Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Fungsi utama dari sistem kardio-repirasi adalah menyalurkan oksigen dan


nutrisi keseluruh jaringan tubuh dan membuang CO2 dan sisa produk metabolisme
lainnya. Paru –paru mengambi oksigen dari atmosfer dan sebaliknya juga membuang
CO2. Proses pertukaran O2 dan CO2 ini terjadi ketika udaradalam alveolus bertemmu
dengan aliran darah yang melalui pembuluh kapiler paru.oleh karena suatu hal proses
ini dapat terganggu, sehingga terjadi gagal nafas. Ada tiga sebab terjadinya gagal
nafas, yaitu : terjadinya kegagalan memperthanakan jalan nafas (misalnya obstruksi
jalan nafas), kegagalan ventilasi ditandai oleh tingginya Pa CO2, dan kegagalan
oksigenasi ditandai oleh rendahnya PO2. 1

Bagan I. Penyebab Gagal Nafas

Gagal Nafas

Gagal Ventilasi Gagal Oksigenasi Gagal Jalan Nafas

PaCO2↑ PaO2↓ GCS ↓

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Respirasi

2.1.1 Pengertian dan Faal Respirasi

Respirasi adalah pertukaran gas-gas antara organisme hidup dan lingkungan


sekitarnya.Pada manusia dikenal dua macam respirasi yaitu eksternal dan internal.2
Respirasi eksternal ialah pertukaran gas-gas antara darah dan udara
sekitarnya. Pertukaran ini meliputi beberapa proses yaitu:2
1. Ventilasi : proses masuk udara sekitar dan pembagian udara tersebut ke alveoli.
2. Distribusi : distribusi dan percampuran molekul-molekul gas intrapulmoner.
3. Difusi : masuknya gas-gas menembus selaput alveoli-kapiler.
4. Perfusi: pengambilan gas-gas oleh aliran darah kapiler paru yang adekuat.
Respirasi internal ialah pertukaran gas-gas antara darah dan jaringan. Pertukaran
ini meliputi beberapa proses yaitu:2
1. Efisiensi kardiosirkulasi dalam menjalankan darah kaya oksigen.
2. Distribusi kapiler.
3. Difusi, perjalanan gas ke ruang interstitial dan menembus dinding sel.
4. Metabolisme sel yang melibatkan enzim.
Fungsi utama respirasi ialah pertukaran O2 dan CO2 antara darah dan udara
pernapasan. Fungsi tambahan ialah pengendalian keseimbangan asam basa,
metabolisme hormon dan pembuangan partikel. Paru ialah satu-satunya organ tubuh
yang menerima darah dari seluruh curah jantung.2

2
Gambar 2.1.1 Faal Respirasi

2.1.2 Anatomi Respirasi

Secara anatomis sistem respirasi dibagi menjadi bagian atas (upper) terdiri
dari hidung, ruang hidung, sinus paranasalis dan faring yang berfungsi menyaring,
menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk ke saluran pernapasan dan
bagian bawah (lower) terdiri dari laring, trakea, bronki, bronkioli, dan alveoli. Secara
fisiologis sistem respirasi dibagi menjadi bagian konduksi dari ruang hidung sampai
bronkioli terminalis dan bagian respirasi terdiri dari bronkioli respiratorius sampai
alveoli. Paru kanan terdiri dari tiga lobi (atas, tengah dan bawah) dan paru kiri dua
lobi (atas dan bawah).2

3
Gambar 2.1.2 Organ Pernafasan

2.2 Gagal Nafas

2.2.1 Definisi Gagal Nafas

Gagal nafas merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat ketidakmampuan


system pulmoner untuk mencukupi kebutuhan metabolisme (eliminasi CO2 dan
oksigenasi darah). System pernafasan gagal nafas untuk mempertahankan suatu
keadaan pertukaran udara antara atmosfer dengann sel-sel tubuh yang sesuai dengan
kebutuhan normal.3

Gagal nafas terjadi bila: 1). PO2 arterial (PaO2) < 60 mmHg atau 2).PCO2
arterial (PaCO2) > 45 mmHg (ada yang mengatakan PaCO2> 50 mmHg), kecuali jika
peningkatan PaCO2 merupakan kompensasi dari alkalosis metabolic.3

PaO2 < 60 mmHg, yang berarti ada gagal nafas hipoksemia, berlaku bila
bernafas pada udara ruangan biasa (fraksi O2 inspirasi [F1O2]= 0,21), maupun saat
mendapatkan bantuan Oksigen.3

PCO2 >45 mmHg yang berarti gagal nafas hiperkapnia, kecuali ada keadaan
asidosis metabolic. Tubuh pasien yang asidosis metabolic secara fisiologis akan
menurunkan PaCO2 sebagai kompensasi terhadap PH darah yang rendah. Tetapi jika
ditemukan PaCO2 meningkat secara tidak normal, meskipun masih dibawah 45

4
mmHg pada keadaann asidosis metabolic, hal ini dianggap sebagai gagal nafas tipe
hiperkapnia.3

2.2.2 Klasifikasi Gagal Nafas3

Gagal nafas diklasifiikasikan menjadi gagal nafas hiperkapnia dan gagal nafas
hipoksemia. Berdasarkan waktunya dapat dibagi menjadi gagal nafas akut dan gagal
nafas kronik. Gagal nafas akut berkembang dalam waktu menit sampai jam, PH darah
kurang dari 7,3. Gagal nafas kronik berkembang dalam beberapa hari atau lebih lama,
terdapat waktu untuk ginjal mengkompensasi dan meningkatkan konsentrasi
bikarbonat, karena itu biasanya PH hanya menurun sedikit.

2.2.2.1 Gagal Nafas Hipoksemia/ Gagal nafas Tipe 1/ Gagal oksigenasi3


Gagal nafas hipoksemia lebih sering dijumpai dari pada gagal nafas
hiperkapnia. Pasien tipe ini mempunyai nilai PaO2 yang rendah tetapi PaCO2 noormal
atau rendah. PaCO2 tersebut membedakannya dari gagal nafs hiperkapnia, yang
maslah utamanya adalah hipoventilasi alveolar. Selain pada lingkungan yang tidak
biasa, dimana atmosfer memiliki kadar O2 yang sangat rendah seperti pada
ketinggian, atau saat oksigen digantikan oleh udaralain, gagal nafas hipoksemia
menandakan adanya penyakit yang mempengaruhi paremnkim paru atau sirkulasi
paru. Contoh klinis yang umum menunjukkan hipoksemia tanpa peningkatan PaCO2
ialah pneumonia, aspirasi isi lambung, emboli paru, asma, dan ARDS.
A. Patofisiologi Gagal Nafas Hipoksemia
Hipoksemia dan Hipoksia
Istilah hipoksemia menunjukkan PO2 yang rendah didalam darah arteri
(PaO2) dan dapat digunakan untuk menunjukan PO2, kapiler, vena, dan kapiler
paru. Istilah tersebut juga dipakai untuk menekankan kadar O2 darah atau
berkurangnya saturasi oksigen didalam hemoglobin.
Hipoksia berarti penurunan penyampaian (delivery) O2 ke jaringan atau efek
dari penurunan penyampaian O2 kejaringan. Hipoksemia berat akan
menyebabkan hipoksia. Hipoksia dapat pula terjadi akibat penurunan

5
penyampaian O2 karena factor rendahnya curah jantung, anemia, syok septic,
atau keracunan karbon monoksida, dimana PaO2 dapat meningkat atau
normal.

Mekanisme Hipoksemia

Mekanisme fisiologis hipoksemia dibagi dalam 2 golongan utama, yaitu 1.


Berkurangnya PO2 alveolar dan 2. Meningkatnya pengaruh campuran darah vena
(venous admixture). Jika darah vena yang bersaturasi rendah kembali keparu, dan
tidak mendapatkan oksigen selama perjalanan dipembuluh darah paru, maka darah
yang keluar di arteri akan memiliki kandungan oksigen dan tekanan parsial oksigen
yang sama dengan darah vena sistemik.PO2 darah vena sistemik (PVO2) menetukan
batas bawah PaO2. Bila semua darah vena yang bersaturasi rendah melalui sirkulasi
paru dan mencapai keseimbangan dengan gas di rongga alveolar, maka PO2= PaO2.
Maka PO2 alveolar (PaO2) menetukan batas atas PO2 arteri. Semua nilai PO2 berada
di antara PVO2 dan PaO2.

Hipoksemia arteri selalu merupakan akibat penurunan PO2 alveolar atau


peningkatan jumlah darah vena besaturasi rendah yang bercampur dengan darah
kapiler pulmonal (campuran vena).

Penurunan PO2 Alveolar


Tekanan total diruang alveolar ialah jumlah dari PO2 PCO2 PH2O dan PN2. Bila
PH2O dan PN2 tidak berubah bermakna, setiap peningkatan pada PACO2 akan
menyebabkan penurunan PAO2, yang menimbulkan penurunan PaO2 bila darah
arteri dalam keseimbangan dengan gas di ruang alveolus. Persamaan gas alveolar.

PAO2 = FiO2 x PB – PACO2

FiO2 adalah fraksi oksigen dari udara inspirasi. PB ialah tekanan barometric,
dan R ialah rasio pertukaran udara pernapasan, menunjukkan rasio steady-state CO2

6
memasuki dan O2 meninggalkan ruang alveolar. Dalam praktek, PCO2 arteri
digunakan sebagai nilai perkiraan PCO2 alveolar (PaCO2). PaO2 berkurang bila
PACO2 mningkat. Jadi, hipoventilasi alveolar menyebabkan hipoksemia
(berkurangnya PaO2).

Persamaan gas alveolar juga mengindikasikan bahwa hipoksemia akan terjadi


jika tekanan barometric total berkurang, seperti pada ketinggian, atau bila FiO2
rendah (seperti saat seseorang menghisap campuran gas dimana sebagian oksigen
digantikan gas lain). Hal ini juga akibat penurunan PO2. Pada hipoksemia, yang
terjadi hanya karena penurunan PaO2. Perbedaan PO2 alveolar-arteri adalah normal
pada hipoksemia karena hipoventilasi.

Pencampuran Vena (Venous Admixture)

Meningkatnya jumlah darah vena yang mengalami deoksigenasi, yang


mencapai arteri yang mencapai arteri tanpa teroksigenasi lengkap oleh paparan gas
alveolar. Perbedaan PO2 alveolar arterial meningkat dalam keadaan hipoksemia
karena peningkatan percampuran darah vena. Dalam pernapasan udara ruangan,
perbedaan PO2 alveolar arterial normalnya sekitar 10 dan 20 mmHg, meningkat
dengan usia dan saat subyek berada pada posisi tegak.

Hipoksemia terjadi karena salah satu penyebab meningkatnya percampuran vena,


yang dikenal sebagai pirau kanan ke kiri (right-to-left-shunt). Sebagian darah vena
sistemik tidak melalui alveolus, bercampur dengan darah yang berasal dari paru,
akibatnya, adalah percampuran arterial dari darah vena sistemik dan darah kapiler
paru dengan PO2 diantara PAO2 dan PVO2. Pirau kanan ke kiri dapat terjadi karena:

1. Kolaps lengkap atau atelektasis salah satu paru atau lobus sedangkan aliran
darah dipertahankan.
2. Penyakit jantung kongenital dengan defek septum
3. ARDS, dimana dapat terjadi edema paru yang berat, atelektasis lokal, atau
kolaps alveolar sehingga terjadi pirau kanan ke kiri yang berat.

7
Pertanda terjadinya pirau kanan kekiri ialah:

1. Hipoksemia berat dalam pernapasan udara ruangan


2. Hanya sedikit peningkatan PaO2 jika diberikan tambahan oksigen
3. Dibutuhkan FiO2 > 0,6 untuk mencapai PaO2 yang diinginkan.
4. PaO2 < 550 mmHg saat mendapat O2 100% maka dikatakan terjadi pirau
kanan ke kiri.
Ketidakseimbangan Ventilasi Perfusi (ventilation-perfusion mismatching =
V/Q mismatching). Merupakan penyebab hipoksemia tersering, terjadi
ketidaksesuaian ventilasi-perfusi. Ketidaksesuaian ini bukan disebabkan karena darah
vena tidak melintasi daerah paru yang mendapat ventilasi seperti yang terjadi pada
pirau kanan ke kiri. Sebaliknya beberapa area di paru mendapat ventilasi yang kurang
dibandingkan banyaknya aliran darah yang menuju ke area-area tersebut. Disisi lain,
beberapa area paru yang lain mendapat ventilasi berlebih dibandingkan aliran darah
regional yang relative sedikit. Darah yang melalui kapiler paru di area yang
hipoventilasi relatif, akan kurang mendapat oksigen dibandingkan keadaan normal.
Hal tersebut menimbulkan hipoksemia darah arteri. Efek ketidaksesuaian V/Q
terhadap pertukaran gas antara kapiler-alveolus seringkali kompleks. Contoh dari
penyakit paru yang merubah distribusi ventilasi atau aliran darah sehingga terjadi
ketidaksesuaian V/Q adalah PaO2 dapat dinaikkan ke nilai yang dapat toleransi
secara mudah dengan pemberian oksigen tambahan.

Keterbatasan Difusi (Difussion Limitation)

Keterbatasan difusi O2 merupakan penyebab hipoksemia yang jarang. Dasar


mekanisme ini sering tidak dimengerti. Dalam keadaan normal, terdapat waktu yang
lebih dari cukup bagi darah vena yang melintasi kedua paru untuk mendapatkan
keseimbangan gas dengan alveolus. Walaupun jarang, dapat terjadi darah kapiler paru
mengalir terlalu cepat sehingga tidak cukup bagi PO2 kapiler paru untuk mengalami
ketidakseimbangan dengan PO2 alveolus. Keterbatasan difusi akan menyebabkan
hipoksemia bila PAO2 sangat rendah sehingga difusi oksigen melalui membrane

8
alveolar-kapiler melambat atau jika waktu transit darah kapiler paru sangat pendek.
Beberapa keadaan dimana keterbatasan difusi untuk transfer oksigen dianggap
sebagai penyebab utama hipoksemia ialah: penyakit vaskuler paru; pulmonary
alveolar proteinosis, keadaan dimana ruang alveolar diisi cairan mengandung protein
dan lipid.

Gambaran Klinis

Manifestasi gagal nafas hipoksemik merupakan kombinasi dari


gambaran hipoksemia arterial dan hipoksemia jaringan. Hipoksemia arterial
meningkatkan ventilasi melalui stimulus kemoreseptor glomus karotikus, diikuti
dispnue, takipnea, hipernea, dan biasanya hiperventilasi.

Manifestasi lain dari hipoksemia adalah pasokan oksigen ke jaringan yang


tidak mencukupi atau hipoksia. Manifestasi gagal nafas hipoksemik akan lebiih
buruk jika ada gangguan hantaran oksigen ke jaringan. Pasien dengan curah jantung
yang berkurang, anemia, atau kelainan sirkulasi dapat diramalkan akan mengalami
hipoksia jaringan global dan regional pada hipoksemia yang lebih dini. Misalnya
pada pasien syok hipovolemik yang menunjukkan tanda-tanda asidosis laktat pada
hipoksemia arterial ringan.

2.2.2.2 Gagal nafas Hiperkapnia/ Gagal Napas Tipe H/ Gagal Vantilasi

Berdasarkan defenisi, pasien dengan gagal nafas hiperkapnia mempunyai


kadar PaCO2 yang abnormal tinggi. Karena CO2 meningkat dalam ruang alveolus.
O2 tersisih di alveolus dan PaO2 menurun. Maka pada pasien biasanya didapatkan
hiperkapnia dan hipoksemia bersama-sama, kecuali bila udara inspirasi diberi
tambahan oksigen. Paru mungkin normal atau tidak pada pasien dengan gagal napas
hiperkapnia, terutama jika penyakit utama mengenai bagian nonparenkim paru seperti
dinding dada, otot pernafasan, atau batang otak. Penyakit paru obstruktif kronis yang
parah sering mengakibatkan gagal napas hiperkapnia. Pasien dengan asma berat,

9
fibrosis paru stadium akhir, dan ARDS (Acute Respiratory Distres’syndrome) berat
dapat menunjukkan gagal napas hiperkapnia.3

 Patofisiologi Gagal Nafas Hiperkapnia3

Hipoventilasi alveolar

Dalam keadaan stabil, pasien memproduksi sejumlah CO2 dari proses


metabolik setiap menit dan harus mengeliminasi sejumlah CO2 tersebut dari kedua
paru setiap menit. Jika keluaran semenit CO2 (VCO2) menukarkan CO2 ke ruang
pertukaran gas kedua paru, sedangkan VA adalah volume udara yang dipertukarkan
di alveolus selama semenit (ventilasi alveolar), didapatkan rumus.

VCO2 (L/men) = PaCO2 (mmHg) x VA (L/men) x1863

Untuk output CO2 yang konstan, hubungan antara PaCO2 dan VA


menggambarkan hiperbola ventilasi., dimana PaCO2 dan VA berhubungan terbalik.
Jadi hiperkapnia selalu ekuivalen dengan hipoventilasi alveolar, dan hipokapnia
sinonim dengan hiperventilasi alveolar. Karena ventilasi alveolar tidak dapat diukur,
perkiraan ventilasi hanya dapat dibuat dengan menggunakan PaCO2 rumus diatas.

Ventilasi semenit3

Pada pasien dengan hipoventilasi alveolar, VA berkurang (dan PaCO2


meningkat). Meskipun VA tidak dapat diukur secara langsung, jumlah total udara
yang bergerak masuk dan keluar kedua paru setiap menit dapat diukur dengan mudah.
Ini di defenisikan sebagai minute ventilation (Ventilasi semenit, VA (bagian dari VE
yang berpartisipasi dalam pertukaran gas) dan ventilasi ruang rugi (dead spce
ventilation, VD):

VE = VA + VD VA = VE – VD

VCO2 (L/men) = PaCO2 (mmHg) x VE (L/men) x (1-VD/VT)

863

10
VD/VT menunjukkan derajat insufisiensi ventilasi kedua paru. Pada orang normal
yang sedang istirahat sekitar 30% dari ventilasi semenit tidak ikut berpartisipasi
dalam pertukaran udara. Pada kebanyakan penyakit paru proporsi VE yang tidak ikut
pertukaran udara meningkat, maka VD/VT meningkat juga.

Hiperkapnia (Hipoventilasi Alveolar) terjadi saat:

1. Nilai VE dibawah normal


2. Nilai VE normal atau tinggi, tetapi rasio VD/VT meningkat
3. Nilai VE dibawah normal, dan rasio VD/VT meningkat.

Trakea dan saluran pernafasan menjadi penghantar pergerakan udara dari dan
ke dalam paru selama siklus pernafasan, tetapi tidak ikut berpartisipasi pada
pertukaran udara dengan darah kapiler paru (difusi). Komponen ini merupakan ruang
rugi anatomis. Jalan napas buatan dan bagian dari sirkuit ventilator mekanik yang
dilalui udara inspirasi dan ekspirasi juga merupakan ruang anatomis. Pada pasien
dengan dengan penyakit paru, sebagian besar peningkatan ruang rugi total terdiri dari
ruang rugi fisiologis. Ruang rugi fisiologis terjadi karena ventilasi regional melebihi
jumlah aliran darah regional (ventilation-perfusion [V/Q] mismatching). Walaupun
V/Q mismatcing umumnya di anggap sebagai mekanisme hipoksemia dan bukan
hiperkapnia, secara teori V/Q mismatching juga akan menyebabkan peningkatan
PaCO2. Kenyataannya dalam hampir semua kasus, kecuali dengan V/Q mismatching
yang berat, hiperkapnia merangsang peningkatan ventilasi, mengembalikan PaCO2
ke tingkat normal. Jadi V/Q mematching umumnya tidak menyebabkan hiperkapnia,
tetapi normokapnia dengan peningkatan VE.

Gambaran klinis3

Hiprkapnia akut terutama berpengaruh pada sistem saraf pusat. Peningkatan


PaCO2 merupakan penekanan sistem saraf pusat, mekanisme terutama melalui
turunnya PH cairan cerebrospinal yang terjadi karena peningkatan akut PaCO2.

11
Karena CO2 berdifusi secara bebas dan cepat ke dalam cairan serebrospinal, PH turun
secara dan hebat karena hiperkapnia akut.

Peningkatan PaCO2 pada penyakit kronik berlangsung lama sehingga


bikarbonat serum dan cairan serebrospinal meningkat sebagai kompensasi terhadap
asidosis respiratorik kronik. Kadar PH yang rendah lebih berkorelasi dengan
perubahan status mental dan perubahan klinis lain daripada nilai PaCO2 mutlak.

Gejala hiperkapnia dapat tumpang tindih dengan gejala hipoksemia.


Hiperkapnia menstimulasi ventilasi pada orang normal, pasien dengan hiperkapnia
mengkin memiliki ventilasi semenit yang meningkat atau menurun, tergantung pada
penyakit dasar yang menyebabkan gagal napas. Jadi, dispnea, takipnea, bradipnea,
dan hipopnea dapat berhubungan dengan gagal napas hiperkapnea.

Pasien dengan gagal napas hiperkapnea akut harus diperiksa untuk


menentukan mekanisme. Diagnosis banding utama ialah gagal napas hiperkapnea
karena penyakit paru versus penyakit nonparu. Pasien dengan penyakit paru,
seringkali menunjukkan hipoksemia yang tidak sesuai dengan derajad hiperkapnia.
Hal ini dapat dinilai menggunakan perbedaan PO2 alveolar-arterial. Tetapi pasien
dengan masalah nonparu dapat pula mempunyai hipoksemia sekunder sebagai efek
kelemahan neuromuscular (sebagai contoh) yang mengakibatkan atelektasis atau
pneumonia aspirasi. Kelainan pada paru berhubungan dengan peningkatan VD/VT
dan karenanya sering menunjukkan peningkatan VE dan frekuensi pernafasan. Tetapi
pasien yang mengalami kelumpuhan otot pernafasan sering ditemui takipneu. Efek
dari hiperkapnea dan hipoksemia dapat menyamarkan gangguan neurologis,
pengobatan berlebih dengan sedative, mixedema, atau trauma kepala.

12
2.2.3 Penyebab Gagal Nafas3
Gagal nafas dapat diakibatkan oleh kelaianan otak,susunan neuromuscular,
dinding toraks dan diafragma, paru serta system kardiovaskuler.
1. Otak
 Neoplasma
 Epilepsy
 Hematoma subdural
 Keracunan morfin
 CVA
2. Susunan neuro muscular
 Miastenia gravis
 Polyneuritis, demyelinasi
 Analgesia spinal tinggi
 Pelumpuh otot
3. Dinding thorak dan diafragma
 Luka tusuk
 Rupture diafragma
4. Paru
 Asama
 Infeksi paru
 Benda asing
 Pneumothorak, hemathorak
 Edema paru
 ARDS
 aspirasi
5. Kardiovaskuler
 Renjatan, gagal jantung
 Emboli paru
6. Pasca bedah thorak

13
2.2.4 Diagnosa Gagal Nafas Akut3
Gambaran klinis gagal nafas sangat bervariasi pada setiap pasien. Hipoksemia
dan hiperkapnia yang ringan dapat pergi tanpa disadari sepenuhnya. Kandungan
oksigen dalam darah harus jatuh tajam untuk dapat terjadi perubahan dalam bernafas
dan irama janatung. Untuk itu, cara mendiagnosa gagal nafas adalah dengan
mengukur gas darah pada arteri (arterial blood gases, ABG), PaO2, dan PaCO2. Selain
itu dapat dilakukan pemeriksaan hitung darah lengkap untuk mengetahui apakah ada
anemia, yang dapat menyebabkan hipoksemia jaringan. Pemeriksaan lain dapat
dilakukan untuk menunjang diagnosis underlying disease (penyakit dasarnya).

2.2.5 Tatalaksana gagal Nafas akut3

Gagal nafas akut merupakan salah satu kegawatdaruratan. Untuk itu,


penangannya tidak bias dilakukan pada area perawatan umum (general care area) di
rumah sakit. Perawatan dilakukan di intensive care unit (ICU), dimana segala
perlengkapan yang diperlukan untuk menangani gagal nafas teersedia. Tujuan
penatalaksanaan pasien dengan gagal nafas akut adalah: membuat oksigenasi arteri
adekuat, sehingga meningkatkan perfusi jaringan, serta menghilangkan underlying
disease, yaitu penyakit yang mendasari gagal nafas tersebut.

 Dasar – Dasar Fisiologis Terapi


Gagal nafas hiperkapnea
Pada hiperkapnia berarti ada hipoventilasi alveolar, tatalaksana
suportif bertujuan memperbaiki ventilasi alveolar menjadi normal,
hingga diketahui dan diterapi penyakit yang mendasari. Kadang-
kadang ventilasi alveolar dapat ditingkatkan dengan mengusahakan
tetap terbukanya jalan nafas yang efektif, bias dengan penyedotan
secret, stimulasi batuk, drainase postural. Atau dengan membuat jalan
nafas artificial dengan selang endotrakeal atau trakeostomi. Alat bantu
nafas mungkin diperlukan untuk mencapai dan mempertahankan

14
ventilasi alveolar yang normal sampai masalah primer diperbaiki.
Meskipun secara teoritis ventilator mekanik dapat memperbaiki
ventilasi sesuai yang diinginkan, namun pada pasien dengan
hiperkapnea kronik harus berhati-hati dalam menurunkan hiperkapnia,
karena koreksi PaCO2 hingga batas normal pada kasus tersebut dapat
menyebabkan alkalosis yang berat dan mengancam nyawa karena
sudah terjadi kompensasi berupa peningkatan kadar bikarbonat serum.
Gagal Nafas Hipoksemia
Suplementasi oksigen ialah terapi terpenting untuk gagal nafas
hipoksemia. Pada penyakit berat seperti ARDS, mungkin diperlukan
ventilasi mekanik, positive end expiratory pressure (PEEP) dan terapi
respirasi tipe lain. Transfortasi oksigen penting untuk diperhatikan,
jika ada anemia berat dikoreksi serta curah jantung yang adekuat harus
dipertahankan.
Dasar pengobatan gagal nafas dibagi menjadi pengobatan
nonspesifik dan yang spesifik. Umunya diperlukan kombinasi
keduanya. Pengobatan nonspesifik adalah tindakan secara langsung
ditujukan untuk meperbaiki pertukaran gas paru, sedangkan
pengobatan spesifik ditujukan untuk mengatasi penyebabnya.

 Pengobatan nonspesifik
Pengobatan nonspesifik pada gagal nafas nafas akut :
1. Atasi hipoksemia terapi oksigen
2. Atasi hiperkapnea : perbaiki ventilasi
a. Perbaiki jalan nafas
b. Ventilasi bantuan: memompa dengan sungkup muka
berkantung (bag dan mask)
3. Ventilasi kendali
4. Fisioterapi dada

15
 Terapi oksigen
Pada keadaan O2 turun secara akut, peril tidakan secepatnya untuk
menaikkan PaO2 sampai normal. Berlainan sekali dengan gagal nafas
dari penyakit kronik yang menjadi akut kembali dan pasien sudah
terbiasa dengan keadaan hiperkapnia sehingga pusat pernafasan tidak
terangsang oleh hipercarbic drive melainkan terhadap hypoxemia
drive. Akibat kenaikan PaO2 pasien dapat apnue.
Tabel 2. Cara Pemberian O2, Hubungan antara besarnya aliran udara
dengan konsentrasi O2 inspirasi.
Alat Aliran O2 (L/men) Konsentrasi O2 (%)
Kateter nasal 2-6 30-50
Sungkup muka 4-12 35-65
Sungkup muka tipe 4-8 24,28,35,40
venture
Ventilator Bervariasi 21-100
Incubator 3-8 30-40

 Atasi Hiperkapnia, perbaiki Ventilasi


a. Perbaiki jalan nafas ( air way)
Terutama pada obstruksi jalan nafas bagaian atas, dengan
hiperektensi kepala, mencegah lidah jatuh keposterior menututpi
jalan nafas, apabila masih belum menolong maka mulut dibuka
dan mandibula didorong ke depan (triple airway maneuver),
biasanya berhasil untuk mengatasi obstruksi jalan nafas biagian
atas. Sambil menunggu dan mempersiapkan pengobatan spesifik,
maka diidentifikasikan apakah ada obstruksi oleh benda asing,
edema laring, atau spasme bronkus dan lain-lain. Munggkin juga
diperlukan alatpembantu seperti, pipa orofaring, pipo nasofaring
atau pipa trakea.
b. Ventilasi bantu

16
Pada keadaan darurat dan tidak ada fasilitas lengkap, bantuan nafas
dapat dilakukan mulut ke mulut (mouth to mouth) atau mulut
kehidung (mouth to nose). Apabila kesadaran pasien masih cukup
, dapat dilakukan bantuan ventilasi menggunakan ventilator,
seperti ventilator bird, dengan ventilasi IPPB ( intermittent positive
pressure breathing) yaitu pasien bernafas spontan melalui mouth
piece atau sungkup muka yang dihubungkan dengan ventilator.
c. Ventilasi kendali
Pasien di intubasi, dipasang pipa trakea dan dihubungkan dengan
ventilator. Ventilasi pasien sepenuhnya dikendalikan oleh
ventilator. Baiasanya diperlukan obat-obatan seperti sedative,
narkotika, atau pelumpuh otot agar pasien tidak berontak dan
pernafasan pasien dapatmengikuti irama ventilator.

 Fisioterapi Dada
Ditujukan untuk membersihkan jalan nafas dari secret dan sputum.
Tindakan ini selain m,engatsi gagal nafas juga untuk tindakan
pencegahan. Pasien diajarkan bernafas dengan baik, bila perlu dengan
bantuan diperut dengan menggunakan kedua telapak tangan pada saat
inspirasi.
 Pengobatan Spesifik
Pengobatan spesifik ditujukan pada underlying disease, sehingga
pengobatan untuk masing-masing penyakit akan berlainan. Macam-
macam pengobatan spesifik dapat dilihat pada table.
Etiologi Pengobatan spesifik
1. Otak
 Neoplasma  Rawat operasi
 Epilepsy  Antikonvulsi
 Hematoma subdural  Operasi

17
 Keracunan morfin  Nalokson
 CVA  Rawat intensif
2. Susunan neuromuscular
 Miastenia gravis  Prostigmin, piridostigmin
 Polyneuritis,  Rawat dan bantuan nafas
demyelinasi ventilasi terkendali
 Analgesia spinal tinggi
 Pelumpuh oto
3. Dinding thorak dan
diafragma
 Luka tusuk thorak  Operasi
 Rupture thorak  Operasi
4. Paru
 Asma  Steroid, bronkodilator
 Infeksi paru  Antibiotic
 Benda asing  Bronkhoskopi
 Pneumothorak  Drainase paru
 Edema paru  Diuretika, ventilasi
 ARDS kendali
 Aspirasi
5. Kardiovaskular
 Renjatan, gagal jantung  Obat-obatan
 Emboli paru  Terapi cairan
6. Pasca bedah thorak  Bantuan nafas

18
BAB III
KESIMPULAN

Gagal nafas merupakan ketidakmampuan system pernafasan untuk


mempertahankan suatu keadaaan pertukaran udara antara atmosfer dengan sel-sel
tubuh yang sesuai dengan kebutuhan normal. Gagal nafas diklasifikasikan menjadi
gagal nafas hipoksemia, dan gagal nafas hiperkapnea. Gagal nafas hipoksemia
ditandai dengan PaO2< 60 mmHg dengan PaCO2 normal atau rendah. Gagal nafas
hiperkapnea, ditandai dengan PaCO2 > 45 mmHg. Penyebab gagal nafas dapat
diakibatkan oleh kelainan pada otak, susunan neuromuscular, dinding thorak dan
diafragma, paru, serta system kardiovaskuler.3

19
DAFTAR PUSTAKA

1.
2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi
ke-2. Jakarta: Bagian Anestesiologi Dan Terapi Intensif FKUI. 2001
3. Rahardjo, Sri. Gagal Nafas. Modul Anastesi HSC UGM. Yogyakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

20

Anda mungkin juga menyukai