Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

GASTROPORESIS DIABETIK

DISUSUN OLEH
Novi Mery Kala Aheng
62.20.1.14.135

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES PALANGKARAYA
PROGRAM STUDI DIPLOMA IV JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2017/2018
KONSEP DASAR GASTROPORESIS
A. PENGERTIAN
Gastroporesis adalah Suatu kondisi dimana otot-otot di lambung yang berfungsi
mendorong makanan melalui saluran pencernaan tidak dapat berfungsi secara normal
(Arisman, 2011).
Gastroporesis adalah kerusakan saraf akibat nervus vagus (saraf no 10) yang
berfungsi mengontrol pergerakan dari makanan didalam saluran cerna. Pada pasien
dengan diabetes, lambung membutuhkan waktu yang terlalu lama untuk mengosongkan
isi lambungnya. Kondisi ini lebih sering didapatkan pada klien dengan diabetes baik
diabetes tipe 1 maupun diabetes tipe 2. Komplikasi gastroparesis diabetika sangat serius
sehingga sedapat mungkin harus dicegah.
Banyak kasus, gastroporesis diyakini disebabkan oleh kerusakan saraf yang
mengontrol saluran cerna (saraf vagus). Saraf vagus membantu mengelola proses
kompleks dalam saluran pencernaan, termasuk memberi sinyal otot-otot di usus kecil
agar dapat berkontraksi. Bila saraf vagus rusak, hal ini dapat menyebabkan makanan
tetap berada di lambung lebih lama, sehingga makanan tidak dapat bergerak normal ke
usus kecil untuk dicerna. Saraf vagus bisa rusak oleh penyakit seperti diabetes, atau
dengan operasi lambung atau usus kecil.
Keadaan hiperglikemia juga merupakan faktor penting lainnya yang menyebabkan
terjadinya gastroparesis. Ternyata peningkatan kadar gula darah meskipun masih dalam
rentang normal dapat menyebabkan keterlambatan pengosongan lambung pada orang
normal maupun klien diabetes. Selain itu, dapat pula disebabkan oleh
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dalam darah seperti potassium, kalsium atau
magnesium dan penggunaan obat anti inflamasi non steroid dalam jangka panjang.

B. PATOFISIOLOGI
Pengosongan lambung terjadi sebagai akibat dari integrasi kontraksi tonik fundus,
kontraksi fasikantrum, serta hambatan terhadap kontraksi pilorik dan duodenal.
Kerusakan nervusvagus dapat terjadi sebagai akibat dari kenaikan kadar gula darah yang
telah berlangsung lama. Hal tersebut menyebabkan terjadinya gangguan saraf otonom
(neuropati otonom) sehingga lambung tidak mampu berfungsi dengan baik. pun
penampilan dari neuron dan axonnya Keadaan hiperglikemia merupakan factor penting
lainnya yang menyebabkan terjadinya gastroparesis. Ternyata bahwa peningkatan kadar
gula darah meskipun masih dalam rentang normal dapat menyebabkan keterlambatan
pengosongan lambung pada orang normal maupun penderita diabetes.
Burgstaller dkk mengatakan bahwa pengosongan lambung melambat secara
bermagna pada keadaan hiperglikemia dibandingkan dengan keadaan euglikemia pada
penderita diabetes (pengosongan lambung ± 1180 menit pada kadar gula darah 5,5
mmol / 1, dan ± 240 menit pada kadar gula darah 14 mmol. Diduga mekanisme
hiperglikemia memperlambat pengosongan lambung adalah secara tak langsung yang
melibatkan perubahan pada aktivitas vagus, aktivitas listrik lambung, sekresi hormon-
hormon gastrointestinal dan mekanisme miogenik. Fischer dkk menunjukkan bahwa
hipergilemia post prandial pada penderita diabetes menyebabkan terjadinya penurunan
aktivitas mioelektrik lambung, pengurangan aktivitas motorik antrum dan keterlambatan
pengosongan lambung. Studi oleh Barnett dan Ow yang menunjukkan bahwa motilitas
antrum puasa akan menurun pada kadar gula darah 7,8 mmol/1 sedangkan motilitas
antrum postprandial akan menurun pada kadar gula darah 9,7 mmol/1

C. TANDA DAN GEJALA


Adanya neuropati sensori afferent disamping neuropati motorik afferent, turt
terganggunya motilitas esophagus dan intestinal, dan adanya gangguan psikiatrik pada
penderita diabetes, diduga merupakan factor penyebab ketidak sesuaian antara kelainan
motorik lambung dan gejala-gejala saluran cerna Gejala-gejala yang bisa ditemukan
pada penderita gastroparesis diabetika antara lain mual, muntah, anoreksia, nyeri
abdomen, rasa cepat kenyang, rasa tidak enak diperut bagian atas, rasa terbakar di dada
(heart burn), regurgitasi asam, sendawa, halitosis dan penurunan berat badan. Karena
gastroparesis diabetika sering disertai gangguan pada saluran cerna lainnya maka gejala-
gejala disgfagi (disfungsi esophagus), diare dan atau konstipasi (disfungsi usus halus
dan colon) sering pula ditemui.
Pengamatan oleh Merio dkk terhadap 22 penderita IDDM dengan keterlambatan
pengosonganlambung menemukan adanya keluhan rasa gembung post prandial di perut
bagian atas pada57% kasus, rasa cepat kenyang 41% kasus, rasa mual post prandial 27%
kasus, muntah post prandial 9% kasus, heart burn 9% kasus, diare 10% kasus dan
konstipasi 18% kasus. Lamanya gejala dialami penderita sangat bervariasi, bisa
berminggu-minggu, bisa pula berlangsung singkat diselingi waktu bebas gejala. Mual
dan muntah merupakan keluhan yang paling sering mengganggu pada gastroparesis
diabetika, dan seringkali merupakan petunjuk adanya gastroparesis, terutama bila
volume yang seperti ini diakibatkan oleh stasis dan distensi lambung, dan akan mereda
oleh dekompresi akibat muntah itu sendiri ataupun pemasangan NGT. Muntah bisa pula
bersifat refleks terjadi segera setelah makan, bisa pula terjadi pada keadaan puasa
terutama pada pagi hari dengan bahan muntahan yang bercampur cairan empedu yang
menandakan adanya refluxduodeno-gastrik.
Mual dan muntah yang terjadi bisa hilang sendiri, serangan-serangan ataupun terus
menerus.Nyeri abdomen pada gastroperasis diabetika bisa samar-samar berupa rasa
tidak enak di perut, ataupun angat jelas yang terasa di abdomen bagian tengah dan
atas.Rasa nyeri ini tidak berkaitan langsung dengan distensi lambung, namun
disangkakan sebagai akibat keterlibatan syaraf simpatis visceral dan juga neuropati
somatic nervus thoracalis abdomen.Gastroparesis, meskipun tanpa gejaladapat
menyebabkan gangguan terhadap kontrol gula darah dan absorbsi obat-obatan. Pada
penderita gastroparesis diabetika , akibat ketidak sesuaian antara onset insulin ataupun
obat hipoglikemik oral dengan absorbsi bahan nutrisi di usus halus, dpat terjadi kendali
gula darah yang tidak stabil

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sejumlah metode saat ini tersedia untuk pemeriksaan motilitas lambung, yang
dapat dikelompokkan dalam 3 kategotri :
1. Pengukuran pengosongan lambung ( semtigraphy, radiology, uji nafas radioisotop
dan USG)
2. Pengukuran tekanan intra luminal (manometry)
3. Perekaman aktivitas elektrik lambung (electrogastrographty).
Semtigraphy saat ini merupakan suatu cara pengukuran waktu pengosongan
lambung yang paling akurat, dan dapat digunakan di klinis karena non invasive dan
hanya menyebabkan paparan radiasi yang relatif rendah. Cara ini dapat mengukur
pengosongan lambung liquid, solid ataupun keduanya dengan cara memasukkan bahan
radioisotop (biasanya indium ataupun technetium) kedalam makanan, dengan suatu
kamera gamma direkam distribusi radioisotop di lambung selama periode waktu
sekurang-kurangnya 2 jam atau hingga 50% (T50) dari isi lambung telah dikosongkan.
Karena keterkaitan antara pengosongan makanan solid dengan liquid pada penderita
diabetes relatif lemah, dimana pengosongan bahan yang satu tidak dapat meramalkan
pengosongan yang lainnya, sebaiknya test dilakukan terhadap kedua jenis makanan
tersebut dengan label isotop sendiri-sendiri.Pemeriksaan yang demikian merupakan
“gold standard” pemeriksaan pengosongan lambung. Dengan menilai retensi bahan
solid pada 100 menit dan T50 bahan liquid suatu studi scintigraphy terhadap 86
pendeerita diabetes diperoleh hasil berikut ini : 16 (19%) penderita mengalami
keterlambatan pengosongan solid maupun liquid, 7 (8%) penderita normal solid tetapi
pengosongan liquid terlambat, dan 30 (35%) normal liquid tetapi solid terlambat.
Pemeriksaan radiologis dengan fluoroskopi dan CT scan selain tidak sensitive juga
menyebabkan paparan radiasi yang tinggi. Namun metode yang dilakukan Feldman
dkk dengan menggunakan solid radiopaque marker ternyata merupakan cara yang
sensitive dalam mendeteksi keterlambatan pengosonganlambung pada gastroparesis
diabetika. Setelah menelan 10 buah marker radiopaque bersama dengan makanan
standard, maka masih dijumpai marker dalam lambung setelah 6 jam yang dilihat
dengan foto polos abdomen menunjukkan adanye keterlambatan pengosongan
lambung solid non digestible yang berkaitan dengan hilangnya fase 3 dari IMMC
antrum. Metode ini sederhana, aman, ditoleransi baik, relatif murah dan reproducible,
dan mungkin lebih sensitive disbanding scintigraphy, sehingga dapat digunakan
sebagai uji penyaring untuk penentuan gangguan pengosongan lambung Uji nafas
radioisotop (radioisotop breath testing,(13C) octanoic acid breath test) merupakan
teknik yang baru dikembangkan. Dengan mengukur kadar 13CO2 dalam nafassetelah
menelan 13C-octanoic acid yang dimasukkan ke dalam makanan dapat diperoleh
waktu pengosongan lambung yang hasilnya berkolerasi baik dengan scintigraphy.
Ultrasonography merupakan suatu pemeriksaan non invasive yang dapat dipakai untuk
mengevaluasi kecepatan pengosongan lambung liquid namun tidak cocok untuk
menilai pengosongan solid. Dengan sistem tiga demensi dapat diperoleh hasil yang
lebih tepat dan juga dapat dinilai distribusi makanan dalam lambung.
Electrogastrography (EGG) merupakan suatu prosedur perekaman aktivitas
elektrik lambung yang dilakukan dengan cara menempatkan beberapa electrode pada
daerah epigastrium yang dilakukan dengan cara menempatkan beberapa electrode pada
daerah epigastrium dengan sebuah limb lead sebagai referensi. Dengan EGG dapat
diukur aktivitas elektris berbagaibagianlambung.Normalnya aktivitas elektrik lambung
distal memiliki depolarisasi siklis (slow wave) dengan kecepatan 3 siklus / menit.
Abnormalitas dari depolarisasi siklis ini (dysrhytmia) dapat berupa techigastria
(peningkatan frekwensi slow wave) bradygastria ( penurunan frekwensi slow wave)
ataupun gastric arrhythmia ( tidak teraturnya frekwensi slow wave) Dengan
pemeriksaan EGG terlihat bahwa dysrhythmia lambung relatif sering terjadi pada
penderita diabetes, namun korelasi antara EGG dengan pengosongan lambung maupun
simptom-simptom statis lambung tidak jelas.

E. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan ada berbagai macam cara, misalnya:
1. Dilakukan penyesuaian diit, yang dianjurkan adalah porsi kecil namun sering,
dengan kadar lemak dan serat yang rendah dan tetap menjaga asupan kalori yang
cukup dan olahraga seperti berjalan – jalan.
2. Beberapa orang dengan gastroporesis mungkin tidak dapat menoleransi makanan
atau cairan tertentu. Dalam situasi seperti ini, petugas kesehatan mungkin
menyarankan selang (tube jejustomy) yang ditempatkan dalam usus kecil. Tabung
makanan dapat dimasukkan melalui hidung atau mulut atau langsung ke usus kecil
melalui Tabung, biasanya bersifat sementara dan hanya digunakan ketika
gastroporesis dalam tingkat yang parah atau ketika kadar gula darah tidak dapat
dikontrol dengan metode lainnya.

F. TERAPI OBAT DENGAN IMPLIKASI KEPERAWATAN


Obat untuk mengobati gastroporesis dapat berupa:
1. Obat untuk mengontrol mual dan muntah. Obat anti-emetik seperti Proklorperazin
(Compro), Diphenhydramine (Benadryl, Unisom), dan Lorazepam (Ativan) dapat
digunakan.
2. Obat untuk merangsang otot-otot didalam lambung. Obat-obatan jenis ini termasuk
Metoclopramide (Raglan) dan Eritromisin. Terdapat resiko efek samping yang
serius pada penggunaan obat tersebut, sehingga anda harus mendiskusikan manfaat
dan risiko yang mungkin muncul dengan dokter.
3. Konsumsi obat harus teratur dan diminum sebelum makan
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Data-data yang perlu untuk dikaji antara lain :
1. Riwayat hidup
Dalam riwayat hidup yang perlu dikaji antara lain; umur, jenis kelamin, jenis strees,
pola makan (diet), perokok, alkoholik, minum kopi, penggunaan obat-obatan
tertentu.
2. Pemeriksaan fisik
Secara subyektif dijumpai; keluhan pasien berupa : nyeri epigastrium, perut lembek,
kram, ketidakmampuan mencerna, mual, muntah. Sedangkan secara obyektif
dijumpai :tanda-tanda yang membahayakan, meringis, kegelisahan, atau merintih,
perubahan tanda-tanda vital, kelembekan daerah epigastrium, dan penurunan
peristaltik, erythema palmer, mukosa kulit basah tanda-tand dehidrasi.
3. Psikologis
Dijumpai adanya kecemasan dan ketakutan pada penderita atau keluarganya
mengenai kegawatan pada kondisi kritis.

B. ANALISA DATA
Data Etiologi Masalah
Data subjektif : Konsumsi obat penghilang Nyeri
Laporan secara verbal nyeri
Data objektif :
Mengurangi prostaglandin
- Posisi untuk menahan
yang bertugas melindungi
nyeri
dinding lambung
- Tingkah laku berhati-
hati Dinding lambung
- Gangguan tidur (mata dilindungi oleh mukosa
sayu, tampak capek, bicarbonate rusak
sulit atau gerakan kacau,
Peningkatan asam lambung
menyeringai)
- Terfokus pada diri Inflamasi mukosa lambung
sendiri
Kerusakan langsung
- Fokus menyempit
mukosa lambung
(penurunan persepsi
waktu, kerusakan proses Nyeri epigastrik
berpikir, penurunan
Nyeri
interaksi dengan orang
dan lingkungan)
- Tingkah laku distraksi,
contoh : jalan-jalan,
menemui orang lain
dan/atau aktivitas,
aktivitas berulang-
ulang)
- Respon autonom
(seperti diaphoresis,
perubahan tekanan
darah, perubahan nafas,
nadi dan dilatasi pupil)
- Perubahan autonomic
dalam tonus otot
(mungkin dalam rentang
dari lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah,
merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu
makan dan minum
Data subjektif : Konsumsi obat penghilang Kekurangan vol cairan
Klien mengatakan haus nyeri
Data objektif :
Mengurangi prostaglandin
- Penurunan turgor
yang bertugas melindungi
kulit/lidah
dinding lambung
- Membran mukosa/kulit
kering Dinding lambung
- Peningkatan denyut dilindungi oleh mukosa
nadi, penurunan bicarbonate rusak
tekanan darah,
Peningkatan asam lambung
penurunan
volume/tekanan nadi Inflamasi mukosa lambung
- Pengisian vena
Kerusakan langsung
menurun
mukosa lambung
- Perubahan status
mental Mual dan muntah
- Konsentrasi urine
Kekurangan vol cairan
meningkat
- Temperatur tubuh
meningkat
- Kehilangan berat badan
secara tiba-tiba
- Penurunan urine output
- HMT meningkat
- Kelemahan
Data subjektif : Konsumsi obat penghilang Ketidakseimbangan
- Nyeri abdomen nyeri Nutrisi kurang dari
- Muntah kebutuhan tubuh
Mengurangi prostaglandin
- Kejang perut
yang bertugas melindungi
- Rasa penuh tiba-tiba
dinding lambung
setelah makan
Data objektif : Dinding lambung
- Diare dilindungi oleh mukosa
- Kurang nafsu makan bicarbonate rusak
- Bising usus berlebih
Peningkatan asam lambung
- Konjungtiva pucat
- Denyut nadi lemah Inflamasi mukosa lambung

Kerusakan langsung
mukosa lambung

mual dan muntah

Meningkatkan
permeabilitas kapiler thd
protein

Ketidakseimbangan Nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan iritasi gastrium atau pengecilan kelenjar gastrik.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dengan mual,
muntah, nafsu makan menurun, intoleransi makanan.
3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan pemasukan cairan dan
elektrolit yang kurang, muntah, perdarahan.

D. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :
dengan:  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara
Agen injuri (biologi, kimia,  pain control, komprehensif termasuk lokasi,
fisik, psikologis), kerusakan  comfort level karakteristik, durasi, frekuensi,
jaringan Setelah dilakukan kualitas dan faktor presipitasi
tinfakan keperawatan  Observasi reaksi nonverbal dari
DS: selama 3 x 24 jam Pasien ketidaknyamanan
- Laporan secara verbal tidak mengalami nyeri,  Bantu pasien dan keluarga untuk
DO: dengan kriteria hasil: mencari dan menemukan
- Posisi untuk menahan  Mampu mengontrol dukungan
nyeri nyeri (tahu penyebab  Kontrol lingkungan yang dapat
- Tingkah laku berhati-hati nyeri, mampu mempengaruhi nyeri seperti suhu
- Gangguan tidur (mata menggunakan tehnik ruangan, pencahayaan dan
sayu, tampak capek, sulit nonfarmakologi untuk kebisingan
atau gerakan kacau, mengurangi nyeri,  Kurangi faktor presipitasi nyeri
menyeringai) mencari bantuan)  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
- Terfokus pada diri sendiri  Melaporkan bahwa menentukan intervensi
- Fokus menyempit nyeri berkurang dengan  Ajarkan tentang teknik non
(penurunan persepsi menggunakan farmakologi: napas dala,
waktu, kerusakan proses manajemen nyeri relaksasi, distraksi, kompres
berpikir, penurunan  Mampu mengenali nyeri hangat/ dingin
interaksi dengan orang (skala, intensitas,  Berikan analgetik untuk
dan lingkungan) frekuensi dan tanda mengurangi nyeri
- Tingkah laku distraksi, nyeri)  Tingkatkan istirahat
contoh : jalan-jalan,  Menyatakan rasa  Berikan informasi tentang nyeri
menemui orang lain nyaman setelah nyeri seperti penyebab nyeri, berapa
dan/atau aktivitas, berkurang lama nyeri akan berkurang dan
aktivitas berulang-ulang)  Tanda vital dalam antisipasi ketidaknyamanan dari
- Respon autonom (seperti rentang normal prosedur
diaphoresis, perubahan  Tidak mengalami  Monitor vital sign sebelum dan
tekanan darah, perubahan gangguan tidur sesudah pemberian analgesik
nafas, nadi dan dilatasi pertama kali
pupil)
- Perubahan autonomic
dalam tonus otot
(mungkin dalam rentang
dari lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah,
merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu
makan dan minum

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Ketidakseimbangan NOC:  Kaji adanya alergi makanan


nutrisi kurang dari a. Nutritional status:  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
kebutuhan tubuh Adequacy of nutrient menentukan jumlah kalori dan
Berhubungan dengan : b. Nutritional Status : nutrisi yang dibutuhkan pasien
Ketidakmampuan untuk food and Fluid Intake  Yakinkan diet yang dimakan
memasukkan atau mencerna c. Weight Control mengandung tinggi serat untuk
nutrisi oleh karena faktor Setelah dilakukan mencegah konstipasi
biologis, psikologis atau tindakan keperawatan  Ajarkan pasien bagaimana
ekonomi. selama 3 x 24 jam nutrisi membuat catatan makanan harian.
DS: kurang teratasi dengan  Monitor adanya penurunan BB
- Nyeri abdomen indikator: dan gula darah
- Muntah  Albumin serum  Monitor lingkungan selama
- Kejang perut  Pre albumin serum makan
- Rasa penuh tiba-tiba  Hematokrit  Jadwalkan pengobatan dan
setelah makan  Hemoglobin tindakan tidak selama jam makan
DO:  Total iron binding  Monitor turgor kulit
- Diare capacity  Monitor kekeringan, rambut
- Rontok rambut yang  Jumlah limfosit kusam, total protein, Hb dan kadar
berlebih Ht
- Kurang nafsu makan  Monitor mual dan muntah
- Bising usus berlebih  Monitor pucat, kemerahan, dan
- Konjungtiva pucat kekeringan jaringan konjungtiva
- Denyut nadi lemah  Monitor intake nuntrisi
 Informasikan pada klien dan
keluarga tentang manfaat nutrisi
 Kolaborasi dengan dokter tentang
kebutuhan suplemen makanan
seperti NGT/ TPN sehingga
intake cairan yang adekuat dapat
dipertahankan.
 Atur posisi semi fowler atau
fowler tinggi selama makan
 Kelola pemberan anti emetik:.....
 Anjurkan banyak minum
 Pertahankan terapi IV line
 Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas
oval

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Defisit Volume Cairan NOC: NIC :


Berhubungan dengan:  Fluid balance  Pertahankan catatan intake dan
- Kehilangan volume  Hydration output yang akurat
cairan secara aktif  Nutritional Status :  Monitor status hidrasi (
- Kegagalan mekanisme Food and Fluid Intake kelembaban membran
pengaturan Setelah dilakukan mukosa, nadi adekuat, tekanan
tindakan keperawatan darah ortostatik ), jika
DS : selama 3 x 24 jam defisit diperlukan
- Haus volume cairan teratasi  Monitor hasil lab yang sesuai
DO: dengan kriteria hasil: dengan retensi cairan (BUN ,
- Penurunan turgor  Mempertahankan Hmt , osmolalitas urin,
kulit/lidah urine output sesuai albumin, total protein )
- Membran mukosa/kulit dengan usia dan BB,  Monitor vital sign setiap
kering BJ urine normal, 15menit – 1 jam
- Peningkatan denyut nadi,  Tekanan darah, nadi,  Kolaborasi pemberian cairan
penurunan tekanan darah, suhu tubuh dalam IV
penurunan batas normal  Monitor status nutrisi
volume/tekanan nadi  Tidak ada tanda tanda  Berikan cairan oral
- Pengisian vena menurun dehidrasi, Elastisitas  Berikan penggantian
- Perubahan status mental turgor kulit baik, nasogatrik sesuai output (50 –
- Konsentrasi urine membran mukosa 100cc/jam)
meningkat lembab, tidak ada rasa  Dorong keluarga untuk
- Temperatur tubuh haus yang berlebihan membantu pasien makan
meningkat  Orientasi terhadap  Kolaborasi dokter jika tanda
- Kehilangan berat badan waktu dan tempat baik cairan berlebih muncul
secara tiba-tiba  Jumlah dan irama meburuk
- Penurunan urine output pernapasan dalam  Atur kemungkinan tranfusi
- HMT meningkat batas normal  Persiapan untuk tranfusi
- Kelemahan  Elektrolit, Hb, Hmt  Pasang kateter jika perlu
dalam batas normal  Monitor intake dan urin output
 pH urin dalam batas setiap 8 jam
normal
 Intake oral dan
intravena adekuat

DAFTAR PUSTAKA
Arisman. 2011. Diabetes Mellitus. Jakarta: EGC.
Alvin .C, 2008. Diabetes Melitus, Harrison internal Medicine 17th Edition, 2052- 2063.
Permana, Hikmat. 2011. Komplikasi Kronik dan Penyakit Penyerta Pada
Diabetesi. Universitas Padjadjaran Bandung: Bandung.
Sutadi , Sri Maryani. Gastroperasis Diabetika http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-
srimaryani8.pdf. Diakses tanggal 14 Maret 2018

Anda mungkin juga menyukai