Gagal Nafas
Gagal Nafas
PENDAHULUAN
Gagal Nafas
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Respirasi
2
Gambar 2.1.1 Faal Respirasi
Secara anatomis sistem respirasi dibagi menjadi bagian atas (upper) terdiri
dari hidung, ruang hidung, sinus paranasalis dan faring yang berfungsi menyaring,
menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk ke saluran pernapasan dan
bagian bawah (lower) terdiri dari laring, trakea, bronki, bronkioli, dan alveoli. Secara
fisiologis sistem respirasi dibagi menjadi bagian konduksi dari ruang hidung sampai
bronkioli terminalis dan bagian respirasi terdiri dari bronkioli respiratorius sampai
alveoli. Paru kanan terdiri dari tiga lobi (atas, tengah dan bawah) dan paru kiri dua
lobi (atas dan bawah).2
3
Gambar 2.1.2 Organ Pernafasan
Gagal nafas terjadi bila: 1). PO2 arterial (PaO2) < 60 mmHg atau 2).PCO2
arterial (PaCO2) > 45 mmHg (ada yang mengatakan PaCO2> 50 mmHg), kecuali jika
peningkatan PaCO2 merupakan kompensasi dari alkalosis metabolic.3
PaO2 < 60 mmHg, yang berarti ada gagal nafas hipoksemia, berlaku bila
bernafas pada udara ruangan biasa (fraksi O2 inspirasi [F1O2]= 0,21), maupun saat
mendapatkan bantuan Oksigen.3
PCO2 >45 mmHg yang berarti gagal nafas hiperkapnia, kecuali ada keadaan
asidosis metabolic. Tubuh pasien yang asidosis metabolic secara fisiologis akan
menurunkan PaCO2 sebagai kompensasi terhadap PH darah yang rendah. Tetapi jika
ditemukan PaCO2 meningkat secara tidak normal, meskipun masih dibawah 45
4
mmHg pada keadaann asidosis metabolic, hal ini dianggap sebagai gagal nafas tipe
hiperkapnia.3
Gagal nafas diklasifiikasikan menjadi gagal nafas hiperkapnia dan gagal nafas
hipoksemia. Berdasarkan waktunya dapat dibagi menjadi gagal nafas akut dan gagal
nafas kronik. Gagal nafas akut berkembang dalam waktu menit sampai jam, PH darah
kurang dari 7,3. Gagal nafas kronik berkembang dalam beberapa hari atau lebih lama,
terdapat waktu untuk ginjal mengkompensasi dan meningkatkan konsentrasi
bikarbonat, karena itu biasanya PH hanya menurun sedikit.
5
penyampaian O2 karena factor rendahnya curah jantung, anemia, syok septic,
atau keracunan karbon monoksida, dimana PaO2 dapat meningkat atau
normal.
Mekanisme Hipoksemia
FiO2 adalah fraksi oksigen dari udara inspirasi. PB ialah tekanan barometric,
dan R ialah rasio pertukaran udara pernapasan, menunjukkan rasio steady-state CO2
6
memasuki dan O2 meninggalkan ruang alveolar. Dalam praktek, PCO2 arteri
digunakan sebagai nilai perkiraan PCO2 alveolar (PaCO2). PaO2 berkurang bila
PACO2 mningkat. Jadi, hipoventilasi alveolar menyebabkan hipoksemia
(berkurangnya PaO2).
1. Kolaps lengkap atau atelektasis salah satu paru atau lobus sedangkan aliran
darah dipertahankan.
2. Penyakit jantung kongenital dengan defek septum
3. ARDS, dimana dapat terjadi edema paru yang berat, atelektasis lokal, atau
kolaps alveolar sehingga terjadi pirau kanan ke kiri yang berat.
7
Pertanda terjadinya pirau kanan kekiri ialah:
8
alveolar-kapiler melambat atau jika waktu transit darah kapiler paru sangat pendek.
Beberapa keadaan dimana keterbatasan difusi untuk transfer oksigen dianggap
sebagai penyebab utama hipoksemia ialah: penyakit vaskuler paru; pulmonary
alveolar proteinosis, keadaan dimana ruang alveolar diisi cairan mengandung protein
dan lipid.
Gambaran Klinis
9
fibrosis paru stadium akhir, dan ARDS (Acute Respiratory Distres’syndrome) berat
dapat menunjukkan gagal napas hiperkapnia.3
Hipoventilasi alveolar
Ventilasi semenit3
VE = VA + VD VA = VE – VD
863
10
VD/VT menunjukkan derajat insufisiensi ventilasi kedua paru. Pada orang normal
yang sedang istirahat sekitar 30% dari ventilasi semenit tidak ikut berpartisipasi
dalam pertukaran udara. Pada kebanyakan penyakit paru proporsi VE yang tidak ikut
pertukaran udara meningkat, maka VD/VT meningkat juga.
Trakea dan saluran pernafasan menjadi penghantar pergerakan udara dari dan
ke dalam paru selama siklus pernafasan, tetapi tidak ikut berpartisipasi pada
pertukaran udara dengan darah kapiler paru (difusi). Komponen ini merupakan ruang
rugi anatomis. Jalan napas buatan dan bagian dari sirkuit ventilator mekanik yang
dilalui udara inspirasi dan ekspirasi juga merupakan ruang anatomis. Pada pasien
dengan dengan penyakit paru, sebagian besar peningkatan ruang rugi total terdiri dari
ruang rugi fisiologis. Ruang rugi fisiologis terjadi karena ventilasi regional melebihi
jumlah aliran darah regional (ventilation-perfusion [V/Q] mismatching). Walaupun
V/Q mismatcing umumnya di anggap sebagai mekanisme hipoksemia dan bukan
hiperkapnia, secara teori V/Q mismatching juga akan menyebabkan peningkatan
PaCO2. Kenyataannya dalam hampir semua kasus, kecuali dengan V/Q mismatching
yang berat, hiperkapnia merangsang peningkatan ventilasi, mengembalikan PaCO2
ke tingkat normal. Jadi V/Q mematching umumnya tidak menyebabkan hiperkapnia,
tetapi normokapnia dengan peningkatan VE.
Gambaran klinis3
11
Karena CO2 berdifusi secara bebas dan cepat ke dalam cairan serebrospinal, PH turun
secara dan hebat karena hiperkapnia akut.
12
2.2.3 Penyebab Gagal Nafas3
Gagal nafas dapat diakibatkan oleh kelaianan otak,susunan neuromuscular,
dinding toraks dan diafragma, paru serta system kardiovaskuler.
1. Otak
Neoplasma
Epilepsy
Hematoma subdural
Keracunan morfin
CVA
2. Susunan neuro muscular
Miastenia gravis
Polyneuritis, demyelinasi
Analgesia spinal tinggi
Pelumpuh otot
3. Dinding thorak dan diafragma
Luka tusuk
Rupture diafragma
4. Paru
Asama
Infeksi paru
Benda asing
Pneumothorak, hemathorak
Edema paru
ARDS
aspirasi
5. Kardiovaskuler
Renjatan, gagal jantung
Emboli paru
6. Pasca bedah thorak
13
2.2.4 Diagnosa Gagal Nafas Akut3
Gambaran klinis gagal nafas sangat bervariasi pada setiap pasien. Hipoksemia
dan hiperkapnia yang ringan dapat pergi tanpa disadari sepenuhnya. Kandungan
oksigen dalam darah harus jatuh tajam untuk dapat terjadi perubahan dalam bernafas
dan irama janatung. Untuk itu, cara mendiagnosa gagal nafas adalah dengan
mengukur gas darah pada arteri (arterial blood gases, ABG), PaO2, dan PaCO2. Selain
itu dapat dilakukan pemeriksaan hitung darah lengkap untuk mengetahui apakah ada
anemia, yang dapat menyebabkan hipoksemia jaringan. Pemeriksaan lain dapat
dilakukan untuk menunjang diagnosis underlying disease (penyakit dasarnya).
14
ventilasi alveolar yang normal sampai masalah primer diperbaiki.
Meskipun secara teoritis ventilator mekanik dapat memperbaiki
ventilasi sesuai yang diinginkan, namun pada pasien dengan
hiperkapnea kronik harus berhati-hati dalam menurunkan hiperkapnia,
karena koreksi PaCO2 hingga batas normal pada kasus tersebut dapat
menyebabkan alkalosis yang berat dan mengancam nyawa karena
sudah terjadi kompensasi berupa peningkatan kadar bikarbonat serum.
Gagal Nafas Hipoksemia
Suplementasi oksigen ialah terapi terpenting untuk gagal nafas
hipoksemia. Pada penyakit berat seperti ARDS, mungkin diperlukan
ventilasi mekanik, positive end expiratory pressure (PEEP) dan terapi
respirasi tipe lain. Transfortasi oksigen penting untuk diperhatikan,
jika ada anemia berat dikoreksi serta curah jantung yang adekuat harus
dipertahankan.
Dasar pengobatan gagal nafas dibagi menjadi pengobatan
nonspesifik dan yang spesifik. Umunya diperlukan kombinasi
keduanya. Pengobatan nonspesifik adalah tindakan secara langsung
ditujukan untuk meperbaiki pertukaran gas paru, sedangkan
pengobatan spesifik ditujukan untuk mengatasi penyebabnya.
Pengobatan nonspesifik
Pengobatan nonspesifik pada gagal nafas nafas akut :
1. Atasi hipoksemia terapi oksigen
2. Atasi hiperkapnea : perbaiki ventilasi
a. Perbaiki jalan nafas
b. Ventilasi bantuan: memompa dengan sungkup muka
berkantung (bag dan mask)
3. Ventilasi kendali
4. Fisioterapi dada
15
Terapi oksigen
Pada keadaan O2 turun secara akut, peril tidakan secepatnya untuk
menaikkan PaO2 sampai normal. Berlainan sekali dengan gagal nafas
dari penyakit kronik yang menjadi akut kembali dan pasien sudah
terbiasa dengan keadaan hiperkapnia sehingga pusat pernafasan tidak
terangsang oleh hipercarbic drive melainkan terhadap hypoxemia
drive. Akibat kenaikan PaO2 pasien dapat apnue.
Tabel 2. Cara Pemberian O2, Hubungan antara besarnya aliran udara
dengan konsentrasi O2 inspirasi.
Alat Aliran O2 (L/men) Konsentrasi O2 (%)
Kateter nasal 2-6 30-50
Sungkup muka 4-12 35-65
Sungkup muka tipe 4-8 24,28,35,40
venture
Ventilator Bervariasi 21-100
Incubator 3-8 30-40
16
Pada keadaan darurat dan tidak ada fasilitas lengkap, bantuan nafas
dapat dilakukan mulut ke mulut (mouth to mouth) atau mulut
kehidung (mouth to nose). Apabila kesadaran pasien masih cukup
, dapat dilakukan bantuan ventilasi menggunakan ventilator,
seperti ventilator bird, dengan ventilasi IPPB ( intermittent positive
pressure breathing) yaitu pasien bernafas spontan melalui mouth
piece atau sungkup muka yang dihubungkan dengan ventilator.
c. Ventilasi kendali
Pasien di intubasi, dipasang pipa trakea dan dihubungkan dengan
ventilator. Ventilasi pasien sepenuhnya dikendalikan oleh
ventilator. Baiasanya diperlukan obat-obatan seperti sedative,
narkotika, atau pelumpuh otot agar pasien tidak berontak dan
pernafasan pasien dapatmengikuti irama ventilator.
Fisioterapi Dada
Ditujukan untuk membersihkan jalan nafas dari secret dan sputum.
Tindakan ini selain m,engatsi gagal nafas juga untuk tindakan
pencegahan. Pasien diajarkan bernafas dengan baik, bila perlu dengan
bantuan diperut dengan menggunakan kedua telapak tangan pada saat
inspirasi.
Pengobatan Spesifik
Pengobatan spesifik ditujukan pada underlying disease, sehingga
pengobatan untuk masing-masing penyakit akan berlainan. Macam-
macam pengobatan spesifik dapat dilihat pada table.
Etiologi Pengobatan spesifik
1. Otak
Neoplasma Rawat operasi
Epilepsy Antikonvulsi
Hematoma subdural Operasi
17
Keracunan morfin Nalokson
CVA Rawat intensif
2. Susunan neuromuscular
Miastenia gravis Prostigmin, piridostigmin
Polyneuritis, Rawat dan bantuan nafas
demyelinasi ventilasi terkendali
Analgesia spinal tinggi
Pelumpuh oto
3. Dinding thorak dan
diafragma
Luka tusuk thorak Operasi
Rupture thorak Operasi
4. Paru
Asma Steroid, bronkodilator
Infeksi paru Antibiotic
Benda asing Bronkhoskopi
Pneumothorak Drainase paru
Edema paru Diuretika, ventilasi
ARDS kendali
Aspirasi
5. Kardiovaskular
Renjatan, gagal jantung Obat-obatan
Emboli paru Terapi cairan
6. Pasca bedah thorak Bantuan nafas
18
BAB III
KESIMPULAN
19
DAFTAR PUSTAKA
1.
2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi
ke-2. Jakarta: Bagian Anestesiologi Dan Terapi Intensif FKUI. 2001
3. Rahardjo, Sri. Gagal Nafas. Modul Anastesi HSC UGM. Yogyakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
20