota kelompok. Untuk
memotivasi bawahan, manajer tidak hanya mempergunakan penghargaan penghargaan
ekonomis tetapi juga mencoba memberikan kepada bawahan perasaan dibutuhkan dan
penting.
Kis-kisi manajerial (manajerial grid) yang dikembangan oleh Robert Blake dan Jane
Mouton juga berkenaan dengan orientasi-orientasi manajer pada tugas (produksi) dan
karyawan (orang), serta kombinasi antara kedua ekstrim.
Gambar dibawah ini menunjukkan suatu kisi-kisi atau jaringan dengan sumbu
horizontal perhatian terhadap produksi dan sumbu vertika; perhatian terhadap karyawan.
Manajer 1.1., Seorang manajer yang “turun takhta” – perhatian rendah terhadap
karyawan maupun terhadap produksi atau tugas. Ini adalah bentuk ekstrim dari gaya
manajemen laissez-faire.
Manajer 1.9., Manajer yang menggunakan kepemimpinan “santai”, serba mengijinkan,
dengan tekanan pada pemeliharaan keuangan dan kepuasan karyawan. Manajer tipe ini
cenderung menghindari ketegangan dalam pelaksanaan pekerjaan, dengan perhatian terhadap
karyawan tinggi tetapi perhatian terhadap produksi rendah
Manajer 5.5., (disebut gaya middle of-the-road management atau organization man
management) memperhatikan baik terhadap produksi maupun terhadap karyawan. Manajer
tipe ini menggunakan pendekatan tawa-menawar implisit untuk menyelesaikan suatu
pekerjaan.
Manajer 9.1., Digambarkan sebagai seorang otokrat, pemegang tugas yang keras, dengan
berbagai karakteristik pengawasan tertutup. Manajemen tugas ini perhatiaannya terhadap
produksi dan efisiensi tinggi tetapi terhadap karyawan rendah. Tekanannya pada penyelesaian
kerja, bila perlu dengan penerapan ketegangan tertentu.
Manajer 9.9., Manajemen team atau demokratik ini memberikan perhatian penuh baik
terhadap produksi maupun semangat kerja da kepuasan karyawan, melalui penggunaan
pendekatan partisipatif atau team dalam pelaksaan pekerjaan. Menurut Blake dan Mounton
gaya manajemen 9.9 ini adalah tipe perilaku kepemimpinan yang paling efektif.
(Tinggi)
(Rendah)
Struktur (Tinggi)
Pemrakarsaan
Mereka menemukan bahwa tingkat perputaran karyawaan adalah paling rendah dan kepuasan karyawan
tertinggi dibawah pemimpin yang tingkat pertimbangannya tinggi. Sebaliknya, pemimpin yang tingkat
pertimbangannya rendah dan struktur pemrakarsaan tinggi menimbulkan banyak keluhan dan tingkat
perputaran karyawan yang tinggi.
Para peneliti jug amenemukan bahwa penilaian bawahan terhadap efektifitas pemempin
tidak tergantung pada gaya tertentu dari pemimpin tetapi pada situasi dimana gaya tesebut
digunakan.
Kemampuan
Situasi dan
Kualitas bawahan
berbagai penelitian juga menunjukkan keompleksitas kepemimpinan dimana ada lebih banyak
Sosial
variabel yang saling berhubungan terlibat. Variabel-variabel tersebut dapat diklasifikasikan sebagai
Organisasi dan
faktor-faktor dan makro faktor-faktor mikro seperti gambar berikut. Kebudayaan
Pengharapan
Faktor – faktor Mikro
dan
Perilaku atasan
Robert Tannenbaum dan Warren H. adalah diantara para teoritisi yang menguraikan berbagai
faktor yang mempengaruhi pilihan gaya kepemimpinan oleh manajer. Mereka mengemukakan
bahwa manajer harus mempertimbangkan tiga kumpulan "kekuatan" sebelum melakukan
pemilihan gaya kepemimpinan, yaitu :
1. Sistem Nilai
2. Kepercayaan terhadap bawahan
3. Kecenderungan kepimimpina sendiri
4. Perasaan aman dan tidak aman
Kekuatan kekuatan dalam diri bawahan, meliputi
1. Tipe Organisasi
2. Efektifitas Kelompok
3. Desakan waktu
4. Sifat masalah itu sendiri
Teori “Contingency” dari fiedler
Suatu teori kepemimpinan yang kompleks dan menarik adalah contingency model of
leadership effectivenss dari fred fiedler. Pada dasarnya, teori ini menyatakan bahwa efektifitas
suatu kelompok atau organisasi tergantung antara kepribadian pemimpin dan situasi dimana
pemimpin menguasai, mengendalikan dan mempengarui situasi, dan (2 ) derajan situasi yang
menghadapkan manajer dengan ketidak pastian. Fiedler mengidentifikasikan ketiga unsur dalam
situasi kerja ini untuk membantu menentukan gaya kepemimpinan mana yang akan yang akan
efektif yaitu hubungan pimpinan yang anggota, struktur tugas, dan posisi kekuasaan pemimpin
yang didapatkan dari wewenang formal.
Situasi yang menguntungkan atau tidak menguntungkan apabila di kombinasikan dengan
gaya kepemimpinan atau organisasi tugas yang efektif. Bila situasi yang menguntungkan atau
tidak menguntungkan hanya moderat, tipe pemimpinan hubungan manusiawi atau yang toleran
dengan lunak ( “lenient”) akan sangat efektif.
Bila pemimpin mempunyai keterbatasan dalam kemampuan mereka untuk mengubah
kepribadian dasar dan gaya kepemimpinannya, situasi harus diubah,seharusnya pemimpin dapat
mengubah-ubah gaya-gaya kepemimpinan mereka untuk memenui persyaratan/kebutuhan situasi
tertentu dan seharusnya mereka dapat belajar untuk menjadi pemimpin yang efektif.
Keterangan:
1. Situasi Menguntungkan Situasi akan menguntungkan bagi pemimpin, jika:
• pemimpinnya secara umum diterima dan dihormati pengikutnya (dimensi tertinggi
pertama),
• tugas sangat terstruktur dan semuanya dijelaskan secara gamblang (dimensi kedua
tertinggi)
• otoritas dan wewenang secara formal dihubungkan dengan posisi pemimpin (dimensi
ketiga tertinggi). Jika yang terjadi sebaliknya (ketiga dimensi dalam keadaan rendah), situasi
akan sangat tidak menguntungkan bagi pemimpin.
Dalam organisasi, seperti juga dalam kehidupan lainnya, dibutuhkan fleksibilitas. Ini
membantu untuk menanggapi terhadap orang-orang dan situasi-situasi secara tepat dan membuat
penyesuaian bila terjadi penyimpangan dari antisipasi. Penting juga dilakukan percobaan dengan
berbagai pendekatan yang berbeda dan mempelajarinya melalui analisa terhadap hasil-hasil.
Sebagai manajer, perilaku kepemimpinannya akan dipelajari pada jabatannya, saat berinteraksi
dengan para bawahan dan tugas-tugas mereka.
DAFTAR PUSTAKA