[Type text]
A. Teori Konsentris (Concentric Theory)
Teori tentang struktur ruang kota yang pertama adalah teori konsentris yakni teori yang dikemukakan oleh Ernest W. Burgess, ia berpendapat
bahwa kota Chicago telah mengalami perkembangan dan pemekaran wilayah seiring berjalannya waktu dan bertambahnya jumlah penduduk.
Perkembangan itu semakin meluas menjauhi titik pusat hingga mencapai daerah pinggiran. Zona yang terbentuk akibat pemekaran wilayah ini
mirip sebuah gelang yang melingkar.
Di Indonesia, teori seperti ini sangat sulit terwujud (hanya di kota-kota besar) karena lingkungan di Indonesia banyak yang merupakan daerah
pegunungan, berlembah, memiliki sungai besar dan daerah yang terpisah laut. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar di bawah ini.
[Type text]
Gambar. Struktur kota menurut teori sektoral
[Type text]
Gambar. Struktur kota menurut teori inti ganda
[Type text]
Gambar. Struktur kota menurut teori konsektoral
E. Teori Konsektoral (Tipe Amerika Latin)
Teori tentang struktur ruang kota yang kelima adalah teori konsektoral (tipe Amerika Latin) yakni teori yang dikemukakan oleh Ernest Griffin
dan Larry Ford saat melakukan penelitian di Amerika Latin pada tahun 1980. Teori ini bisa Anda lihat gambarannya seperti pada gambar berikut.
Gambar. Struktur kota menurut teori konsektoral tipe Amerika Latin (Sumber: Eni Anjayani, hal 201)
F. Teori Poros
Teori tentang struktur ruang kota yang keenam adalah teori poros yakni teori yang dikemukakan oleh Babcock pada tahun 1932. Teori ini
menekankan bahwa jalur tranportasi dapat memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap struktur ruang kota.
[Type text]
Gambar. Struktur kota menurut teori poros
[Type text]
G. Teori Historis
Teori tentang struktur ruang kota yang terakhir yakni teori historis yang dikemukakan oleh Alonso. Teorinya didasari atas nilai sejarah
yang berkaitan dengan perubahan tempat tinggal penduduk di kota tersebut. Kita bisa melihat gambaranya di bawah ini.
[Type text]
2.2 Standar dan Peraturan Daerah
JABARIN YANG SESUAI YANG AKAN DIBAHAS PADA STUDI KAWASAN NANTI
A. Dasaran Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 tahun 2007 mengenai Penataan Ruang berdasarkan Pasal 5 ayat (1), Pasal 20,
Pasal 25 A, dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 45).
1. Bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan negara kepulauan berciri, Nusantara bauk sebagai
kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumber daya,
perlu ditingkatkan upaya pengelolaanya secara bijaksana, berdaya guna, dan berhasil guna dengan berpedoman pada kaidah penataan
ruang sehingga kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga keberlanjutannya demi terwujudnya kesejahteraan umum dan keadilan
sosial sesuai dengan landasan konstituisional Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Bahwa perkembangan situasi dan kondisi nasional dan internasional menuntut penengakan prinsip keterpaduan, keberlanjutan,
demokrasi, kepastian hukum, dan keadilan dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang yang baik sesuai dengan landasan idil
Pancasila.
3. Bahwa untuk memperkukuh Ketahanan Nasional berdasarkan Wawasan Nusantara dan sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang
memberikan kewenangan semakin besar kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaran penataan ruang, makan kewenangan tersebut
perlu diatur demi menjaga keserasian dan keterpaduan antar daerah dan antara pusat dan daerah agar tidak menimbulkan kesenjangan
antar daerah.
4. Bahwa keberadaan ruang yan terbatas dan pemahaman masayarakat yang berkembang terhadap pentingnya penataan ruang sehingga
di perlukan penyelenggaraan penataan ruang yang transparan, efektif, dan partisipatif agar terwujud ruang yang aman,nyaman,
produktif, dan berkelanjutan.
[Type text]
5. Bahwa secara geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia berada pada kawasan rawan bencana sehingga diperlukan penataan ruang
yang berbasis mitigasi bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan penghidupan.
6. Bahwa Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan pengaturan penataan ruang
sehingga perlu diganti dengan undang-undang penataan ruang yang baru.
7. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, perlu membentuk
Undang-Undang tentang Penataan Ruang.
2.3.1 Pengertian
[Type text]
B. Robert M. Beckley (1979)
Desain Urban adalah suatu jembatan antara profesi perencanaan kota dengan arsitektur. Perhatian utama Urban Design
adalah pada bentuk fisik kota.
[Type text]
Menurut Fumuhiko Maki, Linkage adalah semacam perekat kota yang sederhana, suatu bentuk upaya untuk mempersatukan seluruh tingkatan
kegiatan yang menghasilkan bentuk fisik suatu kota. Teori ini terbagi menjadi 3 tipe linkage urban space yaitu:
1) Compositional form
Bentuk ini tercipta dari bangunan yang berdiri sendiri secara 2 dimensi. Dalam tipe ini hubungan ruang jelas walaupun tidak secara langsung
2) Mega form
Susunan-susunan yang dihubungkan ke sebuah kerangka berbentuk garis lurus dan hirarkis.
3) Group form
Bentuk ini berupa akumulasi tambahan struktur pada sepanjang ruang terbuka. Kota-kota tua dan bersejarah serta daerah pedesaan menerapkan
pola ini.
[Type text]
Salah satu bentuk keberhasilan pembentuk place adalah seperti aturan yang dikemukakan Kevin Lynch untuk desain ruang kota:
1) Legibillity(kejelasan)
Sebuah kejelasan emosional suatu kota yang dirasakan secara jelas oleh warga kotanya. Artinya suatu kota atau bagian kota atau kawasan
bisa dikenali dengan cepat dan jelas mengenai distriknya, landmarknya atau jalur jalannya dan bisa langsung dilihat pola keseluruhannya.
2) Identitas dan susunan
Identitas artinya image orang akan menuntut suatu pengenalan atas suatu obyek dimana didalamnya harus tersirat perbedaan obyek tersebut
dengan obyek yang lainnya, sehingga orang dengan mudah bisa mengenalinya. Susunan artinya adanya kemudahan pemahaman pola suatu blok-
blok kota yang menyatu antar bangunan dan ruang terbukanya
3) Imageability
Artinya kualitas secara fisik suatu obyek yang memberikan peluang yang besar untuk timbulnya image yang kuat yang diterima orang.
Image ditekankan pada kualitas fisik suatu kawasan atau lingkungan yang menghubungkan atribut identitas dengan strukturnya.
Kevin Lynch menyatakan bahwa image kota dibentuk oleh 5 elemen pembentuk wajah kota, yaitu:
a) Paths
Adalah suatu garis penghubung yang memungkinkan orang bergerak dengan mudah. Paths berupa jalur, jalur pejalan kaki,
kanal, rel kereta api, dan yang lainnya.
b) Edges
Adalah elemen yang berupa jalur memanjang tetapi tidak berupa paths yang merupakan batas antara 2 jenis fase kegiatan.
Edges berupa dinding, pantai hutan kota, dan lain-lain.
c) Districts
Districts hanya bisa dirasakan ketika orang memasukinya, atau bisa dirasakan dari luar apabila memiliki kesan visual.
Artinya districts bisa dikenali karena adanya suatu karakteristik kegiatan dalam suatu wilayah.
[Type text]
d) Nodes
Adalah berupa titik dimana orang memiliki pilihan untuk memasuki districts yang berbeda. Sebuah titik konsentrasi
dimana transportasi memecah, paths menyebar dan tempat mengumpulnya karakter fisik.
e) Landmark
Adalah titik pedoman obyek fisik. Berupa fisik natural yaitu gunung, bukit dan fisik buatan seperti menara, gedung,
sculpture, kubah dan lain-lain sehingga orang bisa dengan mudah mengorientasikan diri di dalam suatu kota atau kawasan.
[Type text]
Symbolic conection dari sudut pandang komunikasi simbolik dan cultural anthropology meliputi:
Vitality : Melalui prinsip-prinsip sustainance yang mempengaruhi sistem fisik, safety yang mengontrol perencanaan urban
struktur, sense seringkali diartikan sebagai sense of place yang merupakan tingkat dimana orang dapat mengingat tempat yang
merupakan tingkat dimana orang dapat mengingat tempat yang memiliki keunikan dan karakteristik suatu kota.
Fit : Menyangkut pada karakteristik pembangkit sistem fisikal dari struktur kawasan yang berkaitan dengan budaya, norma dan
peraturan yang berlaku.
[Type text]