ABSTRAKSI
Kata Kunci: Foto Udara, Pemodelan 3D, Point Cloud, Unmanned Aerial
Vehicle (UAV), Visualisasi 3D
PENDAHULUAN
Pemanfaatan teknologi dalam bidang pemetaan fotogrametri sangat
berkembang. Hal tersebut ditunjukan dengan pemanfaatan UAV dalam
melakukan pemetaan untuk area skala kecil atau besar, dengan
memanfaatkan teknologi tersebut diharapkan dapat membantu dalam
melakukan akuisisi data dengan mudah, waktu yang lebih cepat, personil
bebih sedikit dan hasil yang akurat.
15
Spectra Nomor 30 Volume XV Juli-Desember 2017: 15 - 30
TINJAUAN PUSTAKA
Fotogrametri dapat didefinisikan sebagai suatu seni, pengetahuan dan
teknologi untuk memperoleh informasi yang dapat dipercaya tentang suatu
obyek fisik dan keadaan disekitarnya melalui proses perekaman,
pengamatan/pengukuran dan interpretasi citra fotografisasi rekaman gambar
gelombang elektromagnetik (Santoso, 2004). Salah satu karateristik
fotogrametri adalah pengukuran terhadap objek yang dilakukan tanpa perlu
berhubungan ataupun bersentuhan secara langsung obyek. Pengukuran
terhadap objek tersebut dilakukan melalui data yang diperoleh pada sistem
sensor yang digunakan.
Pemetaan fotogrametri atau aerial suryeving adalah teknik pemetaan
melalui foto udara. Hasil pemetaan secara fotogrametri berupa peta foto dan
tidak dapat langsung dijadikan dasar. Pemetaan fotogrametri tidak dapat
lepas dari referensi pengukuran secara terestris, mulai dari penetapan
ground controls point (titik dasar kontrol. Fotogrametri dapat didefinisikan
sebagai kegiatan dimana aspek-aspek geometrik dari foto udara seperti
sudut, jarak, koordinat (Ligterink, 1987).
16
Pemanfaatan Foto Udara UAV untuk Pemodelan Bangunan 3D metode Otomatis | Bagus Subakti
beroperasi pada mode mandiri (autopilot) baik secara penuh atau sebagian.
Sistem ini dirancang untuk dapat dipergunakan secara berulang (Wikantika,
2009). Sistem pemotretan udara terdiri dari dua bagian, yaitu sistem pada
pesawat RC dan sistem pada ground station. Sistem pada pesawat RC
antara lain berupa perangkat bantu navigasi dan perangkat pemotretan
udara.
Kelebihan utama dari UAV dibandingkan dengan pesawat berawak
adalah bahwa UAV dapat digunakan pada situasi dengan resiko tinggi tanpa
perlu membahayakan nyawa manusia, pada area yang tidak dapat diakses
dan terbang pada ketinggian rendah dibawah awan sehingga foto yang
dihasilkan terbebas dari awan. Selain itu, salah satu faktor kelebihan UAV
adalah biaya. Harga perangkat UAV dan biaya operasionalnya jauh lebih
murah jika dibandingkan dengan pesawat berawak. Dengan
diimplementasikannya perangkat GPS/INS unit navigasi maupun stabilisasi
memungkinkan kegiatan penerbangan yang presisi (sesuai dengan rencana
terbang) sekaligus menjamin terpenuhinya cakupan area dan overlap foto
yang diinginkan.
Keterbatasan dari UAV dibatasi oleh dimensi dari UAV itu sendiri.
Karena dimensi UAV yang kecil membatasi kemampuan beban muatan
yang dapat dibawa. Sehingga biasanya digunakan sensor atau perangkat
kamera yang beratnya ringan berupa kamera format kecil. Karena format
kecil ini tentunya bukan perangkat kamera dengan sensor yang dirancang
untuk melakukan pemotretan udara secara akurat, sehingga menghasilkan
kualitas gambar yang lebih rendah baik dari sisi resolusi, stabilitas dan
tingkat akurasi. Selain itu daya jelajah dan tinggi terbang UAV juga terbatas
karena kemampuan mesinnya yang memang tidak dirancang untuk terbang
jarak jauh dan tinggi.
17
Spectra Nomor 30 Volume XV Juli-Desember 2017: 15 - 30
dari pengukuran titik kontrol ini adalah daftar koordinat tanah X, Y, Z pada
masing-masing titik kontrol tanah yang dilalui jalur pengukuran.
Dalam pemotretan udara, titik kontrol tanah ini diperlukan untuk
trianggulasi udara. Trianggulasi udara adalah cara penentuan koordinat titik
kontrol minor secara fotogrametris. Titik kontrol minor adalah titik kontrol
tanah perapatan yang mengacu pada titik kontrol tanah hasil premarking.
Titik kontrol minor ini sering disebut dengan postmark, karena ditentukan
setelah pemotretan.
Dimana:
S = Skala foto udara,
f = Panjang fokus,
H = tinggi terbang dari tempat yang dipotret
18
Pemanfaatan Foto Udara UAV untuk Pemodelan Bangunan 3D metode Otomatis | Bagus Subakti
S=d/D
Dimana:
S = Skala foto,
d = Jarak di foto
D = Jarak di lapangan
Orthorektifikasi
Orthorektifikasi adalah proses pembuatan foto miring ke foto/image
yang ekuivalen dengan foto tegak. Foto tegak ekuivalen yang dihasikan
disebut foto terektifikasi. Orthorektifikasi pada dasarnya merupakan proses
manipulasi citra untuk mengurangi/menghilangkan berbagai distorsi yang
disebabkan oleh kemiringan, tetapi masih mengandung pergeseran. Secara
teoritik foto terektifikasi merupakan foto yang benar-benar tegak dan oleh
karenanya bebas dari pergeseran karena relief topografi (relief
displacement). Pada foto udara pergeseran relief ini dihilangkan dengan
rektifikasi differensial (Frianzah, 2009).
Proses orthorektifikasi dilakukan dengan menggunakan data DEM
yang telah dihasilkan dari plotting fotogrametri, sehingga akan didapatkan
Ortho Rectified Image (ORI). Data yang dihasilkan untuk menghasilkan
orthofoto secara digital. Orthofoto/image adalah foto yang menyajikan
gambaran obyek pada posisi ortografik yang benar (Wolf, 1981).
Orthofoto/image dapat digunakan sebagai peta untuk melakukan
pengukuran langsung atas jarak, sudut, posisi, dan daerah tanpa melakukan
koreksi bagi pergeseran letak gambar.
Dimana:
RMSEx = nilai RMSE ordinat
RMSEy = nilai RMSE absis
x(data λ),y(data λ) = koordinat posisi titik ke-i dataset
x(cek λ),y(cek λ) = koordinat posisi ke-i data titik cek
n = jumlah titik cek yang diuji
i = bilang bulat dari 1 sampai n
19
Spectra Nomor 30 Volume XV Juli-Desember 2017: 15 - 30
(RMSE)xy=√((Σ((x(data ,i)-x(cek,i))2+(y(data,i)-y(cek,i))2))/n)
=√((((RMSE)x)2+ ((RMSE)y)2))
Dimana:
RMSExy = nilai RMSE horizontal
Jika RMSEmin dibagi RMSEmax berada diantara 0.6 dan 0.1 (dimana
RMSEmin lebih kecil dari nilai antara RMSEx dan RMSEy dan RMSEmax
adalah nilai yang paling besar), maka RMSE horizontal mendekati
persamaan diatas (FGDC, 2013).
Dimana :
RMSEz = nilai RMSE vertical
x_(data λ),y_(data λ) = koordinat posisi titik ke-i dataset
x_(cek λ),y_(cek λ) = koordinat posisi ke-i data titik cek
n = jumlah titik cek yang diuji
I = bilang bulat dari 1 sampai n
Point Cloud
Point cloud adalah sekumpulan data yang berupa titik-titik pada
beberapa koordinat sistem. Dalam sistem koordinat tiga dimensi, titik-titik ini
biasanya ditentukan oleh X, Y, dan Z koordinat, dan sering dimaksudkan
untuk mewakili permukaan eksternal dari suatu objek. Point cloud pada
20
Pemanfaatan Foto Udara UAV untuk Pemodelan Bangunan 3D metode Otomatis | Bagus Subakti
Pemodelan Bangunan 3D
Pemodelan bangunan 3D telah menjadi topik penelitian yang sangat
aktif selama bertahun-tahun. Permintaan pemodelan bangunan 3D semakin
meningkat untuk berbagai aplikasi seperti perencanaan kota, pariwisata.
Dalam bidanga komersial aplikasi seperti Google Earth dan Apple Maps
telah menggunakan teknik pemodelan bangunan 3D sebagai komponen
penting dalam visualisasi yang telah memperoleh respon publik yang besar.
Model bangunan 3D untuk aplikasi seperti Google Earth dan Apple Maps
biasanya dibuat dengan melakukan pemetaan tekstur dari Foto Udara dan
terrain. Pemodelan geometris bangnunan 3D dilakukan dengan
menggunakan metode manual untuk membangun model geometris
bangunan seperti menggunakan software Google Sketch-Up yang
memerlukan waktu cukup lama untuk membuat sebuah gedung. Hal
tersebut sangat sulit dan membutuhkan waktu lama, terutama untuk
membangun wilayah perkotaan yang luas (Sun dan Salvaggio, 2013).
Klasifikasi merupakan tahapan untuk memisahkan poin cloud ke
dalam layer vegetasi, building dan ground. Planes diambil dari patch
bangunan dan batas-batas setiap plane yang terdeteksi. Pemodelan
bangunan dari point cloud hasil klasifikasi (Sun dan Salvaggio, 2013; Zhou
dan Neumann, 2008) Klasifikasi ground. Tujuan utama dari klasifikasi
adalah untuk membagi layer ke dalam tiga kategori: vegetasi, building dan
ground. Klasifikasi ini dilakukan dalam dua langkah terpisah. Langkah
pertama adalah menyaring daerah vegetasi berdasarkan properti dari
permukaan point cloud. Langkah kedua melakukan ekstrak footprints atap
bangunan dari kelas building dan terrain yang diperoleh dari langkah
pertama. Kedua langkah tersebut saling berhubungan erat namun memiliki
pendekatan yang independen untuk melakukan klasifikasi vegetasi, terrain
dan building. Hasil dari ekstraksi terrain dan footprints atap bangunan
tergantung pada deteksi dan penghapusan vegetasi pada langkah pertama
(Sun dan Salvaggio, 2013).
Pemisahan point ground dan non ground dapat juga dilakukan dengan
metode klasifikasi digital berdasarkan elevasi. Klasifikasi digital berdasarkan
elevasi merupakan proses pencarian titik-titik berdasarkan perbandingan
21
Spectra Nomor 30 Volume XV Juli-Desember 2017: 15 - 30
elevasi dari tiap-tiap titik dengan jarak yang sudah ditentukan. Proses dasar
point cloud adalah klasifikasi sebagai permukaan ground atau non ground.
Untuk keperluan ketelitian geometri dari point cloud data Lidar. Algoritma
dikembangkan secara otomatis untuk memisahkan point ground dan non
ground (Soininen, 2008)
22
Pemanfaatan Foto Udara UAV untuk Pemodelan Bangunan 3D metode Otomatis | Bagus Subakti
METODE PENELITIAN
Tahapan penelitian secara garis besar terdiri dari persiapan,
pelaksanaan, pengumpulan data, pengolahan data, analisis data dan
kesimpulan. Adapun tahapan-tahapan penting dalam penelitian dapat dilihat
pada gambar diagram alir berikut ini.
ORIENTASI LAPANGAN
PEMASANGAN & PENGUKURAN
GCP
PEMOTRETAN UAV
PENGOLAHAN FOTO
ORTHOFOTO &
POINT CLOUD TIDAK
RMSE < 1 px
CROPPING DATA
ANALISIS DATA
SELESAI
Gambar 1
Diagram Alir Metode Penelitian
23
Spectra Nomor 30 Volume XV Juli-Desember 2017: 15 - 30
Gambar 2
Hasil foto udara yang digunakan pembuatan orthofoto
24
Pemanfaatan Foto Udara UAV untuk Pemodelan Bangunan 3D metode Otomatis | Bagus Subakti
Tabel 1
Titik GCP dan ICP yang digunakan, pada sistem koordiat Geografis dan UTM Zone 49S
datum WGS84
Koordinat Geografis Koordinat UTM
Titik Elevation Elevation
Longitude Latitude Easting (m) Northing (m)
(m) (m)
25
Spectra Nomor 30 Volume XV Juli-Desember 2017: 15 - 30
Tabel 3
Hasil residu titik kontrol ICP
Titik XY error (m) Z error (m) Error (m) Error (Pix)
Tabel 4
Hasil residu std. devisiasi Residual error ICP
Residual Error
Titik
Z (m) X (m) Y (m) Z (m) XY (m) XYZ (m)
26
Pemanfaatan Foto Udara UAV untuk Pemodelan Bangunan 3D metode Otomatis | Bagus Subakti
Gambar 3
Hasil klasifikasi point cloud dengan Agisoft
Gambar 4.
Hasil pemodelan 3D footprint detection
27
Spectra Nomor 30 Volume XV Juli-Desember 2017: 15 - 30
Gambar 5
Perbandingan model asli bangunan uji 5
28
Pemanfaatan Foto Udara UAV untuk Pemodelan Bangunan 3D metode Otomatis | Bagus Subakti
Berikut hasil ukuran uji lapangan pada sampel empat bangunan yang diukur
dengan menggunakan pita ukur dilapangan dengan hasil ukuran dimension
bangunan pada software.
Dari hasil tabel pengukuran diatas, bisa disimpulkan bahwa selisih
kesalahan ukuran terbesar yaitu 0.535 m pada tinggi bangunan 4, dan
kesalahan ukuran terkecil 0.014 m pada panjang bangunan 2. Di dapatkan
rata-rata selisih total keseluruhan ukuran sebesar 0.183 m. Dari pengukuran
uji validasi bangunan yang dilakukan menghasilkan geometrik yang cukup
baik.
Kesalahan tinggi bangunan yang terlalu signifikan bisa disebabkan
karena pada saat perekaman foto udara terdapat low point disekitaran
bangunan, berupa rerumputan yang terekam, sehingga rerumputan yang
terlalu tinggi dianggap sebagai ground pada saat klasifikasi, sedangkan
pada saat uji sampel bangunan dilakukan acuan ground benar-benar dari
tanah. Untuk kesalahan pada panjang yang terlalu signifikan bisa
diakibatkan pada saat proses klasifikasi buildingnya, ada yang terpotong
atau hasil klasifikasi kurang bagus.
KESIMPULAN
Dari penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Berdasarkan hasil perhitungan ICP orthofoto, ketelitian RMS XY yang
diperoleh pada pengolahan orthofoto sebesar 0.270 meter, dan XYZ
sebesar 0.319 meter.
2. Kesalahan ukuran terbesar yaitu 0.535 m pada tinggi bangunan 4, dan
kesalahan ukuran terkecil 0.014 m pada panjang bangunan 2. Di
dapatkan rata-rata selisih total keseluruhan ukuran sebesar 0.183 m..
3. Hasil pembuatan model bangunan 3D secara otomatis beberapa rumah
yang diuji sampel kurang baik, hal ini dikarenakan ada beberapa faktor
yang mempengaruhi akurasi fotogrametri dan pembentukan model 3D
diantaranya adalah faktor resolusi foto, faktor kalibrasi kamera, faktor
sudut antara foto, kualitas orientasi foto, redundansi foto, tinggi terbang
dan sudut pencahayaan yang kurang baik maupun hasil klasifikasi yang
kurang bagus. Sedingga mempengaruhi kualitas dan detail vektorisasi
model bangunan.
4. Data foto udara selain digunakan untuk kepentingan pembuatan peta
planimetris 2 dimensi, visualisasi 3 dimensi, juga bisa digunakan hingga
pemodelan bangunan 3 dimensi.
5. Didalam melakukan penelitian selanjutnya dalam bidang pemodelan 3D
dengan menggunakan data foto udara menggunakan UAV perlu
dilakukan pengambilan sampel bangunan lebih banyak dan model atap
29
Spectra Nomor 30 Volume XV Juli-Desember 2017: 15 - 30
DAFTAR PUSTAKA
FGDC. (2013). Geospatial Positioning Accuracy Standards, Part 3 : National
Standart for Spatial Data Accuracy.
Frianzah, A. 2009. Pembuatan Orthoimage dari Citra Alos Prism. Skripsi.
Yogyakarta : Jurusan Teknik Geodesi FT.UGM.
Gularso, H. 2013. Tinjauan Pemotretan Udara Format Kecil Menggunakan Pesawat
Model Skywalker 1680 : Jurnal Geodesi Undip.
Istarno. (2011). Pembuatan Model Elevasi Digital dari Data Lidar dan
Interpretabilitasnya untuk Obyek Tutupan Lahan di Daerah Koridor Nganjuk-
Kertosono. Disertasi, Universitas Gadjah Mada. (DIS 014-H-2011)
Ligterink, G. H. 1987. Dasar Fotogrametri Interpretasi Foto Udara. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Mills, J and Barber, D (2003) An Addendum to the Metric Survey Specifications for
English Heritage the collection and archiving of point cloud data obtained by
terrestrial laser scanning or other methods. Version 11/12/2003.
Purwadhi, F.S.H. 2001. Interpretasi Citra Digital. PT. Grasindo. Jakarta.
Santoso, B. 2004. Review Fotogrametri: Teknik Pengadaan Data dan Sistem
Pemetaan.. Program Megister Departemen Teknik Geodesi dan Geomatika
ITB. Bandung.
Soininen, A. (2008). Algorithms.
Sun, S., dan Salvaggio, C. (2013). Aerial 3D Building Detection and Modeling From
Airborne LiDAR Point Clouds. IEEE APPLIED EARTH OBSERVATIONS AND
REMOTE SENSING
Wikantika. K. 2009. Unmanned Mapping Technology: Development and
Applications. Workshop Sehari “Unmanned Mapping Technology:
Development and Applications” (UnMapTech2008). Bandung, Indonesia. 9
Juni 2008.
Wolf, Paul R. 1993. Element Fotogrametri Dengan Intepretasi Foto Udara dan
Penginderaan Jauh, Edisi Kedua. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.
Zhou, Q. Y., dan Neumann, U. (2008). Fast and Extensible Building Modeling from
Airborne LiDAR Data. Paper presented at the Proceedings of the 16th ACM
SIG SPATIAL international conference on Advances in geographic
information systems New York.
30