Anda di halaman 1dari 14

RANGKUMIN

2.1.5 Struktur Kota


Teori Tentang Struktur Ruang Kota – Hubungan interaksi antara manusia dengan lingkungannya mengakibatkan adanya pola penggunahan
lahan yang beraneka ragam. Hal ini disebabkan karena situasi dan kondisi lahan yang berbeda-beda sehingga menuntut manusia yang
mengggunakannya harus menggunakan cara penggunaan yang berbeda pula. Penggunaan alam sekitar harus disesuaikan dengan kondisi
lingkungan yang meliputi keadaan fisik lingkungan, keadaan sosial dan keadaan dari segi ekonomi. Nah, sehubungan dengan hal ini, munculah
beberapa teori seperti teori konsentris, sektoral, inti ganda, konsektoral, poros dan historis (Danang Endarto, Hal. 209).

[Type text]
A. Teori Konsentris (Concentric Theory)
Teori tentang struktur ruang kota yang pertama adalah teori konsentris yakni teori yang dikemukakan oleh Ernest W. Burgess, ia berpendapat
bahwa kota Chicago telah mengalami perkembangan dan pemekaran wilayah seiring berjalannya waktu dan bertambahnya jumlah penduduk.
Perkembangan itu semakin meluas menjauhi titik pusat hingga mencapai daerah pinggiran. Zona yang terbentuk akibat pemekaran wilayah ini
mirip sebuah gelang yang melingkar.
Di Indonesia, teori seperti ini sangat sulit terwujud (hanya di kota-kota besar) karena lingkungan di Indonesia banyak yang merupakan daerah
pegunungan, berlembah, memiliki sungai besar dan daerah yang terpisah laut. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar. Struktur kota menurut teori konsentris


B. Teori Sektoral (Sector Theory)
Teori tentang struktur ruang kota yang kedua adalah teori sektoral yakni teori yang dikemukakan oleh Hommer Hoyt dari hasil penelitiannya
yang dilakukannya pada tahun 1930-an di kota Chicago. Hommer Hoyt berpendapat bahwa unit-unit kegiatan di perkotaan tidak menganut teori
konsentris melainkan membentuk unit-unit yang lebih bebas. Ia menambahkan bahwa daerah dengan harga tanah yang mahal pada umumnya
terletak di luar kota sedangkan harga tanah yang lebih murah biasanya merupakan jalur-jalur yang bentuknya memanjang dari pusat kota (pusat
kegiatan) menuju daerah perbatasan. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar di bawah ini.

[Type text]
Gambar. Struktur kota menurut teori sektoral

C. Teori Inti Ganda (Multiple Nucleus Theory)


Dikemukakan oleh dua orang ahli geografi yang bernama Harris dan Ullman pada tahun 1945. Mereka berdua berpendapat bahwa teori
konsentris dan sektoral memang terdapat di perkotaan namun apabila dilihat lebih dalam lagi, maka akan didapati kenyataan yang lebih kompleks.
Kenyataan yang kompleks ini disebabkan karena dalam sebuah kota yang berkembang akan tumbuh inti-inti kota yang baru yang sesuai dengan
kegunaan sebuah lahan, misalnya adanya pabrik, universitas, bandara, stasiun kereta api dan sebagainya. Inti-inti kota tersebut akan menciptakan
suatu pola yang berbeda-beda karena kita tentunya akan tahu bahwa sebuah tempat yang dibuka (misalnya pabrik), maka disekitarnya akan tumbuh
pemukiman kos-kosan, perdagangan kecil dan sebagainya yang tentunya semua ini akan ikut mempengarui struktur ruang kota.

[Type text]
Gambar. Struktur kota menurut teori inti ganda

D. Teori Konsektoral (Tipe Eropa)


Teori tentang struktur ruang kota yang keempat adalah teori konsektoral (tipe Eropa) yakni teori yang dikemukakan oleh Peter Mann di Inggris
pada tahun 1965. Peter Mann mencoba untuk menggabungkan teori konsentris dan sektoral, akan tetapi disini teori konsentris lebih ditonjolkan.

[Type text]
Gambar. Struktur kota menurut teori konsektoral
E. Teori Konsektoral (Tipe Amerika Latin)
Teori tentang struktur ruang kota yang kelima adalah teori konsektoral (tipe Amerika Latin) yakni teori yang dikemukakan oleh Ernest Griffin
dan Larry Ford saat melakukan penelitian di Amerika Latin pada tahun 1980. Teori ini bisa Anda lihat gambarannya seperti pada gambar berikut.

Gambar. Struktur kota menurut teori konsektoral tipe Amerika Latin (Sumber: Eni Anjayani, hal 201)

F. Teori Poros
Teori tentang struktur ruang kota yang keenam adalah teori poros yakni teori yang dikemukakan oleh Babcock pada tahun 1932. Teori ini
menekankan bahwa jalur tranportasi dapat memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap struktur ruang kota.

[Type text]
Gambar. Struktur kota menurut teori poros

[Type text]
G. Teori Historis
Teori tentang struktur ruang kota yang terakhir yakni teori historis yang dikemukakan oleh Alonso. Teorinya didasari atas nilai sejarah
yang berkaitan dengan perubahan tempat tinggal penduduk di kota tersebut. Kita bisa melihat gambaranya di bawah ini.

Gambar. Struktur kota menurut teori historis


Daerah yang menjadi pusat kegiatan dalam kurun waktu yang lama akan mengalami kerusakan lingkungan, akibatnya sejumlah penduduk
akan pindah ke daerah pinggiran yang masih asri dan alami (lihat garis yang menunjuk keluar). Kerusakan lingkungan di daerah pusat kegiatan ini
akan mengundang pemerintah setempat untuk melakukan perbaikan sehingga ketika dirasa telah lebih baik, hal ini akan mengundang sejumlah
masyarakat untuk tinggal di dekat wilayah pusat kegiatan. Beberapa alasannya adalah karena mudahnya tranportasi, banyaknya pusat perbelanjaan
dan fasilitas umum lainnya (lihat garis yang menunjuk ke dalam).
Perbaikan terus di lakukan dimana yang awalnya hanya di lakukan pada wilayah 1 (pusat kegiatan) kemudian merambat ke wilayah 2, 3
dan seterusnya. Tentunya ini akan menarik masyarakat untuk memindahkan tempat tinggalnya dari wilayah 1 ke wilayah yang lebih tinggi sehingga
terjadilah perubahan tempat tinggal. Beberapa alasannya pada umumnya karena wilayah pusat kegiatan sangat padat penduduk sehingga tidak
begitu nyaman.

[Type text]
2.2 Standar dan Peraturan Daerah
JABARIN YANG SESUAI YANG AKAN DIBAHAS PADA STUDI KAWASAN NANTI

Berikut adalah dasar-dasar hukum yang mengatur desain urban :

A. Dasaran Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 tahun 2007 mengenai Penataan Ruang berdasarkan Pasal 5 ayat (1), Pasal 20,
Pasal 25 A, dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 45).
1. Bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan negara kepulauan berciri, Nusantara bauk sebagai
kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumber daya,
perlu ditingkatkan upaya pengelolaanya secara bijaksana, berdaya guna, dan berhasil guna dengan berpedoman pada kaidah penataan
ruang sehingga kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga keberlanjutannya demi terwujudnya kesejahteraan umum dan keadilan
sosial sesuai dengan landasan konstituisional Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Bahwa perkembangan situasi dan kondisi nasional dan internasional menuntut penengakan prinsip keterpaduan, keberlanjutan,
demokrasi, kepastian hukum, dan keadilan dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang yang baik sesuai dengan landasan idil
Pancasila.
3. Bahwa untuk memperkukuh Ketahanan Nasional berdasarkan Wawasan Nusantara dan sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang
memberikan kewenangan semakin besar kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaran penataan ruang, makan kewenangan tersebut
perlu diatur demi menjaga keserasian dan keterpaduan antar daerah dan antara pusat dan daerah agar tidak menimbulkan kesenjangan
antar daerah.
4. Bahwa keberadaan ruang yan terbatas dan pemahaman masayarakat yang berkembang terhadap pentingnya penataan ruang sehingga
di perlukan penyelenggaraan penataan ruang yang transparan, efektif, dan partisipatif agar terwujud ruang yang aman,nyaman,
produktif, dan berkelanjutan.

[Type text]
5. Bahwa secara geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia berada pada kawasan rawan bencana sehingga diperlukan penataan ruang
yang berbasis mitigasi bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan penghidupan.
6. Bahwa Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan pengaturan penataan ruang
sehingga perlu diganti dengan undang-undang penataan ruang yang baru.
7. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, perlu membentuk
Undang-Undang tentang Penataan Ruang.

2.3 Desain Urban

2.3.1 Pengertian

RANGKUMIN/ TULIS ULANG DENGAN BAHASA KALIAN


Desain urban adalah proses merancang kota, dan desa. Berbeda dengan arsitektur yang berfokus pada desain bangunan individu, desain
urban memiliki skalam yang lebih besar yaitu dari kelombok bangunan, jalan, dan ruang publik, seluruh lingkungan dan seluruh kota dengan
tujuan menjadikan daerah perkotaan yang fungsional, menarik dan dapat digunakan seterusnya.(Wikipedia)
Desain urban menurut para ahli :
A. Hamid Shirvani (1985)
Dalam bukunya Urban Design Process
Desain Urban (perancangan kota) merupakan kelanjutan dari urban planning (perencanaan kota) sebab bagaimanapun
hasil perencanaan kota belum “selesai” atau belum dapat dilaksanakan tanpa ada rancang desain dari rencana yang telah
disusun. Desain Urban memiliki tekanan pada penataan lingkungan fisik kota. Elemen yang membentuk suatu kota
(terutama pusat kota) adalah tata guna lahan (land use), Bentuk dan kelompok bangunan (Building and Mass Building),
Ruang Terbuka (Open Space), Parkir dan Sirkulasi (Parking and Circulation), Tanda-tanda (Signage), Jalur Pejalan Kaki
(Pedestrian Ways), Pendukung Kegiatan (Activity Support), dan Preservasi (Preservatin).

[Type text]
B. Robert M. Beckley (1979)
Desain Urban adalah suatu jembatan antara profesi perencanaan kota dengan arsitektur. Perhatian utama Urban Design
adalah pada bentuk fisik kota.

2.3.2 Teori Desain Urban


Dalam proses urban design didasarkan pada teori-teori yang harus selalu diperhatikan yaitu:

1. Figure Ground Theory (solid-void plan)


Berisi tentang lahan terbangun (urban solid) dan lahan terbuka (urban void). Pendekatan inimerupakan suatu bentuk usaha untuk
memanipulasi atau mengolah pola eksisting figure ground dengan cara penambahan, pengurangan, atau pengubahan pola geometris dan
juga merupakan bentuk analisa hubungan antara massa bangunan dengan ruang terbuka.
a. Urban solid
Tipe urban solid terdiri dari: Massa bangunan, monumen, Persil lahan blok hunian yang ditonjolkan, Edges yang berupa bangunan
b. Urban void
Tipe urban void terdiri dari:
1) Ruang terbuka berupa pekarangan yang bersifat transisi antara publik dan privat
2) Ruang terbuka di dalam atau dikelilingi massa bangunan bersifat semi privat sampai privat
3) Jaringan utama jalan dan lapangan bersifat publik karena mewadahi aktivitas publik berskala kota
4) Area parkir publik bisa berupa taman parkir sebagai nodes yang berfungsi preservasi kawasan hijau
5) Sistem ruang terbuka yang berbentuk linier dan curvalinier. Tipe ini berupa daerah aliran sungai, danau dan semua yang alami dan basah.

2. Teori Keterkaitan (Linkage Theory)


Linkage artinya berupa garis semu yang menghubungkan antara elemen yang satu dengan yang lain, nodes yang satu dengan nodes yang lain, atau
distrik yang satu dengan yang lain. Garis ini bisa berbentuk jaringan jalan, jalur pedestrian, ruang terbuka yang berbentuk segaris dan sebagainya.

[Type text]
Menurut Fumuhiko Maki, Linkage adalah semacam perekat kota yang sederhana, suatu bentuk upaya untuk mempersatukan seluruh tingkatan
kegiatan yang menghasilkan bentuk fisik suatu kota. Teori ini terbagi menjadi 3 tipe linkage urban space yaitu:
1) Compositional form
Bentuk ini tercipta dari bangunan yang berdiri sendiri secara 2 dimensi. Dalam tipe ini hubungan ruang jelas walaupun tidak secara langsung
2) Mega form
Susunan-susunan yang dihubungkan ke sebuah kerangka berbentuk garis lurus dan hirarkis.
3) Group form
Bentuk ini berupa akumulasi tambahan struktur pada sepanjang ruang terbuka. Kota-kota tua dan bersejarah serta daerah pedesaan menerapkan
pola ini.

3. Teori lokasi (Place Theory)


Teori ini berkaitan dengan space terletak pada pemahaman atau pengertian terhadap budaya dan karakteristik manusia terhadap ruang fisik.
Space adalah void yang hidup mempunyai suatu keterkaitan secara fisik. Space ini akan menjadi place apabila diberikan makna kontekstual dari
muatan budaya atau potensi muatan lokalnya

Sumber : Trancik, 1986

[Type text]
Salah satu bentuk keberhasilan pembentuk place adalah seperti aturan yang dikemukakan Kevin Lynch untuk desain ruang kota:
1) Legibillity(kejelasan)
Sebuah kejelasan emosional suatu kota yang dirasakan secara jelas oleh warga kotanya. Artinya suatu kota atau bagian kota atau kawasan
bisa dikenali dengan cepat dan jelas mengenai distriknya, landmarknya atau jalur jalannya dan bisa langsung dilihat pola keseluruhannya.
2) Identitas dan susunan
Identitas artinya image orang akan menuntut suatu pengenalan atas suatu obyek dimana didalamnya harus tersirat perbedaan obyek tersebut
dengan obyek yang lainnya, sehingga orang dengan mudah bisa mengenalinya. Susunan artinya adanya kemudahan pemahaman pola suatu blok-
blok kota yang menyatu antar bangunan dan ruang terbukanya
3) Imageability
Artinya kualitas secara fisik suatu obyek yang memberikan peluang yang besar untuk timbulnya image yang kuat yang diterima orang.
Image ditekankan pada kualitas fisik suatu kawasan atau lingkungan yang menghubungkan atribut identitas dengan strukturnya.
Kevin Lynch menyatakan bahwa image kota dibentuk oleh 5 elemen pembentuk wajah kota, yaitu:
a) Paths
Adalah suatu garis penghubung yang memungkinkan orang bergerak dengan mudah. Paths berupa jalur, jalur pejalan kaki,
kanal, rel kereta api, dan yang lainnya.
b) Edges
Adalah elemen yang berupa jalur memanjang tetapi tidak berupa paths yang merupakan batas antara 2 jenis fase kegiatan.
Edges berupa dinding, pantai hutan kota, dan lain-lain.
c) Districts
Districts hanya bisa dirasakan ketika orang memasukinya, atau bisa dirasakan dari luar apabila memiliki kesan visual.
Artinya districts bisa dikenali karena adanya suatu karakteristik kegiatan dalam suatu wilayah.

[Type text]
d) Nodes
Adalah berupa titik dimana orang memiliki pilihan untuk memasuki districts yang berbeda. Sebuah titik konsentrasi
dimana transportasi memecah, paths menyebar dan tempat mengumpulnya karakter fisik.
e) Landmark
Adalah titik pedoman obyek fisik. Berupa fisik natural yaitu gunung, bukit dan fisik buatan seperti menara, gedung,
sculpture, kubah dan lain-lain sehingga orang bisa dengan mudah mengorientasikan diri di dalam suatu kota atau kawasan.

Sumber : Kevin Lynch 1959


f) Visual conection
Visual conection adalah hubungan yang terjadi karena adanya kesamaan visual antara satu bangunan dengan bangunan
lain dalam suatu kawasan, sehingga menimbulkan image tertentu. Visual conection ini lebih mencangkup ke non visual atau ke
hal yang lebih bersifat konsepsi dan simbolik, namun dapat memberikan kesan kuat dari kerangka kawasan
Dalam pengaturan suatu landuse atau tata guna lahan, relasi suatu kawasan memegang peranan penting karena pada
dasarnya menyangkut aspek fungsional dan efektivitas. Seperti misalnya pada daerah perkantoran pada umumya dengan
perdagangan atau fungsi-fungsi lain yang kiranya memiliki hubungan yang relevan sesuai dengan kebutuhannya.
g) Symbolic conection

[Type text]
Symbolic conection dari sudut pandang komunikasi simbolik dan cultural anthropology meliputi:
Vitality : Melalui prinsip-prinsip sustainance yang mempengaruhi sistem fisik, safety yang mengontrol perencanaan urban
struktur, sense seringkali diartikan sebagai sense of place yang merupakan tingkat dimana orang dapat mengingat tempat yang
merupakan tingkat dimana orang dapat mengingat tempat yang memiliki keunikan dan karakteristik suatu kota.
Fit : Menyangkut pada karakteristik pembangkit sistem fisikal dari struktur kawasan yang berkaitan dengan budaya, norma dan
peraturan yang berlaku.

[Type text]

Anda mungkin juga menyukai