Anda di halaman 1dari 44

ASUHAN KEPERAWATAN

Pada Tn. B Dengan Diagnosa Medis

Close Fraktur Dislokasi VTH XII Lumbal I frankel A

Di Ruang IGD RS Orthopedi Prof.Dr. Soeharso

Surakarta

Di Susun Oleh :

Ida Putri Utami (P27220015261)

Ika Purnamasari (P27220015262)

Isti Khadhah (P27220015263)

Ivin Dwi Liyanti (P27220015264)

Laela Dwi Yulianti (P27220015265)

Prodi D3 KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES RI SURAKARTA

2017

i
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat rahmat dan karunia-Nyalah, Asuhan Keperawatan ini dapat terselesaikan
dengan baik, tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan Asuhan Keperawatan ini
adalah untuk memenuhi tugas Praktik Orthopedi, pada semester IV, di tahun ajaran
2017, dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Tn. B Dengan Diagnosa Medis
Paraplegi Interior Asuspek Close Fraktur Diclok VTH XII Lumbal I.

Dengan membuat tugas ini kami diharapkan mampu untuk lebih mengenal
tentang bagaimana melakukan asuhan keperawatan pada masalah paraplegi interior
asuspek close fraktur diclok VTH lumbal I.

Dalam penyelesaian Asuhan Keperawatan ini, kami banyak mengalami


kesulitan, terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang.
Namun, berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya Asuhan
Keperawatan ini dapat terselesaikan dengan cukup baik. Karena itu, sudah
sepantasnya jika kami mengucapkan terima kasih kepada pembimbing akademi dan
pembimbing klinik yang telah membantu kami dalam menyelesaikan asuhan
keperawatan ini dan teman-teman.

Surakarta, 07 Juni 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul ........................................................... i


Kata pengantar .............................................................. ii
Daftar Isi ........................................................................ iii
BAB I LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi........................................................................... 4
B. Etiologi .......................................................................... 4
C. Manifestasi Klinik ........................................................... 5
D. Patofisiologi .................................................................. 6
E. Pathway ........................................................................ 7
F. Penatalaksanaan .......................................................... 7
G. Pemeriksaan Penunjang ............................................... 15
H. Diagnose dan Intervensi ................................................ 17
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian ..................................................................... 22
B. Diagnosa Keperawatan ................................................. 33
C. Intervensi ....................................................................... 35
D. Implementasi ................................................................. 37
E. Evaluasi ......................................................................... 40
F. Discharge Planning ....................................................... 43
Daftar Pustaka ............................................................... 45

iii
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Fraktur kompresi terdiri dari kata fraktur dan kompresi.fraktur artinya keadaan
patah atau diskontinuitas jaringan tulang,sedangkan kompresi adalah tekanan atau
tindihan,jadi fraktur kompresi adalah diskontinuitas dari jaringan tulang akibat dari suatu
tekanan atau tindihan yang melebihi kemampuan dari tulang tersebut.fraktur kompresi
vertebra adalah suatu fraktur yang merobohkan ruas tulang belakang akibat tekanan
dari tulang(Netter & Thompson 2004) .
Pada Kasus Trauma Thoracolumbal dengan adanya kondisi multi trauma, masih
sering kesulitan dalam diagnosa Fraktur atau Dislokasi Thoracolumbal sehingga
pemeriksaan anamnesa, pemeriksaan fisik dan radiologis yang akurat sangat diperlukan
dalam diagnosa Fraktur dan Dislokasi Thoracolumbal. Selain itu juga masih sering
dijumpai masalah-masalah baik yang terkait dengan problem medis antara lain
mobilisasi pada saat awal, rehabilitasi yang lama, dampak pada kehidupan sosial pada
pasien, dan potensi terjadinya komplikasi yang kronis. Sehingga diperlukan pemilihan-
pemilihan dan tatalaksananya, dimana pilihan terapi operasi dengan internal fiksasi
pada kondisi tertentu membntu dalam dekompresi dari kanalis spinalis, memudahkan
mobilisasi dini & rehabilitasi.

B. Etiologi
Kecelakaan jalan raya adalah penyebab terbesar, hal mana cukup kuat untuk
merusak kord spinal serta kauda ekuina. Di bidang olah-raga, tersering karena
menyelam pada air yang sangat dangkal (Pranida, Iwan Buchori, 2007).
Penyebab dari cedera medulla spinalis menurut Batticaca (2008), antara lain:
1. Kecelakaan di jalan raya (paling sering terjadi) Kecelakaan jalan raya adalah
penyebab terbesar, hal mana cukup kuat untuk merusak kord spinal serta kauda
ekuina
2. Olahraga
3. Menyelam pada air yang dangkal
4. Jatuh dari ketinggian
5. Ganguan lain yang dapat menyebabkan cedera medulla spinalis seperti spondiliosis
servikal dengan mielopati, yang menghasilkan saluran sempit

4
dan mengakibatkan cedera progresif terhadap medulla spinalis dan akar; mielitis
akibat proses inflamasi infeksi maupun non-infeksi; osteoporosis yang disebabkan
oleh fraktur kompresi pada vertembra; tumor infiltrasi maupun kompresi; dan
penyakit vascular.

C. Manifestasi Klinis
1. Pemeriksaan fisik, nyeri pada punggung, laserasi, abrasi, atau contusional pada
punggung. Kemudian pada dada maupun abdomen, perhatikan ada atau tidaknya
ecchimosis yang merupakan suatu tanda dari seat belt injury, juga diperhatikan
adanya trauma tulang costa, trauma pada pada organ-organ intra thorakal dan intra
abdomen.
2. Pemeriksaan neurologis, Nervus kranialis, pemeriksaaan motorik dan sensorik, serta
pemeriksaan refleks-refleks fisiologis maupun patologis pada kedua ekstremitas.
3. Pemeriksaan khusus yaitu pemeriksaan pada rektal, sensasi perianal, rectal taucher,
reflek bolbucavernosus.
4. Pada pasien yang masih dalam kondisi sadar dan kooperatif, fraktur pada
thoracolumbal dapat lebih mudah untuk diketahui ada atau tidaknya nyeri atau
kekakuan dari otot pada punggung, dan memudahkan pemeriksaan neurologis.
5. Pemeriksaan Klinis yang dilakukan berkaitan dengan pemeriksaan defisit neurologis
dalam hal ini yang dipergunakan adalah klasifikasi defisit neurologis adalah menurut
Frankel, yaitu:

5
D. Patofisiolgi
1. Stabilitas pada regio ini bergantung pada interkasi antar tulang, Discus
intervertebralis, dan ligament. Pada Vertebra Thoracal ( T 2 – T 10 ), stabilisasi juga
bergantung pada tulang-tulang costa dimana membentuk sebanyak 2,5 kali kekakuan
pada gerakan ekstensi dan 4 kali dalam momentum axial loading.
2. Pada Kolumna Weight Bearing anterior ( Vertebral Body ) membentuk beban
sebanyak 80 % dari beban axial kompresi dengan fungsi discus intervertebralis
adalah sebagi transfer beban yang merata ke vertebra yag berdekatan. Discus akan
semakin lemah pada beban yang sifatnya adalah suatu gaya tarikan.
3. Pada Kolumna posterior mendapatkan bebang sebanyak 20 % dari axial load sebagai
kekutan yang bersifat shear ( geser )  ( load Shearing Principle ) dimana pada
awalnya dimulai dengan kekutan yang bersifat tarikan ( tensile ) lalu dirubah atau
diredam dengan adanya facets joint.
4. Kedua kolumna yaitu anterior dan posterior juga berfungsi mengurangi pergeseran (
shear ) , rotasi ( torque ) dan momentum dari peregangan(bending ).
5. Ligamentum spinalis, sangat efektif dalam mengurangi bebang tarikan
6. ( tensile ) , dimana hal ini berfungsi untuk membantu mempertahankan struktur dan
mengontrol pergerakan dari vertebra thoracolumbal. Ligamentum Longitudinal
Anterior ( ALL ) menahan gerakan ekstensi yang berlebihan
7. ( Kekuatan dari breaking tensile > 450 N ). Ligamentum Longitudinal Posterior ( PLL )
hanya mebentuk kekuatan sebanhay 66 N dari tensile strenght dan dapat ditoleransi
hingga 180 N .
8. Pada trauma pada tulang-tulang masih dapat ditemukan adanya penyembuhan, pada
taruma ligament penyembuhan berlangsung secara perlahan, dan disrupsi dari
intervertebral disc akan mengalmi degenerasi. Kolaps dari Intervertebral Disc (
termasuk fraktur pada end plate ) akan mengakibatkan kyphosis sebanyak 7 ° per
level. Trauma pada tulang dengan bentuk kyphosis lebih dari 25 ° tidak akan
berlangsung suatu proses penyembuhan, dan harus diperkirakan adanya proses
progresifitas dari kyphosis tersebut. ( farcy et al , 1990 ). Selain itu, kyphosis
sebanyak 25° setelah terjadi proses union tanpa adanya rasa nyeri mungkin masih
dapat diterima. Deformitas kyphosis > 30° menunjukkan deformitas yang significant
dan sering berhubungan dengan nyeri Low Back Pain yang kronis ( Gertzbein, 1992).
Pada eviden di literatur menunjukkan adanya neurological deterioration yang
berhubungan dengan progressifitas dari deformitas kyphosis. Koreksi dari kyphosis

6
hanyalah merupakan suatu parameter yang harus dibuktikan untuk memberikan hasil
yang lebih menguntungkan untuk perbaikan dari fungsi medulla spinalis

E. Pathway
kondisi patologis trauma langsung /
osteoporosis tidak langsung
fraktur

terputusnya kontinuitas jaringan psikologi intoleransi


aktivias
saraf rusak perubahan perubahan takut bedrest
permeabilitas peran cemas
lumpuh/ kapiler defisit penekanan
parestesia gangguan kurang perawatan jaringan
oedema/bengkak body image informasi diri tertentu
gangguan
lokal / hematoma
imobilitas kurang resti
fisik pengetahuan gangguan
nyeri resti perubahan integritas kulit
perfusi jaringan
perifer
rusak syaraf sensorik
gangguan neurologi uri/alvi

F. Penatalaksanaan

Teori stabilitas dan instabilitas pada vertebra terutama vertebra thoracolumbal


adalah kunci dalam menentukan berbagai macam klasifikasi yang dipakai dalam fraktur
Thoracolumbal. Sebagian besar klasifikasi yang ada menggunakan sistem tersebut
berdasarkan teori stabilitas berdasarkan mekanisme injuri dan morfologi dari fraktur.
Sehingga pengertian yang luas mengenai instabilitas sangat diperlukan dalam diagnosa
dan terapi selanjutnya.

Ada bermacam-macam klasifikasi antara lain dari Nicoll (1949), Holdsworth (1970),
Whitesides (1977), White dan Panjabi (1977), Dennis (1983) & Mc Afee (1983),
Ferguson dan Allen (1984), Farcy (1990), Gaines (1994), Magerl et al (1994), Gerzthein
(1994) , AO Classification by Magerl & Gerzthein. Tetapi pada kajian berikut yang
dipakai adalah menurut Dennis.

7
Dennis mengemukakan klasifikasi menurut 2 hal yaitu :

1. Minor Spinal Injuries


a. Articular Process Fracture ( 1 % )
b. Transverse Process Fractures ( 14 % )
c. Spinous Process Fractures ( 2 % )
d. Pars Interarticularis Fractures ( 1 % )
2. Major Spinal Injuries
Type of Mechanism of Pathoanatomy
Fracture injury

I  flexion compression failure of anterior


Compression compression column

 anterior
A. fracture of  lateral
distraction failure of posterior
both end
column if :
plates
B. fracture of - >50% anterior collapse (
upper ( Loss of Body Height )
superior ) - Angulation > 20 – 30 °
end plate - Multiple adjacent
C. fracture of compression fractures
lower (
Inferior )
Unstable Fractures 
end plate
D. no end plate - >50% anterior collapse (
fracture ( Loss of Body Height )
Both end
- Angulation > 20 – 30 °
plate intact )
kyphosis

- Multiple adjacent
(osteoporoti
compression fractures
c fracture)

8
 in Non Osteoporotic
bone

Tatalaksana pada tipe ini adalah :

 Kolaps pada sisi anterior < 50% dan kyhosis <30o dapat dilakukan tindakan
konservatif dengan membentuk reduksi postural dengan menggunakan
Extension Cast atau TLSO dan dilakukan mobilisasi dini.
 Pertimbangan untuk dilakukan operasi stabilisasi apabila didapatkan kolaps >
50 % dan kyphosis > 30o (middle column involvement) atau kompresi fraktur
multilevel (risk of late deformities).

II  Burst ( axial axial loading compression failure of anterior


compression and middle column.
 flexion
fracture )

unstable
A. fracture of both association with
end plates neurologic injury - Neurologic deficits
B. fracture of - Loss Of Vertebral Body
upper ( superior Height > 50 %
) end plates - Angulation > 20 – 30 °
C. fracture of lower - Canal Compromise > 50 %
( Inferior ) end - Scoliosis > 10 °

9
plate
D. Burst rotation
Failure of all three columns
E. Burst lateral
flexion

axial loading, Unstable


unstable flexion and
distraction

Tatalaksana pada tipe ini :

 Kolumna Anterior dan medial ( middle ) mengalami trauma dan deficit


neurologist yang terjadi bervariasi yang disebabkan fragment yang pecah
masuk ke dalam canalis spinalis
 Terapi bergantung pada derajat angulasi, spinal canal compromise, dan ada
atau tidaknya dfisit neurologist.
 Pada Burst Fraktur yang stabil ( kyphosis <20o, canal compromise <50%,
Kolumna posterior yang intak ) tanpa adanya deficit neurologist,  terapi
konservatif dengan bed rest kemudian diikuti reduksi postural dengan TLSO,
brace atau Cast selama 3 bulan, dan selam di poliklinik diperlukan suatu
monitor untuk menilai progresifitas dari deformitas dan deficit neurologist yang
akan terjadi.
 Pada Burst Fraktur yang unstable atau Burst Fraktur yang unstable dengan
deficit neurologist , maka terapi pembedahan diindikasikan dengan pilihan –
pilihan :

10
a. Intrumentasi distraksi Posterior dengan reduksi yang indirect dengan cara
prinsip ligamentotaxis. Tidak ada kekuatan kompresi yang dipergunakan.
Dalam hal ini yang dipertimbangkan adalah Ligamentum Longitudinal
Posterior Intak dan trauma yang terjadi tidak lebih dari 2 minggu.
b. Intrumentasi distraksi Posterior dengan reduksi posterolateral (via
transpedicular) dan dengan menggunakan USG intraoperatif untuk
memastikan reduksinya.
c. Instrumentasi Anterior dan Decompresi / fusi untuk memastikan
dekompresi neural yang adequate dan koreksi kyphosis secara direct.
Tehnik ini dapat dipergunakan saat setelah 1 minggu (delayed surgery ).

III  Seat-belt flexion and tension failure of the posterior and


type injuries ( distraction middle columns at two adjoining
Flexion – levels
Distraction )
A. one level
Bony injury
Chance injury
( 47 % )
B. one level
Ligamentous
Injury ( 11 % )
C. two-level
injury through
bony middle
column 
Chance injury
( 26 % )
D. two-level
injury through
Ligamentous

11
middle
column ( 16
%)

Tatalaksana pada tipe ini :

 Transosseous injuries mempunyai penyembuhan yang lebih baik daripada


transligamen karena ligament lebih sulit untuk terjadinya pembentukan
ligament dan discus yang mengalami disrupsi akan mengalami degenerasi.
 Injuri pada tulang bony injuries (Chance’s fracture) dapat diterapi secara
konservatif dengan extension cast atau TLSO atau dengan terapi pembedahan
dengan menggunakan instrumenstasi kompresi posterior dengan fusi.
 Injuri Ligamen memrlukan terapi instrumenstasi kompresi posterior dan fusi
pada level yang bersangkutan.

12
IV  Fracture- failure of all three columns
dislocations
A. mainly posterior and middle
A. flexion- A. flexion rotation &
columns failure in tension
rotation distraction rotation
and rotation, anterior
column fails in compression
and rotation, 75 % with
neurologic deficits, 52 %
 ligamentous
complete lesion
type

 bony type
(slice)

B. shear B. with shear failure all three


B. distraction
fracture- column, most common

dislocation Posteroanterior direction,


complete neurologic
deficits.

C. flexion- C. mainly posterior and middle


C. flexion-distraction
distraction columns failure with
anterior tears of annulus
fibrosus and ALL stripping,
75 % with neurologic
deficits ( all incomplete )

13
Type A Type B

Type C

Tatalaksana pada tipe ini :

 Pada umumnya ketiga kolumna mengalami trauma dengan insiden yang tinggi
terjadinya defist neurologist.
 Hal ini merupakan indikasi untuk Open reduction dan fiksasi yang rigid untuk
mengembalikan ke posisi anatomis, dan stabil dalam weight bearing . Hal ini
akan meminimalkan cedar yang lebih hebat pada jaringa saraf dan pasien
dapat melakukan rehabilitasi dini.
 Reduksi posterior / instrumentation akan adequate apabila pembedahan
dilakukan dalam 1 minggu.
 Tehnik operasi dari anterior diindikasikan pada pasien dengan deficit
neurologist yang parsial atau tanpa dfist neurologist.

14
Berdasarkan konsep tersebut, maka kolumna medial ( middle ) adalah
kunci dari instabilitas. Adanya lesi pada Posterior Column menjadi unstable
apabila slah struktur dari Middle Column juga mengalami trauma. Lesi pada
Anterior column dan medial column adalah tidak stabil setelah terjadi suatu
mekanisme konpresi atau fleksi. Lesi yang terisolasi hanya pada Anterior
Column dan Posterior column adalah fraktur yang stabil. Sedangkan Lesi yang
mengenai ketiga kolumna adalah fraktur yang tidak stabil. Pada Burst Fraktur,
ketentuan stabil atau tidak stabil berdasarkan dari ada atau tidaknya trauma
pada kolumna posterior.

Klasifikasi yang komprehensif ini menunun para ahli orthopedic untuk


menetukan tehnik operasi yang akan dipergunakan dan intrumentasi apa yang
akan dipakai

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi
Tujuan :
a. Diagnosa dari semua lesi semua vertebra termasuk ekstensi dari fragmen
fraktur, dan cedera ligament maupun cedera saraf
b.Prediksi dari stabilitas
c.Prediksi dan prognosa dari recovery Spinal Cord Injury
d.Menetukan rencana terapi
e.Menetukan kegunanaan dan efisiensi terapi
2. Plain X – Ray
Pemeriksaan awal yang terbaik untuk trauma spinal yang akut dan merupakan
dasar dari pemeriksaan radiologist sebelum ke pemeriksaan yang lebih canggih
AP view :
a. Pelebaran jarak pedike pada burst fraktur
b. Angulasi ke lateral atau translasi ( Procc Spinous Malalignment )
c. Berhubungan dengan costa atau Fraktur pada Procc Transversus
Lateral view :
a. % Loss Of Body Height  Kypotic angulation
b. Processus Spinosus yang melayang  Posterior Ligamentous disruption
c. Disrupsi dari dinding Posterior vertebra atau retropulsi.

15
3. Pemeriksaan Myelografi
Pemeriksaan Myelografi dapat dilakukan pada kasus – kasus dengan gangguan
neurologist ( kelumpuhan ) tetapi pada foto polos maupun tomografi tidak tampak
adanya fraktur. dilihat adanya pendesakan canalis spinalis dari discus
intervertebralis (dislokasi).
4. Computed Tomography (CT) Scans
Pemeriksaan CT Scan yang standar denga irisan 3mm menunjukkan hasil :
a. Struktur dari anterior dan middle column of Denis dimana hal ini sangat penting
untuk menetukan adanya instabilitas terutama bila didapatkan kolaps > 50% dari
corpus vertebra
b. Menentukan canal compromise atau jepitan pada thecal sac yang disebabkan
karena fragmen fraktur yang mengalami retropulsed atau hernisi dari discus
intervertebralis atau hematoma epidural

5. MRI
Pemeriksaan ini sangat baik dalam memperlihatkan morfologi fraktur , ligament
yang berhubungan fraktur tersebut, kondisi patologis dari spinal cord. Hal ini juga
sangat membantu dalam menentukan kondisi spinal stability, dan menentukan
prognosa dari perbaikan spinal cord injury. Selain itu pemeriksaan ini juga
membantu apabila dalam kondisi spinal cord injury without radiographic
abnormality (SCIWORA) terutama bila terjadi cedera pada discus intervertebralis.
Pemeriksaan MRI sangat akurat dalam deteksi dari integritas anterior atau
posterior longitudinal ligament dimana bila kemudian akan direncanakan
pemebedahan. Kondisi Ligamentum Longitudinal Posterior yang intak sangat
berguna apabila akan dilakukan reduksi ligamentotaxis dari fragment yang
mengalami retropulsi saat dilakukan stabilisasi posterior.

Kulkarni et al.(1987), membuat klasifikasi 5 tipe dari kondisi patologi dari spinal
cord yang disebabkan oleh karena trauma berdasarkan pembacaan dari
pemeriksaan MRI :

16
a. Complete cord transaction
b. Spinal central hematoma
1) Intraparenchymal, increasing with time
2) Petechial, resolving with time
c. Cord edema
d. Cord compression and impingement
e. Intact spinal cord
Pemeriksaan MRI tersebut sebaiknya dilakukan pada waktu 24 – 72 jam
setelah trauma. Tipe 2B dan tipe C mempunyai prognosis yang baik .

H. Diagnose dan Rencana Keperawatan


1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelumpuhan otot diafragma
Tujuan perawatan : pola nafas efektif setelah diberikan oksigen
Kriteria hasil : ventilasi adekuat, PaO2 > 80, PaCo2 < rr =" 16-20">
Intervensi keperawatan :
a. Pertahankan jalan nafas; posisi kepala tanpa gerak.
Rasional: pasien dengan cedera cervicalis akan membutuhkan bantuan
untuk mencegah aspirasi/ mempertahankan jalan nafas.

b. Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat jumlah, jenis dan karakteristik
sekret.
Rasional : jika batuk tidak efektif, penghisapan dibutuhkan untuk
mengeluarkan sekret, dan mengurangi resiko infeksi pernapasan.
c. Kaji fungsi pernapasan.
Rasional : trauma pada C5-6 menyebabkan hilangnya fungsi pernapasan
secara partial, karena otot pernapasan mengalami kelumpuhan.
d. Auskultasi suara napas.
Rasional : hipoventilasi biasanya terjadi atau menyebabkan akumulasi sekret
yang berakibat pnemonia.
e. Observasi warna kulit.
Rasional : menggambarkan adanya kegagalan pernapasan yang
memerlukan tindakan segera
f. Kaji distensi perut dan spasme otot.
Rasional : kelainan penuh pada perut disebabkan karena kelumpuhan
diafragm

17
g. Anjurkan pasien untuk minum minimal 2000 cc/hari.
Rasional : membantu mengencerkan sekret, meningkatkan mobilisasi sekret
sebagai ekspektoran.
h. Lakukan pengukuran kapasitas vital, volume tidal dan kekuatan pernapasan.
Rasional : menentukan fungsi otot-otot pernapasan. Pengkajian terus
menerus untuk mendeteksi adanya kegagalan pernapasan.
i. Pantau analisa gas darah.
Rasional : untuk mengetahui adanya kelainan fungsi pertukaran gas sebagai
contoh : hiperventilasi PaO2 rendah dan PaCO2 meningkat.
j. Berikan oksigen dengan cara yang tepat : metode dipilih sesuai dengan
keadaan isufisiensi pernapasan.
k. Lakukan fisioterapi nafas.
Rasional : mencegah sekret tertahan
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dng kelumpuhan
Tujuan perawatan : selama perawatan gangguan mobilisasi bisa diminimalisasi
sampai cedera diatasi dengan pembedahan.
Kriteria hasil : tidak ada kontrakstur, kekuatan otot meningkat, pasien
mampu beraktifitas kembali secara bertahap.
Intervensi keperawatan :
a. Kaji secara teratur fungsi motorik.
Rasional : mengevaluasi keadaan secara umum
b. Instruksikan pasien untuk memanggil bila minta pertolongan.
Rasional memberikan rasa aman
c. Lakukan log rolling.
Rasional : membantu ROM secara pasif
d. Pertahankan sendi 90 derajad terhadap papan kaki.
Rasional mencegah footdrop

e. Ukur tekanan darah sebelum dan sesudah log rolling.


Rasional : mengetahui adanya hipotensi ortostatik
f. Inspeksi kulit setiap hari.
Rasional : gangguan sirkulasi dan hilangnya sensai resiko tinggi kerusakan
integritas kulit.
g. Berikan relaksan otot sesuai pesanan seperti diazepam.

18
Rasional : berguna untuk membatasi dan mengurangi nyeri yang
berhubungan dengan spastisitas.
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya cedera
Tujuan keperawatan : rasa nyaman terpenuhi setelah diberikan perawatan dan
pengobatan
Kriteria hasil : melaporkan rasa nyerinya berkurang
Intervensi keperawatan :
a. Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-5.
Rasional : pasien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cedera.
b. Bantu pasien dalam identifikasi faktor pencetus.
Rasional : nyeri dipengaruhi oleh; kecemasan, ketegangan, suhu, distensi
kandung kemih dan berbaring lama.
c. Berikan tindakan kenyamanan.
Rasional : memberikan rasa nayaman dengan cara membantu
mengontrol nyeri.
d. Dorong pasien menggunakan tehnik relaksasi.
Rasional : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol.
e. Berikan obat antinyeri sesuai pesanan.
Rasional : untuk menghilangkan nyeri otot atau untuk menghilangkan
kecemasan dan meningkatkan istirahat.
4. Gangguan eliminasi alvi /konstipasi berhubungan dengan gangguan persarafan
pada usus dan rektum.
Tujuan perawatan : pasien tidak menunjukkan adanya gangguan eliminasi
alvi/konstipasi
Kriteria hasil : pasien bisa b.a.b secara teratur sehari 1 kali
Intervensi keperawatan :
a. Auskultasi bising usus, catat lokasi dan karakteristiknya.
Rasional : bising usus mungkin tidak ada selama syok spinal.
b. Observasi adanya distensi perut, catat adanya keluhan mual dan ingin
muntah, pasang NGT.
Rasional : pendarahan gantrointentinal dan lambung mungkin terjadi
akibat trauma dan stress.
c. Berikan diet seimbang TKTP cair
Rasional: meningkatkan konsistensi feces

19
d. Berikan obat pencahar sesuai pesanan.
Rasional: merangsang kerja usus
5. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan kelumpuhan syarat
perkemihan.
Tujuan perawatan : pola eliminasi kembali normal selama perawatan
Kriteria hasil : produksi urine 50 cc/jam, keluhan eliminasi uirine tidak ada
Intervensi keperawatan:
a. Kaji pola berkemih, dan catat produksi urine tiap jam.
Rasional : mengetahui fungsi ginjal
b. Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih.
c. Anjurkan pasien untuk minum 2000 cc/hari.
Rasional : membantu mempertahankan fungsi ginjal.
d. Pasang dower kateter.
Rasional membantu proses pengeluaran urine
6. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama
Tujuan keperawatan : tidak terjadi gangguan integritas kulit selama perawatan
Kriteria hasil : tidak ada dekibitus, kulit kering
Intervensi keperawatan :
a. Inspeksi seluruh lapisan kulit.
Rasional : kulit cenderung rusak karena perubahan sirkulasi perifer.
b. Lakukan perubahan posisi sesuai pesanan
Rasional: untuk mengurangi penekanan kulit
c. Bersihkan dan keringkan kulit.
Rasional: meningkatkan integritas kulit
d. Jagalah tenun tetap kering.
Rasional: mengurangi resiko kelembaban kulit
e. Berikan terapi kinetik sesuai kebutuhan
Rasional : meningkatkan sirkulasi sistemik& perifer, menurunkan tekanan
pada kulit serta mengurangi kerusakan kulit.

20
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Nama kelompok : Kelompok 1
Hari/ tanggal pengkajian : Selasa, 30 Mei 2017
Jam pengkajian : 14.30 WIB

1. Identitas pasien
Nama : Tn. M
Usia : 68 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Pelajar
Suku bangsa : Indonesia
Alamat : Ngemplak, Boyolali
Suku bangsa : Jawa

2. Identitas penanggung jawab


Nama : Ny.R
Usia : 65 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Ngemplak, Magelang
Hubungan dengan pasien : Istri

21
3. Catatan Medis
Tanggal masuk : Selasa, 30 Mei 2017
Nomor CM : 3052xx
Diagnose Medis : Close Fraktur Dislokasi VTH XII Lumbal I
frankel A
4. Riwayat Penyakit
a. Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri pada bagian punggung
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang pada tanggal 30 mei 2017 pukul 14.30 WIB atas rujukan
dari RSUD Muntilan dengan keterangan pasien jatuh dari pohon kelapa
sekitar 10m hari ke 1, pasien mengatakan nyeri pada punggung dan kaki
kanan dan kiri tidak bisa di gerakan dan tidak terasa apa apa . Setelah
dilakukan pemeriksaan di dapatkan hasil TD: 153/89mmHg , N : 101 x/menit,
SP02 : 96% , Setelah di lakukan pemeriksaan IGD pasien di pindahkan ke
bangsal jam 18.15 WIB dan di rencanakan OP tanggal 31 mei 2017 .

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit seperti sekarang , tidak
mempunyai penyakit menular seperti hepatitis,hiv dan penyakit keturunan
seperti DM .

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang menderita
penyakit tertentu hepatitis dan DM

5. Pengkajian Fungsional Gordon


a. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Sebelum sakit : Pasien mengatakan kesehatan merupkan hal ya g
penting. Jika ada keluarga yang sakit maka akan segera
dibawa ke pelayanan kesehatan terdekat.

22
Selama sakit : pasien mengatakan akan lebih menjaga kesehatannya
dan berharap agar cepat sembuh dan dapat beraktivitas
secara biasa.
b. Pola Nutrisi
Sebelum Sakit : Pasien mengatakan sebelum sakit selalu makan
3xsehari dengan porsi makan nasi, sayur dan lauk. Serta
minum 6 kali sehari 1 gelas belimbing 250cc
Selama Sakit : Pasien menjalani puasa dari jam 2 malam untuk
menjalani operasi

c. Pola Istirahat Tidur


Sebelum sakit : Pasien mengatakan tidur kurang lebih 6 jam seharai
dengan kualitas tidur yang nyenyak dan nyaman
Selama sakit : Pasien mengatakan selama sakit hanya tidur kurang
lebih 2-3 jam sehari karena merasakan nyeri pada
punggungnya.
d. Pola Eliminasi
Sebelum sakit :
- BAB : Pasien mengatakan sebelum sakit BAB sebenyak 1x setiap
hari dengan konsistensi feses lunak warna kuning kecoklatan dan bau
khas feses.
- BAK : Pasien mengatakan sebelum sakit BAK sebanyak 4-6 x sehari
dengan warna kuning jernih, dan bau khas urin tidak ada ganggung
BAK

Selama sakit :

- BAB :pasien mengatakan belum BAB selama 1hari .


- BAK : Pasien terpasang kateter ± 500cc

23
e. Pola Aktivitas
Tindakan Sebelum sakit Selama sakit
ADL 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4
Toileting √ √
Fooding √ √
Bathing √ √
Dressing √ √
Activity √ √
Keterangan :
0 : mandiri
1 : dibantu sebagian
2 : perlu bantuan orang lain
3 : perlu bantuan orang lain dan alat
4 : tergantung / tidak mampu
f. Pola personal Hygiene
Sebelum sakit : Pasien mengatakan mandi 2x sehari yaitu pagi dan sore ,
pasien keramas 2x sehari, menggosok gigi 2x sehari,
mengganti baju 2x sehari, dan tidak ada gangguan
apapun.
Selama sakit : pasien selama sakit di seka oleh keluarganyansetiap 2x
sehari, yaitu pagi dan sore, pasien selama sakit tidak
keramas, menggosok gigi 1x sehari, mengganti baju 1x
sehari.
g. Pola presepsi-konsep diri.
Sebelum sakit : Pasien mengatakan tidak pernah mengalami kecemasan
karena tidak pernah ada gangguan serius pada
tubuhnya.
Selama sakit : Pasien mengatakan cemas dengan keadaannya saat ini.

24
h. Pola Hubungan Peran
Sebelum sakit : Pasien mengatakan bahwa hubungan pasien dengan
keluarga baik dan harmonis, hubungan dengan
masyarakat juga baik.
Selama sakit : Pasien mengatakan keluarga ikut menemani di ruangan,
dan masyarakat juga mengunjunginya.
i. Pola Kopping dan Toleransi Stress.
Sebelum sakit : pasien sangat dilindungi oleh keluarganya
Selama sakit : Pasien mengatakan setiap kali merasa terganggu ,
pasien selalu bercerita dengan anak dan istrinya tentang
keadaannya .
j. Pola Reproduksi – Seksualitas
Sebelum sakit : Pasien adalah seorang ayah dan kepala keluarga. Pasien
mepunyai 3 orang anak.
Selama sakit :-
k. Pola Kognitif dan Perseptual.
Sebelum sakit : Pasien mampu melihat, merasa, membau dengan baik,
pasien mampu menjawab pertanyaan orang lain.
Selama sakit : Pasien mampu menjawab pertanyaan dari orang lain.
Manajemen nyeri
- P : Pasien mengatakan nyeri pinggang saat digerakkan
- Q : seperti di tusuk tusuk
- R : pinggang
- S:7
- T : Hilang timbul
6. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : sedang
Kesadaran : Composmentis, GCS : E = 4 V=5 M=2
TTV
- TD : 153/89 mmHg
- Suhu : 36.5 ⁰C

25
- RR : 23x/menit
- N : 101 x/menit
- SP02 : 96%
Pemeriksaan Head toe toe
a. Kepala
 Rambut : Rambut tebal, warna hitam dan beruban , lurus,
rambut pasien terlihat bersih, tidak kusam dan tidak terjadi
kerintokan.
 Mata : konjungtiva tidak anemis , bentuk simetris , fungsi
penglihatan baik.
 Hidung : bentuk simetris, tidak ada polip, tidak terdapat lesi,
dan tidak ada keluhan dan kelainan pada hidung.
 Mulut : Mukosa bibir kering , gigi bersih, tidak ada
perdarahan dan pembengkakan gusi.
 Telinga : Bentuk simetris, tidak ada benjolan, lubang telinga
bersih, tidak menggunakan alat bantu pendengaran.
 Wajah : Bentuk wajah simetris, tidak ada luka, tidak ada
edema.
b. Leher
Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid
c. Dada
 Inspeksi : Simetris, tidak ada penonjolan massa
 Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
 Perkusi : Terdapat sonor
 Auskultasi : Vesikuler
d. Jantung
 Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada penonjolan massa
 Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
 Perkusi : Redup
 Auskultasi : BJ I-D regular

26
e. Abdomen
 Inspeksi : simetris, tidak ada penonjolan massa tali pusar
tampak bersih, tidak berbau, dan kering
 Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan pada perut pasien.
 Perkusi : tympani
 Auskultasi : peristaltik usus 8x/menit
f. Genetalia
Tidak ada jamur,terpasang kateter, bersih, tidak ada gangguan pada
genetalia, pada anus tidak terdapat hemoroid.
g. Ekstermitas
 Ekstermitas atas : Tidak terpasang infuse dan tangan
keduanya lecet lecet
 Ekstermitas bawah : Terdapat luka, terjadi kelumpuhan, dan
tidak odem. Terpasang infuse RL (20tpm) di sebelah kiri

5 5

0 0
h. Kulit
Kulit bersih, turgor kulit kering, terdapat ruam dan lecet lecet di sekitar
kaki dan tangan, tidak tampak ikterik.

7. Pemeriksaan penunjang
Tanggal : 30 Mei 2017
Jam : 17:27 WIB

27
Pemeriksaan Hasil Normal
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12.5 g/gL 13 – 17
Hematokrit 38 % 40 – 54
Lekosit 13900 /uL 4.000 – 10.000
Eritrosit 4.0 juta/uL 4.40 – 6.20
Trombosit 156000 /uL 150.000-500.000
Golongan Darah O
HEMOSTASIS
Prothrombin (P) 14.0 detik 10-14
INR 1.15
APTT 24.3 detik 16-36
IMUNOSEROLOGI
HBsAg ( Rapid ) NEGATIF Negative
KIMIA KLINIK
Glukosa Darah 156 mg/dL <120
Sewaktu

8. Terapi yang diberikan


a. Cefotaxim 1gr
b. Ketorolac 30mg
9. Pemeriksaan penunjang
a. EKG
b. Rontgen

10. Data Fokus


Data Subjektif Data Objektif
1. Pasien mengatakan sakit 1. KU = sedang
dan nyeri pada 2. Kesadaran = Composmentis

28
punggungnya setelah GCS : E=4 , V=5 , M=2
terjatuh dari pohon kelapa 3. TTV =
±10m . - TD : 153/89 mmHg
2. Manajemen nyeri - Suhu : 36.5 ⁰C
- P : Pasien mengatakan - RR : 23x/menit
nyeri pinggang saat - N : 101 x/menit
bergerak - SP02 : 96%
- Q : seperti di tususk 4. Pasien terlihat meringis menahan sakit
tusuk 5. Pasien tampak gelisah
- R : pinggang belakang 6. Punggung pasien terlihat kemerhan
- S:7 dan membesar
- T : Hilang timbul 7. Tidak terdapat perdarahan
3. Pasien mengatkan tidak 8. Kekuatan otot ekstermitas bawah 0
bisa merasakan reflek 9. Pasien terlihat lemah
sentuhan di daerah 10. Pasien terlihat gelisah
ekstermitas bawah . Tindakan Selama sakit
4. Pasien mengatakan kedua ADL 0 1 2 3 4
kaki tidak bisa di gerakkan Toileting √
sama sekali Fooding √
5. Pasien mengatakan Bathing √
punggungnya sakit saat di Dressing √
gerakan . Activity √
6. Pasien mengatakan tidak 11. Pasien telihat binggung
bisa membolak balikkan 12. Keluarga pasien terlihat tidak paham
badannya dengan keadaan pasien
7. Pasien mengatkan kaki
kanan dan kiri tidak bisa di
gerakkan .
8. Pasien mengatakan
binggung pada kondisi saat
ini .

29
9. Keluarga pasien
mengatakan tidak tau cara
membatu pasien untuk
mobilisasi
10. Pergerakan pasien terlihat
terbatas

30
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Analisa Data
D Data Fokus Etiologi Proble
x Keperawatan
1 DS = Pasien mengatakan sakit dan Agen cidera fisik Nyeri akut
nyeri pada punggungnya setelah
terjatuh dari pohon kelapa ±10m .
Manajemen nyeri
- P : Pasien mengatakan nyeri
pinggang saat bergerak
- Q : seperti di tususk tusuk
- R : pinggang belakang
- S:7
- T : Hilang timbul
DO =
- KU = sedang
- Kesadaran = Composmentis,
GCS : E=4 , V=5 , M=2
- TTV =
TD : 153/89 mmHg
Suhu : 36.5 ⁰C
RR : 23x/menit
N : 101x/menit
SP02 : 96%
- Pasien terlihat meringis
menahan sakit .
- Pasien tampak gelisah
- Punggung pasien terlihat
kemerahan dan membesar
- Tidak terdapat perdarahan

31
2 DS : Cidera pasa Disrefleksia
- Pasien mengatakan tidak bisa medulaspinalis otonom
merasakan reflek sentuhan di
daerah ekstermitas bawah .
- Pasien mengatakan kedua kaki
tidak bisa di gerakkan sama
sekali .
DO :
- Kekuatan otot ekstermitas
bawah 0
3 DS : Gangguan Hambatan
- Pasien mengatakan neuromuscular mobilitas fisik
punggungnya sakit saat di dan
gerakan . musculoskeletal
- Pasien mengatakan tidak bisa
membolak balikkan badannya
- Pasien mengatkan kaki kanan
dan kiri tidak bisa di gerakkan .
DO :
- Pasien terlihat lemah
- Pasien terlihat gelisah
- Pergerakan pasien terlihat
terbatas
Tindakan Selama sakit
ADL 0 1 2 3 4
Toileting √
Fooding √
Bathing √
Dressing √
Activity √

32
4 DS : Kurang terpapar Defisit
- Pasien mengatakan bingung informasi Pengetahu-an
pada kondisi saat ini .
- Keluarga pasien mengatakan
tidak tau cara membatu pasien
untuk mobilisasi
DO :
- Pasien telihat bingung
- keluarga pasien terlihat tidak
paham dengan keadaan pasien

Prioritas Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut b.d agen cidera fisik d.d tampak meringis menahan sakit dan
gelisah
2. Disfleksia otonom b.d cidera pasa medulaspinalis d.d tidak dapat
merasakan adanya sentuhan verbal
3. Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuscular dan
musculoskeletal d.d tidak dapat menggerakkan badannya
4. Defisit pengetahuan b.d kurang terpaparnya informasi d.d kurang paham
dengan kondisinya.

33
C. INTERVENSI

No Tanggal Kreteria Hasil dan Tujuan Intervensi (ONEC)


Dx
1. 30 Mei Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji skala nyeri
2017 keperawatan selama 1 X 30 menit 2. Atur posisi
diharapkan gangguan nyeri dapat nyaman
teratasi dengan kreteria hasil : 3. Ajarka teknik
1. Skala nyeri dari 7 menjadi 5 relaksasi nafas
2. Pasien dapat melaporkan dalam
nyeri berkurang 4. Kolaborasi
3. Menyatakan rasa nyaman dengan tentang
setelah nyeri berkurang pemberian
analgetik
2. 30 Mei Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor kekuatan
2017 keperawatan selama 1 X 6 jam otot pasien
diharapkan pasien dapat merasakan 2. Lakukan
reflek neurologis dengan kreteria pemeriksaan
hasil : reflek motorik dan
1. Pasien dapat merasakan sensorik
reflek motorik dan sesorik 3. Ajarkan kepada
2. Kekuatan otot meningat dari 0 pasien ROM
menjadi 3 aktif/pasif
4. Kolaborasi
dengan dokter
spesialis rehab
medic terkait
dengan
pengobatan

34
3. 19 Mei Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi TTV
2017 keperawatan selama 1 X 6 jam 2. Bantu dalam
diharapkan gangguan mobilitas fisik pemenuhan
dapat teratasi dengan kreteria hasil : Kebutuhan ADLs
1. TTV normal 3. Mengatur posisi
2. Klien meningkat dalam pasien yang
aktifitas fisik nyaman
3. Mampu berpindah dengan 4. Kolaborasi
atau tanpa alat bantu dengan keluarga
untuk pemenuhan
ADLs
4. 19 Mei Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi TTV
2017 keperawatan selama 1 X 30 menit 2. Diskusikan pilihan
diharapkan defisit pengetahuan terapi atau
dapat teratasi dengan kreteria hasil : penanganan
1. Pasien dan keluarga 3. Jelaskan
menyatakan paham tentang patofisiologi dari
penyakit , kondisi , prognosis penyakit dan
dan program pengobatan bagaimana hal ini
2. Pasien dan keluarga mampu berhubungan
melaksanakan prosedur yang dengan anatomi
di jelaskan secara benar dan fisiologi
dengan cara yang
tepat
4. Kolaborasi
dengan dokter
untuk tindakan
selanjutnya

35
D. IMPLEMENTASI

No Waktu Implementasi Respon Ttd


Dx
3,4 14.30 Mengukur TTV DS : Pasien Laela
mengatakan pusing
DO :
- TD : 153/89
- N : 101 x/menit
- S : 37,6⁰C
- SpO2 : 96 %

1 14.40 Mengkaji skala nyeri DS : Pasien Ida


mengatakan nyeri
pada punggung
DO : Skala nyeri 7,
pasien tampak
menahan nyeri

2 15.50 Melakukan DS : Pasien Ika


pemeriksaan syaraf mengatakan tidak Isti
sensorik,motorik dan merasakan
kekuatan otot sentuhan pada
kedua kakinya
DO : Pasien terlihat
tidak melakukan
pergerkan

3 15.30 Membatasi pergerkan DS : - Ivin


DO : Pergerakan pasien
terlihat terbatas

36
3
16.10 Mengukur EKG DS : Pasien
mengatakan
bersedia
DO : Hasil EKG
terlampir

16.25 Memberikan injeksi skin DS : Pasien Laela


1 test cefotaxim 1gr mengatakan
secara IC bersedia
DO : Obat cefotaxim
masuk melalui IV

16.45 Melatih nafas dalam DS : Pasien Ika


mengatakan nyeri
1 DO : Pasien tampak
kooperatif

17.10 Memberikan injeksi DS : Pasien Ivin


ketorolac 30mg secara mengatakan
IV berseia
DO : Obat ketorolac
30mg masuk ke
tubuh pasien
3
17.30 Mengatur posisi DS : Pasien Ika
nyaman mengatakan pegal
DO : Pasien dengan
4 posisi supinasi

37
Menjelaskan DS : Pasien Isti
4 17.45 patofisiologi dari mengatakan nyeri
penyakit dan DO : Pasien kooperatif
bagaimana hal ini
berhubungan dengan
anatomi dan
fisiologidengan cara
yang tepat

Mendiskusikan pilihan DS : Pasien dan Ida


1 18.01 terapi atau penanganan keluarga bersedia
untuk tindakan
operasi
DO : Pasien kooperatif

18.03 Memonitor nyeri DS : Pasien Laela


mengatakan Ivin
merasa lebih
nyaman
DO : Pasien terlihat
lebih tenang

38
E . EVALUASI

No. Waktu Evaluasi


1. 30 Mei 2017 S : Pasein mengatakan nyeri berkurang
DX 1 P : Jika badan di gerakan
Q : Tajam seperti di tusuk – tusuk
R : Punggung
S : Skala 5
T : Hilang timbul
O : Pasien tampak menahan nyeri
TTV
TD : 153/89
N : 101 x/menit
S : 37,6⁰C
SpO2 : 96 %
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi di lanjutkan
1. Kaji skala nyeri
2. Atur posisi nyaman
3. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
4. Kolaborasi dengan dokter tentang
pemberian analgetik

2. 30 Mei 2017 S : Pasien mengatakan tidak mampu merasakan


DX 2 sentuhan di kakinya
O : Pergerakan pasien terlihat terbatas
5 5
0 0

A : Masalah belum teratasi


P : Lanjutkan intervensi

39
1. Monitor kekuatan otot pasien
2. Lakukan pemeriksaan reflek motorik dan
sensorik
3. Kolaborasi dengan dokter spesialis rehab
medic terkait dengan pengobatan

3. 30 Mei 2017 S : Pasien mengatakan badannya terasa sakit


DX 3 saat di gerakan
Pasien mengatakan sulit membolak balikan
posisi
O : Pasien tampak gerakannya terbatas
Kekuatan otot ekstermitas bawah 0
A : Masalah terbatasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
1. Observasi TTV
2. Bantu dalam pemenuhan Kebutuhan
ADLs
3. Ajarkan pasien untuk membatasi
pergerakan
4. Kolaborasi dengan keluarga untuk
pemenuhan ADLs

4. 30 Mei 2017 S : Pasien mengatakan bersedia untuk dilakukan


DX 4 tindakan operasi setelah di berikan penjelasan
menenai tindakan yang akan di lakukan
O : Pasien tampak lebih tenang
TTV
TD : 153/89
N : 101 x/menit
S : 37,6⁰C
SpO2 : 96 %

40
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
1. Observasi TTV
2. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
3. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
bagaimana hal ini berhubungan dengan
anatomi
dan fisiologi dengan cara yang tepat
4. Kolaborasi dengan dokter tentang
pemberian analgetik

41
Discharg planing
Nama pasien : Tn. B
Jenis kelamin : Laki-laki
MRS : 30/05/2017 jam 14.30
Diagnosa medis : Close Fraktur Diclok VTH XII Lumbal I frankel A

Telah dilakukan tindakan:


1. Imobilisasi dengan tirah baring
2. Infus RL 15 tpm
3. Pengambilan foto RO
4. Pengambilan sample darah cek laboratorium
5. EKG
6. Konsul spesialis
Edukasi tentang pilihan tindakan;
 Operatif/non operatif
 Kelebihan dan kekurangannya tindakan medis
 Fungsi dan manfaat tindakan yang diambil
 Orang tua pasien menandatangani lembar persetujuan tindakan medis per
tanggal 30-05-2017 jam 14.30 WIB.
 Pasien ditransfer ke ruang perawatan untuk persipan tindakan operasi
direncanakan besok pagi tgl 31/05/2017

42
DAFTAR PUSTAKA

1. Beaty.J.H. Kasser.J.R. Rockwood.C.A. Fractures In Children. 5th Edition. Lippincot


William And Wilkins Publishers. Philadelphia. 2001
2. Boyes. J.H. Bunnel’s Surgery Of The Hand. 5thEdition. J.B. Lippincott Company.
Philadhelphia. Toronto. 1970.
3. Canale.S.T. Operative Orthopaedics. 11th Edition. Mosby Company. St Louis. Missouri.
2004
4. Chapman.M.W. Szabo.R.M. Marder.R. Vince.K.G. Mann.R.A. McLain.R.F. Rab.G.
Chapman’s Orthopaedics Surgery. 3rd Edition. Lippincot William And Wilkins Publishers.
Philadelphia. 2001
5. Green D.P. Operative Hand Surgery. Vol 3. 2ndEdition. Churchill Livingstone. San
Antonio, Texas. 1988.
6. Hoppenfeld.S. DeBoer.P. Surgical Exposure In Orthopaedics The Anatomic Approach.
3rd Edition. Philadelphia. 2003
7. Jordan.C. Mirzabeigi.E. Atlas Of Orthopaedics Surgical Exposure. 1st Edition. Thieme
Medical Publisher. New York. 2000
8. Netter.H.F. Thompson.J.C. Netter’s Concise Atlas Of Orthopaedics Anatomy. 3rd Edition.
MediMedia. USA. 2004
9. Solomon.L. Warwick.D. Nayagam.S. System Of Orthopaedics And Fractures. 8th Edition.
Oxford University Press Inc. London. New York. 2001
10. Rockwood.C.A. Bucholz.R.W. Heckman.J.D. Green.D.P. Fractures In Adult. 5th Edition.
Lippincot William And Wilkins Publishers. Philadelphia. 2001
11. Stern.S.H. Key Techniques in Orthopaedic Surgery. 1st Edition. Thieme Medical
Publisher. Chicago. Illinois. 2001
12. Wiesel.S.W. Delahay.J.N. Essentials Of Orthopedic Surgery. 3rd Edition. W.B. Saunders
Company. Washingt
13. Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB Lippincott
company, Philadelpia.
14. Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan
Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien,
EGC, Jakarta.
15. Reksoprodjo Soelarto, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, Jakarta.

43
16. Suddarth Doris Smith, (1991), The lippincott Manual of Nursing Practice, fifth edition, JB
Lippincott Company, Philadelphia.
17. Sjamsuhidajat. R (1997), Buku ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta

44

Anda mungkin juga menyukai