Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal
pada kulit atau selaput lendir (FI IV, 1995). Bahan obatnya larut atau
terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok (FI III, 1979). Salep
tidak boleh berbau tengik. Kecuali dinyatakan lain kadar bahan obat dalam
salep yang mengandung obat keras atau narkotik adalah 10 %. Sedian
setengan padat ini tidak menggunakan tenaga.
Akan tetapi salep harus memiliki kualitas yang baik yaitu stabil, tidak
terpengaruh oleh suhu kelembaban kamar, dan semua zat yang dalam salep
harus halus. Oleh karena itu pada saat pembuatan salep terkadang
mangalami banyak masalah saleb yang harus digerus dengan homogen, agar
semua zat aktifnya dapat masuk ke pori-pori kulit dan diserab oleh kulit.
Ahli farmasi mengembangkan obat untuk pemenuhan kebutuhan
masyarakat, yang bertujuan untuk memberikan efek terapi obat, dosis yang
sesuai untuk di konsumsi oleh masyarakat. Sediaan farmasi ada berbagai
jenis, salah satunya yaitu semisolid, sediaan semisolid digunakan untuk
pemakaian luar seperti krim, salep, gel, pasta dan suppositoria yang
digunakan melalui rektum. Kelebihan dari sediaan semisolid ini yaitu
praktis, mudah dibawa, mudah dipakai, mudah pada pengabsorbsiannya.
Juga untuk memberikan perlindungan pengobatan terhadap kulit
Pembuatan sediaan setengah padat atau salep sangat penting diketahui
untuk dapat diterapkan pada pelayanan kefarmasian khususnya di apotik,
puskesmas maupun rumah sakit. Dalam praktikum kali ini diformulasikan
sediaan salep dengan zat aktif asam salisilat yang indikasinya sebagai
bakteriostatik lemah.
1.2 Maksud Percobaan
1. Bagaimana memformulasikan salah satu sediaan semisolid yaitu salep?
2. Apa saja masalah-masalah dalam pembuatan salep?
3. Apa saja persyaratan dan evaluasi salep?

1
1.3 Tujuan Percobaan
1. Untuk memformulasikan sediaan semisolid yakni salep
2. Untuk mengetahui masalah-masalah dalam pembuatan salep
3. Untuk mengetahui persyaratan dan evaluasi salep
1.4 Prinsip Percobaan
Pembuatan salep ini digunakan dasar salep yang bersifat hidrokarbon
yaitu vaselin album sebanyak 20 gr dengan zat aktif asam salisilat sebanyak
0,2 gr dan dengan penambahan eksipien seperti, menthol sebanyak 0,05 gr
sebagai pengaroma, alfa-tokoferol sebanyak 0,011 gr sebagai antioksidan
dan propilen glikol sebagai pengawet. Salep ini di indikasikan untuk
bakteriostatik lemah.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Umum
2.1.1. Definisi Salep
Salep adalah sediaan setengah padat berupa massa lunak yang mudah
dioleskan dan digunakan untuk pemakaian luar (FI III, 1979). Salep adalah
sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau
selaput lender (FI IV, 1995). Salep adalah sediaan semi padat dermatologis
yang menunjukkan aliran dilatan yang penting (DOM, 1971).
Salep terkenal pada daerah dermatologi dan tebal, salep kental dimana
pada dasarnya tidak melebur pada suhu tubuh, sehingga membentuk dan
menahan lapisan pelindung pada area dimana salep digunakan (Scoville’s,
1975). Salep adalah sedian berupa masa lembek, mudah dioleskan,
umumnya lembek dan mengandung obat, digunakan sebagai obat luar
untuk melindungi atau melemaskan kulit, tidak berbau tengik (Dirjen
POM, 1978). Salep tidak boleh berbau tengik, kecuali dinyatakan lain
kadar bahan obat dalam salep yang mengandung obat keras atau narkotik
adalah 10 % (Anief, 2006).
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan
digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut dan terdispersi
homogen kedalam dasar salep yang cocok (FI III,1979).
Salep adalah sediaan setengah padat yang ditujukkan untuk
pemakaian topikal kulit atatu selaput lendir. Setiap salep boleh berbau
tengik kecuali dinyatakan lain, kadar bahan obat salep yang mengandung
obat keras narkotika adalah 10% (FI IV,1995).
2.1.2. Fungsi Salep
Fungsi salep antara lain (Anief, 2006) :
a. Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit
b. Sebagai bahan pelumas pada kulit
c. Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak permukaan kulit
dengan larutan berair dan rangsang kulit.

3
2.1.3. Persyaratan Salep (Syamsuni, 2005) :
a. Pemerian tidak boleh berbau tengik.
b. Kadar, kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung
obat keras atau narkotik, kadar bahan obat adalah 10 %.
c. Dasar salep
d. Homogenitas, jika salep dioleskan pada sekeping kaca atau bahan
transparan lain yang cocok, harus menunjukkan susunan yang
homogen.
e. Penandaan, pada etiket harus tertera “obat luar”
2.1.4. Sifat-sifat Salep (Saifullah, 2008) :
Salep yang baik memiliki sifat – sifat sebagai berikut :
1. Stabil
Baik selama distribusi, penyimpanan, maupun pemakaian.
Stabilitas terkait dengan kadaluarsa, baik secara fisik (bentuk, warna,
bau, dll) maupun secara kimia (kadar/kandungan zat aktif yang tersisa).
Stabilitas dipengaruhi oleh banyak factor, seperti suhu, kelembaban,
cahaya, udara, dan lain sebagainya.
2. Lunak
Walaupun salep pada umumnya digunakan pada daerah/wilayah
kulit yang terbatas, namun salep harus cukup lunak sehingga mudah
untuk dioleskan.
3. Mudah
Mudah digunakan supaya mudah dipakai, salep harus memiliki
konsistensi yang tidak terlalu kental atau terlalu encer. Bila terlalu
kental, salep akan sulit dioleskan, bila terlalu encer maka salep akan
mudah mengalir/meleleh ke bagian lain dari kulit.
4. Protektif
Salep–salep tertentu yang diperuntukkan untuk protektif, maka
harus memiliki kemampuan melindungi kulit dari pengaruh luar misal
dari pengaruh debu, basa, asam, dan sinar matahari.

4
5. Basis
Memiliki basis yang sesuai, basis yang digunakan harus tidak
menghambat pelepasan obat dari basis, basis harus tidak mengiritasi,
atau menyebabkan efek samping lain yang tidak dikehendaki.
6. Homogen
Kadar zat aktif dalam sediaan salep cukup kecil, sehingga
diperlukan upaya/usaha agar zat aktif tersebut dapat
terdispersi/tercampur merata dalam basis. Hal ini akan terkait dengan
efek terapi yang akan terjadi setelah salep diaplikasikan
2.1.5. Basis Salep (Anief, 2006) :
1. Dasar salep hidrokarbon yaitu :
a. Vaselin putih atau vaselin kuning
b. Campuran vaselin yaitu malam putih dan malam kuning
c. Parafin cair dan Parafin padat
d. Minyak tumbuh-tumbuhan
e. Jelene
2. Dasar serap salep yaitu dapat menyerap air yang terdiri :
a. Adeps lanae
b. Unguentum simpleks
c. Hidrofilic fetrolerlum
3. Dasar salep dapat diolesi dengan air, yaitu terdiri atas :
a. Dasar salep emulsi MIA seperti vanishing cream
b. Emulsifying quitment B.P
c. Hydrophilic quitment dibuat dari minyak mineral, stearyalcohol
mayri (emulgator tipe M/A)
4. Dasar salep yang dapat larut dalam air antara lain PGA atau campuran
PEG
a. Polyethaleneggropl quitment USP
b. Ciagacant
c. PGA

5
2.1.6. Kelebihan dan Kekurangan Salep (Wade, 1994) :
1. Kelebihan Salep :
a. Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit
b. Sebagai bahan pelumas pada kulit
c. Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak permukaan
kulit dengan larutan berair dan /rangsang kulit
d. Sebagai obat luar
e. Dapat diatur daya penetrasi dari zat berkhasiat dengan
memodifikasi basisnya.
f. Kontak sediaan dengan kulit lebih lama.
g. Lebih mudah digunakan tanpa memerlukan alat bantu.
2. Kekurangan Salep
a. Kekurangan basis hidrokarbon
Sifatnya yang berminyak dapat meninggalkan noda pada
pakaian serta sulit tercuci ga sulit di bersihkan dari permukaan
kulit.
b. Kekurangan basis absorpsi :
Kurang tepat bila di pakai sebagai pendukung bahan bahan
antibiotik dan bahan bahan kurang stabil dengan adanya air.
Mempunyai sifat hidrofil atau dapat mengikat air.
2.1.7. Mekanisme Absorpsi Salep (Syaifuddin, 2011) :
Saat suatu sediaan salep dioleskan ke kulit, absorpsinya akan melalui
beberapa fase:
1. Lag phase
Periode ini merupakan saat sediaan dioleskan dan belum
melewati stratum korneum, sehingga pada saat ini belum ditemukan
bahan aktif obat dalam pembuluh darah.
2. Rising phase
Fase ini dimulai saat sebagian sediaan menembus stratum
korneum, kemudian memasuki kapiler dermis, sehingga dapat
ditemukan dalam pembuluh darah.

6
3. Falling phase
Fase ini merupakan fase pelepasan bahan aktif obat dari
permukaan kulit dan dapat dibawa ke kapiler dermis.
Peta Konsep Mekanisme Absorbsi Salep (Kumar, 2011) :

Kulit tersusun atas tiga lapisan, yaitu epidermis (lapisan luar/kulit


ari), dermis (lapisan dalam/kulit jangat, dan hipodermis (jaringan ikat
dibawah kulit) (Nalenz, 2006).

7
1. Kulit Ari (Epidermis)
Kulit ari adalah bagian terluar yang sangat tipis. Fungsi kulit ari
(epidermis) adalah melindungi tubuh dari berbagai zat kimia yang terdapat
diluar tubuh, melindungi tubuh dari sinar UV, melindungi tubuh dari
bakteri . Kulit ari terdiri atas dua lapis dan fungsinya (Barrier, 2012) :
a. Lapisan Tanduk/Stratum kormeum
Lapisan tanduk adalah lapisan kulit ari yang paling luar dan
merupakan lapisan mati sehingga mudah mengelupas, tidak memiliki inti,
dan mengandung zat keratin. Lapisan ini akan selalu baru, jika mengelupas
tidak akan terasa sakit atau mengeluarkan darah karena tidak terdapat
pembuluh darah dan saraf.
b. Lapisan Malpighi
Lapisan malpighi adalah kulit ari yang berada dibawah lapisan kulit
tanduk. Lapisan Malpighi tersusun atas sel-sel hidup yang selalu
membelah diri. Terdapat pembuluh kapiler, fungsi lapisan pembuluh
kapiler adalah untuk penyampaian nutrisi.
Epidermis juga terbagi menjadi 5 lapisan :
 Stratum corneum (lapisan tanduk).
Stratum corneum merupakan lapisan kulit yang paling luar. Stratum
korneum paling tebal pada telapak kaki dan paling tipis pada pelupuk
mata, pipi dan dahi. Lapisan ini tersusun atas sel-sel mati yang mudah
mengelupas.
 Stratum lucidum (daerah rintangan).
Lapisan ini berwarna terang dan hanya nampak pada lapisan kulit
yang tebal. Hanya terlihat pada telapak kaki dan telapak tangan.
 Stratum granulosum (lapisan seperti butir).
Lapisan ini menggandung sel-sel bergranula yang menghambar
pengeluaran air berlebih. Stratum granulosum berpartisipasi aktif dalam
proses keratinisasi.
 Stratum spinosum (lapisan sel duri).

8
Stratum spinosum (stratum malpighi) terdiri dari beberapa lapis sel
yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya
proses mitosis. Lapisan ini adalah lapisan paling tebal di epidermis.
 Stratum germinativum (lapisan sel basal).
Lapisan ini selalu tumbuh dan membelah, lapisan ini banyak
ditemukan sel melanosit yang menghasilkan pigmen melanin yang
menentukan warna kulit seseorang.
2. Kulit Jangat (Dermis)
Kulit jangat atau dermis adalah lapisan kedua dari kulit. Batas
dengan epidermis dilapisi dari membran basalis. Dermis atau lapisan
jangat lebih tebal dari pada epidermis. Dermis mempunyai serabut yang
elastik dengan memungkinkan kulit dapat merenggang pada saat orang
tersebut bertambah gemuk, dan kulit dapat bergelambir disaat orang
menjadi kurus. Lapisan-lapisan dermis adalah (Kesarwani, 2013) :
a. Kelenjar Keringat (glandula sudorifera), tersebar diseluruh kulit dan
berfungsi untuk menghasilkan keringat yang dikeluarkan melalui pori-
pori kulit
b. Kelenjar Minyak (grandula sebaceae), berfungsi untuk menghasilkan
minyak supaya kulit dan rambut tidak kering dan mengkerut
c. Kelenjar Rambut, memiliki akar dan batang rambut serta kelenjar
minyak rambut. Pada saat dingin dan rasa takut, rambut yang ada di
tubuh kita terasa berdiri. Hal ini disebabkan karena didekat akar
rambut terdapat otot polos yang memiliki fungsi dalam menekakkan
rambut.
3. Jaringan Ikat Bawah Kulit (Hypodermis)
Jaringan ikat bawah kulit berada dibawah dermis. Jaringan ini tidak
memiliki pembatas yang jelas dengan dermis, sebagai patokan dalam
batasannya adalah mulainya terdapat sel lemak. Pada lapisan kulit ini
banyak terdapat lemak. Fungsi lapisan lemak adalah untuk melindungi
tubuh dari benturan, sebagai sumber energi cadangan dan menahan panas
tubuh (Kesarwani, 2013).

9
a. Fungsi Proteksi. Kulit berfungsi dalam menjaga bagian dalam tubuh
terhadap gangguan fisik yang berada diluar tubuh. Seperti gesekan,
tekanan, tarikan, dan zat-zat kimia terutama yang bersifat iritan.
Gangguan yang bersifat panas seperti sengatan UV, radiasi, gangguan
infeksi luar terutama kuman maupun jamur.
b. Fungsi Absorbsi. Kulit lebih mudah menyerap yang menguap dari
pada benda cair atau padat, begitu pun yang larut seperti lemak.
c. Fungsi Ekskresi. Kelenjar-kelenjar kulit akan mengeluarkan zat-zat
yang tidak berguna sebagai hasil dari metabolisme dalam tubuh yang
berupa asam urat, NaCl, ammonia dan urea.
d. Fungsi Persepsi. Kulit yang mengandung ujung-ujung saraf sensorik
di dermis dan subkutis. Terhadap rangsangan panas yang diperankan
oleh badan-badan ruffini didermis dan subkutis
e. Fungsi Pengaturan suhu tubuh
f. Fungsi Pembentukan Pigmen. Sel pembentuk pigmen (melanosoit
yang terletak pada lapisan basal dan sel yang berasal dari rigi saraf.
g. Fungsi Keratinisasi. Pada lapisan epidermis dewasa terdapat tiga
lapisan yaitu lapisan melanosoit, keratinosit, dan sel langerhans
2.1.8. Penetrasi Lapisan (Wyatt, 2001)
Saat sediaan topikal diaplikasikan pada kulit, terjadi interaksi 3
interaksi :
1. Solute vehicle interaction (Wyatt, 2001) :
Adalah interaksi bahan aktif terlarut dalam vehikulum. Idealnya zat
aktif terlarut dalam vehikulum tetap stabil dan mudah dilepaskan.
Interaksi ini telah ada dalam sediaan
2. Vehicle skin interaction (Wyatt, 2001) :
Merupakan interaksi vehikulum dengan kulit. Saat awal aplikasi
fungsi reserptoir kulit terhadap vehikulum.
3. Solute skin interaction (Wyatt, 2001) :
Merupakan interaksi bahan aktif terlarut dengan kulit (lag phase,
rising phase, falling phase)

10
Penetrasi lapisan kulit tumbuh dari dua macam jaringan yaitu jaringan
epitel yang menumbuhkan lapisan epidermis dan jaringan pengikat
(penunjang) yang menumbuhkan lapisan dermis (kulit dalam) (Ernest,
1999; Syaifuddin, 2011).
a. Lapisan Kulit
Lapisan kulit dibedakan menjadi dua lapisan utama yaitu kulit ari
(epidermis) dan kulit jangat (dermis / kutis). Kedua lapisan ini
berhubungan dengan lapisan yang ada dibawahnya dengan perantara
jaringan ikat bawah kulit (hipodermis/subkutis). Dermis atau kulit
mempunyai alat tambahan atau pelengkap kulit (Syaifuddin, 2011).
b. Epidermis
Kulit ari atau epidermis adalah lapisan paling luar yang terdiri dari
lapisan epitel gepeng, unsur utamanya adalah sel-sel tanduk (keratinosit)
dan sel melanosit. Lapisan epidermis tumbuh terus karena lapisan sel
induk yang berada bermitosis terus, lapisan paling luar epidermis akan
terkelupas atau gugur. Epidermis tersusun oleh sel-sel epidermis terutama
serat-serat kolagen dan sedikit serat kolagen dan serat elastik. Kulit ari
(epidermis) terdiri dari beberapa lapis sel yaitu :
 Stratum korneum ; terdiri dari banyak lapisan sel tanduk (keratinasi),
gepeng, kering dan tidak berinti. Sitoplasma diisi dengan serat
keratin, makin keluar letak sel, makin gepeng seperti sisik lalu
terkelupas dari tubuh, yang terkelupas diganti oleh sel lain. Zat
tanduk merupakan keratin lunak yang susunan kimianya berada
dalsm sel-sel keratin. Lapisan tanduk hampir tidak mengandung air
karena adanya penguapan air, elastisnya kecil dan sangat efektif
untuk pencegahan penguapan air dari lapisan yang lebih dalam.
 Stratum lusidum ; terdiri dari beberapa lapis sel yang sangat gepeng
dan bening. Sulit melihat membran yang membatasi sel-sel itu
sehingga lapisannya secara keseluruhan tampak seperti kesatuan
yang bening. Lapisn ini ditemukan pada daerah tubuh yang berkulit
tebal.

11
 Stratum granulosum ; terdiri dari 2-3 lapis sel poligonal yang agak
gepeng, inti ditengah, dan sitoplasma berisi butiran granula
keratohialin atau gabungan keratin dengan hialin. Lapisan ini
menghalangi masuknya benda asing, kuman, dan bahan kimia
kedalam tubuh.
 Stratum germinativum yang dapat dibagi lagi menjadi stratum
spinosum (lapisan berduri) dan stratum malfighi. Batas germinatifum
dengan dermis dibawahnya berupa lapisan tipis jaringan pengikat
yang disebut lamina basalis. Pada stratum malfighi diantara sel
epidermis terdapat melanosit yaitu sel yang berisi pigmen melanin
yang berwarna coklat dan sedikit kuning.
c. Dermis
Batas dermis (kulit jangat) sukar ditentukan karena menyatu dengan
lapisan subkutis (hipodermis). Ketebalannya antara 0.5-3 mm. Dermis
bersifat elastis yang berguna untuk melindungi bagian yang lebih dalam.
Dermis terdiri dari jaringan kolagen 75%, elastin 4%, retikulin 0.4% dan
serat elastin yang membalut matrik polisakarida yang mengandung
pembuluh darah, limfatik, dan ujung syaraf. Dermis merupakan
penghalang yang signifikan untuk permeasi obat menuju bagian dalm
karena sifat vaskularnya. Pada perbatasan epidermis dan dermis terdapat
tonjolan–tonjolan kulit kedalam kulit ari (epidermis) yang disebut papil
kulit jangat.
Lapisan dermis terdiri dari :
 Lapisan papilla: mengandung lekuk-lekuk papilla sehingga stratum
Malfighi juga ikut berlekuk. Lapisan ini memegang peranan penting
dalam peremajaan dan dan penggandaan unsur -unsur kulit
 Lapisan retikulosa: mengandung jaringan pengikat rapat dan serat
kolagen. Lapisan ini terdiri dari anyaman jaringan ikat yang lebih
tebal. Dalam lapisan ini ditemukan sel-sel fibrosa, sel histiosit,
pembuluh darah, pembuluh getah bening, saraf, kandung rambut
kelenjar sebasea, kelenjar keringat, sel lemak dan otot penegak
rambut.

12
d. Hipodermis
Lapisan bawah kulit terdiri dari jaringan pengikat longgar.
Komponennya serat longgar, elastis, dan sel lemak. Pada lapisan adiposa
terdapat susunan lapisan subkutan yang menentukan motilitas diatasnya.
Bila terdapat lobules lemak yang merata di hipodermis membentuk
bantalan lemak yang disebut panikulus adiposus. Pada daerah perut lapisan
ini mencapai ketebalan 3 cm. Dalam lapisan hypodermis terdapat anyaman
pembuluh darah arteri, pembuluh darah vena dan anyaman syaraf yang
berjalan sejajar dengan permkaan dibawah dermis. Jaringan lemak
(panikulus adiposus ) ini berfungsi memberi perlindungan terhadap dingin
dan disamping itu dapat bermanfaat sebagai cadangan energi (Ernest,
1999; Syaifuddin, 2011)
2.1.9. Aturan Umum Pembuatan Salep
Adapun ketentuan umum cara pembuatan salep adalah sebagai berikut
(Voight, 1995) :
1. Zat yang dapat larut dalam dasar salep, dilarutkan bila perlu dengan
pemanasan rendah
2. Zat-zat yang dapat larut dalam campuran lemak dilarutkan
kedalamnya, jika perlu dengan pemanasan.
3. Bahan-bahan yang dapat larut dalam air, dilarutkan lebih dulu dalam
air, asalkan air yang digunakan dapat diserap seluruhnya oleh basis
salep. Jumlah air yang dipakai dikurangi dari basis.
4. Bahan-bahan yang sukar atau hanya sebagian dapat larut dalam
lemak dan air, harus diserbuk terlebih dahulu kemudian diayak
dengan pengayak B40.
5. Bila dasar salep dibuat dengan peleburan, maka campuran tersebut
harus diaduk sampai dingin.
6. Ketika salep nanti digunakan harus terdistribusi merata dan cepat
menyerap kedalam lapisan kulit yang kemudian akan didistribusikan
ketempat-tempat yang yang ditujukan untuk memperoleh efeknya,
dan tidah boleh sampai menggumpal pada satu tempat saja, apa lagi
sampai menyebabkan iritasi.

13
2.1.10. Masalah-Masalah Dalam Pembuatan Salep
1. Inkompatibilitas Terapeutik (Saifullah, 2008).
Inkompatibilitas mempunyai arti bahwa bila obat yang satu
dicampur/dikombinasikan dengan obat yang lain akan mengalami
perubahan-perubahan demikian rupa hingga sifat kerjanya dalamtubuh
(in vivo) berlainan daripada yang diharapkan.
2. Inkompatibilitas Fisika (Saifullah, 2008).
Yang dimaksudkan di sini adalah perubahan-perubahan yang tidak
diinginkan yang timbul pada waktu obat dicampur satu sama lain tanpa
terjadi perubahan-perubahan kimia. Meleleh atau menjadi basahnya
campuran serbuk, tidak dapat larut dan obat-obat yang apabila
disatukan tidak dapat bercampur secara homogen.
3. Inkompatibilitas Kimia (Saifullah, 2008).
Yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada waktu pencampuran
obat yang disebabkan oleh berlangsungnya reaksi kimia/interaksi.
Termasuk di sini adalah reaksi-reaksi di mana terjadi senyawa baru
yang mengendap, terjadi proses oksidasi/reduksi maupun hidrolis serta
terjadi perubahan warna.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan obat dari
salep (Agoes, 2008) :
a. Faktor Fisika Kimia
Faktor ini meliputi variabel yang merupakan laju disolusi, luas
permukaan, kelarutan, koefisen difusi.
b. Kelarutan dari bahan obat (afinitas obat) terhadap bahan pembawa
Obat yang mempunyai aktifitas kuat terhadap basis salep
menunjukkan koefisien aktifitas yang rendah. Aktifitas termodinamik dari
obat dalam basis salep menjadi lebih lambat, demikian pula sebaliknya.
c. Waktu difusi
Semakin cepat hasil difusi akan semakin besar obat yang akan
dilepaskan, sebaliknya obat yang dilepaskan akan semakin kecil bila
waktu difusinya semakin lambat.

14
d. Jenis-jenis salep
Basis salep yang mempunyai viskositas tinggi akan menyebabkan
koefisien difusi suatu obat dalam basis menjadi rendah, sehingga
pelepasan obat akan semakin kecil.
e. Faktor biologis
Absorbsi obat dari biasanya tidak hanya tergantung pada komposisi
dasar salep tetapi juga tergantung pada beberapa faktor biologis, yaitu :
a. Kondisi kulit
b. Daerah kulit yang diobati
c. Keadaan hidrasi pada statum corneum
2.2. Formulasi Salep
2.2.1. Formula Asli
Formula Asli Zat Aktif : Asam Sailisilat 200 mg
Pengawet : Propilen glikol
Pengaroma : Menthol
Antioksidan : BHT
Basis Salep : Vaselin album ad
2.2.2. Preformulasi
Tiap tube mengandung :
Asam salisilat 200 mg 0,2 g
Vaselin album 10 g
Propilen glikol 0,05 g
Menthol 1,5 g
Butylated Hydroxy Toluena 0,1 g
2.2.3. Master Formulasi
Nama Produk = Salicylcare Salep
Jumlah Produk = 100 tube @0,2 g Zat Aktif
Tanggal Formulasi = 10 Oktober
No. Registrasi = DTL 20302025 A1
No. Batch = D 199010

15
Kode Nama Bahan Kegunaan Persuppo PerBatch
Bahan
AS Asam Salisilat Zat Aktif 0,2 g 2g
VA Vaselin Album Basis 10 g 100 gr
PG Propilen Glikol Pengawet 0,05 g 0,5 g
Mn Menthol Pengaroma 1,5 g 15 gr
Butylated
BHT Hyrodxy Anti Oksidan 0,1 g 1g
Toluena

2.2.4. Alasan Formulasi Zat Aktif


1. Asam salisilat digunakan salep untuk penggunaan topikal karena
berkhasiat bakteriostatik lemah dan berdaya keratolitik, yaitu dapat
melarutkan lapisan kulit dan bersifat fungistatik untuk penyakit iritasi
kulit (Siswandono, 2000).
2. Asam salisilat merupakan obat golongan keratolitik, dapat mengatasi
masalah kulit khususnya kondisi-kondisi yang disebabkan oleh
penebalan dan pengerasan lapisan kulit (Shargel, L. 2005).
3. Asam salisilat banyak digunakan untuk mengatasi berbagai masalah
kulit yang termasuk dalam kelompok hydroxybenzoic acid untuk
pengobatan dermatitis seboroik, kutil, psoriasis, kapalan, kerotilis
pilaris (Shargel, 2005).
2.2.5. Alasan Penambahan Bahan
1. Menthol
Menthol sebagai flavoring agent ataupun pengaroma yang apabila
diaplikasikan ke kulit dapat mengurangi rasa gatal dan memberikan rasa
dingin. Menthol digunakan sebagai pengaroma, dikarenakan zat aktif
asam salisilat hampir tidak berbau. Selain itu, dapat meningkatkan
efektivitas zat aktif melalui vasodilatasi (Voight, 1984).

16
2. Propilen glikol
Penggunaan propilen glikol sebagai anti microbial presertative,
propilen glikol berupa cairan kental sehingga salep akan lebih lama
melekat pada kulit. Asam salisilat memiliki tekstur berminyak maka
dari itu diperlukan pengawet (propilen glikol) agar salep tidak cepat
berbau tengik dan memperpanjang masa salep agar lebih tahan lama
(Dahlan, 2009).
3. BHT
BHT diaplikasikan dalam penggunaan salep asam salisilat
dikarenakan zat aktif asam salisilat memiliki tekstur berminyak,
sehingga diperkukan BHT sebagai antioksidan. Antioksidan
ditambahkan bila diperkirakan terjadi kerusakan basis karena reaksi
oksidasi dan tidak terjadi penguraian (Allen, 2014).
4. Vaselin Album
Vaselin album adalah basis hidrokarbon, digunakan dalam
formulasi sediaan salep dengan fungsi utama sebagai emolient. Vaselin
album berupa massa lunak putih, transluent, tidak berbau, tidak berasa
(Wade, 1994).
2.2.6. Uraian Bahan
1. Asam Salisilat (Dirjen POM 1979 : 56)
Nama Resmi : ACIDUM SALICYLICUM
Nama Lain : Asam Salisilat
Rumus Molekul : C7H6O3
Berat Molekul : 138,12
Pemerian : Hablur ringan tidak berwarna atau serbuk berwarna
putih, hampir tidak berbau, rasa agak manis dan
tajam
Kelarutan : Larut dalam 55 bagian air dan dalam 4 bagian etanol
(95%) P. Mudah larut dalam kloroform P, dan dalam
eter P, larut dalam larutan amonium asetat P,
dinatrium hidrogenfosfat, kalium sitrat P, dan
natrium sitrat P.

17
Kegunaan : Zat Aktif
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya
Khasiat : Berfungsi sebagai keratolitik, antifungi dan
bakteriostatik lemah
Inkompatibilitas : Asam salisilat dengan asam borat menghasilkan
asam borat salisilat yang mudah larut dan rasanya
agak pahit, larutan besi klorida, nitro ether kuat,
KOH
Farmakologi : Asam salisilat merupakan obat golongan keratolitik
yang termasuk dalam kelompok hydroxybenzoic
acid yang dapat mengatasi masalah kulit khususnya
kondisi yang disebabkan oleh penebalan dan
pengerasan lapisan kulit. asam salisilat bekerja
dengan cara meningkatkan kelembaban di kulit dan
melarutkan zat penyebab sel-sel kulit saling melekat,
membuat sel-sel kulit lebih mudah dilepaskan.
Kontra Indikasi : Kulit yang terbuka, meradang atau pada anak
dibawah dua tahun serta hipersensitivitas atau reaksi
toksik terhadap asam salisilat
Efek Samping : Iritasi kulit yang tidak ada sebelum menggunakan
salep ini, kulit terasa terbakar, terasa gatal dan
memerah, atrofi kulit, keracunan salisilat pada
penggunaan lama dan area yang luas
2. Menthol (Dirjen POM 1979 : 632)
Nama Resmi : MENTHOLUM
Nama Lain : Menthol, heksa hidroksinol, 2-Isopropil,
metilchlohexanol
Rumus molekul : C10H20O
Berat molekul : 156,27
Pemerian : Hablur berbentuk jarum atau prisma, tidak berwarna,
bau tajam, diikuti rasa dingin aromatik

18
Kelarutan : Sukar larut dalam air, sangat mudah larut dalam
etanol (95%) P, mudah larut dalam parafin cair P
dan dalam minyak atsiri
Inkompatibiltas : Butilklorahidrat, camphor, kloralhidrat, kromium
trioksida, potassium, potassium permanganat,
thymol
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Pengaroma
3. Propilen glikol (Dirjen POM 1979 : 534)
Nama Resmi : PROPYLEN GLIKOL
Nama Lain : Propilen glikol
Rumus Molekul : C3H8O2
Berat Molekul : 76,10
Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau,
rasa agak manis, higroskopik
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan etanol (95%)
P, dan dengan kloroform P, larut dalam 6 bagian eter
P
Inkompatibilitas : Reagen oksidasi seperti potassium permanganate
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Pengawet
4. BHT (Dirjen POM 1979 : 157)
Nama Resmi : BUTYLATED HYDROXYTOULENE
Nama Lain : Butilate hydroxytoluen (BHT)
Pemerian : Hablur padat, putih atau kuning pucat, bau
berkharakteristik, tidak berasa
Kelarutan : Tidak larut dalam air, mudah larut dalam etanol,
kloroform, dan eter
Inkompatibilitas : Peroksida, permanganat, garam besi (oxydizing
agent)
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, kedap udara (terlindung
dari cahaya)

19
Kegunaan : Antioksidan
5. Vaselin Album (Dirjen POM 1979 : 633)
Nama Resmi : VASELIN ALBUM
Nama Lain : Vaselin putih
Pemerian : Massa lunak, lengket, bening, putih. Sifat ini tetap
setelah zat dileburkan dan dibiarkan hingga dingin
tanpa diaduk
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%)
P, larutan kadang-kadang beroplasensi lemah
Inkompatibilitas : Ampisilin sodium, Cloxacium sodium
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, kedap udara (terlindung
dari cahaya)
Kegunaan : Basis Salep
2.2.7. Evaluasi Sediaan Salep
Evaluasi salep biasa dilakukan dengan beberapa pengujian sebagai
berikut:
1. Daya Menyerap Air
Daya menyerap air diukur sebagai bilangan air, yang digunakan
untuk mengkarakterisasikan basis absorpsi. Bilangan air dirumuskan
sebagai jumlah air maksimal (g), yang mampu diikat oleh 100 g basis
bebas air pada suhu tertentu (umumnya 15-200 C) secara terus-
menerus atau dalam jangka waktu terbatas (umumnya 24 jam), dimana
air tersebut digabungkan secara manual (Agoes, 2008).
2. Kandungan Air (Agoes, 2008).
Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk menentukan
kandungan air dalam salep.
a. Penentuan kehilangan akibat pengeringan. Sebagai kandungan air
digunakan ukuran kehilangan massa maksimum (%) yang dihitung
pada saat pengeringan disuhu tertentu (umumnya 100-1100 C).
b. Cara penyulingan. Prinsip metode ini terletak pada penyulingan
menggunakan bahan pelarut menguap yang tidak dapat bercampur

20
dengan air. Dalam hal ini digunakan trikloretan, toluen, atau silen
yang disuling sebagai campuran azeotrop dengan air.
c. Cara titrasi menurut Karl Fischer. Penentuannya berdasarkan atas
perubahan Belerang Oksida dan Iod serta air dengan adanya piridin
dan methanol. Adanya piridin akan menangkap asam yang
terbentuk dan memungkinkan terjadinya reaksi secara kuantitatif.
Untuk menghitung kandungan air digunakan formula berikut :
% Air = f . 100 (a-b) P

f = harga aktif dari larutan standar (mg air/ml),

a = larutan standar yang dibutuhkan (ml),

b = larutan standar yang diperlukan dalam penelitian blanko (ml),

P = penimbangan zat (mg)

3. Konsistensi (Agoes, 2008).


Konsistensi merupakan suatu cara menentukan sifat berulang,
seperti sifat lunak dari setiap sejenis salap atau mentega, melalui
sebuah angka ukur. Untuk memperoleh konsistensi dapat digunakan
metode sebagai berikut:
4. Metode penetrometer (Agoes, 2008).
Penentuan batas mengalir praktis
5. Penyebaran (Agoes, 2008).
Penyebaran salep diartikan sebagai kemampuan penyebarannya
pada kulit. Penentuannya dilakukan dengan menggunakan
entensometer.
6. Termoresistensi (Agoes, 2008).
Dihasilkan melalui tes berayun. Dipergunakan untuk
mempertimbangkan daya simpan salep di daerah dengan perubahan
iklim (tropen) terjadi secara nyata dan terus-menerus.
7. Ukuran Partikel (Agoes, 2008).
Untuk melakukan penelitian orientasi, digunakan grindometer yang
banyak dipakai dalam industri bahan pewarna. Metode tersebut hanya
menghasilkan harga pendekatan, yang tidak sesuai dengan harga yang

21
diperoleh dari cara mikroskopik, akan tetapi setelah dilakukan
peneraan yang tepat, metode tersebut daat menjadi metode rutin yang
baik dan cepat pelaksanaannya.

22
BAB III
METODE KERJA
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
1. Alu
2. Cawan porselin
3. Gelas ukur
4. Hot plate
5. Kaca arloji
6. Lumpang
7. Neraca analitik
8. Sendok tanduk
9. Pot salep
3.1.2 Bahan
1. Aluminium foil
2. Asam salisilat
3. BHT
4. Menthol
5. Propilen glikol
6. Vaselin album
3.2 Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%
3. Ditimbang semua bahan :
- Asam salisilat 0,2 g
- Propilen glikol 1 g
- Menthol 0,5 g
- BHT 1g
- Vaselin album 7,3 g
4. Asam salisilat 0,2 g dan menthol 0,5 g dimasukkan ke dalam lumpang dan
ditetesi dengan etanol 95% lalu digerus hingga larut

23
5. Vaselin album 7,3 g dileburkan terlebih dahulu diatas hotplate kemudian
dihomogenkan dengan asam salisilat dan menthol ke dalam lumpang
sedikit demi sedikit
6. Ditambahkan propilen glikol 1 g ke dalam lumping
7. Ditetesi BH sebanyak 3 tetes
8. Diaduk homogen perlahan-lahan seluruh zat aktif dan zat tambahan
9. Dimasukkan dalam wadah (pot salep)
10. Diberikan etiket pada wadah serta brosur dimasukkan ke dalam kemasan
11. Dilakukan evaluasi sediaan
3.3 Perhitungan
a. Pertube @200mg
Asam salisilat => 200 mg =>0,2 gr
PG => 0,1%x100÷1000 =>1 gr
Methanol => 0,05%÷0,05/100×100 => 0,5 gr
BHT => 0,1%0,1/100×100 => 1 gr
Vaselin album => @10−(0,2+1+0,5+1) =>10-2,7 => 7,3
gr
b. Perbatch @ 10tube
Asam salisilat => 0,2gr × 10 =>2 gr
PG =>1 gr × 10 =>10 gr
Menthol => 0,5 gr × 10 =>5 gr
BHT => 1 gr × 10 =>10 gr
Vaselin album => 7,3 gr × 10 =>73 gr

24
BAB IV
HASIL & PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil pengamatan formula salep Salicylcare
Nama Produk Zat Aktif Eksipien (gr) Indikasi Hasil
Asam salisilat 0,2 gr Zat Aktif
Menthol 0,05 gr Pengaroma
Salicylcare 200 mg α-tokoferol 0,011 gr Antioksidan
Propilen glikol Pengawet
Vaselin album ad 20 Basis salep
gr

4.2 Pembahasan
Salep merupakan sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan
digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau terdispend homogen
dalam dasar salep yang cocok (FI III, 1979).
Pada formulasi salep dengan zat aktif asam salisilat, zat aktif ini
mempunyai khasiat sebagai pembasmi mikroorganisme pada kulit yang
bersifat bakteriostatis lemah dan merupakan obat golongan keratolitis yang
dapat melarutkan lapisan kulit tanduk. Dalam formulasi salep ini
mengandung dua bahan zat aktif dan zat tambahan.
Formulasi salep dengan nama Salicylcare dari zat aktif asam salisilat
dilakukan dengan menggunakan bahan tambahan diantaranya, menthol
digunakan sebagai pengaroma yang dimaksudkan agar aroma dari menthol
dapat memberikan sensasi dingin. Selain itu menurut Lahora (2011) menthol
juga diharapkan mampu berfungsi sebagai analgesik topical untuk
meringkankan rasa nyeri misalnya keram otot, dan gejala yang meyerupainya.
Selain itu, menurut Voight (1984) menthol juga dapat meningkatkan
efektivitas zat aktif (asam salisilat) dalam aplikasi topikal melalui vasodilatasi
dengan melebarkan pembuluh-pembuluh darah yang menimbulkan rasa
dingin sehingga dapat menekan reseptor rangsangan pada kulit.
Bahan tambahan lain berupa Butylated Hydroxytoluena yang digunakan
sebagai antioksidan. Menurut Goyton dkk (2014) BHT digunakan sebagai

25
antioksidan yang dapat mencegah terjadinya oksidasi khususnya sediaan yang
mengandung minyak maupun berbasis lemak. BHT juga dapat memblokir zat
karsiogenik lokal dan berpotensi sebagai antioksidan kuat karena merupakan
bahan sintesis dibandingkan alfatokoferol. Tetapi pada praktikum ini karena
ketersediaan bahan dalam laboratorium, BHT diganti dengan alfatokoferol.
Basis atau zat pembawa yang digunakan ialah Vaselin album, basis ini
tergolong dalam basis hidrokarbon, dikarenakan sifatnya yang hidrofobik.
Vaselin album digunakan sebagai basis karena sifat dari zat aktif bersifat
lemak, dan juga vaselin album yang merupakan vaselin putih dapat
mengurangi reaksi hipersensifitas untuk penggunaan sediaan topikal.
Bahan-bahan kemudian ditimbang terlebih dahulu yakni zat aktif Asam
salisilat sebanyak 0,2 gr, Menthol 0,05 gr sebagai pengaroma, α-tokoferol
0,011 gr sebagai antioksidan, Propilen glikol 0,1 g sebagai pengawet dan
Vaselin album ad 20 gr setelah diketahui jumlah bobot yang akan digunakan.
Tahap awal dalam pembuatan salep Salicylcare dengan zat aktif asam
salisilat ialah dengan menggerus asam salisilat 0,2 gr dalam lumpang dengan
ditetesi terlebih dahulu etanol 95% hingga larut, selanjutnya menthol digerus
dalam lumpang yang sama lalu dilarutkan dengan etanol 95%, menurut
Dirjen POM (1979), penggunaan etanol dengan konsentrasi 95% ini dapat
melarutkan bahan-bahan dengan bentuk yang padat berupa kristal.
Selanjutnya vaselin album dimasukkan ke dalam gelas kimia lalu dileburkan
diatas penangas air hingga meleleh, tujuan peleburan ini untuk melelehkan
vaselin album yang berupa massa lunak. Setelah vaselin album dilelehkan
dimasukkan kedalam lumpang dan digerus bersama dengan menthol dan
asam salisilat hingga homogen.
Pada saat semua bahan tercampur rata, campuran tersebut ditambahkan
antioksidan berupa α-tokoferol sebanyak 3 tetes dan Propilen glikol 0,1 g
sebagai pengawet, lalu digerus kembali hingga benar benar homogen.
Sediaan salep yang telah dibuat selanjutnya dimasukkan kedalam pot salep
menggunakan sudip dan diberi etiket.

26
Adapun evaluasi dari sediaan salep ialah dengan melakukan uji evaluasi,
dimana diperoleh hasil berupa uji organoleptis : tekstur lembut seperti gel dan
berminyak, bau khas menthol/mint, pH 4 dan berwarna putih keruh.
4.3 Evaluasi Sediaan

Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3

N Pengujian
O Evaluasi

1 Bau Khas mentol Khas mentol Khas mentol


2 Warna Putih gading Putih keruh Putih keruh
(teroksidasi)
3 Tekstur Lembut dan Lembut dan Lembut dan
berbentuk gel berminyak berminyak
4 Aseptibiltas Agak sedikit pedih Agak sedikit pedih Agak sedikit pedih
dan mudah dicuci dan mudah dicuci
5 pH 4-5 - -

27
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Dalam memformulasikan sediaan semisolid seperti salep, membutuhkan
zat aktif serta basis salep dan bahan-bahan eksipien seperti, pengaroma,
antioksidan dan pengawet.
2. Dalam sediaan salep mempunyai masalah-masalah pembuatan seperti,
ketersediaan bahan yang belum tersedia di dalam laboratorium sehingga
bahan tersebut digantikan dengan bahan lainnya dan mengakibatkan
hasil salep yang tidak sesuai dengan formulasi.
3. Evaluasi salep yang didapatkan adalah mempunyai bau khas menthol,
warna putih keruh, tekstur berminyak dan lembut, Ph 4-5, uji
aseptibilitas agak sedikit pedis dan mudah dicuci.
5.2 Saran
1. Untuk praktikan harus benar-banar memperhatikan karakteristik bahan,
konsentrasi bahan, sifat dari masing-masing bahan serta interaksi antar
bahan yang besar kemungkinannya sangat biasa terjadi. Sehingga
dengan demikian sediaan yang diformulasikan akan menghasilkan suatu
sediaan yang benar-benar layak pakai dan seminimal mungkin dapat
mengurangi kekurangan dari sediaan salep tersebut.
2. Untuk laboratorium agar menyediakan bahan yang dibutuhkan oleh
praktikan dalam pembuatan sediaan salep, untuk meminimalisir
kegagalan dalam pembuatan.
3. Untuk asisten dapat membimbing para praktikan dalam pembuatan
sediaan salep agar setiap praktikan mengerti proses pembuatan salep dan
tujuan pembuatan salep.

28
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, G. (2008). Seri Farmasi Industri 3 : Sistem penghantaran obat pelepasan
terkendali. Bandung: Penerbit ITB.
Allen, L.V dan Ansel H.C, 2014. Ansel Pharmaceutical Dosage Form and Drug
Delivery Systems. Tenth Edition. Philadelpia: Lipincott Williams and
Wilkins
Anief, Moh. 2002. Ilmu Meracik Obat.Gadjah Mada University Press: Yogyakarta
Ansel, HC., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Ed 4, UI Press, Jakarta.
Barrier, S., Prausnitz, M. R., Elias, P. M., Franz, T. J., Schmuth, M., & Tsai, J.
(2012). Stratum Corneum Structure and Organization. Medical
Therapy, 2065–2073.
Dirjen POM RI. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. DEPKES RI: Jakarta
Dirjen POM RI. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. DEPKES RI: Jakarta
DOM, Martin. 1971. Dispending Of Medication Publishing Company.
Ernest, M. (1999). Dinamika Obat, Penerjemah: Mathilda B, Widianto dan Anna
Setiadi Ranti. (Edisi V). Bandung: Penerbit ITB.
Kesarwani, A., Yadav, A. K., Singh, S., Gautam, H., Singh, H. N., Sharma, A., &
Yadav, C. (2013). An Official Publication of Association of Pharmacy
Professionals T HEORETICAL ASPECTS OF TRANSDERMAL
DRUG DELIVERY SYSTEM. Bulletin of Pharmaceutical Research,
3(2), 78–89.
Kumar, D., Agarwal, G., Rana, A. C., Sharma, N., & Bhat, Z. A. (2011). A
Review: Transdermal Drug Delivery System: A Tool For Novel Drug
Delivery System, 3(3), 118–125.
Nalenz, H. (2006). Dependence of skin drug permeation on microstructure and
time dependent alterations following application of more-phasic
dermatological formulations studied by the continuous phase drug
concentration concept, 121.
Shargel, L., Wu-pong, S., & Yu B.C, A. (2005). Applied Biopharmaceutics and
Pharmacokinetics (Fifth Edit). United State: The McGraw-Hill
Companies, Inc.

29
Syaifuddin. (2011). Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan (Edisi 4).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Saifullah, T.N, dan Rina Kuswahyuning, 2008. Teknologi dan Formulasi Sediaan
Semipadat. Pustaka Laboratotium Teknologi Farmasi UGM,
Yogyakarta.
Syamsuni, 2005. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. EGC Penerbit Buku
Kedokteran, Jakarta.
Voigt, R., 1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Wade, Amey and Paul J. Weller. 1994. Handbook Of Pharmaceutical Excipients.
Edisi Kedua. London: The Pharmaceutical Press

30
LAMPIRAN

Skema Kerja LAMPIRAN

Salep

- Disiapkan alat dan bahan


- Ditimbang semua bahan asam
salisilat 0,2 gr, PG 1 gr, menthol 0,5
gr, BHT 1 gr, vaselin album 7,3 gr
- Dimasukan asam salisilat kedalam
lumpang dan ditetesi dengan etanol
95%
- Digerus menthol sebanyak 0,5 gr
didalam lumpang hingga larut
- Dimasukan asam salisilat dan
menthol yang telah halus kedalam
satu lumpang dan dihomogenkan
- Dileburkan vaselin album sebanyak
7,3 gr diatas hot plate
- Dihomogenkan vaselin album
dengan asam salisilat dan menthol
didalam lumpang sedikit demi
sedikit
- Ditambahkan PG 1 gr dan BHT 1 gr
dalam lumpang kemudian digerus
- Diaduk semua bahan hingga
homogen dan dimasukan kedalam
wadah (POT SALEP), beri etiket dan
brosur

HASIL

31
B. Cara Kerja

Disiapkan bahan Penimbangan Bahan Peleburan vaselin album d

Dimasukkan bahan Dimasukkan kedalam


Digerus sampai homogen
kedalam mortir wadah

Dilakukkan evaluasi dari Dimasukkan kedalam


ph, organoleptik dll kemasan dan diberi brosur

32

Anda mungkin juga menyukai