Anda di halaman 1dari 31

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bayi Berat Lahir Rendah

2.1.1 Definisi

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badan

lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram. dulu bayi baru lahir yang

berat badannya kurang atau sama dengan 2500 gram (≤2500 gram) disebut bayi

prematur. Tetapi ternyata morbiditas dan mortalitas neonatus tidak hanya

bergantung pada berat badannya, tetapi juga pada maturitas bayi itu.1

2.1.2 Klasifikasi

Secara umum BBLR dikelompokkan menjadi 2 golongan, yaitu:5

1. Prematuritas murni

- Neonatus dengan usia kehamilan < 37 minggu dan

- mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa

kehamilan yang disebut neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan

(NKB-SMK).

2. Dismaturitas

- Neonatus dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya

untuk masa kehamilan. Hal ini karena mengalami gangguan

pertumbuhan dalam kandungan dan merupakan bayi yang kecil untuk

pertumbuhan masa kehamilan. Dismatur dapat terjadi pada aterm dan


post term. Pertumbuhan dalam rahim terhambat dapat disebabkan dari

faktor bayi sendiri, plasenta, ataupun faktor ibu (KMK).

Bayi dengan berat lahir rendah diklasifikasikan berdasarkan :10

1. Berat badan lahir

a. Bayi berat lahir amat sangat rendah (BBLASR), dengan berat lahir <1000

gram.

b. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR), dengan berat lahir 1001-1500

gram.

c. Bayi berat lahir rendah (BBLR), dengan berat badan 1501-2499 gram .

2. Usia kehamilan

a. Bayi prematur adalah bayi yang lahir dengan usia kehamilan belum

mencapai 38 minggu.

b. Bayi cukup bulan adalah bayi yang lahir dengan usia kehamilan 38-42

minggu.

c. Bayi lebih bulan adalah bayi yang lahir dengan usia kehamilan lebih

dari 42 minggu.

3. Usia kehamilan dan berat badan lahir

a. Masa kehamilan kurang dari 38 minggu dengan berat yang sesuai dengan

berat badan untuk usia kehamilan (sesuai untuk masa kehamilan=SMK),

dimana masa kehamilan dihitung mulai hari pertama haid terakhir dari

haid yang teratur.

b. Bayi yang beratnya kurang dari berat semestinya menurut masa

kehamilannya (kecil untuk masa kehamilan=KMK)


2.1.3 Epidemiologi

Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh

kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-3,8% sering terjadi di negara-negara

berkembang atau sosio-ekonomi rendah.1,3 Bayi BBLR mempunyai resiko

meninggal 40 kali lebih tinggi di bandingkan bayi dengan berat badan normal

pada tahun pertama. Angka kematian prenatal pada BBLR di Indonesia tinggi

yaitu 181,1 tiap 1000 kelahiran bayi hidup. Penyebab BBLR sampai saat ini

masih terus dikaji. Beberapa studi menyebutkan bahwa penyebab BBLR adalah

multi faktor, antara lain faktor demografi, biologi ibu, status gizi obstetrik,

morbiditas ibu hamil, perilaku atau kebiasaan ibu dan keluarga yang kurang

mendukung, tabu, pelayanan kesehatan dan gizi termasuk deteksi dini BBLR

serta upaya intervensinya.3,4 Makin kecil berat bayi lahir maka makin tinggi

kejadian kelainan neurologis dan pisikomotorik bayi.4

Kejadian BBLR yang tinggi menunjukkan bahwa kualitas kesehatan dan

kesejahteraan masyarakat itu masih rendah. Untuk itu diperlukan upaya untuk

menurunkan angka kejadian BBLR agar kualitas kesehatan dan kesejahteraan

menjadi meningkat. Kejadian BBLR ini bisa dicegah bila kita mengetahui faktor-

faktor penyebabnya 4

2.1.4 Etiologi dan Faktor Risiko

Faktor–faktor yang dapat mempengaruhi berat bayi lahir rendah:6,7

1. Faktor lingkungan internal  umur ibu, parietas, jarak kelahiran,

kesehatan ibu, kadar haemoglobin ibu hamil serta ukuran

antropometri ibu hamil.


2. Faktor lingkungan eksternal  lingkungan, masukan makanan ibu

selama hamil, jenis pekerjaan ibu, tingkat pendidikan ibu dan bapak

(kepala keluarga), pengetahuan gizi dan tingkat social ekonomi.

3. Faktor pengunaan pelayanan kesehatan  frekuensi pemeriksaan

kehamilan.

Sulit untuk menentukan secara pasti penyebab BBLR, namun ada beberapa

faktor resiko yang erat hubungannya dengan kejadian BBLR:2,7,8

a. Prematuritas murni

1. Faktor ibu

a. Penyakit

Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya

toksemia gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisis dan

psikologis. Penyebab lainnya adalah diabetes mellitus, penyakit

jantung, bacterial vaginosis, chorioamnionitis atau tindakan operatif

dapat merupakan faktor etiologi prematuritas.

b. Usia

Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah pada usia dibawah 20

tahun dan pada multi gravida yang jarak antar kelahirannya terlalu

dekat. Pada ibu-ibu yang sebelumnya telah melahirkan lebih dari 4

anak juga sering ditemukan. Kejadian terendah adalah pada usia

antara 26-35 tahun.

c. Keadaan sosial ekonomi


Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi yang rendah. Hal ini

disebabkan oleh keadaan gizi yang kurang baik dan pengawasan antenatal yang

kurang.

2. Faktor janin

Hidramnion, gawat janin, kehamilan ganda, eritroblastosis umumnya

akan mengakibatkan BBLR. 1,2

b. Dismaturitas

Penyebab dismaturitas adalah setiap keadaan yang menganggu pertukaran zat

antara ibu dan janin (gangguan suplai makanan pada janin). Dismaturitas

dihubungkan dengan keadaan medik yang menggangu sirkulasi dan

insuffisiensi plasenta, pertumbuhan dan perkembangan janin, atau kesehatan

umum dan nutrisi ibu. 3,4

2.1.5 Patogenesis

Bayi lahir prematur yang BBLR-nya sesuai dengan umur kehamilan

pretermnya biasanya dihubungkan dengan keadaan medis dimana terdapat

ketidakmampuan uterus untuk mempertahankan janin (incompetent

cervix/premature dilatation), gangguan pada perjalanan kehamilan, pelepasan

plasenta, atau rangsangan tidak pasti yang menimbulkan kontraksi efektif pada

uterus sebelum kehamilan mencapai umur cukup bulan. 3

Dismaturitas dihubungkan dengan keadaan medik yang menggangu

sirkulasi dan efisiensi plasenta, pertumbuhan dan perkembangan janin, atau

kesehatan umum dan nutrisi ibu. Dismaturitas mungkin merupakan respon janin

normal terhadap kehilangan nutrisi atau oksigen. Sehingga masalahnya bukan


pada dismaturitasnya, tetapi agaknya pada resiko malnutrisi dan hipoksia yang

terus menerus. Serupa halnya dengan beberapa kelahiran preterm yang

menandakan perlunya persalinan cepat karena lingkungan intrauteri berpotensi

merugikan. 2,3

2.1.6 Gejala Klinik

a. Prematuritas murni

Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang atau sama

dengan 45 cm, lingkaran dada kurang dari 30 cm, lingkaran kepala kurang dari 33

cm, masa gestasi kurang dari 37 minggu. Kepala relatif besar dari badannya,

kulitnya tipis, transparan, lanugo banyak, lemak subkutan kurang. Ossifikasi

tengkorak sedikit, ubun-ubun dan sutura lebar, genitalia imatur. Desensus

testikulorum biasanya belum sempurna dan labia minora belum tertutup oleh labia

mayora. Rambut biasanya tipis dan halus. Tulang rawan dan daun telinga belum

cukup, sehingga elastisitas daun telinga masih kurang. Jaringan mamma belum

sempurna, puting susu belum terbentuk dengan baik. Bayi kecil, posisinya masih

posisi fetal, yaitu posisi dekubitus lateral, pergerakannya kurang dan masih lemah.

Bayi lebih banyak tidur daripada bangun. Tangisnya lemah, pernapasan belum

teratur dan sering terdapat serangan apnoe. Otot masih hipotonik, sehingga kedua

tungkai selalu dalam keadaan abduksi, sendi lutut dan sendi kaki dalam fleksi dan

kepala menghadap ke satu jurusan. 1,3

Refleks moro dapat positif. Refleks mengisap dan menelan belum

sempurna, begitu juga refleks batuk. Kalau bayi lapar, biasanya menangis,

gelisah, aktivitas bertambah. Bila dalam waktu tiga hari tanda kelaparan ini tidak
ada, kemungkinan besar bayi menderita infeksi atau perdarahan intrakranial.

Seringkali terdapat edema pada anggota gerak, yang menjadi lebih nyata sesudah

24-48 jam. Kulitnya tampak mengkilat dan licin serta terdapat ‘pitting edema’.

Edema ini seringkali berhubungan dengan perdarahan antepartum, diabetes

mellitus, dan toksemia gravidarum. 1,3

Frekuensi pernapasan bervariasi terutama pada hari-hari pertama. Bila

frekuensi pernapasan terus meningkat atau selalu diatas 60x/menit, harus waspada

kemungkinan terjadinya penyakit membran hialin, pneumonia, gangguan

metabolik atau gangguan susunan saraf pusat. Dalam hal ini, harus dicari

penyebabnya, misalnya dengan melakukan pemeriksaan radiologis toraks. 1,3

b. Dismaturitas

Dismaturis dapat terjadi preterm, term, dan postterm. Pada preterm akan

terlihat gejala fisis bayi prematur murni ditambah dengan gejala dismaturitas.

Dalam hal ini berat badan kurang dari 2500 gram, karakteristik fisis sama dengan

bayi prematur dan mungkin ditambah dengan retardasi pertumbuhan dan

‘wasting’. Pada bayi cukup bulan dengan dismaturitas, gejala yang menonjol

adalah ‘wasting’, demikian pula pada post term dengan dismaturitas. 1,4

Bayi dismatur dengan tanda ‘wasting’ tersebut, yaitu :

1. Stadium pertama

Bayi tampak kurus dan relatif lebih panjang, kulitnya longgar, kering seperti

perkamen, tetapi belum terdapat noda mekonium.

2. Stadium kedua

Didapatkan tanda stadium pertama ditambah dengan warna kehijauan pada

kulit, plasenta, dan umbilikus. Hal ini disebabkan oleh mekonium yang
tercampur dalam amnion yang kemudian mengendap ke dalam kulit,

umbilikus, dan plasenta sebagai akibat anoksia intrauterin.

3. Stadium ketiga

Ditemukan tanda -rognosis tergantung dari berat ringannya masalah perinatal,

misalnya masagestasi, iskemia otak, sindrom gangguan pernapasan,

perdarahan intra.entrikular,displasia bronkopulmonal, fibroplasia

retrolental, infeksi, gangguan metabolik" -rognosis juga tergantung dari

keadaan sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan pera*atan pada saat

kehamilan, persalinan dan post1natal -rognosis tergantung dari berat

ringannya masalah perinatal, misalnya masagestasi, iskemia otak, sindrom

gangguan pernapasan, perdarahan intra.entrikular,displasia

bronkopulmonal, fibroplasia retrolental, i nfeksi, gangguan

metabolik"-rognosis juga tergantung dari keadaan sosial ekonomi,

pendidikan orang tua dan perawatan pada saat kehamilan, persalinan dan

post1natal stadium kedua ditambah dengan kulit yang berwarna kuning,

demikian pula kuku dan tali pusat. Ditemukan juga tanda anoksia intrauterin

yang sudah berlangsung lama. 1,4

2.1.7 Diagnosis

Bayi berat lahir rendah didiagnosis bila termasuk dalam golongan :

a. Anamnesis

Riwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamesis untuk menegakkan

mencari etiologi dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya BBLR

antara lain:11
-Umur ibu

-Riwayat hari pertama haid terakhir

-Riwayat persalinan sebelumnya

-Paritas, jarak kelahiran sebelumnya

-Kenaikan berat badan selama hamil

-Aktivitas

-Penyakit yang diderita selama hamil

-Obat-obatan yang diminum selama hamil

b. Pemeriksaan Fisik

Penilaian menurut Ballard adalah penilaian yang sering digunakan untuk

menentukan kelahiran prematuritas. Penilaian Ballard ini menggabungkan hasil

penilaian maturitas neuromuskular dan maturitas fisik. Kriteria pemeriksaan

maturitas neuromuskular diberi skor, demikian pula kriteria pemeriksaan

maturitas fisik. Jumlah skor pemeriksaan maturitas neuromuskular dan maturitas

fisik digabungkan, kemudian dengan menggunakan tabel nilai kematangan dicari

masa gestasinya.12

Gambar 2.1 Maturitas Neuromuskular


Cara menilai aktivitas neuromuscular:11,12

a. Postur : dinilai bila bayi dalam posisi telentang dan tenang

b. Jendela pergelangan tangan : tangan bayi difleksikan diantara ibu jari dan

telunjuk pemeriksa lalu diukur sudut antara hypothenar emirence dengan

forearm.

c. Gerakan lengan membalik : Lakukan fleksi lengan bawah selama 5 detik,

kemudian lengan tersebut diekstensikan dan dilepas. Nilai derajat kembalinya

ke posisi fleksi.

b. Sudut poplitea : Bayi tidur terlentang, paha dipegang sedemikian rupa

sehingga terdapat posisi lutut-datar (knee-chest position). Setelah itu

dilakukan ekstensi tungkai bawah, ukurlah sudut dibawah lutut tersebut.

c. Tanda selendang : Posisi terlentang, peganglah salah satu lengan bayi dan

usahakan tangan tersebut mencapai leher posterior dari bahu sisi lainnya.

Angkat dan geserlah siku bayi diatas dadanya dan lihat sampai dimana siku

tersebut dapat digeser. Makin muda bayi makin mudah menggeser sikunya

melewati garis tengah ke sisi lain.

d. Lutut ke telinga : Posisi terlentang, gerakkan kaki bayi ke telinga dari sisi

yang sama. Perhatikan jarak yang tidak mencapai telinga dan ekstensi lutut.
Gambar 2.2 Maturitas Fisik

Yang dapat dijumpai saat pemeriksaan fisik pada bayi BBLR antara lain:12

 Berat badan lahir rendah (kurang dari 2500 gram)

 Kulitnya tipis, terang dan berwarna pink (tembus cahaya), Kulit keriput,

lemak bawah kulit tipis

 Vena di bawah kulit terlihat (kulitnya transparan)

 Lanugo (rambut halus/lembut) masih banyak ditemukan terutama pada

punggung

 Rajah telapak kaki kurang dari 1/3 bagian atau belum terbentuk pada bayi

kurang bulan, dan pada bayi KMK rajah telapak kaki bisa >1/3 bagian

 Rekoil telinga lambat

 Bila kurang bulan payudara belum terlihat, puting masih berupa titik. Bila

cukup bulan payudara dan puting sesuai masa kehamilan


 Otot lemah, aktivitas fisiknya sedikit dan tangisannya lemah Refleks

menghisap dan refleks menelan yang belum baik pada bayi kurang bulan,

tapi dapat cukup baik pada bayi yang hanya karena KMK

 Pada bayi perempuan labia mayora belum menutupi labia minora, tetapi

pada bayi cukup bulan dengan KMK bisa ditemukan labia mayora

menutupi labia minora

 Pada bayi laki-laki skrotum belum banyak lipatan, testis kadang belum

turun pada bayi kurang bulan dan pada KMK testis mungkin sudah turun

Gambar 2.3 Grafik Battaglia F dan Lubchenco

Setelah didapatkan jumlah skor dari pemeriksaan neuromuskular dan

maturasi fisik, maka kedua skor itu di jumlahkan. Hasil penjumlahan tersebut

dicocokkan dengan tabel nilai kematangan sehingga didapatkan usia kehamilan

dalam minggu. Kemudian dengan menggunakan grafik dari Battaglia F dan

Lubchenco dicari titik perpotongan antara umur kehamilan yang kita dapatkan

dengan berat badan lahir bayi, sehingga didapat interpretasi apakah bayi tersebut
Besar Masa Kehamilan (BMK), Sesuai Masa Kehamilan (SMK), atau Kecil Masa

Kehamilan (KMK).

2.1.8 Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Prematur Murni

1. Medikamentosa

Pemberian vitamin K1 :

a. Injeksi 1 mg IM sekali pemberian, atau

b. Per oral 2 mg sekali pemberian atau 1 mg 3 kali pemberian (saat

lahir, umur 3-10 hari, dan umur 4-6 minggu).

2. Diet

Bayi prematur atau BBLR mempunyai masalah menyusui karena refleks

menghisapnya masih lemah. Untuk bayi demikian sebaiknya ASI

dikeluarkan dengan pompa atau diperas dan diberikan pada bayi dengan

pipa lambung atau pipet. Dengan memegang kepala dan menahan bawah

dagu, bayi dapat dilatih untuk menghisap sementara ASI yang telah

dikeluarkan yang diberikan dengan pipet atau selang kecil yang menempel

pada puting. ASI merupakan pilihan utama, apabila :

a. Bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup

dengan cara apapun, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai

kemampuan bayi menghisap paling kurang sehari sekali.

b. Bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20

g/hari selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu.2,8


3. Suportif

Hal utama yang perlu dilakukan adalah mempertahankan suhu tubuh

normal, yakni:

a. Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan

suhu tubuh bayi, seperti kontak kulit ke kulit, kangaroo mother

care, pemancar panas, inkubator atau ruangan hangat yang tersedia

di tempat fasilitas kesehatan setempat sesuai petunjuk.

b. Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin

c. Ukur suhu tubuh dengan berkala.8

Yang juga harus diperhatikan untuk penatalaksanaan suportif ini adalah :

a. Jaga dan pantau patensi jalan nafas. Pantau kecukupan nutrisi,

cairan dan elektrolit.

b. Bila terjadi penyulit, harus dikoreksi dengan segera (contoh;

hipotermia, kejang, gangguan nafas, hiperbilirubinemia).

c. Berikan dukungan emosional pada ibu dan anggota keluarga

lainnya.

d. Anjurkan ibu untuk tetap bersama bayi. Bila tidak memungkinkan,

biarkan ibu berkunjung setiap saat dan siapkan kamar untuk

menyusui.6,8

2.1.9 Pemantauan (Monitoring)

- Pemantauan Saat Dirawat

a. Terapi

1. Bila diperlukan terapi untuk penyulit tetap diberikan.


2. Preparat besi sebagai suplemen mulai diberikan pada usia 2

minggu

b. Tumbuh kembang

1. Pantau berat badan bayi secara periodik.

2. Bayi akan kehilangan berat badan selama 7-10 hari pertama

(sampai 10% untuk bayi dengan berat lahir ≥1500 gram dan

15% untuk bayi dengan berat lahir < 1500 gram.

3. Bila bayi sudah mendapatkan ASI secara penuh (pada semua

kategori berat lahir) dan telah berusia lebih dari 7 hari:

a. Tingkatkan jumlah ASI dengan 20 ml/kg/hari sampai

tercapai jumlah 180 ml/kg/hari.

b. Tingkatkan jumlah ASI sesuai dengan peningkatan berat

badan bayi agar jumlah pemberian ASI tetap 180 ml/kg/hari

c. Apabila kenaikan berat badan tidak adekuat, tingkatkan

jumlah pemberian ASI hingga 200 ml/kg/hari.

c. Ukur berat badan

b. Penatalaksanaan bayi dismaturitas

Pada umumnya sama dengan perawatan neonatus umumnya, seperti

pengaturan suhu lingkungan, makanan, mencegah infeksi dan lain-lain. Bayi

dismatur biasanya tampak haus dan harus diberi makanan dini (early

feeding). Hal ini sangat penting untuk menghindari terjadinya hipoglikemia.

Kadar gula darah harus diperiksa setiap 8-12 jam. Frekuensi pernapadan

terutama dalam 24 jam pertama harus diawasi untuk mengetahui adanya

sindrom aspirasi mekonium atau sindrom gangguan pernapasan idiopatik.


Sebaiknya setiap jam dihitung frekuensi pernapasan. Bila frekuensi lebih dari

60x/menit, dibuat foto thorax. Pencegahan terhadap infeksi sangat penting,

karena bayi sangat rentan terhadap infeksi, yaitu karena pemindahan IgG dari

ibu ke janin terganggu. Temperatur harus dikelola, jangan sampai kedinginan

karena bayi dismatur lebih mudah menjadi hipotermik, hal ini disebabkan

oleh karena luas permukaan tubuh bayi relatif lebih besar dan jaringan lemak

subkutan kurang. 2,9

2.1.10 Komplikasi

Komplikasi yang bisa disebabkan BBLR : 1,5,6

a. Sistem Gastrointestinal

Bayi dengan BBLR terutama yang kurang bulan umumnya saluran

pencernaannya belum berfungsi seperti bayi yang cukup bulan. Hal ini

diakibatkan antara lain karena tidak adanya koordinasi mengisap dan menelan

sampai usia gestasi 33-34 minggu, kurangnya cadangan beberapa nutrisi seperti

kurang dapat menyerap lemak dan mencerna protein, jumlah enzim yang belum

mencukupi, waktu \ pengosongan lambung yang lambat dan penurunan/tidak

adanya motilitas dan meningkatkan risiko NEK (Nekrotikans Enterokolitis).

b. Sistem Pernapasan Bayi

Sistem pernapasan bayi dengan BBLR umumnya mengalami kesulitan

untuk bernapas segera setelah lahir disebabkan oleh jumlah alveoli yang berfungsi

masih sedikit, kekurangan surfaktan (zat di dalam paru yang melapisi bagian

dalam alveoli, sehingga alveoli tidak kolaps pada saat respirasi), lumen sistem

pernapasan yang kecil, kolaps atau obstruksi jalan napas, insufisiensi kalsifikasi
dari tulang thoraks. Hal-hal inilah yang menganggu usaha bayi untuk bernapas

dan sering mengakibatkan gawat napas (distres pernapasan). Gangguan napas

yang sering terjadi adalah Sindrom Gangguang Napas (SGN) dikenal juga sebagai

penyakit Membran Hialin dan Asfiksia. Membran Hialin dapat mengenai bayi

dismatur yang preterm, terutama bila masa gestasinya kurang dari 35 minggu.

c. Sistem Neurologi (Susunan Syaraf Pusat) Bayi dengan BBLR

Umumnya mudah sekali terjadi trauma susunan syaraf pusat yang

disebabkan antara lain; perdarahan intracranial karena pembuluh darah yang

rapuh, trauma lahir, perubahan proses koagulasi, hipoksia dan hipoglikemia.

Sementara itu asfiksia berat yang terjadi pada BBLR juga sangat berpengaruh

pada sistem susunan syaraf pusat yang diakibatkan karena kekurangan oksigen

dan kekurangan perfusi/iskemia.

d. Sistem Kardiovaskuler Patent Ductus Arteriosus (PDA)

Masalah yang sering terjadi pada bayi prematur. Sebelum lahir, arteri

besar yang disebut ductus arteriosus memungkinkan darah tidak mengaliri paru-

paru bayi. Ductus biasanya menutup setelah lahir sehingga darah dapat mengalir

ke paru-paru dan mengambil oksigen. Ketika ductus tidak menutup dengan benar

dapat menyebabkan gagal jantung.

e. Sistem Penglihatan

Sistem penglihatan bayi BBLR dapat terganggu karena ketidakmatangan

retina yang dapat menyebabkan Retinopathy Of Prematurity (ROP). ROP

disebabkan karena adanya pertumbuhan pembuluh darah retina abnormal yang

dapat menyebabkan perlukaan atau lepasnya retina. ROP dapat berlangsung

ringan dan membaik dengan sendirinya, tetapi bisa juga menjadi serius dan
mengakibatkan kebutaan. Semua bayi dengan berat lahir kurang dari 1500 gram

atau usia kehamilan kurang dari 32 minggu berisiko mengalami ROP. Semakin

rendah berat lahir atau sia kehamilan maka semakin tinggi pula risiko terjadinya

ROP. Bayi dengan ROP berisiko besar terjadi strabismus (juling), katarak,

kelainan refraksi (rabun jauh) sampai kebutaan.

f. Sistem Perkemihan

Terdapatnya masalah pada sistem perkemihan, dimana ginjal bayi tersebut

belum matang sehingga tidak mampu mengelola air, elektrolit dan asam-basa,

tidak mampu mengeluarkan hasil metabolisme dan obat-obatan dengan memadai

serta tidak mampu memekatkan urin.

g. Sistem Hematologi

Bayi dengan BBLR lebih cenderung mengalami masalah hematologi yaitu

gangguan pada sistem pembentukan darah. Penyebabnya terutama pada bayi

prematur adalah usia sel darah merahnya lebih pendek, pembentukan sel darah

merah yang lambat, pembuluh darah kapiler mudah rapuh yang dapat

menyebabkan terjadinya anemia, hiperbilirubinemia, Hemmoragic Disease of the

Newborn (HDN).

2.1.11 Prognosis

Prognosis BBLR ini tergantung -rognosis tergantung dari berat ringannya

masalah perinatal, misalnya masa gestasi, iskemia otak, sindrom gangguan

pernapasan, infeksi, gangguan metabolic dan lain-lain. prognosis juga

tergantung dari keadaan sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan perawatan pada

saat kehamilan, persalinan dan post natal.2,3


2.2 Respiratory Distress Syndrome

Gangguan napas atau / respiration distress adalah suatu keadaan

meningkatnya kerja pernapasan yang ditandai dengan takipnea, napas cuping

hidung, retraksi intercostal, sianosis dan apneu.1

2.2.1 Etiologi dan Faktor Risiko

Penyebab terbanyak dari gangguan napas sendiri dapat dibagi atas 2,11

- Penyakit membrane hialin ( respiratory distress syndrome)

Penyakit membran hialin (PMH) merupakan gangguan pernapasan yang

disebabkan imaturitas paru dan defisiensi surfaktan , terutama pada

neonatus usia gestasi <34 minggu atau berat lahir <1500 gram

- Transient Tachypnoe Neonatus

Disebut juga sebagai wet lung yang terutama terjadi pada bayi cukup

bulan, dan biasanya ringan serta dapat sembuh sendiri

- Pneumonia

Pneumonia disebabkan infeksi intrauterin atau selama persalinan dan

umumnya infeksi bakterialis dapat didukung dengan faktor seperti

prematuritas, ketuban pecah dini dan persalinan lama

- Sindrom aspirasi mekonium

Sindrom aspirasi mekonium merupakan penyebab terbanyak distres

pernapasan pada bayi cukup atau lebih bulan. Mekonium yang masuk ke

dalam saluran napas menyebabkan terjadinya obstruksi bronkial, air-

trapping (akibat partikel mekonium menyumbat bronkus kecil di perifer),


dan pneumonitis kimiawi. Dapat terjadi komplikasi pneumotoraks,

pneumomediastinum, hipertensi pulmonal, pirau kanan ke kiri serta

kerusakan otak akibat anoksia

2.2.2 Faktor Risiko:

1. Bayi kurang bulan yang berhubungan dengan imaturitas paru

dengan kekurangan surfaktan yang melapisi rongga alveoli

2. Depresi neonatal seperti aspirasi mekonium, hipertensi pulmonal,

dan lain- lain

3. Bayi dari ibu dengan riwayat diabetes mellitus terjadi akibat

perlambatan kematangan paru

4. Bayi dengan operasi sesar mengakibatkan perlambatan absorbs

cairan paru

5. Bayi yang lahir dengan ibu yang menderita demam, ketuban pecah

dini atau air ketuban yang telah terinfeksi

2.2.3 Patofisiologi

1. Penyakit membrane hialin

Defisiensi substansi surfaktan yang ditemukan pada PMH menyebabkan

kemampuan paru untuk mempertahankan stabilitasnya terganggu, hal ini

mengakibatkan terganggunya fungsi paru bayi setelah lahir. Pada keadaan

defisiensi ini paru bayi akan gagal mempertahankan kestabilan alveolus pada

akhir ekspirasi, sehingga pada saat inspirasi berikutnya dibutuhkan tekanan yang

lebih besar untuk mengembangkan alveolus yang mengalami kolaps dan pada
setiap ekspirasi terjadinya atelektasis menjadi bertambah. Kolaps paru ini akan

menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi dan

asidosis. Hipoksia akan menimbulkan oksigenasi jaringan menurun, sehingga

akan terjadi metabolisme anaerobik dengan penimbunan asam laktat dan asam

organik lainnya yang menyebabkan terjadinya asidosis metabolik pada bayi.

Selanjutnya akan terjadi kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris

yang akan menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam alveoli dan terbentuknya

fibrin dan selanjutnya fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik

membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin yang menghambat

terjadinya difusi dan pada akhirnya akan menperparah gangguan napas pada

neonatus.2-14

2. Transient Tachypnoe Neonatus1-5

Sistem pembersihan cairan paru janin yang terlambat oleh karena

gangguan fungsi saluran paru dan peningkatan tekanan vena sentral

3. Pneumonia1-4

Pada bayi baru lahir sering disebabkan oleh ketuban pecah dini..Pada saat

ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina berperan dalam infeksi

janin. Pada keadaan ini kuman dari vagina naik ke kavum uteri, melekat pada

desidua (menimbulkan desidualitis), lalu terjadi penyebaran infeksi keselaput

khorion dan amnion (menimbulkan khorioamnionitis) dan berkembang menjadi

khoriovaskulitis (infeksi pada pembuluh darah fetal) serta amnionitis. Bila cairan

amnion yang septik teraspirasi oleh janin maka akan menyebabkan pneumonia

kongenital, otitis, konjungtivis sampai bakteremia dan sepsis. Keadaan infeksi

pada bayi baru lahir akan meningkatkan kebutuhan metabolisme anaerob,


sehingga ada kemungkinan tidak dapat dipenuhi oleh aliran darah dari plasenta.

Hal inimenimbulkan aliran nutrisi dan O2 tidak cukup sehingg amenyebabkan

metabolisme janin menuju metabolisme anaerob dan terjadi penimbunan asam

laktat dan piruvat. Keadaan ini akan menimbulkan kegawatan janin (fetal distress)

intrauterin yang akan berlanjut menjadi asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir.

Cairan amnion berfungsi sebagai sawar proteksi terhadap infeksi asenden vagina,

memungkinkan pergerakan bebas janin,tempat mengapungnya tali pusat sehingga

tidak terjadi kompresitali pusat yang menyebabkan terhambatnya aliran darah

yang mengandung O2 dari ibu ke janin


Gambar 2.3 Patofisologi Pneumonia

4. Aspirasi mekonium1-4

Pada aspirasi mekonium, terhisapnya cairan mekonium saat intrauterine

ataupun persalinan yang nantinya akan menyebabkan obstruksi saluran nafas

sehingga terjadi gangguan napas pada bayi. Alur patofisiologi dapat di lihat pada

gambar berikut
Gambar 2.4 Patofisologi aspirasi mekonium

2. 2.4 Gambaran Klinis

Gambaran klinis pada respiratory distress dapat berupa2,3

- Takipnea : frekuensi napas > 60- 80 x/ menit

- Retraksi dinding dada selama inspirasi

- Napas cuping hidung

- Merintih atau grunting

- Sianosis

- Apneu
2.2.5 Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang

Diagnosa dapat ditegakan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik.

Pada anamanesa, diagnosis dan pemeriksaan penunjang dan perlu diperhatikan

tentang maternal, masa prenatal dan intrapartum, antara lain seperti1-11

1. Penyakit membrane hialin

- Usia gestasi kurang bulan

- Tanda- tanda gangguan napas

- Gambaran foto thoraks : retikulogranular uniform dengan air bronchogram

- Laboratorium darah : Hb, Ht, dan gambaran darah tepi tidak menunjukan

tanda infeksi, kultur streptokokus (-), dan analisis gas darah didapatkan

hipoksemia dan asidemia

2. Transient Tachipnoe Neonatus

- Usia gestasi cukup bulan

- Faktor risiko : lahir seksio sesaria, laki-laki, penjepitan tali pusat

terlambat,ibu dengan riwayat diabetes mellitus

- Laboratorium didapatkan hipoksemia ringan-sedang dengan

asidosis respiratorik yang menghilang dalam 8-24 jam

- Foto toraks : gambaran opak pada fisura interlobaris karena

terdapat cairan

3. Pneumonia

- riwayat ibu dengan : prematuritas, ketuban pecah dini, persalinan

lama, riwayat infeksi

- pemeriksaan fisik : tanda gangguan napas

- laboratorium : darah kultur +


- foto toraks : tampak densitas homogen dan difus ataupun infiltrat

luas

4. Aspirasi mekonium

- Factor risiko seperti hamil lebih bulan, ibu preeklamsi, ibu

hipertensi

- Cairan amnion tercemar mekonium

- Tanda gangguan napas

- Darah : analisis gas darah diapatkan asidosis metabolik, asidosis

respiratorik, hipokesmia dan hiperkapnia

- Foto toraks : hiperinflasi, atelectasis, dll

Untuk penilain derajat gangguan napas dapat dinilai menggunakan Downe

Score, seperti pada gambar berikut

Gambar 1.2 Downe Score


2.2.6 Penatalaksanaan

Tindakan umum terutama dilakukan pada penderita ringan atau

sebagai tindakan penunjang pada penderita berat. Tindakan umum yang perlu

dikerjakan ialah :1-11

1. Memberikan lingkungan yang optimal. Suhu tubuh bayi harus selalu

diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5 C-37 C) dengan

meletakan bayi dalam inkubator.

2. Makan peroral sebaiknya tidak diberikan dan bayi diberi cairan

intravena yang disesuaikan dengan kebutuhan kalorinya. Adapun

pemberian cairan ini bertujuan untuk memberikan kalori yang cukup,

menjaga agar bayi tidak mengalami dehidrasi, mempertahankan

pengeluaran cairan melalui ginjal dan mempertahankan keseimbangan

asam basa tubuh. Dalam 48 jam pertama biasanya cairan yang diberikan

terdiri dari glukosa/dekstrose 10% dalam jumlah 100 ml/KgBB/hr.

Tindakan khusus meliputi :

1. Pemberian O2

Setiap penderita hampir selalu membutuhkan O2 tambahan.

Pemberian O2 sebaiknya diikuti dengan pemeriksaan tekanan O2 arterial

(PaO2) secara teratur. Konsentrasi O2 yang diberikan harus dijaga agar

cukup untuk mempertahankan PaO2 antara 80-100 mgHg. Bila fasilitas

untuk pemeriksaan tekanan gas arterial tidak ada,O2 dapat diberikan

sampai gejala sianosis hilang. Untuk mencapai tekanan, O2 ini kadang-

kadang diperlukan konsentrasi O2 sampai 100 %. Konsentrasi demikian


biasanya hanya dapat dicapai apabila O2 diberikan dengan sungkup dan

tidak mungkin dicapai dengan cara pemberian O2 melalui kateter

hidung biasa. Pada penderita yang sangat berat kadang-kadang

diperlukan ventilasi mekanis dimana O2 diberikan dengan respirator.

Tindakan ini dilakukan apabila bayi yang telah mendapatkan O2 dengan

konsentrasi 100% masih memperlihatkan PaO2 kurang dari 40 mmHg,

PCO2 > 70 mmHg, PH darah < 7,2 atau masih adanya serangan apneu
(11)
berulang . Dasar ventilasi mekanis adalah mengusahakan agar O2

yang diberikan dapat memperbaiki pertukaran gas tubuh. Beberapa cara

pemberian ventilasi mekanis ini adalah (11) :

a. Pemberian O2 dengan secara tekanan positif yang konstan (Constant

positive airway pressure = CPAP). Cara ini dapat dicapai dengan

memberikan tekanan positif terhadap udara yang masuk atau

mengadakan tekanan negatif yang konstans terhadap dinding

toraks. Pemberian secara ini akan mengurangi terjadinya atelektasis

alveolus disertai perbaikan PaO2 darah.

b. Pemberian O2 dengan ventilasi tekanan positif yang intermiten

(Intermittent Positive Pressure Ventilation = IPPV). Dengan cara

ini keseimbangan pertukaran gas tubuh dapat diatur.

c. Pemberian O2 dengan ventilasi aktif ini dapat dilakukan pula

dengan bermacam cara, misalnya pemberian O2 secara hiperbasik,

intermittent negative pressure ventilation, dan lain-lain.

2. Pemberian Antibiotika
Setiap penderita PMH perlu mendapat antibiotika untuk menegah

terjadinya infeksi sekunder yang dapat memperberat penyakit.

Antibiotik diberikan selama bayi mendapat cairan intravena sampai

gejala gangguan nafas tidak ditemukan lagi. Sebaiknya antibiotik yang

dipilih adalah yang mempunyai spektrum luas. Antibiotik yang biasa

diberikan adalah penisilin (50.000 U-100.000 U/KgBB/hr) atau

ampicillin sulbactam (50 mg/KgBB/hr) dengan gentamicin (3-5

mg/KgBB/hr). Bila pemeriksaan kultur tidak memungkinkan, antibiotik

dapat diberikan 5-7 hari.

3. Pemberian Surfaktan Buatan

Surfaktan artifisial yang dibuat dari dipalmitoil fosfatidilkolin dan

fosfatidil gliserol dengan perbandingan 7 : 3 telah dapat mengobati

penderita dengan PMH . Bayi diberi surfaktan artifisial sebanyak 25 mg

dosis tunggal dengan menyemprotkan ke dalam trakea penderita.


DAFTAR PUSTAKA

1. Hasan R, Alatas H. Perinatologi. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak 3; edisi ke-


4. Jakarta : FKUI, 2012;1051-7.
2. Kosim, M. Sholeh, dkk. 2012. Buku Ajar Neonatologi Edisi Pertama
Cetakan Pertama. Jakarta: IDAI.
3. Arifuddin J, Palada P. BBLR-LBW. Dalam : Perinatologi dan Tumbuh
Kembang. Jakarta : FKUI, 2004;9-11.
4. Departemen Kesehatan RI, 2007. Profil Kesehatan Indonesia. Direktorat
Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat
5. Hassan, Rusepno, dkk. 2012. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 3
Cetakan Kesebelas. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
6. Mardiyaningrum, D. 2011. Hubungan Beberapa faktor Ibu dengan
Kejadian Asfiksia Neonatorum di Badan RSUD Banjarnegara Kabupaten
Banjarnegara Tahun 2005. Available from
http://eprints.undip.ac.id/4714/.
7. Desfauza, E. 2007. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya
Asphyxia Neonatorum Pada Bayi Baru Lahir Yang Dirawat Di RSU Dr
Pirngadi Medan Tahun 2007. Available from
http://library.usu.ac.id/index.php?option=com_journal_review&id=12582
&task=view
8. Pudjiadi, Antonius H., dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan
Dokter Anak Indonesia Jilid 1. Jakarta: IDAI.
9. Current : Pediatric Diagnosis and Treatment: Neonatal Intensive Care,
page 22-30. Edition 15 Th 2001 Mc Graw Hill Companies.
10. Rodolph, Abraham M, Hoffman Julien, Rudolph, Colin D. Buku Ajar
Pediatri Rudolph Volume 1. Jakarta: 2006; 229-291.
11. Garna H, Nataprawira HMD. Pedoman diagnosis dan terapi ilmu
kesehatan anak. Edisi ke-3. Bandung: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK
Unpad. 2005; Ikterus Neonatorum;102-8.
12. Badan Litbangkes Depkes RI. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT).
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 2002;8-10.
13. Guyton. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi Ke-11. Jakarta: EGC.
2007;906-907.

Anda mungkin juga menyukai