Anda di halaman 1dari 11

TEORI DASAR

2.1. PENGERTIAN TITRASI ASAM BASA

Titrasi merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat
lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi
yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatan reaksi asam basa maka
disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi
oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatan pembentukan reaksi kompleks
dan lain sebagainya.

Reaksi asam-basa dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi larutan asam atau larutan
basa. Penentuan itu dilakukan dengan cara meneteskan larutan basa yang telah diketahui
konsentrasiya ke dalam sejumlah larutan asam yang belum diketahui konsentrasinya atau
sebaliknya. Penetesan dilakukan hingga asam dan basa tepat habis bereaksi. Waktu
penambahan hingga asam dan basa tepat habis disebut titik ekuivalen. Dengan demikian,
konsentrasi asam atau basa dapat ditentukan jika salah satunya sudah diketahui. Proses
penetapan konsentrasi tersebut disebut titrasi asam-basa.

Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai “titrant” dan biasanya diletakan di dalam
Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai “titer” dan
biasanya diletakkan di dalam “buret”. Baik titer maupun titrant biasanya berupa larutan.

Metode titrimetri yang didasarkan pada reaksi asam basa ini adalah titrasi asam basa
(Asidimetri dan alkalimetri). Titrasi ini termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion
hydrogen yang berasal dari asam dengan ion yang berasal dari basa untuk menghasilkan air
yang bersifat netral. Berdasarkan konsep lain reaksi netralisasi dapat juga dikatakan sebagai
reaksi antara donor proton (asam) dengan penerima proton (basa).

Dalam menganalisis sampel yang bersiaft basa, maka kita dapat menggunakan larutan standar
asam, metode ini dikenal dengan istilah asidimetri. Sebaliknya jika kita menentukan sampel
yang bersifat asam, kita akan menggunkan lartan standar basa dan dikenal dengan istilah
alkalimetri.

Dalam melakukan titrasi netralisasi kita perlu secara cermat mengamati perubahan pH,
khususnya pada saat akan mencapai titik akhir titrasi, hal ini dilakukan untuk mengurangi
kesalahan dimana akan terjadi perubahan warna dari indikator

2.2. PRINSIP TITRASI ASAM BASA

Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant. Titrasi asam
basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan
larutan basa dan sebaliknya.
Titrant ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen ( artinya
secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai “titik
ekuivalen”, yaitu titik dimana konsentrasi asam sama dengan konsentrasi basa atau titik
dimana jumlah basa yang ditambahkan sama dengan jumlah asam yang dinetralkan : [H+] =
[OH-]. Sedangkan keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna
indikator disebut sebagai “titik akhir titrasi”. Titik akhir titrasi ini mendekati titik ekuivalen,
tapi biasanya titik akhir titrasi melewati titik ekuivalen. Oleh karena itu, titik akhir titrasi
sering disebut juga sebagai titik ekuivalen.

Pada saat titik ekuivalent ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume
titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume
titrant, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titrant.

Titrasi netralisasi adalah titrasi yang didasarkan pada reaksi antara suatu asam dengan basa.

H3O+ + OH– ⇔ 2 H2O

Dalam titrasi ini berlaku hubungan jumlah ekivalen asam (H3O+) sama dengan jumlah
ekivalen basa (OH–).

Larutan baku yang digunakan pada titrasi netralisasi adalah asam kuat atau basa kuat, karena
zat-zat tersebut bereaksi lebih sempurna dengan analit dibandingkan dengan jika dipakai
asam atau basa yang lebih lemah. Larutan baku asam dapat dibuat dari HCl, H2SO4 atau
HClO4, sedangkan larutan baku basa dibuat dari NaOH atau KOH. Larutan baku primer
adalah larutan yang konsentrasinya dapat ditentukan dengan perhitungan langsung dari berat
zat yang mempunyai kemurnian tinggi, stabil dan bobot ekivalen tinggi kemudian dilarutkan
sampai volume tertentu. Sedangkan larutan baku sekunder, konsentrasinya harus ditentukan
terlebih dahulu dengan pembakuan/standarisasi terhadap baku primer.

Contoh:

Baku primer : Na2CO3, Na2B4O7, Kalium Hidrogen Ptalat (KHP), H2C2O4

Baku sekunder : HCl, H2SO4, NaOH, KOH

Titrasi netralisasi dapat berlangsung antara asam kuat dengan basa kuat; asam/basa lemah
dengan basa/asam kuat seperti:

NH4OH + H3O+ ⇔ NH4+ + 2H2O (basa lemah dengan asam kuat)

CH3COOH + OH– ⇔ CH3COO– + H2O (asam lemah dengan basa kuat)

CH3COO– + H3O+ ⇔ CH3COOH + H2O (garam dengan asam kuat)

NH4+ + OH– ⇔ NH3 + H2O (garam dengan asam kuat)


Kedua contoh terakhir di atas menggambarkan titrasi garam monofungsional. Garam-garam
tersebut dalam air mengalami hidrolisis menghasilkan larutan yang bersifat asam atau basa.
Apakah garam-garam ini dititrasi dengan asam atau basa bergantung pada nilai Ka dan Kb.
Bila nilai Ka>Kb (larutan lebih bersifat asam), maka garam tersebut dapat dititrasi dengan
basa, bila sebaliknya (Ka<Kb), garam tersebut dapat dititrasi dengan asam. Titik ekivalen
dicapai pada pH larutan CH3COOH atau NH4OH.

Gambar 2.2

Set alat titrasi

2.3. CARA MENGETAHUI TITIK EKUIVALEN

Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa, antara lain:

1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian


membuat plot antara pH dengan volume titran untuk memperoleh kurva titrasi. Titik tengah
dari kurva titrasi tersebut adalah “titik ekuivalen”.

2. Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan dua hingga tiga tetes (sedikit
mungkin) pada titran sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna
ketika titik ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi dihentikan. Indikator yang dipakai dalam
titrasi asam basa adalah indikator yang perubahan warnanya dipengaruhi oleh
pH.Penambahan indikator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua hingga
tiga tetes.

Indikator Perubahan warna Pelarut


Asam Basa

Thimol biru Merah Kuning Air

Metil kuning Merah Kuning Etanol 90%

Metil jingga Merah Kuning-jingga Air

Metil merah Merah Kuning Air

Bromtimol biru Kuning Biru Air

Fenolftalein Tak berwarna Merah-ungu Etanol 70%

thimolftalein Tak berwarna biru Etanol 90%

Pada umumnya cara kedua lebih dipilih karena kemudahan dalam pengamatan, tidak
diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis, walaupun tidak seakurat dengan pH meter.
Gambar berikut merupakan perubahan warna yang terjadi jika menggunakan indikator
fenolftalein.

pH <0 0−8.2 8.2−12.0 >12.0

Kondisi Sangat asam Asam atau mendekati netral Basa Sangat basa

Warna Jingga Tidak berwarna Pink keunguan Tidak


berwarna
Sebelum mencapai titik ekuivalen Setelah mencapai titik ekuivalen

Gambar 2.3.1

Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat mungkin
dengan titik equivalent, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indikator yang tepat dan
sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan.

Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indikator disebut
sebagai “titik akhir titrasi”.

Gambar 2.3.2

2.4. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN ASAM BASA

Menurut Arrhenius, larutan bersifat asam jika senyawa tersebut melepaskan ion hidronium
(H3O+) saat dilarytkan dalam air, atau asam adalah zat yang dalam air melepaskan ion H+.
Menurut Arrhenius, basa adalah senyawa yang dapat melepas ion hidroksida (OH-) jika
dilarutkan dalam air.

Kelebihan dan kekurangan teori asam basa arrhenius, yaitu :

1. Kelebihan

Mampu menyempurnakan teori asam yang dikemukakan oleh Justus Von Liebig. Liebig
menyatakan bahwa setiap asam memiliki hidrogen (asam berbasis hidrogen). Pernyataan ini
tidak tepat, sebab basa juga memiliki hidrogen.

2. Kekurangan

a. Teori asam basa Arrhenius terbatas dalam pelarut air, namun tidak dapat menjelaskan
reaksi asam basa dalam pelarut lain atau bahkan reaksi tanpa pelarut.

b. Teori asam basa Arrhenius hanya terbatas sifat asam dan basa pada molekul, belum
mampu menjelaskan sifat asam dan basa ion seperti kation dan anion.

c. Tidak menjelaskan mengapa beberapa senyawa yang mengandung hidrogen dengan


bilangan oksidasi +1 (seperti HCl) larut dalam air untuk membentuk larutan asam, sedangkan
yang lain seperti CH4 tidak.

d. Tidak dapat menjelaskan mengapa senyawa yang tidak memiliki OH-, seperti Na2CO3
memiliki karakteristik seperti basa.

2.5. JENIS – JENIS TITRASI ASAM BASA

Titrasi asam basa dapat dikelompokan sebagai berikut :

1. Basa Lemah vs Asam Kuat

Titrasi basa lemah dan asam kuat adalah analog dengan titrasi asam lemah dengan basa kuat,
akan tetapi kurva yang terbentuk adalah cerminan dari kurva titrasi asam lemah vs basa kuat.
Sebagai contoh disini adalah titrasi 0,1 M NH4OH 25 mL dengan 0,1 HCl 25 mL dimana
reaksinya dapat ditulis sebagai:

NH4OH + HCl -> NH4Cl + H2O


Kurva titrasinya dapat ditulis sebagai berikut:

Kurva titrasi 0,1 M NH4OH dengan 0,1 M HCl

Pada awal titrasi dalam Erlenmeyer hanya terdapat NH4OH, karena NH4OH adalah basa
lemah maka tidak semua akan terionisasi untuk mencari pH nya.

Setelah titrasi berlangsung maka akan terbentuk sistem buffer disebabkan dalam larutan
sekarang terdapat NH4OH dan NH4Cl. Pada saat ini kurva titrasi berada pada daerah yang
landai dan pH larutan ditentukan oleh pebandingan [NH4Cl]/[NH4OH].

Pada titik tengah titrasi yaitu setengah jumlah mol baik HCl dan NH4OH bereaksi maka
[NH4Cl] akan sama dengan [NH4OH] akibatnya pH akan sama dengan pKb (ingat
persamaan Henderson-Hasselbalch. Kb NH4OH adalah 10-5.

pH = pKb = 5

Pada saat titik ekuivalen dicapai maka dalam larutan sekarang hanya terdapat NH4Cl adalah
garam dari asam kuat dan basa lemah sehingga dalam larutan akan terhidrolisis parsial
dengan reaksi sebagai berikut:

NH4Cl -> NH4+ + Cl-

NH4+ + H2O -> NH4OH + H+

Dalam larutan sekarang akan bersifat asam disebabkan terdapat H+ dari hidrolisis parsial
NH4Cl.

2. Asam Lemah vs Basa Kuat


Asam lemah yang dicontohkan disini adalah asam asetat CH3COOH (biasanya kita singkat
menjadi HOAc) dan dititrasi dengan basa kuat NaOH. Reaksi yang terjadi dapat ditulis
sebagai berikut:

HOAc + NaOH -> NaOAC + H2O

Dan kurva titrasi antara 0,1 M HOAc 50 mL dengan 0,1 M NaOH 50 mL dapat
digambarkan sebagai berikut

Kurva titrasi 0,1 M CH 3 COOH dengan 0,1 M NaOH

Pada saat sebelum titrasi dalam Erlenmeyer hanya terdapat asam asetat. HOAc adalah asam
lemah sehingga dalam laruta tidak terdisosiasi sempurna, dan untuk mencari konsentrasi H+
nya kita menggunaka rumus pH asam lemah. 0,1 M HOAc dengan volume 50 mL memiliki
pH sekitar 3.

Setelah titrasi dijalankan dengan penambahan sedikit demi sedikit NaOH maa dalam larutan
akan terbentuk NaOAc sebagai hasil reaksi antara NaOH dan HOAc. Dalam larutan sekarang
terdapat HOAc yang belum bereaksi serta NaOAc sehingga terbentuk sistem buffer. pH
larutan pun sedikit demi sedikit beranjak naik sebagai fungsi perubahan perbandingan [OAc-
]/[HOAc].

3. Asam Kuat vs Basa Kuat

Titran yang dipakai dalam jenis titrasi asam basa ini adalah asam kuat dan basa
kuat. Titik akhir titrasi mudah diketahui dengan membuat kurva titrasi yaitu
plot antara pH larutan sebagai fungsi dari volume titran yang
ditambahkan. Sebagai contoh titrasi asam kuat dan basa kuat adalah titrasi HCl
dengan NaOH.

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

HCl + NaOH NaCl + H2O

H+ + OH- H2O

Reaksi umum yang terjadi pada titrasi asam basa dapat ditulis sesuai dengan
reaksi kedua diatas. Ion H+ bereaksi dengan OH- membentuk H2O sehingga
hasil akhir titrasi pada titik ekuivalen pH larutan adalah netral. Kurva titrasi
antara 50 mL HCl 0,1 M dengan 50 mL NaOH 0,1 M dapat ditunjukkan dengan
gambar berikut ini:

Kurva Titrasi 0,1 M HCl dengan 0,1 M NaOH

4. Titrasi asam lemah dan basa lemah

Pada akhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari asam lemah dan basa
lemah. Misal : Asam asetat dan NH4OH

CH3COOH + NH4OH —> CH3COONH4 + H2O

2.6. RUMUS UMUM TITRASI

Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalen asam akan sama dengan mol-ekuivalen basa,
maka hal ini dapat ditulis sebagai berikut:

mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa


Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara normalitas (N) dengan volume, maka
rumus diatas dapat ditulis sebagai berikut:

N asam x V asam = N asam x V basa

Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+ pada
asam atau jumlah ion OH- pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:

(n x M asam) x V asam = (n x M basa) x V basa

Keterangan :

N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = Jumlah ion H +(pada asam) atau OH- (pada basa)

2.7. CONTOH ASAM BASA

Metode titrasi asm basa bisa kita gunakan dalam menentukan bilangan
saponikasi. Bilangan saponifikasi didefinisikan sebagai milligram KOH yang
diperlukan untuk menitrasi 1 gram lemak dengan reaksi:0,10 gram mentega
dititrasi dengan menggunakan 25 mL KOH 0,250 N. Setelah proses saponifikasi
berlangsung sempurna maka KOH yang tidak bereaksi dengan mentega dititrasi
dengan 0,250 N HCl dan membutuhkan 9,26 mL. Berapakah bilangan
saponifikasi/bilanga penyabunan dari mentega tersebut? Dan hitung pula berapa
berat formula lemak dalam mentega tersebut (asumsikan semua mentega adalah
lemak).

Penyelesaian:

Metode titrasi diatas sering dilakukan pada industri minyak goreng dan sabun.
Hal ini penting untuk mengetahui jumlah total lemak dan asam lemak dalam
minyak. Titrasi yang dipakai adalah titrasi kembali, jadi KOH awal adalah
berlebih dan kelebihan KOH yang tidak bereaksi dengan lemak dititrasi dengan
HCl menggunakan indicator pp. Jumlah mol KOH awal dikurangi mol KOH
yang bereaksi dengan KOH adalah jumlah mol KOH yang bereaksi dengan
lemak.

Titrasi asam basa berguna dalam bidang kefarmasian terutama untuk raksi-reaksi dalam
pembatan obat yang memerlukan sebuah analisis tersendiri. Beberapa contoh asam basa yaitu
:
1. Metanol yang digunakan sebagai pelarut untuk membuat polimer dan senyawa organik
yang lain seperti ester.

2. Etanol pada suhu kamar berupa zat cair bening, mudah menguap dan berbau khas.
Etanol terdapat dalam spiritus dan obat pencuci luka.

3. Gliserol atau gliserin adalah zat cair yang kental, tidak berwarna dan mempunyai rasa
manis. Gliserol mudah larut dalam air dengan segala perbandingan. Senyawa ini digunakan
sebagai pelembab pada tembakau dan kembang gula, pelarut obat- obatan, dan membuat
nitrogliserin (bahan pembuat peledak).

4. Eter (Alkoksialkana) digunakan sebagai pelarut dan obat bius (anastesi) pada operasi
yang diberikan melalui pernapasan.

5. Aseton digunakan untuk pembersih pewarna kuku (pelarut senyawa karbon), bahan
baku pembuat obat bius.

6. Asam asetat (asam cuka) digunakan sebagai asam yang terdapat dalam cuka makanan.

Anda mungkin juga menyukai