Anda di halaman 1dari 15

PAJAK PENGHASILAN PASAL 26

Anifah 130422605294
Falanni Firyal Fawwaz 130422612501
Irma Fibriana 130422612492
Litafiyanna Alchusna 130422605296
Putri Indah Nursari130422611547
Pendahuluan

Pajak Penghasilan Pasal 26 mengatur


tentang pemotongan atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
luar negeri selain bentuk usaha tetap di
Indonesia.
Pemotong PPh Pasal 26
 Badan Pemerintah
 Subjek Pajak Badan dalam
negeri Pihak Yang Dipotong
 Penyelenggara kegiatan PPh Pasal 26
 Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Wajib Pajak luar negeri
 Perwakilan Perusahaan Luar selain Bentuk Usaha
Negeri Lainnya Tetap
Penghasilan Yang
Dipotong PPh Pasal 26
 dividen;
 bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan
sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
 royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan hartai;
 imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
 hadiah dan penghargaan;
 pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
 premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau
 keuntungan karena pembebasan utang
TARIF & PENGHITUNGAN PPh PASAL 26

Tarif yang dikenakan adalah 20% untuk setiap jenis penghasilan yang
dikenakan PPh Pasal 26 atau sesuai dengan Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antar negara atau tax treaty.
Tarif 20% dikenakan dari dasar pengenaan pajak, dengan ketentuan
sbb:
1. Tarif 20% dari penghasilan bruto
2. Tarif 20% dari penghasilan neto
3. Tarif 20% dari penghasilan kena pajak setelah dikurangi PPh.
PENGHITUNGAN PPH Pasal 26

PPh Pasal 26 = 20% x Penghasilan bruto


1. Penghitungan tersebut diterapkan untuk penghasilan yang bersumber
dari modal dalam bentuk:
a. Dividen
b. Bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap, dan imbalan karena
jaminan pengembalian utang
c. Royalti, sewa, dan penghasilan sehubungan dengan penggunaaan harta
d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
e. Hadiah dan penghargaan
f. Pensiun dan pembayaran lainnya.
PENGHITUNGAN PPH Pasal 26

PPH Pasal 26 = 20% x Penghasilan neto


2. Penghasilan neto = Perkiraan penghasilan neto x Penghasilan bruto
Penghitungan tersebut diterapkan untuk :
a. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia
b. Premi asuransi dan reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan
asuransi luar negeri.
PPh Pasal 26 = 20% x (PKP – PPh terutang)
3. Penghitungan tersebut diterapkan pada BUT di Indonesia. Jika
penghasilan setelah dikurangi pajak tersebut ditanamkan kembali di
Indonesia, atas penghasilan tersebut tidak dipotong PPh Pasal 26.
Sifat
Pemotongan/Pemungutan,
Penyetoran, dan Pelaporan
PPh Pasal 26
PPh 26 bersifat final, tetapi atas penghasilan
berikut tidak bersifat final:
1. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan
barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan
yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di
Indonesia.
2. Penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 26 yang diterima atau
diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif
antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan
penghasilan yang dimaksud.
3. Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi atau badan luar negeri
yang berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau
bentuk usaha tetap.
Penyetoran dan Pelaporan
PPh Pasal 26
Penghasilan yang terutang Pajak Penghasilan Pasal 26
pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau
terutangnya penghasilan yang bersangkutan, yaitu:

Penghasilan yang bersumber dari pembayaran berkala,


dari penjualan harta di Indonesia, dan premi asuransi
dan reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan
asuransi luar negeri.
Ketentuan yang berkaitan dengan penyetoran dan
pelaporan PPh Pasal 26
1. PPh Pasal 26 yang telah dipotong harus disetorkan selambat-lambatnya tanggal 10 bulan
takwim berikutnya setelah bulan saat terutangya pajak/ masa pajak berakhir.
2. Pemotong PPh Pasal 26 diwajibkan untuk menyampaikan SPT Masa selambat-lambatnya 20
hari setelah masa pajak berakhir
3. Pemotong PPh Pasal 26 harus memberikan tanda bukti pemotongan PPh Pasal 26 setiap
melakukan pemotongan atau pemungutan kepada orang pribadi atau badan yang dibebani
membayar Pajak Penghasilan yang dipotong.
4. Pemotongan PPh Pasal 26 atas penghasilan berupa Penghasilan Kena Pajak sesudah
dikurangi pajak dari semua bentuk usaha tetap di Indonesia, terutang dan harus dibayar lunas
selambat-lambatnya tanggal 25 bulan ketiga setelah tahun pajak atau bagian tahun pajak
berakhir, sebelum SPT Tahunan disampaikan . Namun apabila bentuk usaha tetap tersebut
meminta perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan, pemotongan PPh Pasal 26
didasarkan pada penghitungan sementara, terutang dan harus dibayar lunas pada saat surat
permohonan perpanjangan disampaikan, akan tetapi tidak melampaui tanggal 25 bulan ke-3
setelah tahun pajak atau bagian tahun pajak berakhir.
5. Apabila tanggal jatuh tempo pelaporan, pembayaran, atau penyetoran pajak bertepatan
dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, pelaporan, pembayaran,
penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
6. Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain dianggap sah apabila telah divalidasi
dengan Nomor Transaksi Penerimaan Pajak (NTPN).
Lembar ke-1 unt uk : Wajib P ajak
Lembar ke-2 unt uk : Kant or P elayanan P ajak
Lembar ke-3 unt uk : P emot ong Pajak

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
KANTOR PELAYANAN PAJAK
……………………………………...…………. (1)

BUKTI PEMOTONGAN PPh PASAL 26


NOMOR : ……………………………………… (2)

N PWP : - - - - - (3)

Nama Wajib Pajak :


………………………………………………………………………………
Alamat :
………………………………………………………………………………

Jumlah Perkiraan
Uraian Penghasilan Penghasilan Tarif PPh yang dipotong
Bruto Neto
(1) (2) (3) (4) (5)

1. Divide n Rp. ………………………. ……% Rp. ……………………….


2. Bunga Rp. ………………………. ……% Rp. ……………………….
3. Royalti Rp. ………………………. ……% Rp. ……………………….
4. Se wa dan Pe nghasilan lain
s e hubungan de ngan pe nggunaan
harta s e lain pe nghasilan atas
pe ngalihan tanah dan atau
bangunan Rp. ………………………. ……% Rp. ……………………….
5. Imbalan se hubungan de ngan
jas a, pe ke rjaan, dan ke giatan Rp. ………………………. ……% Rp. ……………………….
6. Hadiah dan pe nghargaan Rp. ………………………. ……% Rp. ……………………….
7. Pe nsiun dan pe mbayaran
be rkala Rp. ………………………. ……% Rp. ……………………….
8. Pe njualan harta di Indone sia Rp. ………………………. ……% ……% Rp. ……………………….
9. Pre mi asurans i / re asuransi Rp. ………………………. ……% ……% Rp. ……………………….
10. Pe nghasilan Ke na Pajak BUT
s e sudah dikurangi pajak Rp. ………………………. ……% Rp. ……………………….

JUMLAH Rp. ……………………….

Terbilang : …………………………………………………………………………………………………………………

…………………., ……………………. 20 ……. (4)

Pemotong Pajak (5)

Perhatian :
Bukti Pemotongan ini dianggap s ah N PWP : - - - - -
apabila diis i dengan lengkap dan benar. ………………………………………………………………………………………
N a ma :

Tanda tangan, nama dan cap

......................................................... (6)

F.1.1.33.08
Contoh Kasus
Pada tanggal 1 Maret 2013, Mr. Fransisco (seorang warga negara
Prancis dan mempunyai NPWP) ditunjuk sebagai presiden direktur
PT. MNX, Tbk. (sebuah perusahaan multinasional yang bergerak
dibidang consumer goods) dengan gaji sebesar $ 7.000 per bulan.
Mr. Fransisco masih menjabat sebagai anggota direksi di
perusahaan induk yang ada di Prancis sehingga tidak menetap di
Indonesia dan hanya datang ke Indonesia untuk supervisi maupun
rapat dengan jajaran direksi laninnya.
Berdasarkan data dari kantor imigrasi, selama tahun 2013 Mr.
Fransisco berada di Indonesia selama 84 hari. Gaji Mr. Fransisco
dibayarkan setiap tanggal 1 bulan berikutnya dengan nilai kurs dollar
mengacu pada kurs bedasarkan KepMen yang berlaku.
Bagaimana kewajiban pemotongan PPh yang harus dilakukan PT.
MNX, Tbk. atas gaji bulan maret 2013 yang dibayarkan pada tanggal
1 April 2013?
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai