Anda di halaman 1dari 53

TOPIK BAHASAN

1. Abstrak
2. BAB I Pendahulian (Analisis kegagalan, Tahap pada analisis kegagalan, Prosedur analisis
kegagalan, Jenis kegagalan selama pembebanan mekanik)
3. BAB II Identifikasi komponen gagal
4. BAB III Pengumpulan data latar belakang dan studil literature (Nama dan fungsi komponen,
Mekanisme pengereman pada kereta api, Beban pada blok rem metalik, Klasifikasi blok rem,
Spesifikasi blok rem metalik, Material blok rem metalik, Roda kereta api, Identifikasi pembuatan
blok rem metalik di Koprasi Batur Jaya, Lingkungan pengoperasian dan pemeliharaan blok rem
metalik, Kebutuhan penggunaan blok rem metalik)
5. BAB IV Analisis kegagalan (Rincian kegagalan blok rem metalik, Modus kegagalan, Perkiraan
awal penyebab kegagalan, Analisis penyebab kegagalan)
6. BAB V Kesimpulan dan rekomendasi
7. Daftar Pustaka

ABSTRAK
Pengereman pada kereta api bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan laju kereta api
sesuai dengan fungsinya sebagai sistem transportasi. Untuk menjalankan fungsi tersebut maka
diperlukan mekanisme pengereman yang handal yang terdiri atas beberapa komponen rakitan yang
memiliki spesifikasi, fungsi dan cara kerjanya masing-masing.

Salah satu komponen pengereman pada kereta api adalah blok rem. Blok rem akan bergesekan
langsung dengan roda kereta api, dan akan mengubah energi kinetik kereta menjadi energi panas
melalui gesekan yang terjadi sehingga kereta api dapat menurunkan kecepatannya atau
memberhentikannya. Berdasarkan fungsi tersebut maka material blok rem harus lebih kecil
kekuatannya dibandingkan dengan roda kereta api, dan memiliki beberapa sifat yang mendukung
fungsinya.

Blok rem umumnya dibuat menggunakan material besi cor kelabu yang memiliki grafit berupa
serpihan tajam dan runcing sehingga dapat menimbulkan konsentrasi tegangan dan tidak tahan
terhadap beban tarik. Beberapa sifat penting besi cor kelabu dikaitkan dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi keausan seperti : jenis material yang mengalami kontak langsung, paremeter
geometri (bentuk, ukuran, kekasaran permukaan), pembebanan, dan kondisi lingkungan.

Dalam menjalankan fungsinya sebagai blok rem, terkadang terjadi kegagalan dalam berbagai
mode kegagalan dan beragam penyebabnya. Pada salah satu contoh studi kasus, satu blok rem
kereta api yang dibuat di Industri Koprasi Batur Jaya mengalami pencairan lokal di bagian
permukaan yang bergesekan langsung dengan roda kereta api. Kondisi tersebut akan menyebabkan
kegagalan fungsi pengereman dan bahkan dapat menimbulkan kecelakaan. Sehingga untuk
mengantisipasi kondisi yang tidak diinginkan tersebut dan untuk memperbaiki kualitas blok rem,
maka dilakukan analisa kegagalan untuk menjumpai akar masalahnya, sehingga perbaikan
kedepannya dapat dilakukan untuk mencegah kejadian serupa.

Kata kunci: gesekan, blok rem, pencairan loka

1. PENDAHULUAN

1.1 ANALISIS KEGAGALAN

Analisa kegagalan merupakan suatu proses kritis dalam menentukan akar penyebab masalah secara
fisik. Salah satu faktor penting yang merupakan kunci keberhasilan dalam melakukan analisa
kegagalan adalah menjaga fikiran secara terbuka selama pengujian dilakukan dan menganalisa
temuan yang berkembang secara jernih dan berpandangan tidak bias terhadap kegagalan yang
terjadi. Kolaborasi antar ahli dengan beragam disiplin ilmu yang berbeda sangat diperlukan. Hal
tersebut bertujuan untuk mengintegrasikan analisa yang dilakukan terhadap bukti dengan
pemahaman secara kuantitatif terhadap latar belakang informasi pada tahap perancangan, proses
manufaktur, dan sejarah penggunaan dari produk atau sistem yang gagal.

Secara umum kualitas produk atau sistem yang baik dalam merespons tuntutan pelanggan yang
tinggi meliputi : tingkat keamanan penggunaan yang lebih tinggi, memperbaiki tingkat
kehandalan, unjuk kerja yang lebih baik, efisiensi yang lebih besar, pemeliharaan yang lebih
mudah, life cycle cost yang lebih rendah, dan mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan.

Kegagalan yang terjadi dapat mengakibatkan kematian, luka pada orang, kerusakan pada hak
milik, tidak beroperasinya pabrik, rugi dalam berproduksi, masalah ekologi berupa
terkontaminasinya lingkungan, perkara yang mahal dan berkepanjangan yang diakibatkan karena
kredibilitas pabrik pembuat dan keandalan produk yang dibuat.

Pada saat kegagalan terjadai maka diperlukan suatu teknik analisa untuk menentukan penyebab
yang terjadi berikut langkah pemecahan yang harus diambil. Langkah utama dimodelkan untuk
proses problem-solving berikut :
Gambar 1.
Urutan problem-solving

 Identifikasi : Menggambarkan kondisi aktual. Menentukan kekurangan yang terjadi dalam


bentuk gejala atau indikator. Menentukan pengaruh kekurangan tersebut pada komponen,
produk, sistem, dan pelanggan. Menetapkan tujuan, dan Mengumpulkan data untuk menyediakan
pengukuran terhadap kekurangan yang terjadi.
 Menentukan akar penyebab : Melakukan analisa terhadap masalah untuk mengidentifikasi
penyebab-penyebabnya.
 Menentukan tindakan korektif. Membuat daftar solusi untuk mengurangi dan mencegah
terjadinya kembali masalah yang serupa. Menghasilkan alternatif perbaikan dan merencanakan
implementasi perbaikannya.
 Validasi dan verifikasi tindakan korektif. Melakukan pengujian tindakan koreksi sebagai pilot
studi. Mengukur efektivitas perubahan. Melakukan validasi terhadap perbaikan yang dilakukan.
Melakukan verifikasi bahwa masalah telah diperbaiki dan memenuhi kepuasan pelanggan.
 Standardisasi. Memasukkan tindakan koreksi ke dalam sistem dokumentasi standard perusahaan,
organisasi, atau industri untuk mencegah terulangnya kembali kejadian serupa pada produk atau
sistem. Memantau perubahan yang terjadi untuk memastikan efektivitas.

Pada saat melakukan investigasi maka beberapa hal berikut harus diperhatikan :

 Indikator : Memantau tanda awal dan gejala kegagalan


 Penyebab : Fokus untuk mengurangi tindakan penyebab
 Mekanisme kegagalan : Menggambarkan bagaimana terjadinya kegagalan material sesuai dengan
definisi Jika analisis yang dilakukan benar, mekanisme akan sesuai dengan penyebab yang ada.
Jika mekanismenya tidak dimengerti dengan baik, maka semua penyebab sebenarnya tidak akan
teridentifikasi dan tindakan perbaikan yang akan dilakukan tidak akan efektif.
 Konsekwensi : Merupakan hal yang ingin kita cegah.
1.2 TAHAPAN PADA ANALISIS KEGAGALAN

Walaupun urutan/langkah analisis kegagalan sangat bervariasi dan tergantung dari sifat kerusakan
dan bukti fisik atau latar belakang informasi yang ada, maka ketiga hal tersebut akan menentukan
keberhasilan dalam analisa kegagalan.

Gambar 2. Urutan langkah analisa kegagalan

Tujuan dari seluruh analisis kegagalan yang dilakukan tidak hanya untuk menentukan mekanisme
terjadinya kegagalan saja, tetapi juga untuk menjumpai akar permasalahan yang terjadi dan
berkaitan dengan penyalahgunaan, lemahnya kegiatan pemeliharaan, penggunaan yang tidak
sesuai, atau berhubungan dengan sifat material, perancangan, dan proses manufaktur untuk
menghasilkan produk tersebut.

1.3 PROSEDUR ANALISIS KEGAGALAN


Langkah yang ditujukan pada prosedur berikut tidak selalu disinggung oleh seluruh investigasi,
dikarenakan tujuan kebutuhan dan kepentingan yang dilakukan.
Gambar 3. Prosedur analisis kegagalan

1.4 JENIS KEGAGALAN SELAMA PEMBEBANAN MEKANIK

1.4.1 JENIS KEGAGALAN MEKANIK

Umumnya, suatu komponen dapat dipertimbangkan mengalami kegagalan jika komponen tersebut
tidak berfungsi sesuai dengan yang diharapkan secara efisien. Bentuk umum kegagalan mekanik
adalah sebagai berikut:

1. Yielding komponen akibat pembebanan statik. Yielding yang terjadi menyebabkan deformasi
plastis yang mungkin diakibatkan oleh kondisi misalignment atau terjadinya gangguan pada
pergerakan mekanik.
2. Buckling, yang terjadi pada struktur kolum ramping pada saat menerima beban tekan, atau pada
pipa berdinding tipis pada saat menerima beban torsi.
3. Creep failure, yang terjadi pada saat creep strain melebihi toleransi yang diijinkan dan
menyebabkan interferensi diantara komponen. Pada kasus yang sangat ekstrim, kegagalan terjadi
melalui rupture yang terjadi pada komponen yang mengalami creep. Pada sambungan baut dan
penggunaan yang serupa, kegagalan dapat terjadi pada saat tegangan awal dikendorkan di bawah
batas yang diijinkan, sehingga sambungan menjadi kendor atau terjadinya kerusakan.
4. Wear failure, yang dapat terjadi pada komponen dimana mengalami gerakan relatif satu sama
lainnya. Keausan yang berlebihan dapat mengakibatkan kelonggaran bantalan menjadi di luar
toleransi yang diijinkan dan gerakan menjadi tidak teliti. Jenis wear failure yang lainnya
adalah galling dan seizurepada komponen.
5. Fracture failure yang diakibatkan pembebanan statis berlebih. Jenis kegagalan ini dapat
dipertimbangkan sebagai tingkat akhir dari kegagalan akibat yielding. Kegagalan dapat terjadi
pada material ulet dan getas.
6. Fatique fracture akibat tegangan berlebih, cacat pada material, atau tegangan yang naik. Biasanya
kegagalan jenis ini terjadi secara tiba-tiba tanpa gejala visual yang tampak.
7. Kegagalan disebabkan efek kombinasi tegangan dan korosi, yang umumnya terjadi
melalui fracture yang diawali dengan retak pada titik konsentrasi tegangan. Sebagai
contoh caustic cracking di sekitar lubang rivet pada boiler.
8. Fracture karena beban kejut, yang umumnya terjadi melalui pecah/belah pada material getas.
Sebagai contoh pada baja di bawah transisi temperatur getas-ulet, dan pada plastik di bawah
temperatur transisi kaca.
Gambar 4 Jenis mechanical failure (kegagalan mekanik)

1.4.2 FRACTURE TOUGHNESS DAN FRACTURE MECHANIC

Fracture toughness pada suatu material dapat didefinisikan secara kualitatif sebagai ketahanan
material untuk menghambat laju retak yang terjadi. Retak yang terjadi akan mengakibatkan
tegangan setempat yang tinggi di bagian ujungnya. Dan tegangan yang terjadi tergantung pada
cacat geometri dan geometri pada komponen. Kemampuan dari bagian yang cacat atau konsentrasi
tegangan yang menyebabkan cacat tergantung dari fracture thoughness material tersebut.

1.4.3 DUCTILE FRACTURE DAN BRITTLE FRACTURE

Mesin dan komponen biasanya sering gagal dalam penggunaannya diakibatkan ductile
fracture atau brittle fracture. Istilah ulet dan getas biasanya digunakan untuk mengindikasikan
perkembangan mikroskopik dan makroskopik dari deformasi plastis yang diawali oleh fracture.
Istilah ulet dan getas dikaitkan juga dengan thoughness, yang diukur melalui jumlah energi yang
dibutuhkan selama terjadi fracture.

Pada ductile fracture, kegagalan penggunaan terjadi semata-mata dan kadang-kadang diakibatkan
oleh : kesalahan dalam perancangan, kesalahan dalam pemilihan material, kesalahan dalam
pembuatan, kesalahan penggunaan, yang timbul pada saat komponen menerima beban dan kondisi
lingkungan di luar batas yang diijinkan.

Pada brittle fracture umumnya diawali pada saat meningkatnya tegangan, seperti inklusi yang
besar, retak atau cacat permukaan, atau ujung yang tajam atau takikan. Penyebab awal yang paling
sering terjadi pada brittle fracture adalah retak lelah. Britle fracture karakternya tersembunyi
disebabkan terjadinya di bawah pembebanan statis pada tegangan di bawah kekuatan mulur dan
tanpa peringatan awal.

Gambar 5. Contoh brittle fracture dan ductile fracture

1.4.4 FATIQUE FAILUR E

Sekitar 80% dari komponen mengalami jenis kegagalan fatik di bidang keteknikan, dan terjadi
pada material yang menerima beban fluktuasi. Umumnya, fatique fracture terjadi sebagai hasil
dari retak yang diskontinyu pada material, atau pada daerah konsentrasi tegangan, dan kemudian
berangsur-angsur tumbuh pada kondisi pembebanan. Pada saat retak tumbuh, tegangan pada
bagian yang menerima beban akan bertambah sampai mencapai tingkat pembebanan yang tinggi
sehingga mengakibatkan catastrophic fracture pada komponen. Urutan kejadian ditunjukkan pada
permukaan fracture yang biasanya dalam bentuk daerah halus yang berhubungan dengan tingkat
pertumbuhan retak secara berangsur, dan daerah permukaan kasar berhubungan dengan
tingkatan catastrophic fracture. Bagian halus dari permukaan fracture menampakkan beach
mark yang terjadi sebagai akibat dari fluktuasi pengubahan arah dari beban lelah.
Gambar 6. Contoh fatique failure

1.4.5 ELEVATED-TEMPERATURE FAILURES

Pengaruh dari lingkungan penggunaan pada unjuk kerja material pada temperature elevasi dapat
dikelompokkan menjadi 3 katagori :

 Efek mekanik, seperti creep dan stress rupture.


 Efek kimia, seperti oksidasi.
 Efek mikrostruktur, seperti pertumbuhan butiran dan overaging.

Terjadinya oksidasi dan creep dapat secara langsung mengakibatkan kegagalan pada penggunaan
komponen, pengubahan mikrostruktur dapat menjadikan melemahnya kondisi material yang
secara tidak langsung mengakibatkan terjadinya kegagalan. Beberapa mekanisme penguatan
material akan efektif pada temperatur ruang dan dan menjadi tidak efektif pada temperatur elevasi.
Secara umum, perubahan struktur yang tidak seimbang terjadi dalam waktu lama pada temperature
operasi yang tinggi, sehingga mengakibatkan menjadi rendahnya kekuatan creep.

CREEP

Faktor utama yang membatasi umur penggunaan komponen pada masa penggunaan komponen
tersebut disebut dengan creep. Creep didefinisikan sebagai deformasi yang bergantung terhadap
waktu yang terjadi di bawah pembebanan. Creep terjadi sebagai hasil dari gerakan dislokasi yang
terdapat pada butiran, batas butiran yang berotasi, batas butiran yang bergeser. Hal tersebut sensitif
terhadap ukuran butiran, penambahan paduan, struktur mikro material, dan kondisi penggunaan.
Gambar 7. Mekanisme creep

Pada saat creep terjadi dan mencapai suatu nilai tertentu maka kegagalan akan timbul.
Kegagalan creep (disebut juga stress rupture) biasanya terjadi dalam bentuk regangan di sekitar
regangan fraktur pada pengujian tarik pada temperature ruang.

Dalam kebanyakan kasus, regangan pada komponen yang mengalami kondisi creep dibagi
menjadi tiga tahap:
 Pada deformasi awal sesaat, creep terjadi pada tingkat regangan yang bertambah pada kondisi
awal / kondisi transient.
 Creep tahap dua / sekunder, laju regangan cenderung constant di bawah pembebanan konstan.
 Creep tahap tiga / tersier, laju regangan bertambah dengan sangat cepat dan fraktur akhirnya
terjadi. Umumnya disebabkan oleh : pengurangan luas penampang lintang pada komponen
akibat necking, terjadinya oksidasi dan efek lingkungan lainnya yang mengurangi ruang
penampang komponen, pengubahan mikrostruktur yang melemahkan material seperti
terjadinya coarsening dan persipitasi.

1.4.6 THERMAL FATIQUE

Merupakan jaenis kegagalan elevated-temperature. Tegangan dan regangan yang terjadi pada
komponen akan memberikan gradient thermal dan dapat menyebabkan kegagalan jika diulang-
ulang sejumlah waktu tertentu. Pengubahan temperatur yang cepat, konduktivitas thermal yang
rendah, konstanta elastisitas yang lebih tinggi, koefisien ekspansi thermal yang lebih tinggi,
keuletan yang lebih rendah, dan tipisnya penampang komponen sering dipertimbangkan akan
memperpendek masa penggunaan.

Pada temperatur operasi yang tinggi maka kondisi lingkungan akan berperan penting dalam
menentukan unjuk kerja komponen. Pemilihan material yang akan tahan terhadap kondisi
lingkungan , pengendalian lingkungan, atau perlindungan terhadap permukaan komponen
merupakan faktor penting untuk menjamin masa penggunaan.

Gambar 8.
Contoh thermal fatigue

2 IDENTIFIKASI KOMPONEN GAGAL


Proses identifikasi komponen gagal dilakukan dengan mengamati bentuk, dimensi, penomoran,
dan material penyusunnya. Berdasarkan komponen gagal tersebut diduga bahwa material
penyusun berasal dari logam yang memiliki struktur permukaan yang kasar, berpori, tidak ada
pelapisan, merupakan kesatuan (tidak ditemukan sambungan pada sample tersebut). dan
komponen gagal terbuat dari satu jenis material penyusun yang dibuat melalui metoda pengecoran
logam.
Gambar 9. Blok rem gagal (1) permukaan kontak, (2) tampak samping, (3) tampak atas, (4) tampak depan

Bentuk komponen gagal menyerupai busur dengan kaitan di bagian luarnya (bagian cembung).
Pada bagian dalam busur (cekung) terdapat permukaan yang cukup licin dan ditemukan beberapa
lapisan logam tidak merata dan saling bertumpuk. Dan ditemukan juga beberapa garis akibat
gesekan pada bagian ujung dalam busurnya (cekung). Pada bagian luar busur tidak ditemukan
bekas-bekas gesekan seperti pada bagian dalamnya, namun terdapat bagian menonjol dengan
lubang pada bagian tengahnya seperti tempat pengait, dan bagian menonjol lainnya seperti tempat
pengarah pada saat pemasangan. Berdasarkan temuan tersebut dapat disimpulkan bahwa
komponen gagal merupakan salah satu komponen pada sistem pengereman.

Komponen gagal memiliki ukuran panjang 44 [cm], lebar 7,7 [cm], radius lingkaran dalam 48
[cm], dan bagian busur dalam (cekung) mengalami gesekan, menunjukkan bahwa komponen gagal
merupakan komponen sistem pengereman untuk menghentikan roda berbahan logam dengan
diameter cukup besar seperti roda kereta api. Kode yang tercantum pada komponen gagal adalah :
KBJ-118-I.10-SR1 (dipasok oleh Koprasi Batur Jaya, Blok Rem tipe T358, Bulan Januari
2010)

3. PENGUMPULAN LATAR BELAKANG DATA &


STUDI LITERATUR

3.1 NAMA DAN FUNGSI KOMPONEN

Proses identifikasi kemudian dilanjutkan dengan studi literatur (gambar roda kereta api
beserta shoe brake-nya) guna mengkonfirmasi hipotesa awal. Berdasarkan studi literatur
disimpulkan bahwa komponen merupakan blok rem metalik kereta api yang berfungsi sebagai
permukaan aktif yang bergesekan dengan roda kereta api untuk memperlambat
kecepatan/menghentikan kecepatan kereta api.
Gambar 10. Blok Rem Metalik, (1) terpasang di KA, (2) Kontak permukaan dengan roda KA, (3) Produk cor

3.2 MEKANISME PENGEREMAN PADA KERETA API

Cara Keja Komponen

Kereta api yang sedang melaju memiliki bentuk energi kinetik. Agar kereta api dapat berhenti
maka energi kinetik tersebut harus dihilangkan melalui mekanisme pengereman (konversi energi
kinetik menjadi energi panas melalui gesekan).

Siistem pengereman kereta api menggunakan sistem pengereman udara bertekanan (compressed
air brake), pada mana udara dari atmosfer dimampatkan dengan menggunakan kompresor. Udara
digunakan untuk menggerakkan blok rem sehingga berkontak dengan roda kereta api.

Gambar 11. Skema sistem pengereman udara tekan

Sistem pengereman terdiri atas komponen-komponen : compressor, main reservoir, driver’s brake
valve, feed valve, dan equalizing reservoir (berada di bagian lokomotif), sedangkan komponen-
komponen lainnya ada di tiap-tiap gerbong.
Table 1. Komponen dan fungsi sistem pengereman udara tekan

Empat pilihan operasi pada sistem pengereman udara tekan di kereta api (pemilihan operasi
melalui pengubahan posisi tuas pada driver’s brake valve):

 Mekanisme pengoperasian ‘release’

Tekanan udara pada brake pipe meningkat sehingga udara mengalir ke triple valve dan menggeser
slide valve ke kiri, mengakibatkan terbukanya feed groove sehingga udara mengalir ke auxiliary
reservoir sampai tekanan antara brake pipe dan auxiliary reservoir sama. Di lain sisi, tekanan
udara pada brake cylinder berkurang akibat dari terbukanya katup exhaust sehingga udara keluar
ke atmosfer. Seiring dengan pengurangan tekanan di brake cylinder, blok rem terlepas kontak
dengan roda (gambar 12.1)
Gambar 12. Skema pengoperasian ’release’ dan ‘aplication’

 Mekanisme pengoperasian ‘application’

Pengurangan tekanan udara pada brake pipe akan mengakibatkan slide valvebergeser ke kanan
dan menutup feed groove dan akses dari brake cylinder ke exhaust. Akibatnya akses dari auxiliary
reservoir ke brake cylinder terbuka dan mengalirkan udara bertekanan sehingga piston menekan
pegas dan blok rem. Hal ini menyebabkan blok rem berkontak dengan roda (gambar 12.2)

 Mekanisme pengoperasian ‘lap’

Posisi lap digunakan untuk mendapatkan tingkat pengereman yang konstan


setelah operasi application. Udara yang hendak keluar pada brake pipe akibat
pengoperasian application, ditahan sehingga tekanan udara di brake pipe konstan. Di sisi lainnya,
tekanan udara pada auxiliary reservoirterus menurun akibat dari aliran udara ke brake
cylinder.Seiring dengan penurunan tekanan tersebut, slide valve bergeser menjadi di tengah-
tengah antara posisi operasi release dan application. Posisi tersebut menutup aliran dari auxiliary
reservoir ke cylinder brake sehingga tekanan udara di brake pipe, auxiliary reservoir,
dan cylinder brake menjadi konstan (gambar 13).
Gambar 13. Mekanisme pengoperasian ‘lap’

 Mekanisme pengoperasian ‘emergency’

Mekanisme pengoperasian emergency menyerupai mekanisme pengoperasian ‘operation’. Hanya


saja udara yang keluar pada brake pipelebih cepat sehingga penurunan tekanan udaranya pun
menjadi lebih cepat.

3.3 BEBAN PADA BLOK REM METALIK

Sistem rem dalam suatu kendaraan termasuk sistem yang sangat penting karena berkaitan dengan
faktor keselamatan berkendara. Prinsip kerja sistem rem adalah menggesekkan dua buah benda
yang berbeda yang dimana satunya statis dan lainnya berputar sehingga putarannya akan
melambat. Oleh sebab itu komponen rem yang bergesekan ini harus tahan terhadap gesekan (tidak
mudah aus), tahan panas dan tidak mudah berubah bentuk pada saat bekerja dalam suhu tinggi.

Pengereman dilakukan dengan diberikannya gaya pada blok rem untuk menahan atau
menghentikan putaran roda. Pada saat blok rem bersentuhan langsung dengan roda (luas
permukaan kontak) maka akan timbul gesekan. Terjadinya gesekan antara blok rem dengan roda
pada saat pengereman menyebabkan blok rem akan mengalami keausan. Tingginya laju keausan
blok rem berhubungan dengan tingkat kekerasan dan kekuatan.
Gambar 14. Pembebanan pada blok rem, (1) gesekan, (2) gaya tekan, (3) luas kontak permukaan, (4) daerah
sumber panas

Material blok rem menjadi salah satu faktor penentu jarak pengereman. Jarak pengereman kereta
api adalah jarak yang dibutuhkan mulai saat masinis menarik tuas (handle) rem dengan kondisi
pengereman penuh (full brake) sampai dengan kereta api benar-benar berhenti. Yang dimaksud
dengan pengereman penuh (full brake) pada rangkaian kereta api yang dilengkapi peralatan
pengereman udara tekan (Westinghouse) adalah menurunkan tekanan udara pada pipa utama
sebesar 1,4–1,6 [kg/cm2] atau 1,4–1,6 [atm] melalui tuas pengereman yang dilakukan masinis di
lokomotif yang menyebabkan tekanan maksimum pada silinder pengereman kereta atau gerbong
mencapai 3,8 [kg/cm2] atau 3,8 [atm] pada masing-masing kereta atau gerbong.

Faktor yang berpengaruh pada jarak pengereman :

 Kecepatan Kereta Api (semakin tinggi kecepatan kereta api maka semakin panjang jarak
pengereman).
 Kemiringan / lereng (gradient) jalan rel (kemiringan jalan rel berpengaruh terhadap jarak
pengereman dengan 2 kemungkinan yaitu menambah jarak pengereman jika lereng menurun atau
mengurangi jarak pengereman jika lereng menanjak).
 Prosentase gaya pengereman
 Beban dari kereta api beserta muatannya.

3.4 KLASIFIKASI BLOK REM

Blok rem diklasifikasikan menjadi blok rem metalik dan blok rek komposit. Kedua jenis blok rem
memiliki kelebihan dan kekurangan berdasarkan penggunaan dan pengadaannya.

Gambar 15. Klasifikasi blok rem


Dewasa ini penggunaan blok rem komposit lebih banyak dipilih karena memiliki keunggulan
sebagai berikut :

 Rem komposit memiliki umur ekonomis 3 kali lipat dibandingkan dengan blok rem metalik/besi
cor (bisa bertahan sekitar 3 bulan).
 Rem komposit lebih ringan, sehingga memudahkan penggantian.
 Rem komposit memiliki harga lebih ekonomis, karena usia pakai lebih panjang.
 Rem komposit tidak rawan pencurian karena tidak bisa dijual kiloan seperti blok rem metalik.
 Rem komposit tidak memercikan api yang terjadi saat pengereman, sehingga aman jika digunakan
untuk kereta yang mengangkut bahan bakar seperti minyak, gas, batubara dan lain-lain.

3.5 SPSESIFIKASI GEOMETRI BLOK REM METALIK

Blok rem metalik merupakan salah satu komponen rakitan pada mekanisme pengereman kereta
api. Karena komponen blok rem metalik berpasangan dan memiliki sifat mampu tukar (untuk
penggantiannya) maka untuk menjalankan fungsinya harus ditunjang dengan kualitas dimensi dan
toleransi yang baik. Untuk menyetandarkan hal tersebut maka PT Kereta Api Indonesia membuat
spesifikasi teknik yang digunakan untuk industri penyelia rem blok metalik (baik yang berasal dari
dalam negeri maupun dari luar negeri) Spesifikasi geometrik dinyatakan sebagai berikut :
Gambar 16. Gambar
teknik blok rem metalik tipe T358

3.6 MATERIAL BLOK REM METALIK

Untuk memenuhi persyaratan fungsi sistem pengereman, maka material blok rem metalik harus
mempunyai sifat (tabel 2):
 Memiliki kekuatan yang cukup, harus lebih rendah apabila dibandingkan dengan kekuatan roda
kereta api sesuai dengan batas yang diijinkan.
 Memiliki ketahanan aus yang cukup.
 Memiliki ketahanan termal yang cukup.
 Memiliki kemampuan meredam getaran yang baik agar tidak berderit saat pengereman.
 Bahan baku material murah dan mudah didapatkan.

Table 2. Sifat mekanik besi cor kelabu

Untuk memenuhi tuntutan tersebut maka salah satu material yang sering digunakan adalah besi
cor kelabu. Besi cor kelabu termasuk dalam jenis besi paduan dengan kandungan utamanya berupa
besi, karbon, silikon. Besi cor memiliki kandungan karbon dan silikon yang lebih tinggi dari baja.
Suhu cair besi cor relatif rendah yaitu (1300oC), hal ini menguntungkan karena mudah untuk
dicairkan, pemakaian bahan bakar yang lebih irit dan dapur peleburan yang lebih sederhana.
Table 3. Komposisi kandungan besi cor

Besi cor kelabu adalah besi cor yang kandungan karbonnya bervariasi antara 2,5% – 4% sementara
kandungan silikon antara 1% – 3%. Sebagian besar grafit yang terbentuk pada besi cor jenis ini
adalah serpihan (flakes), yang sekitarnya dilingkupi matrik ferit α atau perlit. Secara umum bentuk
mikrostruktur besi cor kelabu tidak selalu sama, hal ini dipengaruhi oleh komposisi atau pengaruh
dari perlakuan panas. Diagram fasa dan kompisisi dari besi cor dapat dilihat pada gambar 17.1
(diagram fasa Fe-C) dan 17.2 (struktur mikro)
Gambar 17. Diagram fasa besi cor

Berdasarkan ASM volume 1, 2005, sifat mekanik cor kelabu memiliki kekerasan 156 – 302 [HB]
dan kekuatan tarik 152 – 431 [MPa]. Berat jenis besi cor kelabu 7,1 [gr/cm3] sampai 7,3 [gr/cm3]
pada temperatur kamar dan dipengaruhi oleh kandungan grafit. Sedangkan dalam keadaan cair
berat jenisnya berkisar antara 6,78 [gr/cm3] sampai dengan 6,95 [gr/cm3]. Dalam keadaan padat
penurunan berat jenis berbanding lurus dengan tingginya temperatur.

Ditinjau dari sifat mekanisnya, besi cor kelabu mempunyai kekuatan tegangan yang rendah
dibanding jenis besi cor yang lain. Hal ini karena bentuk mikrostrukturnya berupa grafit yang
meruncing diujungnya sehingga dapat menyebabkan konsentrasi tegangan pada daerah tersebut.
Salah satu sifat yang paling efektif dari, besi cor kelabu adalah kemampuan meredam energi
getaran dibandingkan baja. Hal tersebut menjadi modal yang cukup penting untuk aplikasi pada
blok rem kereta api.
Gambar 18. Struktur mikro besi cor kelabu (grafit
berwarna gelap melekat pada matriks a + ferrite. 500x

3.7 RODA KERETA API

Material roda kereta adalah baja karbon dengan kandungan karbon ± 5%. Material tersebut
termasuk ke dalam material baja karbon sedang yaitu baja karbon dengan kandungan karbon
0,25% – 0,6%. Material roda kereta termasuk ke dalam material ulet, dan standardisasi kekerasan
320-340 [HB]. Proses pembuatan dilakukan melalui pengecoran atau penempaan. Untuk
mendapatkan dimensi sesuai dengan geometrinya, dilakukan proses pemesinan. Proses perlakuan
panas dilakukan untuk meningkatkan kekerasan pada roda kereta api. Suatu persyaratan teknik
bahwa kekerasan roda kereta api lebih tinggi apabila dibandingkan dengan kekerasan blok rem.
Gambar 19. Roda kereta api

3.8 IDENTIFIKASI PEMBUATAN KOMPONEN DI KOPRASI BATUR JAYA

Secara umum blok rem kereta api dibuat melalui proses pengecoran logam. Bahan baku dileburkan
pada tungku pemanas. Logam cair yang dihasilkan dituangkan ke dalam cetakan pasir untuk
membentuk geometri produk. Pada setiap urutan pemrosesan dilakukan pengecekan kualitas.
Gambar 20. Skema proses pengecoran logam

Untuk menjamin kualitas akhir produk yang diinginkan, maka industri pengecoran logam
sebaiknya dilengkapi dengan beberapa sarana berikut (atau dapat disediakan pada suatu sentra
industri pengecoran logam) :
Gambar 21. Proses pengecoran logam

Penyiapan sarana tersebut untuk menjamin bahwa selama proses berlangsung, pengendalian
terhadap kualitas dilakukan pada setiap tahapan (mulai dari bahan baku sampai dengan produk
akhir siap kirim).

Identifikasi proses pengecoran yang dilakukan di Koprasi Batur Jaya (Bulan Oktober 2013),
diperoleh hasil pengujian sebagai berikut (sebagai gambaran kondisi Industri Koprasi Batur Jaya):

 Identifikasi Industri Koprasi Batur Jaya:


Gambar 22. Identifikasi proses pengecoran blok rem metalik di KBJ [7]

 Hasil pengujian CE Meter

Gambar 23. Hasil pengujian CE meter di Industri KBJ (pembuatan blok rem metalik)[7]

 Hasil pengujian kekerasan

Gambar 24. Hasil pengujian kekerasan pada blok rem metalik di KBJ [7]

 Hasil pengujian metalograpi


Gambar 25. Hasil pengujian metalografi blok rem metalik di KBJ [7]

3.9 LINGKUNGAN PENGOPERASIAN DAN PEMELIHARAAN BLOK REM


METALIK

Blok rem metalik dioperasikan pada lingkungan terbuka, rentan terhadap kotoran atau serpihan
benda asing yang masuk diantara celah roda kereta api dan blok rem. Tidak ada
mekanisme/konstruksi tambahan yang melindungi blok rem dari pengaruh cuaca di sekitarnya.
Dikarenakan blok rem jenis ini memiliki bert sekitar 11-12 [kg] maka akan menyulitkan dalam
pemasangan dan pelepasannya. Material bekas blok rem masih laku untuk dijual sehingga rentan
akan pencurian. Umur penggunaan blok rem metalik sekitar 1 bulan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:

 Kondisi alignment diantara roda dan blok rem harus baik.


 Ketirusan diantara roda kereta api dan blok rem harus sama pada saat dipasangkan (tidak boleh
terbalik)
 Kelonggaran diantara roda dan blok rem harus sesuai (tidak terlalu sempit dan tidak terlalu
longgar), dan harus diperiksa secara terjadwal.
 Pemeriksaan terhadap batas keausan yang diijinkan pada blok rem harus dilakukan secara
terjadwal.
 Pemeriksaan fungsi pengereman harus dilakukan secara berkala untuk mencegah kegagalan yang
terjadi pada sistem pengereman keseluruhan.

3.10 KEBUTUHAN PENGGUNAAN BLOK REM METALIK

PT KAI menggunakan 2 jenis material blok rem, yaitu material komposit yang diimpor dari luar
negeri dan besi cor yang diproduksi oleh IKM pengecoran logam yang ada di Pulau Jawa. Salah
satunya di sentra industri pengecoran logam Ceper Klaten. Kebutuhan sepatu rem ini sangat tinggi
karena umur pakainya kurang dari 3 bulan, sedangkan pada setiap unit kereta/gerbong terdapat 8
roda dengan 16 buah sepatu rem. Merujuk pada data jumlah lokomotif, kereta & gerbong pada
tahun 2008, maka kebutuhan komponen ini mencapai 356.352 [buah]. Harga sepatu rem ini
mencapai Rp. 80.000 [/bh, sehingga nilai perdagangannya sebesar Rp. 28,5 milyar [/tahun].
Table 4. Performansi PT Kereta Api

Data di atas diolah dari data primer yang dikeluarkan oleh Dijen Perkeretaapian & KNKT.
Kecelakaan kereta api lebih dari 60% karena anjlog. Studi awal yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa keausan roda kereta didominasi oleh gesekan pada saat pengereman. Seperti telah
diketahui, bahwa pada saat pengereman terjadi perubahan energi kinetik menjadi panas.
Peningkatan temperatur tersebut dapat mengubah struktur dan sifat-sifat materialnya. Sehingga
pengadaan blok rem menjadi sesuatu hal yang penting.

4. ANALISIS KEGAGALAN

4.1 RINCIAN KEGAGALAN BLOK REM METALIK

Pada bagian dalam cekungan brake shoe ditemukan beberapa lapisan yang berasal dari lelehan
logam yang membeku dengan bentuk tidak teratur. Hal ini disebabkan oleh panas akibat gesekan
sehingga melelehkan logam tersebut dan mengalir ke arah sisi luar blok rem dan menempel pada
bagian dalam cekungan brake shoe. Lelehan tersebut membentuk lapisan yang saling bertumpuk
menandakan bahwa peristiwa ini terjadi secara berulang-ulang. Lelehan pada sepatu rem dapat
mengurangi kerja pengereman karena mempengaruhi koefisien friksi sepatu rem. Arah lelehan
logam cair mengikuti pola ketirusan permukaan roda kereta api.
Gambar 26. Rincian kegagalan pada blok rem metalik (berbentuk lapisan tipis bertumpuk dari lelehan
logam cair yang membeku)
4.2 MODUS KEGAGALAN

Modus kegagalan yang terjadi pada blok rem metalik adalah terjadinya pencairan lokal pada salah
satu blok rem kereta api yang mengalami kontak langsung dengan permukaan roda kereta api.

Gambar 27. Modus kegagalan

4.3 PERKIRAAN AWAL PENYEBAB KEGAGALAN

Komposisi kandungan besi cor kelabu yang berbeda pada blok rem yang tidak sesuai dengan yang
telah ditentukan maka akan mempengaruhi struktur mikro dan beberapa sifatnya. Hal ini akan
menyebabkan beberapa sifat yang dipersyaratkan bagi blok rem menjadi tidak terpenuhi dan akan
gagal memenuhi fungsinya. Penyebab kegagalan yang terjadi diperkirakan akibat karbon ekivalen
komponen mendekati titik eutektiknya pada bagian yang terjadi lelehan tersebut.

4.4 ANALISIS PENYEBAB KEGAGALAN

4.4.1 Brake valve system failure (kegagalan pada sistem katup rem)

Tuas rem masinis berfungsi sebagai pusat pengendalian pengereman laju kereta api, pada kondisi
normal ketika kereta api berjalan maka posisi tuas rem ini berada pada posisi “release” (blok rem
tidak menekan roda kereta api). Pada saat masinis akan mengurangi kecepatan kereta api melalui
sistem rem, maka posisi tuas rem berada pada posisi “application” atau “full service” dan apabila
terdapat kondisi darurat yang membutuhkan pengereman dengan segera maka posisi tuas rem
berada pada posisi “emergency”. Gambar skema dan foto tuas rem kereta api dapat dilihat pada
gambar 28.

Gambar 28. Posisi tuas pengereman

Dengan pertimbangan keamanan, sistem pengereman kereta api diatur sedemikian rupa sehingga
apabila terjadi kebocoran tekanan udara maka rem akan menekan pada roda kereta api sehingga
kereta api akan berhenti. Tuas rem akan mengatur katup tekanan udara yang digunakan pada sistem
pengereman, apabila terjadi kerusakan pada sistem katup maka akan berpotensi mengganggu
tekanan udara sehingga berkurang dan menyebabkan blok rem terus menerus menekan roda kereta
api meskipun tuas rem dalam posisi “release”. Apabila peristiwa kurangnya tekanan udara ini
terjadi pada kisaran yang tertentu sehingga (kereta api masih dapat berjalan) namun terjadi secara
berulang-ulang maka dapat memicu gesekan yang dapat melelehkan material blok rem kereta api.
Blok rem kereta api didisain memiliki kekerasan yang lebih rendah daripada roda kereta api
sehingga besar kemungkinan lelehan logam tersebut berasal dari blok rem. Untuk memastikan
dugaan ini perlu dilakukan uji komposisi kimia lelehan logam dan membandingkannya dengan
komposisi kimia blok rem yang berasal dari besi cor kelabu.

4.4.2 Metal contaminator (benda asing bermaterial logam)

Seperti kita ketahui bahwa posisi roda kereta api serta blok remnya berada pada bagian bawah
kereta dan terbuka (tanpa ada penutup). Posisi tersebut sangatlah rentan
terhadap contaminator baik yang berasal dari pecahan bagian kereta api disekitarnya ataupun dari
luar.
Gambar 29. Posisi roda dan blok rem kereta api

Ketika benda asing yang terbuat dari logam terjepit diantara roda dan blok rem, maka akan
menimbulkan gangguan pada sistem pengereman. Apabila benda asing tersebut memiliki nilai
kekerasan dan melting point yang lebih tinggi dari sepatu rem atau roda kereta maka akan
menimbulkan goresan pada saat rem bekerja. Apabila benda asing tersebut memiliki nilai
kekerasan dan melting point yang lebih rendah dari sepatu rem atau roda kereta maka akan
mengakibatkan benda asing tersebut menjadi terkikis dan bahkan meleleh. Ketika peristiwwa ini
terjadi berulang-ulang (contoh: terjatuhnya serpihan logam bagian gerbong kereta akibat sesuatu
secara berulang-ulang) maka akan menimbulkan lapisan lelehan yang saling bertumpuk.

Gambar 30. Masuknya kontaminator antara blok rem dan roda kereta api
Untuk memastikan hal ini perlu dilakukan uji komposisi kimia lelehan logam dan
membandingkannya dengan komposisi kimia blok rem serta roda kereta api.

4.4.3 MATERIAL COMPOSITION FAILURE

Seperti kita ketahui bahwa sifat material sangat dipengaruhi oleh material penyusun dan
pemrosesannya. Sebagai contoh semakin tinggi konsentrasi karbon dan elemen paduan lain seperti
mangan, kromium, silikon, molibdenum, vanadium, tembaga, dan nikel, semakin cenderung untuk
meningkatkan kekerasan dan menurunkan weldability.

Apabila kandungan carbon pada sepatu rem tidak sesuai dengan yang telah ditentukan maka akan
mempengaruhi kekerasan sepatu rem. Hal ini akan menyebabkan sepatu rem mudah terkikis dan
ketika timbul panas yang tinggi maka akan menyebabkan lelehan. Komposisi kimia dari besi cor
dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.

Table 5. Komposisi kimia besi


cor

Jika logam yang mencair tersebut berasal dari material blok rem metalik (dibuktikan dengan hasil
pengujian laboratorium), maka kegagalan yang terjadi merupakan mode pencairan lokal yang
diakibatkan karena karbon ekivalen terlalu dekat dengan garis liquidus/solidus, yaitu garis yang
memisahkan antara fasa cair dan padat pada diagram fasa. Pada kasus ini, blok rem memiliki
karbon ekivalen yang mendekati titik eutektik, yaitu titik cair terendah.
Gambar 31. Diagram fasa besi
cor

4.4.4 FABRICATION FAILURE

Pemrosesan dapat mempengaruhi sifat dari produk yang dihasilkan, sebagai contoh apabila
terdapat baja dengan material yang sama namun laju pendinginannya berbeda maka akan
menghasilkan sifat yang berbeda pula. Hal ini disebabkan karena fenomena segregasi yang akan
menghasilkan 3 daerah dengan karakteristik yang berbeda (chilled, columnar, equiaxial) yang
disebabkan oleh penyebaran distribusi carbon yang berbeda. Pada daerah yang memiliki distribusi
carbon rendah maka akan memiliki tingkat kekerasan yang rendah. Hal ini dapat dikurangi dengan
proses perlakuan panas (homogenisasi).
Gambar 32. Proses penuangan
besi cor [7]

Untuk memastikan hal ini perlu dilakukan uji metalogafi dan mengetahui komposisi kimia pada
blok rem untuk mengetahui struktur mikro nilai kandungan karbon ekuivalen.

Komponen yang mengalami kegagalan tidak sesuai dengan spesifikasi standard yang diterbitkan
oleh PT Kereta Api Indonesia. Hal tersebut ditunjukkan melalui gambar berikut :
Gambar 33.
(1),(5),(6) Kesesuaian spesifikasi blok rem dengan blok rem yang mengalami kegagalan, (2),(3) keausan di
ujung blok rem, (4) lubang dudukan pengait blok rem miring

Pada komponen yang gagal ditunjukkan bahwa mode keausan tidak merata, posisi lubang pengait
miring. Sehingga akan menghambat fungsi blok rem metalik yang merupakan salah satu
komponen yang berpasangan dengan komponen lainnya yang memiliki persyaratan geometrik.

Hasil permukaan luar dari blok rem metalik terlihat kasar dan berpori. Hal tersebut diakibatkan
oleh pembuatan cetakan yang tidak sempurna, termasuk kondisi pasir cetak yang digunakan.
4.4.5 MAINATENANCE FAILURE

Melalui tanda keausan yang terjadi (gambar 33.2 & 33.3), ditunjukkan bahwa terjadi kesalahan
pada saat melakukan kegiatan pemeliharaan atau penggantian bantalan, dimana
kondisi alignement dari blok rem metalik terhadap roda kereta api. Hal tersebut ditunjukkan
dengan keausan besar terjadi pada sisi ujung-ujung blok rem. Bentuk kesalahan lainnya yang dapat
terjadi adalah kesalahan dalam melakukan penyetelan kelonggaran diantara blok rem metalik
dengan permukaan roda kereta api.

5. KESIMPULAN & REKOMENDASI

5.1 KESIMPULAN

 Kegagalan yang terjadi pada blok rem metalik dengan identitas KBJ-118-I.10-SR1 (dipasok oleh
Koprasi Batur Jaya, Blok Rem tipe T358, Bulan Januari 2010) adalah pencairan local yang
disebabkan karena blok rem tersebut memiliki karbon ekivalen yang terlalu dekat dengan titik
eutektiknya (penguatan pernyataan perlu dilakukan dengan tindak lanjut uji mikrostruktur dan
komposisi kimia)
 Kegagalan yang terjadi dipengaruhi juga oleh bentuk geometri blok rem yang tidak sesuai
dengan speknya, kondisi pemeliharaan yang tidak sesuai dengan standar sehingga mempengaruhi
fungsi pengereman dan menghasilkan gesekan dan panas yang berlebih.

5.2 REKOMENDASI

Peristiwa ditemukannya lelehan logan yang saling bertumpuk pada bagian dalam cekungan sepatu
rem kereta api ini dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan. Pada intinya diperlukan pengujian
secara cermat untuk memastikan pangkal penyebab kegagalan pada sepatu rem kereta api ini.
Berdasarkan beberapa anailsa yang telah dilakukan maka ada beberapa rekomendasi yang
ditujukan untuk mencegah peristiwa ini terjadi kembali. Rekomendasi tersebut berupa:

 Peningkatan pengawasan pembuatan/pembelian blok rem sesuai dengan spesifikasi teknis yang
tertuang di dalam gambar teknik dan kontrak pembelian.
 Mencegah kadar kandungan karbon equivalent mendekati titik eutektik (mengantisipasi kegagalan
karena komposisi material).
 Pemeliharaan dan pemeriksaan sistem pengereman pada kereta api dilakukan secara berkala dan
berkesinambungan, dan dilakukan melalui prosedur kerja standar yang baku.
 Penentuan spesifikasi teknik blok rem metalik secara cermat dan teliti (gambar teknik yang
dihasilkan memuat data spesifikasi produk tuangan).
 Pengujian kualitas dilakukan tidak hanya di akhir proses, namun pada setiap tingkatan dalam
proses pengecoran logam, dan dilengkapi dengan sertificate of acceptance.
 Alternatif penggunaan blok rem komposit yang dewasa ini mulai dikembangkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. ASM Handbook Volume 1: Properties and Selection: Irons, Steels, and High-Performance
Alloys (06181)
2. ASM Metals Handbook Volume 11 – Failure Analysis and Prevention
3. Budiman, M. Joko, Kasus Ketidakrataan Keausan dan Pencairan Lokal Blok Rem Kereta Api,
FTMD-ITB, ….
4. Callister, W.D., Fundamentals of Materials Science and Engineering, 7th, John Wiley & Sons
Inc., United State of America, 2007.
5. Farag, M., Mahmoud., Material Selection for Engineering Design, Prentice Hall, London, 1997
6. https://sites.google.com/a/semboyan35.com/kakominfo/home/art001
7. Hume, W., Rothery, The Structure of Alloys of Iron, Pergamon Press, London, 1966
8. Lutiyatmi, Daryanto, Karakteristik Produk Rem Blok Metalik untuk Kereta Api pada Industri
Kecil Pengecoran Logam, Jurnal Foundry Vol. 3 No. 2 Oktober 2013 ISSN : 2087-2259
9. Kalpakjian, S. and Schmid, S.R., Manufacturing Engineering and Technology, 6th ed., Prentice
Hall, 2009.
10. Railroad Fire Prevention Field
Guide, http://www.largescalecentral.com/forums/topic/17836/what-rr-artifacts-have-you-
acqui/view/page/2
11. Railtown Manual, Air Brake and Train Handling
12. Siswosuwarno, Mardjono., Kumpulan Slide Failure Analysis, Teknik Material-ITB, Bandung,
2008-2013
13. railway-technical.com

Soroako, 07 Mei 2016

Ir. Duddy Arisandi, S.T., M.T.

Dosen Akademi Teknik Soroako

Memoriku dengan teman-teman sekelas di Magister FTMD-ITB (2014)


Gambar 34a_Foto praktikum Analisis Kegagalan di Lab Metalurgi FTMD-ITB
Gambar 34b_Foto praktikum Analisis Kegagalan di Lab Metalurgi FTMD-ITB
Gambar 34c_Foto praktikum Analisis Kegagalan di Lab Metalurgi FTMD-ITB
Gambar 34d_Foto praktikum Analisis Kegagalan di Lab Metalurgi FTMD-ITB
Gambar 34e_Dosenku Prof. Dr. Ir. Mardjono Siswosuwarno (Dosen Analisis Kegagalan Lab. Metalurgi
FTMD-ITB)

Bagikan ini:

 Twitter
 Facebook92
 Google
 Surat elektronik
 LinkedIn

Diposkan pada7 April 2016KategoriEducation, EngineeringTagAnalisis kegagalan pada blok


rem metalik kereta api, Analisis penyebab kegagalan blok rem metalik, Asril Senoaji S., Beban
pada blok rem metalik, Buckling, Creep failure, Ductile fracture dan Brittle fracture, Duddy
Arisandi, Efek kombinasi tegangan dan korosi, Elevated temperature failure, Fatique
failure, Fracture failure, Fracture karena beban kejut, Fracture thougness dan Fracture
Mechanic, FTMD-ITB, Identifikasi pembuatan blok rem metalik, Jenis kegagalan selama
pembebanan mekanik, Kebutuhan penggunaan blok rem metalik kereta api, Klasifikasi blok rem
kereta api, Koprasi Batur Jaya, Lingkungan pengoperasian dan pemeliharaan blok rem metalik
kereta api, Mekanisme pengereman kereta api, Modus kegagalan blok rem metalik, Nama dan
fungsi komponen pengereman kereta api, Prakiraan awal penyebab kegagalan blok rem
metalik, Prof.Dr.Ir. Mardjono Siswosuwarno, Prosedur analisis kegagalan, Rincian kegagalan
blok rem metalik kereta api, Roda kereta api, Shoe brake train failure analysis, Tahap pada
analisis kegagalan, Thermal fatique, Wear failure, Yielding
Cari untuk:CARI

Anda mungkin juga menyukai